Selasa, 10 Mei 2022

Sejarah dan Nasab Ahlul Bait Nabi Saw dari Keluarga Datu Habib Lumpangi Alawiyiin

  1. iOleh H.Hasan basri


Larangan Mengaku dan Mengingkari Nasab

Pertalian keluarga atau nasab memiliki kedudukan yang penting sehingga seseorang dapat mengidentifikasi silsilah dan hubungan keluarganya. Nasab yang jelas dapat membantu memudahkan berbagai persoalan seperti pembagian warisan, wali nikah atau persoalan lainnya.

Akan tetapi dalam Islam ada larangan bagi seorang mengaku-ngaku memiliki nasab kepada orang lain padahal dirinya pun ragu atau klaimnya tidak memiliki kekuatan. Semisal seseorang mengaku-ngaku memiliki garis keturunan kepada nabi Muhammad Saw namun ternyata klaimnya itu palsu. Atau mengaku-ngaku orang tuanya adalah si A padahal sejatinya orang tuanya adalah si BMaka kedua hal itu yaini mengaku-ngaku nasab orang lain dan mengingkari nasab yang sebenarnya sangat dilarang dalam Islam. Bahkan dalam sebuah riwayat dijelaskan orang yang mengaku-ngaku nasab dan yang mengingkari nasab itu bisa membuat dirinya menjadi kafir dihadapan Allah

Rasulullah  bersabda :

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنِ ادَّعَى نَسَبًا لَا يَعْرِفُ كَفَرَبِاللَّهِ وَمَنِ انْتَفَى مِنْ نَسَبٍ وَاِنْ دَقَّ كَفَرَبِاللَّهِ. رواه الطيرنى

Barangsiapa mengaku-ngaku nasab (keturunan) yang dia sendiri tidak mengetahuinya, maka jadi kafirlah ia kepada Allah. Dan barangsiapa mengingkari nasab walaupun samar nasab itu, maka kafirlah ia kepada Allah.” (HR. Thabarani(

Dalam keterangan lain dijelaskan:

وَرَوَى أَحَدُ: إِنَّ لِلَّهِ تَعَالَى عِبَادًا لَايُكَلِّمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ وَلَا يُزَكِّيْهِمْ وَلَا يَنْظُرُ اِلَيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ, قِيْلَ وَمَنْ اُولَئِكَ يَارَسُوْلَ اللَّهِ ؟ قَالَ مُتَبَرِّئٌ مِنْ وَالِدَيْهِ رَاغِبٌ عَنْهُمَاوَمُتَبَرَّئٌ مِنْ وَلَدِهِ وَرَجُلٌ أَنْعَمَ عَلَيْهِم قَوْمٌ فَكَفَرَ نَعْمَتَهُمْ وَتَبَرَّأَمِنْهُمْ. وَالْمُرَادُالْاِنْعَامُ بِالْعِتْقِ.

Dan diceritakan Imam Ahmad, Sesungguhnya Allah Ta'ala itu mempunyai hamba, yang tidak akan berbicara Allah dengan mereka pada hari kiamat. Dan Allah tidak akan mensucikan dosanya mereka, dan Allah tidak memandang mereka(dengan rasa kasih sayang). Dan bagi hamba itu diberikan siksaan yang pedih. Sahabat bertanya: Siapa mereka itu Rasulullah?. Rasullullah menjawab: Yaitu orang yang menyatakan lepas diri dari kedua orang tuanya (tidak mengakui orang tua) marah kepada orang tuanya. Orang yang lepas tangan dari anaknya(tidak mengakui anak). Dan orang yang diberi kenikmatan oleh suatu kaum lalu dia ingkar dari mereka serta melepaskan diri dari mereka. Yang dimaksud dengan “ memberikan kenikmatan” di sini ialah “Kemerdekaan (memerdekakan budak).

Arikel”Larangan Mengaku dan Mengingkari Nasab”, Fiqhislam.com  https://www.fiqhislam.com/agenda/syariah-akidah-akhlak-ibadah/132221-larangan-mengaku-dan-mengingkari-nasab


HUKUM MENGAKU-NGAKU HABIB ATAU SAYYID ?

Seorang jaba/orang awam tidak didukung silsilah yang  shahih Menurut Kitab “الشفا بتعريف حقوق المصطفى “ Mengaku Habib atau hukumnya haram. Adapun hukumannya menurut Imam Malik di Dunia ialah di pukul dan dipenjarakan. Sedangkan di Akhirat dimasukan ke dalam Neraka.

Referensi :

٠{الشفا بتعريف حقوق المصطفى - وحاشية الشمني، ج ٢ ص ٣١١}

وَرَوَى أَبُو مُصْعَب عَن مَالِك فِيمَن انْتَسَب إِلَى بيت النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْه وَسَلَّم يُضْرَب ضَرْبًا وَجِيعًا ويُشْهَر ويُحْبَس طَويلًا حَتَّى تَظْهَر تَوبَتُه لِأَنَّه اسْتِخْفَاف بِحَقّ الرَّسُول صَلَّى الله عليه وسلم

Artinya : Abu Mush'ab meriwayatkan dari Imam Malik tentang hukum seseorang yang mengaku-ngaku memiliki nasab keturunan Rasulullah, orang tersebut dihukum cambuk dengan pukulan yang menyakitkan, diumumkan, dan dipenjara dalam waktu yang lama, hingga kelihatan jelas- jelas bertaubat karena Dia telah meremehkan hak-hak Rasulullah.

{صحيح مسلم، ج ١ ص ٨٠}

١١٥ - (٦٣) حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّاءَ بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، وَأَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ، عَنْ سَعْدٍ، وَأَبِي بَكْرَةَ كِلَاهُمَا، يَقُولُ: سَمِعَتْهُ أُذُنَايَ، وَوَعَاهُ قَلْبِي مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ، وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ»٠

Artinya : Meriwayatkan hadis kepada kami, Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah dari Zakariya bin Abi Zaidah dan Abu Muawiyah dari Ashim dari Abi Utsman dari Sa'ad dan Abi Bakrah keduanya berkata : kedua telingaku mendengar, dan hatiku hafal Rasulullah bersabda :

"Barang siapa yang mengaku-ngaku bernasab kepada seseorang yang bukan bapaknya, dan Dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya, maka Surga haram baginya".

{فضل أهل البيت، ص ٨٢-٨٣}

أشرفُ الأنساب نسَبُ نبيِّنا محمد صلى الله عليه وسلم، وأشرف انتسابٍ ما كان إليه صلى الله عليه وسلم وإلى أهل بيتِه إذا كان الانتسابُ صحيحاً

Artinya : Nasab termulia adalah nasab Nabi KITA, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Alihi Wasallam Dan penisbatan termulia adalah penisbatan kepada Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Alihi Wasallam dan kepada ahlibait beliau, jika penisbatan tersebut benar adanya.

وقد كثُرَ في العرب والعجم الانتماءُ إلى هذا النَّسب، فمَن كان من أهل هذا البيت وهو مؤمنٌ، فقد جمَع الله له بين شرف الإيمان وشرف النَّسب، ومَن ادَّعى هذا النَّسبَ الشريف وهو ليس من أهله فقد ارتكب أمراً محرَّماً، وهو متشبِّعٌ بِما لَم يُعط

Sungguh telah banyak terjadi di Negeri Arab maupun selainnya, penisbatan kepada nasab yang mulia ini.

Barangsiapa yang memang termasuk ahlibait dan Dia Mukmin, maka sungguh Allah telah mengumpulkan baginya antara kemuliaan Iman dan kemuliaan nasab.

Namun sebaliknya barangsiapa yang mengklaim nasab yang mulia ini sedangkan dirinya bukanlah bagian darinya, maka sungguh Dia telah melakukan tindakan yang haram dan termasuk orang yang berperilaku dusta terhadap sesuatu yang tidak dimiliki.

وقد قال النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: ((المتشبِّعُ بِما لَم يُعْطَ كلابس ثوبَي زور))، رواه مسلمٌ في صحيحه (٢١٢٩) من حديث عائشة رضي الله عنها٠

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Alihi Wasallam bersabda :

“Orang yang (berpura-pura) berpenampilan dengan sesuatu yang tidak diberikan kepadanya bagaikan orang yang memakai dua pakaian palsu (kedustaan)”

(HR. Muslim, hadits ke- 2129 dari Sanad Aisyah)

وقد جاء في الأحاديث الصحيحة تحريمُ انتساب المرء إلى غير نسبِه، ومِمَّا ورد في ذلك حديثُ أبي ذر رضي الله عنه أنَّه سَمع النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يقول: ((ليس مِن رجلٍ ادَّعى لغير أبيه وهو يَعلَمه إلاَّ كفر بالله، ومَن ادَّعى قوماً ليس له فيهم نسبٌ فليتبوَّأ مقعَدَه من النار))، رواه البخاريُّ (٣٥٠٨)، ومسلم (١١٢)، واللفظ للبخاري٠

Dan sungguh terdapat beberapa hadist shohih yang menjelaskan keharaman seseorang bernasab kepada orang lain yang bukan nasabnya.

Diantara hadist yang menjelaskan hal tersebut adalah hadist dari sanad Abu Dzar al-Giffari, bahwasanya Dia mendengar Rasulullah bersabda : "Tiadalah seseorang mengaku bernasab kepada selain Ayahnya sedangkan Dia mengetahui kecuali Dia telah kufur kepada Allah. Dan barang siapa mengaku-ngaku keturunan suatu kaum sedangkan Dia tidak memiliki persambungan nasab dengan mereka maka hendaklah silahkan memilih tempatnya di Neraka".

(HR. Bukhori hadis ke -3508, Muslim hadis ke -112, redaksinya milik Bukhori)


 NASAB AHLU ALBAIT NABI SAW DARI KELUARGA ALAWIYIN

1. Keturunan Nabi Muhammad Saw

Siapakah yang dinamai sebagai keturunan Muhammad Saw? Muhammad Saw dikaruniai 7 anak 3 laki-laki dan 4 perempuan, yaitu : 

  1. Qasim, (pemberi Imbalan) wafat saat kecil 
  2. Zainab, (indah dan Wangi) wafat usia 29 tahun 
  3. Ruqaiyah, wafat  saat perang Badar (ia isteri Usman bin Affan) 
  4. Ummu Kultsum, dan 
  5. Fathimah Azzahra. 
  6. Abdullah wafat saat kecil 
  7. Ibrahim wafat saat kecil

Sepanjang hidupnya, Nabi Muhammad Saw telah dikaruniai 7 orang anak, 4 perempuan dan 3 laki-laki.seluruh anak Nabi berasal dari hasil pernikahannya dengan Sayyidah Khadijah, kecuali Ibrahim yang dilahirkan oleh Sayyidah Mariyah al-Qitbhiyah

Setiap keturunan atau anak berasal dari ayahnya, namun khusus untuk keturunan Sayyidatuna Fathimah bersambung kepada Rasulullah merekalah keturunan Muhammad Saw.

Sebagaimana dalam hadits telah disebutkan bahwa Rasulullah bersabda: “Setiap anak yang dilahirkan ibunya bernasab kepada ayahnya, kecuali anak-anak dari Fathimah, akulah wali mereka, akulah nasab mereka dan akulah ayah mereka”, (HR Imam Ahmad).

2. Sayyidah Fathimah Azzahra dan Ali bin Abi Thalib

Perkawinan Syyidatuna Fathimah dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dikarunia 3 orang putra yaitu Hasan, Husain dan Muhsin, dari kedua cucu Nabi Hasan & Husain inilah telah lahir para anak cucu-dzuriat Nabi Saw yang hingga kini kita kenali dengan sebutan syarif, syarifah, sayyid, dan habib.
Menurut Artikel “Kekhususan Fatimah Azzahra yang menurunkan Nasab Rasulullah” Ahlul Bait diposting  tgl 12/12/2013 menyatakan bahwa " Siti Fathimah ra mempunyai tiga orang putra dan dua orang putri :

  1. Hasan
  2. Husain
  3. Muhsin
  4. Ummu Kalsum dan
  5. Zainab.

Kemudian Ummu Kalsum ra kawin dengan Sayyidina Umar Ibnul Khattab ra dan Zainab ra kawin dengan Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib ra. Sedang Muhsin wafat pada usia masih kecil (kanak-kanak). Adapun Hasan ra dan Husain ra, maka dalam buku-buku sejarah dikenal sebagai tokoh-tokoh Ahlul Bait yang meneruskan keturunan Rasulullah Saw. 
Diantara keistimewaan atau fadhelat Ikhtishas yang didapat oleh Siti Fathimah ra adalah, bahwa keturunannya atau Durriyyatnya itu disebut sebagai Dzurriyyah Rasulillah Saw atau Dzurriyyaturrasul.
Fathimah lahir satu tahun sebelum kenabian dan meninggal dunia enam bulan sesudah ayahnya Rasulullah SAW meninggal, yaitu pada malam Selasa tanggal 3 Ramadhan tahun 11 Hijriyah
Nama Fathimah berasal dari kata Fathman yang artinya sama dengan qath'an atau man'an, yang berarti 'memotong, memutuskan atau mencegah'. Ia dinamakan Fathimah karena Allah SWT mencegah dirinya dari api neraka, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Nabi bersabda: 'Sesungguhnya Fathimah adalah orang yang suci farajnya, maka Allah haramkan atas dia dan keturunannya akan api neraka.'
Al-Nasai meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya putriku Fathimah ini adalah seorang manusia-bidadari. Dia tidak haid dan tidak pula mengeluarkan kotoran. Karena itulah ia dinamakan al-Zahra atau 'yang suci', sebab ia tidak pernah mengeluarkan darah, baik dalam haid maupun sesudah melahirkan (nifas). Pada saat melahirkan, ia mandi dan kemudian shalat sehingga ia tidak pernah luput dari melaksanakan shalat.
Adapun sebutan al-Batul baginya itu adalah karena ia merupakan wanita yang paling menonjol di masanya dalam hal keutamaan, agama dan keturunan.
Dikemukakan pula oleh al-Thabrani, bahwa Rasulullah SAW bersabda: " Tiap anak itu bernisbat kepada keturunan bapaknya, kecuali putra Fathimah, akulah wali mereka dan akulah ashabah mereka". Dalam riwayat lain yang sahih disebutkan: "Setiap anak itu mengikuti garis keturunan bapaknya kecuali anak-anak Fathimah , sebab akulah ayah mereka dan ashabah mereka".

Hadis Riwayat lain menyatakan: 

وَقَوْلُهُ صَلَّى اللهُ  عَلَيْه وَسَلَّمَ :" لِكُلِّ بَنِىٍّ اَبٌ عُصْبَةٌ إلا ابني فاطمة فأنا و ليهما و عصبتهما *


Artinya: "Setiap anak laki-laki seorang ayah memiliki ashabah (penerima bagian ashabah), kecuali dua putera Fatimah, karena akulah wali keduanya dan ashabah mereka ber­dua." (HR Al-Hakim)

Hal mana sesuai dengan pengakuan Rasulullah saw,sendiri bahwa anak-anak Fathimah ra yakni Al Hasan dan Al Husain itu bernasab kepada beliau saw. Sehingga berbeda dengan orang-orang lain yang bernasab kepada ayahnya

Rasulullah Saw bersabda:

وَعَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : كُلُّ بَنِى اُنْثَى فَاِنَّ عُصْبَتَهُمْ لِاَبِيْهِمْ مَاخَلَاوَكَ فَاطِمَةُ فَاِنّيْ اَنَا عُصْبَتُهُمْ وَ اَنَااَبُوْهُمْ (رَوَاهُ الطَّبْرَنى)

Artinya “Semua bani Untsa (manusia) mempunyai ikatan keturunan ke ayahnya, kecuali anak-anak Fathimah, maka kepadakulah bersambung ikatan keturunan mereka dan akulah ayah-ayah mereka.” (HR. At Tabrani)

Dalam hadis dari Umar bin Khattab juga diterangkan:


عن النبي صلى الله عليه و سلم كل نسب و صهر ينقطع يوم القيامة إلا نسبى وصهرى (رواه اِبْنُ عَسَاكِيْرٍ)

Artinya: "Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap nasab dan hubungan keluarga melalui perkawinan di hari Kiamat nanti akan putus, kecuali nasabku dan hubungan kekeluargaan melalui perkawinan denganku." (Riwayat Ibnu Asakir)

Pada suatu ketika, Sayyidina Umar ra datang kepada Imam Ali karamallahu wajhah dengan tujuan akan melamar putrinya yang bernama Ummu Kultsum ra.

Setelah Sayyidina Umar ra menyampaikan maksudnya, Imam Ali kw menjawab bahwa anaknya itu masih kecil. Selanjutnya Imam Ali kw menyarankan agar Sayyidina Umar ra melamar putri saudaranya (Ja’far) yang sudah besar.

Mendengar jawaban dan saran tersebut Sayyidina Umar ra menjawab, bahwa dia melamar putrinya, karena dia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda:

“ Semua sebab dan nasab terputus pada hari kiamat, kecuali sebab dan nasabku.” (HR. At tobroni)

Dari konteks hadist tsb, hubungan pertalian dengan Rasulullah sangatlah penting, meskipun hubungan pertaliannya merupakan hubungan kekerabatan (sebab) dan bukan hubungan  nasab. Akhirnya lamaran Sayyidina Umar ra tersebut diterima oleh Imam Ali kw dan dari perkawinan mereka tersebut, lahirlah Zeid dan Ruqayyah

Perkawinan tersebut membuktikan bahwa antara Imam Ali kw / Siti Fathimah ra dengan Sayyidina Umar ra telah terjalin hubungan yang sangat baik. Sebab apabila ada permusuhan antara Imam Ali kw / Siti Fathimah ra dengan Sayyidina Umar ra, pasti lamaran tersebut akan ditolak.

Bahkan dalam buku-buku sejarah disebutkan bahwa, Imam Ali kw dikenal sebagai penasehat Khalifah Umar Ibnul Khattab ra.

Bahkan Sayyidina Umar ra ketika mengawini Ummu Kultsum ra itu berkata kepada orang banyak: “Tidakkah kalian mengucapkan selamat kepadaku, sebab aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda:

“Setiap sebab dan nasab terputus pada hari kiamat, kecuali sebab dan nasabku.” (HR. At Tobroni)

Dengan demikian tidak benar jika ada orang yang mengatakan bahwa keturunan Rasulullah Saw atau Dzurriyyaturrasul itu sudah putus atau tidak ada lagi. Karena pendapat tersebut sangat bertentangan dengan keterangan-keterangan Rasulullah saw, yang diakui kebenarannya oleh para ulama dan para Ahli sejarah.

Imam Bukhari telah meriwayatkan dalam kitab shahih-nya bahwa Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu : “Sungguh aku lebih senang menyambung tali kekerabatan kepada keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada keluargaku sendiri” [HR Bukhari : 3712]

Masih dalam Shahih Bukhari bahwasanya Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu ketika pulang dari shalat Ashar ia melihat Hasan Radhiyallahu anhu sedang bermain-main bersama anak-anak yang lain di jalan. Lalu Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu menggendong Hasan Radhiyallahu ‘anhu di atas pundaknya sambil berkata “Demi bapakku yang menjadi tebusan, Hasan lebih mirip Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan dengan Ali Radhiyallahu ‘anhu. Mendengar hal itu Ali Radhiyallahu ‘anhu hanya bisa tertawa” [HR Bukhari : 3542]

Dikutip dari  salah satu Artikel telah diterbitkan SINDOnews.com bahwa Habib Zein bin Ibrahim bin Smith Al-Alawi Al-Husaini pernah menerangkan, ada banyak dalil menegaskan bahwa Fatimah merupakan jalur penerus keturunan Nabi Muhammad Saw. Berdasarkan  berfirman Allah dalam Al-Qur'an ttg mubahalah  :

فَمَنْ حَاجَّكَ فِيْهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَائَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلۡ تَعَالَوۡا نَدۡعُ اَبۡنَآءَنَا وَاَبۡنَآءَكُمۡ وَنِسَآءَنَا وَنِسَآءَكُمۡ وَاَنۡفُسَنَا وَاَنۡفُسَكُمۡ ثُمَّ نَبۡتَهِلۡ فَنَجۡعَل لَّعۡنَتَ اللّٰهِ عَلَى الۡكٰاذِبِيۡنَ (آل عمران ٦١)

Artinya: "Siapa yang membantahmu (tentang kisah Isa) sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), Maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta." (QS Ali Imran: Ayat 61)

Para ahli tafsir menjelaskan, ketika ayat ini turun, Rasulullah SAW mengajak Ali, Fatimah, al-Hasan dan al-Husain. Beliau menggendong Al-Husain, menuntun Al-Hasan, Fatimah berjalan di belakang beliau sedangkan Ali (suamu Fatimah) berjalan di belakang mereka, dan beliau bersabda: "Ya Allah, mereka ini adalah keluargaku." Ayat ini adalah dalil yang tegas, bahwa anak-anak Fatimah dan keturunannya disebut anak-anak Nabi Muhammad dan mereka bernasab kepada nasab Rasulullah SAW secara benar dan bermanfaat di dunia dan akhirat.

 Pada ayat lain, Allah berfirman:

 اِنَّمَا يُرِيۡدُ اللّٰهُ لِيُذۡهِبَ عَنۡكُمُ الرِّجۡسَ اَهۡلَ الۡبَيۡتِ وَيُطَهِّرَكُمۡ تَطۡهِيۡرًا

Artinya: "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS Al-Ahzab: 33)
Ungkapan Ahlul Bait dalam ayat di atas mencakup keluarga rumah tempat tinggal dan keluarga nasab Rasulullah SAW. Istri-istri beliau adalah keluarga rumah tempat tinggal, sedangkan kerabat-kerabatnya adalah keluarga karena pertalian nasab.

 عن ابى سعيد الحدري رضي الله عنه قال: إن هذه الاية نزلت فى النبي صلى الله عليه وسلم وعلي وفاطمة والحسن والحسين رضي الله عنهم

Dari Abu Sa'id al-Khudri ia berkata: "Sesungguhnya ayat ini turun berkaitan dengan Nabi sholalllohu 'alaihi wasallam, Ali, Fathimah, Al-Hasan dan Al-Husain radhiyallahu 'anhum." (HR Ahmad)

 إنه صلى الله عليه وسلم جعل على هؤلاء كساء وقال اللهم هؤلاء اهل بيتى وخاصتى اذهب عنهم الرجز وطهرهم تطهيرا

Artinya: "Sesungguhnya Nabi shollallahu 'alaihi wasallam mengemulkan sebuah kain pada mereka (Ali, Fathimah, al-Hasan dan al-Husain) dan bersabda: "Ya Allah, mereka adalah ahli baitku dan orang-orang khususku, hilangkan dari mereka noda dan bersihkan mereka sebersih-bersihnya."

Dalam riwayat lain, sesungguhnya Rasulullah SAW selalu mendatangi rumah putrinya Fathimah, selama enam bulan pada setiap sholat Subuh. Beliau berseru: "Sholatlah hai Ahlul Bait, sesungguhnya Allah hendak menghilangkan dosa dari kamu, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (HR at-Tirmidzi dan Abu Dawud ath-Thayalisi dari Anas bin Malik)


Dikisahkan, Sulthan Harun Al-Rasyid dimasa pemerintahannya pernah bertanya kepada Musa al-Kadzim seraya berkata: "Bagaimana kamu berkata kami keturunan Rasulullah SAW padahal kamu adalah anak-anak Ali bin Abi Thalib. Seorang laki-laki hanya bernasab kepada datuk dari sisi ayah, bukan datuk dari ibu?" Lalu Imam Musa al-Kadzim menjawab:

اعوذ بالله من الشيطان الرجيم.بسم الله الرحمن الرحيم. ومن ذريته داود وسليمان وايوب ويوسف وموسى وهارون وكذلك نجزى المحسنين وزكريا ويحيى وعيسى وإلياس

Artinya: "Nabi Isa 'alaihissalam jelas tidak berayah, tetapi beliau dipertemukan dengan nasab para Nabi dari sisi ibundanya. Demikian juga kami dipertemukan dengan nasab Nabi Muhammad dari sisi ibu kami, Fatimah radhiyallahu 'anha. Dan masih ada tambahan lagi hai amirul mukminin, yaitu turunnya ayat mubahalah, saat itu Nabi tidak mengajak siapapun kecuali Ali, Fatimah, al-Hasan dan al-Husain ra."

Sebagai salah satu tinggalan Nabi Muhammad SAW untuk umatnya, keturunannya sudah selayaknya mendapat penghormatan dan rasa cinta seperti yang beliau terima. Sebagaimana anjuran dari sahabat termulia Rasulullah, Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq yang mengatakan, “Cintailah Muhammad melalui cinta kepada para keturunannya (Ahlul Bait).

Tak hanya itu, Al-Qur’an melalui surah Asy-Syura ayat 23 pun mengatur perintah untuk mencintai Ahlul Bait. Dalam ayat tersebut disebutkan, “Katakanlah (wahai Muhammad): Aku tidak meminta upah kepada kalian kecuali rasa cinta kepada kerabatku,

قُلْ لَّآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًا اِلَّا الْمَوَدَّةَ فِى الْقُرْبٰىۗ

Artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad): Aku tidak meminta upah kepada kalian kecuali rasa cinta kepada kerabatku,” (QS Asy-Syura: 23)

Dalam tafsir disebutkan bahwa yang dimaksud kerabat disini adalah Ahlul Bait. Dengan demikian, jelas perintah memuliakan dan mencintai Ahlul Bait merupakan perintah langsung dari Allah yang wajib dipatuhi.

عَنْ جَابرٍ بِنْ عَبْدُاللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَاَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى حُجَّتِهِ يَوْمَ عَرَفَةَ وَهُوَ عَلَى نَاقِتِهِ الْقَصْوَاءِ يَخْطُبُ فَسَمِعْتُهُ يَقُوْلُ : يَااَيُّهَا النَّاسُ اِنِّيْ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا اِنْ اَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوْا : كِتَابَ الله وَعتْرَتيْ اَهْلُ بَيْتيْ (رواه الترمذى و احمد)

Dari Jabir bin Abdullah ra. berkata ia “Aku lihat Rasulullah pada Hajjinya hari Arafah Sedangkan Beliau berada diatas untanya berkhutbah dan aku mendengar Beliau bersabda : “Wahai manusia, sesungguhnya aku tinggalkan pada diri kalian, jika kalian mengikutinya maka tidak akan tersesat selamanya yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan keturunanku Ahlul Baitku”.HR.At-Tirmidzi dan Ahmad)

عَنْ اَبِيْ سَعِيْدٍ الحدري رضي الله عنه قال قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِنِّيْ تَاركٌ فِيْكُمُ الثَّقَلَيْنِ اَحَدُهُمَا اَكْبَرُ مِنَ الآخِرِ : كِتَابُ اللهِ حَبْلٌ مَمْدُوْدٌ مِنَ السَّمَاءِ اِلَى الْاَرْضِ وَعتْرَتيْ اَهْلُ بَيْتيْ وَاَنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى تَرِدَا عَلَى الْحَوْضِ (رواه الترمذى و احمد وغيره)

Artinya Hadis  dri Abi  Said al-Khudri ia berkata  Rasul  Saw bersabda :”Aku tinggalkan pada diri  kalian  dua hal,  salah satunya lebih besar   dari  yang  lain yaitu Kitabullah (Alqur’an) sebuah tali penghubung yang  dibentangkan dari langit  ke bumi dan keturunanku Ahlul Baitku.  Sesungguhnya keduanya  tidak akan terputus  hingga datang  sewaktu  telaga Hudl (HR. At-Tirmidzi, Imam Ahmad dan lainnya).


Ali Bin Abi Thalib
 
Imam Ali adalah orang yang pertama kali masuk Islam. Abu Ya'la meriwayatkan dari Ali, bahwa Ali telah berkata: "Rasulullah diutus pada hari Senin dan aku masuk Islam pada hari Selasa."
Abdulbirr dalam kitabnya yang berjudul al-Isti'ab mengetengahkan sebuah hadits yang berasal dari Imam Ali , bahwa Rasulullah saw berkata kepada Siti Fatimah ra: 'Suamimu adalah orang yang terkemuka di dunia dan akhirat, ia sahabatku yang pertama memeluk Islam, yang paling banyak ilmunya dan paling besar kesabarannya'
Dalam hal nasab, seperti diriwayatkan oleh Thabrani, bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda: "Allah menciptakan keturunan setiap Nabi dari tulang sulbinya sendiri, namun Allah menciptakan keturunanku dari tulang sulbi Ali bin Abi Thalib."
Hal ini diperkuat dengan hadits yang bersumber dari Umran bin Hushain, bahwa Rasulullah telah berkata: "Apakah yang kamu inginkan dari Ali, apakah yang kamu inginkan dari Ali, apakah yang kamu inginkan dari Ali? Sesungguhnya Ali dariku dan aku darinya. Ia adalah pemimpin semua orang mukmin sesudahku."
Ibnu Abbas ra meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw menyatakan: 'Manusia diciptakan dari berbagai jenis pohon, sedang aku dan Ali bin Abi Thalib diciptakan dari satu jenis pohon (unsur). Apakah yang hendak kalian katakan tentang sebatang pohon yang aku sendiri merupakan pangkalnya, Fatimah dahannya, Ali getahnya, al-Hasan dan al-Husein buahnya, dan para pencinta kami adalah dedaunannya! Barangsiapa yang bergelantung pada salah satu dahannya ia akan diantar ke dalam surga, dan barangsiapa yang meninggalkannya ia akan terjerumus ke dalam neraka."
Imam Ali bin Abi Thalib wafat sebagai syahid pada hari Jum'at tanggal 17 Ramadhan tahun 40 Hijriyah ketika sedang melaksanakan sholat Subuh. Beliau dikarunia lima belas orang anak laki-laki dan delapan belas orang anak perempuan:
  1. Hasan  
  2. Husein   Ibunya Siti Fathimah binti Rasul saw. 
  3. Muhsin (meninggal waktu kecil)   
  4. Muhammad al-Hanafiah (Menurut satu pendapat keluarga Ba Qasyir di Hadramaut adalah keturunannya) 
  5. Abbas   
  6. Usman   Syahid bersama saudaranya Husein 
  7. Abdullah   Ibunya ummu Banin binti Hazam al-Kilabiyah 
  8. Ja'far    
  9. Abdullah  
  10. Abu Bakar   
  11. Yahya   
  12. Aun   
  13. Umar al-Akbar (Ibunya ummu Habibah al-Taghlibiyah) 
  14. Muhammad al-Ausath (Ibunya Amamah binti Abi Ash) 
  15. Muhammad al-Asghor 
Kelima belas anak laki-laki tersebut sesuai dengan pendapat al-Amiri, sedangkan Ibnu Anbah menambahkan nama: Abdurahman, Umar al-Asghor dan Abbas al-Asghor. Adapun yang membuahkan keturunan anak Imam Ali bin Abi Thalib yakni ada lima, orang yaitu: 
  1. Hasan, 
  2. Husain, 
  3. Muhammad al-Hanafiyah, 
  4. Abbas al-Kilabiyah dan 
  5. Umar al-Tsa'labiyah.

Sedangkan anak perempuannya dalam riwayat yang disepakati berjumlah 18 orang, yaitu: 

  1. Zainab, 
  2. Ummu Kulsum, 
  3. Ruqoyah, 
  4. Ummu Hasan 
  5. Ramlah al-Kubra, 
  6. Ummu Hanni, 
  7. Ramlah al-Sughro, 
  8. Ummu Kulsum al-Sughro, 
  9. Fathimah, 
  10. Amamah, 
  11. Khadijah, 
  12. Ummu Khoir, 
  13. Ummu Salmah, 
  14. Ummu Ja'far, 
  15. Jamanah  

Isteri kedua Ali bin Abi Thalib bernama Laila binti Mas’ud dari Bani Tamim, darinya lahirlah keturunan/anak yang bernama : Ubaidillah dan Abu Bakar.

Isteri ketiga Ali bin Abi Thalib bernama “Ummul Banin” binti Haram, darinya lahirlah keturunan/anak yang bernama : Ja’far, Abbas, Abdullah, Utsman

Isteri keempat Ali bin Abi Thalib bernama Asma binti Umays” darinya lahirlah keturunan/anak yang bernama : Yahya, Muhammad Asghar

Isteri kelima Ali bin Abi Thalib bernama “Sahba binti Rabi’a” darinya lahirlah keturunan/anak yang bernama : Umar dan Rukiyah

Isteri keenam Ali bin Abi Thalib bernama Umamah binti Abil Ash” darinya lahirlah keturunan/anak yang bernama : Muhammad Awsad

Isteri ketujuh Ali bin Abi Thalib bernama “Maulah binti Ja’far” darinya lahirlah keturunan/anak yang bernama : Muhammad al Hanafiyah

Isteri kedelapan Ali bin Abi Thalib bernama “Ummu binti Urwah” darinya lahirlah keturunan/anak yang bernama : Umul Hasan dan Ramlah Kubra

Isteri kesembilan Ali bin Abi Thalib bernama “Mahabba binti Amru’ul Qays darinya lahirlah keturunan/anak yang bernama : Puteri wafat saat kecil


 You tobe “KISAH UBAIDILLAH BIN ALI BIN ABI THALIB RA | putra imam ali yang terlupakan dalam sejarah” https://www.youtube.com/watch?v=akNqd0yUqeo

Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib. 

Sayyidina Hasan lahir di Madinah sembilas belas hari sebelum peristiwa perang Badar. Beliau adalah cucu dan buah hati Rasulullah. Rasulullah mengakikahkan Hasan pada hari ketujuh dari kelahirannya. Sayyidina Hasan , sangat mirip sekali dengan Rasulullah, yaitu dari mulai pusarnya sampai kepalanya. Sedangkan Sayyidina Husien mirip beliau mulai dari pusar ke bawah.

Beliau hidup pada masa Rasulullah selama 8 tahun dan bersama ayahnya selama 29 tahun dan dibaiat menjadi khalifah pada tahun 41 Hijriyah ketika umur beliau 37 tahun. Beliau wafat pada tahun 49 Hijriyah dan dimakamkan di Baqi. Menurut al-Amiri, beliau dikaruniai sebelas anak laki-laki: 
  1. Abdullah, 
  2. Qasim, 
  3. Hasan Mutsanna, 
  4. Zaid, Umar, 
  5. Abdullah, 
  6. Abdurahman, 
  7. Ahmad, 
  8. Ismail, 
  9. Husain dan 
  10. Aqil, dan seorang anak perempuan bernama 
  11. Ummu Hasan. Sedangkan yang meneruskan keturunan Imam Hasan adalah: Zaid dan Hasan Mutsanna. 




3. Husain Bin Ali Bin Abi Thalib.

(الحسين بن علي بن أﺑﻲ طالب)

Al-Husain bin ‘Alī bin Abī Thālib adalah putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra dan cucu Nabi. Dia dianggap oleh Syiah sebagai Imam ketiga Syiah dan ayah dari dinasti Imam Syiah dari Dua Belas Imam dari Ali bin Husain hingga Mahdi. Ia juga dikenal dengan nama panggilannya, Aba Abdullah. Husain terbunuh pada hari Asyura dalam pertempuran Karbala, dan karena alasan ini kaum Syiah juga memanggilnya Sayyidus Syuhadaa (penguasa para syuhada).

Menurut mereka, Husain bukanlah pemberontak sembarangan yang mengorbankan hidupnya dan keluarganya untuk keuntungan pribadi. Dia berdiri melawan penindasan. Dia tidak melanggar perjanjian damai dengan Muawiyah, tetapi menolak untuk berjanji setia kepada Yazid. Seperti ayahnya, dia percaya bahwa Tuhan telah memilih Ahlul Bait untuk memimpin umat Muhammad, dan dia merasa berkewajiban untuk memimpin dengan datangnya surat-surat kaum Kufi. Namun, dia sengaja tidak mencari kesyahidan

Husain dilahirkan    10 Januari 626 atau (3 Sya'ban 4 H) di Madinah, Hijaz, Arabia

Meninggal/wafat 10 Oktober 680 (umur 54) (10 Muharram 61 H)

Peperangan Karbala, Kekhalifahan UmayyahSebab meninggal     Dipancung saat Pertempuran Karbala

Pasangan isterinya bernma  : ShahrbanuUmmu RubabUmmu LaylaUmmu Ishaq

Pasangan suami-isteri Husain bin Ali dengan Shahrbanu Ummu Rubab Ummu Layla Ummu Ishaq (isteri) tersebut menurunkn 12 orang Anak

Putra-Putri Sayyidina Husein bin Ali dan Fatimah Az-Zahra Putri Rasulullah SAW.

  1. Ali Al-Akbar
  2. Ali Zainal Abidin
  3. Abdullah Al-Ashgar
  4. Sukainah
  5. Fatimah
  6. Ja'far
  7. Muhammad
  8. Muhsin
  9. Zainab
  10. Ruqayyah
  11. Shafiyyah
  12. Khawlah.

Sayyidina Husein (Abu Abdillah) adalah cucu dan buah hati Rasulullah. Ia lahir pada hari kelima dari bulan Sya'ban tahun keempat hijriyah.

Al-Hakim mengemukakan sebuah hadits dalam kitab sahihnya, yang bersumber dari sahabat yahya al-'Amiri, bahwa Rasulullah SAW bersabda: " Husein dariku dan aku dari Husein. Ya Allah cintailah orang yang mencintai Husein. Husein adalah salah seorang asbath."

Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Ibnu Sa'ad, Abu Ya'la serta Ibnu Asakir dari Jabir bin Abdullah: "Saya telah mendengar Rasulullah bersabda: 'Barangsiapa suka melihat seorang pemimpin para pemuda ahli surga, maka hendaklah ia melihat kepada Husein bin Ali.'"

Sayyidina Husein gugur sebagai syahid, pada hari Jum'at, hari kesepuluh (Asyura) dari bulan Muharram, tahun enam puluh satu Hijriyah di padang Karbala –suatu tempat di Iraq yang terletak antara Hulla dan Kuffah.

Ibnu Hajar memberitahukan sebuah hadits dari suatu sumber yang diriwayatkan dari Ali, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda " Pembunuh Husein kelak akan disiksa dalam peti api, yang beratnya sama dengan siksaan separuh penduduk dunia."

Abu Na'im meriwayatkan bahwa pada hari terbunuhnya Sayyidina Husein, terdengar Jin meratap dan pada hari itu juga terjadi gerhana matahari hingga tampak bintang-bintang di tengah hari bolong. Langit di bagian ufuk menjadi kemerah-merahan selama enam bulan, tampak seperti warna darah.

Sayyidina Husein sungguh telah memasuki suatu pertempuran menentang orang yang bathil dan mendapatkan syahidnya di sana. Menurut al-Amiri, Sayidina Husein dikarunia 6 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Dan dari keturunan Sayyidina Husein yang meneruskan keturunannya hanya Ali al-Ausath yang diberi gelar 'Zainal Abidin'. Sedangkan Muhammad, Ja'far, Ali al-Akbar, Ali al-Ashgor , Abdullah, tidak mempunyai keturunan (ketiga nama terakhir gugur bersama ayahnya sebagai syahid di karbala). Sedangkan anak perempuannya adalah: Zainab, Sakinah dan Fathimah.

Julukan Husain yang terkenal adalah "Sarullah", "Safin al-Najah" (kapal penyelamat), "Aba Abdullah", "Sayyid Syabab dari ahlul janah" (penguasa pemuda surga), "yang tertindas" dan "Sayyid syahada "(penguasa para martir).

Bacaan

Artikel “Nasab AHLU-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin ’

https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html

Artikel “Husain bin Ali” Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sayyidus Syuhadaa  https://id.wikipedia.org/wiki/Husain_bin_Ali

 

4. Imam Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib as

(علي بن الحسين بن علي بن أبي طالب)

Imam setelahnya  (Imam Ali bin Husain)  adalah Imam Muhammad al-Baqir bin Imam Ali bin Husain  bin Ali bin Abi Thalib as

Ayahnya bernama  Imam Husain bin Ali sedangkan Ibunya bernama    Syahr Banu binti Yazdgerd

Saudaranya  Imam Ali bin Husain bin Ali bernama   Ali Akbar as • Ali Asghar • Ja'far dan Saudari         Sukainah • Fatimah

Pasangan /isterinya bernama  :  Ummu Abdillah binti Hasan bin Ali bin Abi Thalib as

Keduanya punya keturunan Putra  : Muhammad al Baqir

  1. Muhammad al Baqir
  2. Hasan • 
  3. Husain • 
  4. Akbar • 
  5. Zaid (Sohibul Mazhab Syi'ah Zaidiyah, mempunyai anak Isa dan Yahya)   
  6. Umar al-Asyrof 
  7. Husain al Ashgar   (Ibunya bernama Sa'adah)  
  8.  Abdurahman • 
  9. Sulaiman • 
  10. Ali  Ibunya bernama Zajlan 
  11. Muhammad Ashgar dan Putri   
  12. Khadijah • 
  13. Fathimah • 
  14. 'Illiyah • 
  15. Ummu Kultsum  

Anak dan Istri

Dalam sumber data sejarah disebutkan anak Imam Sajjad as berjumlah 15 orang (11 laki-laki dan 4 perempuan).Nama-nama anak dan istrinya menurut Syekh Mufid dan Syekh Thabarsi sebagai berikut  :

Isteri                      Nasab                            Anak

Ummu Abdillah     putri Imam Hasan ra      Imam Muhammad al-Baqir as

---                         Seorang Pembantu         Abdullah, Hasan dan Husain Akbar

Jida                      Seorang Pembantu         Zaid dan  Umar

---                   Seorang Pembnatu         Husain Asghar, Abdurrahman dan Sulaiman

---                          Seorang Pembantu         Ali dan Khadijah

---                          Seorang Pembantu         Muhammad Asghar

Lakab Zainal Abidin • Sayid al-Sajidin • Dzu al-Tsafanat • Al-Sajjad

Imam-Imam Syiah

Ali, al-Hasan, al-Husain, al-Sajjad, al-Baqir, al-Shadiq, al-Kazhim, al-Ridha, al-Jawad, al-Hadi, al-Askari, al-Mahdi

Menurut penjelasan Artikel “Imam Ali Zainal Abidin as” https://id.wikishia. net/view/Imam_Ali_Zainal_Abidin_as bahwa dikatakan : 

Imam Ali Zainal Abidin ra. lahir Kamis, tanggal 5 Sya'ban 38 H/658, Ia lahir Madinah yaitu pada masa pemerintahan kakeknya Ali Bin Abi Thalib.dan Sayyidina Ali Zainal Abidin wafat pada tahun 94 Hijriyah, dalam usia 58 tahun dan Ia wafat syahid 20 Muharam 95 H/714 dimakamkan  di Pemakaman  Baqi.

Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib as  yang terkenal dengan sebutan Imam Sajjad dan Zainal Abidin adalah Imam Keempat Syiah (38-94 H/658-714). Ia menjadi imam selama 35 tahun. Ia hadir pada Peristiwa Karbala, akan tetapi ia tidak turut berperang karena sakit. Pasukan Umar bin Saad paska kesyahdian Imam Husain as membawanya ke Kufah dan Syam bersama rombongan tawanan Karbala. Pidato Imam Sajjad as di Syam menyebabkan masyarakat paham tentang kedudukan Ahlulbait.

Peristiwa Harrah, Kebangkitan Thawwabin (orang-orang yang taubat) dan Kebangkitan Mukhtar terjadi pada masa Imam Sajjad as. Kumpulan doa-doa dan munajat-munajatnya terbukukan dalam kitab Shahifah Sajjadiyah. Risalah al-Huquq yang merupakan panduan buku kecil mengenai tugas-tugas (takalif) para hamba di hadapan Tuhan dan makhluk adalah karyanya.

Menurut riwayat-riwayat Syiah, Imam Sajjad as mati syahid karena racun yang diberikan kepadanya atas perintah Walid bin Abdul Malik. Ia dimakamkan di komplek pekuburan Baqi di samping kubur Imam Hasan al-Mujtaba as, Imam Muhammad al-Baqir as dan Imam Ja'far al-Shadiq as.

Imam Sajjad as memiliki banyak keutamaan. Misalnya ibadah dan bantuannya kepada orang-orang fakir banyak dilaporkan. Di sisi Ahlusunah, beliau juga memiliki kedudukan tinggi dan mereka menyanjung keilmuan, ibadah dan wara'nya.

Jannatul Baqi Sebelum Penghacuran oleh Rezim Saudi

Biografi

Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib as yang masyhur dengan Imam Sajjad as atau Imam Ali Zainal Abidin as adalah Imam Keempat Syiah dan putra dari Imam Husain as. Berdasarkan pendapat yang masyhur ia lahir pada tahun 38 H. Namun berdasarkan riwayat-riwayat lain, kelahiran imam ke-4 Syiah diyakini terjadi sekitar tahun 36 atau 37 H atau 48 H. Oleh karena itu, ia mengalami sebagian masa kehidupan Imam Ali as dan juga periode keimamahan Imam Hasan Mujtaba as dan Imam Husain as. Terkait hari lahirnya Imam Sajjad as terjadi perbedaan pendapat. Sebagian peneliti menyebutkan hari Kamis 15 Jumadil Akhir sebagai hari lahirnya. Irbili meyakini hari lahir beliau tanggal 5 Syakban. Ada juga yang meyebutkan tanggal 9 Syakban.

Nama dan nasab ibunya termasuk dari masalah-masalah yang kontroversial. Syekh al-Mufid menyebutkan nama ibu Imam Sajjad as adalah Syahzanan putri Yazdger, putra Syahriyar bin Kisri  dan Syekh al-Shaduq meyakini bahwa ia adalah putri Yazdgerd, putra seorang raja Iran, yang meninggal dunia saat melahirkan.

Julukan dan Gelar

Julukan-julukan yang diberikan kepala Ali bin Husain as adalah Abu al-Hasan, Abu al-Husain, Abu Muhammad dan Abu Abdillah.Sementara gelar-gelarnya adalah Zainal Abidin, Sayid al-Sajidin, Sajjad, Hasyimi, 'Alawi, Madani, Qurasyi dan Ali Akbar. Gelar lain yang diberikan kepadanya adalah Dzu al-Tsafinat, karena ia memiliki tanda di bagian tubuhnya yang sering dipakai sujud, hingga lututnya seperti lutut unta yang keras dan tebal sebagai akibat dari bekas ibadah dan salatnya yang banyak.Imam Sajjad as pada zamannya terkenal dengan sebutan Ali al-Khair, Ali al-Ashgar dan Ali al-'Abid.

Syahadah

Tanggal kesyahidan Imam Sajjad as tidak diketahui secara detail. Sebagian peneliti meyakini terjadi pada tahun 94 H dan yang lain menyakinya tahun 95 H. Mengenai hari kesyahidannya pun terjadi perselisihan pendapat; misalnya hari Sabtu 12 Muharram dan 25 Muharram. Laporan-lopran lain juga terlihat dalam beberapa sumber seperti tanggal 18, 19 dan 22 Muharram.

Imam Sajjad ra syahid diracuni atas perintah Walid bin Abd al-Malik. Ia dikuburkan di Pemakaman Baqi' di samping makam Imam Hasan al-Mujtaba ra, Imam Muhammad al-Baqir ra dan Imam Ja'far al-Shadiq ra.

Imamah

Keimamahan Imam Sajjad as bermula dengan kesyahidan Imam Husain as pada peristiwa Asyura tahun 61 H/681 dan berlanjut hingga masa kesyahidannya, yakni tahun 94 atau 95 H. Dikatakan masa keimamahannya 34 tahun.

Berdasarkan riwayat-riwayat yang tegas dalam sumber-sumber hadis Syiah, Imam Sajjad as merupakan pengganti dan washi Husain bin Ali ra. Dalam hadis-hadis yang dinukil dari Rasulullah saw tentang nama-nama para Imam Syiah, nama Imam Sajjad as juga disebutkan diantara nama-nama tersebut. Para teolog Syiah seperti Syekh al-Mufid menyakini bahwa keutamaan ilmu Imam Sajjad as atas orang lain setelah ayahnya merupakan dalil pertama atas keimamahannya.

Para penguasa pada masa Imam Sajjad ra antara lain adalah: Yazid bin Muawiyah (61-64 H/681-684), Abdullah bin Zubair (61-73 H/681-694), yang menjadi penguasa Mekah secara mandiri, Muawiyah bin Yazid (berkuasa hanya beberapa bulan pada tahun 64 H/684),Marwan bin Hakam (berkuasa sembilan bulan pada tahun 65 H/685), Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685-705), dan Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715).

Peristiwa Karbala dan Penawanan

Ketika terjadi peristiwa Karbala dan pada hari ketika Imam Husain as dan para sahabatnya syahid, Imam Ali bin Husain as sedang sakit parah. Sehingga ketika para musuh hendak membunuhnya, sebagian dari mereka berkata, "Cukuplah baginya dengan sakit yang dideritanya ini."

Kufah

Setelah Tragedi Karbala, seluruh keluarga Imam Husain ra ditawan dan dibawa ke Kufah dan Syam. Ketika tawanan dibawa dari Karbala ke Kufah, leher Imam Sajjad as diberi belenggu dengan Jamah, yaitu semacam belenggu atau borgol yang mengunci dan mengikat tangan serta leher secara bersamaan. Karena sakit dan tidak bisa menjaga dirinya di atas punggung unta, kedua kaki Imam Sajjad ra diikatkan ke perut unta.

Sebagian sejarawan mengatakan Imam Sajjad ra. membacakan sebuah khutbah di Kufah. Namun, karena keadaan Kufah dan pengekangan serta ketidakramahan para prajurit pemerintah yang berkuasa, juga rasa takut penduduk Kufah terhadap mereka dan sikap tidak bersahabat, maka khutbah yang penuh informasi itu sulit diterima. Selain itu, disebutkan bahwa isi khutbah yang disampaikannya sama dengan khutbahnya di masjid Damaskus. Oleh karena itu, dengan bergulirnya masa ada kemungkinan para periwayat mencampuradukkan kejadian-kajadian tersebut.

Ibnu Ziyad memenjarakan Imam Sajjad ra dan para tawanan Karbala. Dia mengirim surat ke Syam dan meminta perintah Yazid selanjutnya. Yazid membalas suratnya supaya para tawanan dan kepala para syuhada Karbala dibawa ke Syam. Ibnu Ziyad merantai Imam Sajjad ra dan memasang belenggu di lehernya. Para tawanan Karbala pun dibawa ke Syam dengan pengawalan Muhaffar bin Tsa'labah.

Syam

Imam Sajjad ra memberikan khutbah di masjid Syam. Ia memperkenalkan dirinya, ayahnya dan kakeknya kepada masyarakat Syam. Ia juga mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Yazid dan orang-orangnya adalah tidak benar. Ayahnya bukanlah orang asing, dan ia tidak hendak menyerang orang Islam serta menyebarkan fitnah di negeri Islam. Ia bangkit untuk kebenaran dan atas undangan umat dengan menghilangkan bid'ah-bid'ah dalam agama, sehingga kesucian masa Rasulullah saw pun bisa disampaikan.

Kembali ke Madinah

Menurut catatan Syekh al-Mufid, akhirnya keluarga Imam Husain as pada hari Arbain bergerak dari Syam menuju Madinah. Imam Sajjad ra. hidup selama 34 tahun setelah Peristiwa Karbala. Selama itu pula ia berusaha terus menghidupkan dan menjaga ingatan terhadap para syuhada Karbala. Setiap minum air ia selalu mengingat ayahnya, dan senantiasa menangisi musibah yang menimpa Imam Husain ra.

Diriwayatkan dari Imam al-Shadiq ra, "Imam Zainal Abidin as menangis untuk ayahnya selama 40 tahun. Ia setiap hari berpuasa dan setiap malamnya melakukan salat. Ketika berbuka puasa, pembantunya membawakan air dan makanan untuknya dan berkata, "Silakan Tuan!" Imam Zainal Abidin ra berkata, "Putra Rasulullah saw terbunuh dalam keadaan lapar! Putra Rasulullah terbunuh dalam kondisi kehausan!" Kalimat ini diulang-ulangnya dan ia menangis sedemikian rupa sehingga air matanya bercampur dengan air minum dan makanannya. Hal ini terus menimpanya hingga ia meninggal dunia.”

Sayyidina Ali Zainal Abidin ialah seorang yang kekhusyu'annya dalam wudhu', shalat dan ibadah sangatlah menakjubkan. Dalam sehari semalam ia shalat (sunnah) seribu raka'at, yang ia kerjakan sampai akhir hayatnya. Ia sangat takut kepada Allah, sampai-sampai bila ia berwudhu' maka menjadi pucat dan gemetarlah seluruh anggota badannya. Ketika ditanya, kenapa tuan menjadi demikian? Ia menjawab: Tahukah kalian di hadapan siapakah aku akan berdiri?
Ia juga dikenal dengan sebutan al-Sajjad (yang banyak sujud). 

sumber Data :

Artikel “Imam Ali Zainal Abidin as” https://id.wikishia.net/view/Imam_Ali_Zainal_Abidin_as

Artikel “Nasab AHLU-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin ’

https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html


5. Imam Muhammad al-Baqir.

 ( محمد ألباقر إبن علي)

Muhammad al-Baqir bin Ali bin Husain (676–743), adalah Ahlul Bait Nabi, cicit Imam Ali, cucu Husain, dan imam ke-5 dalam tradisi Syi'ah Imamiyah, sedangkan menurut Ismailiyah, ia merupakan imam ke-4. Dia lahir pada tanggal 1 Rajab 57 Hijriyah, di Madinah. Ayahnya adalah Imam Ali Zainal Abidin dan ibunya adalah Fatimah binti Hasan bin Ali. Dia mendapatkan penghormatan yang tinggi di kalangan Sunni karena pengetahuan agamanya
Beliau dilahirkan pada tahun 59 Hijriyah di Madinah.Imam Muhammad al-Baqir adalah seorang 'arif billah yang sangat luas ilmunya. Ia mendapatkan gelar 'al-Baqir' karena ia telah baqqara (membelah) ilmu, sehingga ia dapat mengetahui asal dan rahasia ilmu. Masa kehidupannya penuh dengan pekerjaan-pekerjaan besar, di antaranya dibukanya lembaga-lembaga keilmuan, pembahasan ilmiah dan sastra. Berdasarkan ijma' Bukhari dan Muslim putera Muhammad al-Baqir,tiga orang yang punya keturunan yaitu:
  1. Ja'far al-Shadiq
  2. Abdullah meninggal di waktu kecil
  3. Ibrahim meninggal di waktu kecil
  4. Zaid ( tidak mempunyai keturunan)
  5. Ali
  6. Abdullah
Keturunan Muhammad al-Baqir hanya melalui Ja'far al-Shadiq. Maka orang yang mengaku bernasab kepada Muhammad al-Baqir tanpa melalui Ja'far al-Shadiq adalah seorang pendusta.

Istri dan Anak
Sumber riwayat menyebutkan Ummu Farwah sebagai istri Imam Baqir as. Ia adalah ibu dari Imam Shadiq as. Ummu Hakim putri Usaid Tsaqafi juga disebut sebagai istri Imam Baqir as yang kemudian melahirkan dua putra Imam Baqir as. Imam juga memiliki istri lainnya dari hamba sahaya yang melahirkan tiga orang anak. Keturunan Imam Baqir as berjumlah tujuh orang, yaitu lima laki-laki dan dua perempuan. dan mereka itu adalah:

1. Ja'far al-Shadiq
2. Abdullah,Ummu Farwah binti Qasim bin Muhammad adalah ibu bagi kedua putra Imam diatas.
3. Ibrahim
4. Ubaidillah,Ummu Hakim binti Usaid Tsaqafi adalah ibu dari kedua putra Imam diatas dan dari kedua putranya tidak memiliki keturunan.
5. Ali
6. Zainab,ibu keduanya adalah seorang wanita sahaya.
7. Ummu Salamah, ibunya juga adalah seorang wanita sahaya.

Bacaan  :

Artikel “Nasab AHLU-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin   https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html

Artikel "Muhammad al-Baqir" Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_al-Baqir
Artikel "Imam Muhammad al-Baqir as"  dari Wikisia   https://id.wikishia.net/view/Imam_Muhammad_al-Baqir_as




6. Imam Ja'far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir

(جعفر الصادق)

Ja'far ash-Shadiq (Bahasa Arab: جعفر الصادق), nama lengkapnya adalah Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib,

Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad bin Ali Radhiyallahu Anhu Kun-yah  Abu Abdillah. Nama    Ja'far ash-Shadiq, Kebangsaan       Umayyah, Abbasiyah, ia Imam Ahlusunnah, ia lahir di Madinah, 17 Rabiul awal 83 H atau  ≈ 20 April 702 Masehi dan ia wafat/ meninggal   25 Syawal 148 H/ 4 Desember 765 Masehi dan dimakamkan /dikuburkan di Pekuburan Baqi Madinah

Masa hidup Sebelum Imamah: 31 tahun  (83-114 H) mamah: 34 tahun (114-148 H), Gelarnya  ash-Shadiq (Arab: Jujur), nama Ayahnya Muhammad al-Baqir, nama Ibunya  Ummu Farwah (Fatimah binti Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar) Melalui garis ibu, ia dua kali merupakan keturunan Abu Bakar, karena al-Qasim menikahi putri pamannya, Abdurahman bin Abu Bakar.


Silsilah Sunan Kalijaga

Raden Syahid (Sunan Kalijaga) bin Raden Ahmad Sahuri (Tumenggung Hariyo Wilatikta) bin Abdurrahman Aria Teja bin Ahmad Jalaluddin Syah Syaikh Jali bin Mahmud Nasiruddin bin Makhdum Husein Jalaluddin An-Naqwi bin Ahmad Al-Kabir bin  Sayyid Hasan Jalaluddin Al-Bukhari bin Ali Al-Mu'ayyid bin Ja'far bin Muhammad bin Mahmud bn Ahmad bin Abdullah At-Taqi bin Ali Al-Asykar bin Ja'far Az-Zaki bin Ali Al-Hadi bin Muhammad Al-Jawad bin Ali Ar-Ridha bin Musa Al-Kadzim

 Referensi  : Artikel “Sunan Kalijaga” / Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas/ https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Kalijaga

Keluarga

Ia memiliki saudara satu ibu yang bernama Abdullah bin Muhammad. Sedangkan saudara lainnya yang berlainan ibu adalah Ibrahim dan Ubaydullah yang beribukan Umm Hakim binti Asid bin al-Mughirah. Ali dan Zaynab beribukan wanita pembantu rumah tangganya, dan Umm Salamah yang beribukan wanita pembantu rumah tangganya pula.

Muhammad al-Dibaj, yang mendeklarasikan dirinya sebagai Amirul Mukminin setelah Salat Jumat pada tanggal 6 Rabiul akhir 200 Hijriyah, dan kemudian berperang melawan Khalifah Abbasiyah pada saat itu, al-Ma'mun, tetapi dengan cepat ia tertangkap dan dibawa ke Khurasan.

Kehidupan awal

Sejak kecil hingga berusia sembilan belas tahun, ia dididik langsung oleh ayahnya. Setelah kepergian ayahnya yang syahid pada tahun 114 H, ia menggantikan posisi ayahnya sebagai Imam bagi kalangan Muslim Syi'ah.

Pada masa remajanya, Ja'far ash-Shadiq, turut menyaksikan kejahatan dinasti Bani Umayyah seperti Al-Walid I (86-89 H) dan Sulaiman (96-99 H). Kedua-dua bersaudara inilah yang terlibat dalam konspirasi untuk meracuni Ali Zainal Abidin, pada tahun 95 Hijriyah. Saat itu Ja'far ash-Shadiq baru berusia kira-kira 12 tahun. Ia juga dapat menyaksikan keadilan Umar II (99-101 H). Pada masa remajanya Ja'far ash-Shadiq menyaksikan puncak kekuasaan dan kejatuhan dari Bani Umayyah.

Meninggalnya

Karena meninggal, Ia meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah atau kurang lebih pada tanggal 4 Desember 765 Masehi di Madinah, menurut riwayat dari kalangan Syi'ah, dengan diracun atas perintah Khalifah Mansur al-Dawaliki dari Bani Abbasiyah.

Mendengar berita meninggalnya Ja'far ash-Shadiq, Al-Mansur menulis surat kepada gubernur Madinah, memerintahkannya untuk pergi ke rumah Imam dengan dalih menyatakan belasungkawa kepada keluarganya, meminta pesan-pesan Imam dan wasiatnya serta membacanya. Siapapun yang dipilih oleh Imam sebagai pewaris dan penerus harus dipenggal kepalanya seketika. Tentunya tujuan Al-Mansur adalah untuk mengakhiri seluruh masalah keimaman dan aspirasi kaum Syi'ah. Ketika gubernur Madinah melaksanakan perintah tersebut dan membacakan pesan terakhir dan wasiatnya, ia mengetahui bahwa Imam telah memilih empat orang dan bukan satu orang untuk melaksanakan amanat dan wasiatnya yang terakhir; yaitu khalifah sendiri, gubernur Madinah, Abdullah Aftah putranya yang sulung, dan Musa al-Kadzim putranya yang bungsu. Dengan demikian rencana Al-Mansur menjadi gagal.

Ia dimakamkan di pekuburan Baqi', Madinah, berdekatan dengan Hasan bin Ali, Ali Zainal Abidin, dan ayahnya Muhammad al-Baqir.

Masa keimaman

Situasi politik pada zaman itu sangat menguntungkannya, sebab di saat itu terjadi pergolakan politik di antara dua kelompok yaitu Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah yang saling berebut kekuasaan. Dalam situasi politik yang labil inilah Ja'far ash-Shadiq mampu menyebarkan dakwah Islam dengan lebih leluasa. Dakwah yang dilakukannya meluas ke segenap penjuru, sehingga digambarkan muridnya berjumlah empat ribu orang, yang terdiri dari para ulama, para ahli hukum dan bidang lainnya seperti, Abu Musa Jabir Ibn Hayyan, di Eropa dikenal dengan nama Geber, seorang ahli matematika dan kimia, Hisyam bin al-Hakam, Mu'min Thaq seorang ulama yang disegani, serta berbagai ulama Sunni seperti Sofyan ats-Tsauri, Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi), al-Qodi As-Sukuni, Malik bin Anas (pendiri Mazhab Maliki) dan lain-lain.

Di zaman Imam Ja'far, terjadi pergolakan politik dimana rakyat sudah jenuh berada di bawah kekuasaan Bani Umayyah dan muak melihat kekejaman dan penindasan yang mereka lakukan selama ini. Situasi yang kacau dan pemerintahan yang mulai goyah dimanfaatkan oleh Bani Abbasiyah yang juga berambisi kepada kekuasaan. Kemudian mereka berkampanye dengan berkedok sebagai "para penuntut balas dari Bani Hasyim".

Bani Umayyah akhirnya tumbang dan Bani Abbasiyah mulai membuka kedoknya serta merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Kejatuhan Bani Umayyah serta munculnya Bani Abbasiyah membawa babak baru dalam sejarah. Selang beberapa waktu, ternyata Bani Abbasiyah memusuhi Ahlul Bait dan membunuh pengikutnya. Imam Ja'far juga tidak luput dari sasaran pembunuhan. Pada 25 Syawal 148 H, Al-Mansur membuat Imam syahid dengan meracunnya.

"Imam Ja'far bin Muhammad, putra Imam kelima, lahir pada tahun 83 H/702 M. Dia wafat pada tahun 148 H/757 M, dan menurut riwayat kalangan Syi'ah diracun dan dibunuh karena intrik Al-Mansur, khalifah Bani Abbasiyah. Setelah ayahnya wafat dia menjadi Imam keenam atas titah Illahi dan fatwa para pendahulunya." [5]

Perkembangan Mazhab Dua Belas Imam

Perkembangan pesat Mazhab Dua Belas Imam

Selama masa keimaman Ja'far ash-Shadiq inilah, mazhab Syi'ah Dua Belas Imam atau dikenal juga Imamiah mengalami kesempatan yang lebih besar dan iklim yang menguntungkan baginya untuk mengembangkan ajaran-ajaran agama. Ini dimungkinkan akibat pergolakan di berbagai negeri Islam, terutama bangkitnya kaum Muswaddah untuk menggulingkan kekhalifahan Bani Umayyah, dan perang berdarah yang akhirnya membawa keruntuhan dan kemusnahan Bani Umayyah. Kesempatan yang lebih besar bagi ajaran Syi'ah juga merupakan hasil dari landasan yang menguntungkan, yang diciptakan Imam ke-5 selama 20 tahun masa keimamannya melalui pengembangan ajaran Islam yang benar dan pengetahuan Ahlul Bait. Sampai sekarang pun mazhab Syi'ah Imamiah juga dikenal dengan mazhab Ja'fari.

Murid-murid Ja'far ash-Shadiq

Imam telah memanfaatkan kesempatan ini untuk mengembangkan berbagai pengetahuan keagamaan sampai saat terakhir dari keimamannya yang bersamaan dengan akhir Bani Umayyah dan awal dari kekhalifahan Bani Abbasiyah. Ia mendidik banyak sarjana dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan aqliah (intelektual) dan naqliah (agama) seperti:

  1. Zararah,
  2. Muhammad bin Muslim,
  3. Mukmin Thaq,
  4. Hisyam bin Hakam,
  5. Aban bin Taghlib,
  6. Hisyam bin Salim,
  7. Huraiz,
  8. Hisyam Kaibi Nassabah, dan

Abu Musa Jabir Ibn Hayyan, ahli kimia. (di Eropa dikenal dengan nama Geber)

Bahkan beberapa sarjana terkemuka Sunni seperti:

Sufyan ats-Tsauri,

Abu Hanifah (pendiri Madzhab Hanafi),

Qadhi Sukuni,

Qodhi Abu Bakhtari,

Malik bin Anas (pendiri Madzhab Maliki)

Mereka beroleh kehormatan menjadi murid-muridnya. Disebutkan bahwa kelas-kelas dan majelis-majelis pengajaranya menghasilkan empat ribu sarjana hadist dan ilmu pengetahuan lain. Jumlah hadist yang terkumpul dari Imam ke-5 dan ke-6, lebih banyak dari seluruh hadits yang pernah dicatat dari Imam lainnya.

Sasaran dari khalifah yang berkuasa

Tetapi menjelang akhir hayatnya, ia menjadi sasaran pembatasan-pembatasan yang dibuat atas dirinya oleh Al-Mansur, khalifah Bani Abbasiyah, yang memerintahkan penyiksaan dan pembunuhan yang kejam terhadap keturunan Nabi, yang merupakan kaum Syi'ah, hingga tindakan-tindakannya bahkan melampaui kekejaman Bani Umayyah. Atas perintahnya mereka ditangkap dalam kelompok-kelompok, beberapa dan mereka dibuang dalam penjara yang gelap dan disiksa sampai mati, sedangkan yang lain dipancung atau dikubur hidup-hidup atau ditempatkan di bawah atau di antara dinding-dinding yang dibangun di atas mereka.

Penangkapannya

Hisyam, khalifah Bani Umayyah, telah memerintahkan untuk menangkap Imam ke-6 dan dibawa ke Damaskus. Belakangan, Imam ditangkap oleh As-Saffah, khalifah Bani Abbasiyah dan dibawa ke Iraq. Akhirnya Al-Mansur menangkapnya lagi dan dibawa ke Samarra, Iraq untuk diawasi dan dengan segala cara mereka melakukan tindakan lalim dan kurang hormat dan berkali-kali merencanakan untuk membunuhnya. Kemudian Imam diizinkan kembali ke Madinah, di mana dia menghabiskan sisa hidupnya di Madinah, sampai dia diracun dan dibunuh melalui upaya rahasia Al-Mansur.

Riwayat mengenai Ja'far ash-Shadiq

Dari Malik bin Anas

Imam Malik menceritakan pribadi Imam Ja'far ash-Shadiq dalam kitab Tahdhib al-Tahdhib, Jilid 2, hlm. 104:

"Aku sering mengunjungi ash-Shadiq. Aku tidak pernah menemui dia kecuali dalam salah satu daripada keadaan-keadaan ini:

dia sedang salat,

dia sedang berpuasa,

dia sedang membaca kitab suci al-Qur'an.

Aku tidak pernah melihat dia meriwayatkan sebuah hadits dari Nabi SAW tanpa taharah. Ia seorang yang paling bertaqwa, warak, dan amat terpelajar selepas zaman Nabi Muhammad SAW. Tidak ada mata yang pernah, tidak ada telinga yang pernah mendengar dan hati ini tidak pernah terlintas akan seseorang yang lebih utama (afdhal) melebihi Ja'far bin Muhammad dalam ibadah, kewarakan dan ilmu pengetahuannya."

Dari Abu Hanifah

Pada suatu ketika khalifah Al-Mansur dari Bani Abbasiyah ingin mengadakan perdebatan antara Abu Hanifah dengan Imam Ja'far ash-Shadiq. Khalifah bertujuan untuk menunjukkan kepada Abu Hanifah bahwa banyak orang sangat tertarik kepada Imam Ja'far bin Muhammad karena ilmu pengetahuannya yang luas itu. Khalifah Al-Mansur meminta Abu Hanifah menyediakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk diajukan kepada Imam Ja'far bin Muhammad di dalam perdebatan itu nanti. Sebenarnya Al-Mansur telah merencanakan untuk mengalahkan Imam Ja'far bin Muhammad, dengan cara itu dan membuktikan kepada orang banyak bahwa Ja'far bin Muhammad tidaklah luas ilmunya.

Menurut Abu Hanifah,

"Al-Mansur meminta aku datang ke istananya ketika aku tidak berada di Hirah. Ketika aku masuk ke istananya, aku melihat Ja'far bin Muhammad duduk di sisi Al-Mansur. Ketika aku memandang Ja'far bin Muhammad, jantungku bergoncang kuat, rasa gentar dan takut menyelubungi diriku terhadap Ja'far bin Muhammad lebih daripada Al-Mansur. Setelah memberikan salam, Al-Mansur memintaku duduk dan dia memperkenalkanku kepada Ja'far bin Muhammad. Kemudian Al-Mansur memintaku mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada Ja'far bin Muhammad. Aku pun mengemukakan pertanyaan demi pertanyaan dan dia menjawabnya satu persatu, mengeluarkan bukan saja pendapat ahli-ahli fiqih Iraq dan Madinah tetapi juga mengemukakan pandangannya sendiri, baik dia menerima atau menolak pendapat-pendapat orang lain itu sehingga dia selesai menjawab semua empat puluh pertanyaan sulit yang telah aku sediakan untuknya."

Abu Hanifah berkata lagi,

"Tidakkah telah aku katakan bahwa dalam soal keilmuan, orang yang paling alim dan mengetahui adalah orang yang mengetahui pendapat-pendapat orang lain?"

Lantaran pengalaman itu, Abu Hanifah berkata,

"Aku tidak pernah melihat seorang ahli fiqih yang paling alim selain Ja'far bin Muhammad." 

Imam Ja'far ash-Shadiq sering berkata

"Hadits-hadits yang aku keluarkan adalah hadits-hadits dari bapakku. Hadits-hadits dari bapakku adalah dari kakekku. Hadits-hadits dari kakekku adalah dari Ali bin Abi Thalib, Amirul Mu'minin. Hadits-hadits dari Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib adalah hadits-hadits dari Rasulullah SAW dan hadits-hadits dari Rasulullah SAW adalah wahyu Allah Azza Wa Jalla."

‘Abdul Jabbar bin al ‘Abbas al Hamdani berkata,”Sesungguhnya Ja’far bin Muhammad menghampiri saat mereka akan meninggalkan Madinah. Ia berkata,’Sesungguhnya kalian, Insya Allah termasuk orang-orang shalih dari Madinah. Maka, tolong sampaikan (kepada orang-orang) dariku, barangsiapa yang menganggap diriku imam ma’shum yang wajib ditaati, maka aku berlepas diri darinya. Barangsiapa menduga aku berlepas diri dari Abu Bakr dan ‘Umar, maka aku pun berlepas diri darinya’.” Ad Daruquthni meriwayatkan dari Hanan bin Sudair, ia berkata: “Aku mendengar Ja’far bin Muhammad, saat ditanya tentang Abu Bakr dan ‘Umar, ia berkata,’Engkau bertanya tentang orang yang telah menikmati buah dari surga’.

Asy-Syarif Ahmad bin Muhammad Sholih al-Baradighi mengatakan bahwa nasab para sayyid/ syarif di Hadramaut berpangkal pada nasab Imam Ja'far al-Shadiq melalui Muhammad bin Ali Uraidhi. Ia diberi gelar gelar 'al-Shadiq' karena kebenarannya dalam kata-katanya. Ia juga diberi nama ' Amudusy-Syaraf ' (tiang kemuliaan).
Ibundanya ialah Furwah binti Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar al-Shiddiq. Sedangkan ibunda Furwah ialah Asma binti Abdurahman bin Abu Bakar al-Shiddiq. Ia pernah berkata: Aku dilahirkan al-Shiddiq dua kali!. Imam Ja'far al-Shaddiq mempunyai keturunan anak:
  1. Qasim
  2. Abdullah   
  3. Abbas   
  4. Yahya   
  5. Muhsin   Tidak mempunyai keturunan 
  6. Ja'far   
  7. Hasan   
  8. Muhammad al-Ashgor   Sedangkan yang memberi keturunan
  9. Ismail (Sohibul Mazhab Syi'ah Ismailiyah)
  10. Muhammad al-Akbar (gelarnya al-Dibaj)
  11. Ishaq (gelarnya al-Mu'taman)
  12. Musa al-Kadzim
  13. Ali (gelarnya al-Uraidhi
  14. Fatimah binti Ja'far
  15. Asma binti Ja'far
  16. Ummu Farwah binti Ja'far
Imam Ja'far Ash-Shaddiq wafat pada tahun 148 Hijriyah.

Bacaan 
 Artikel “Ja'far ash-Shadiq” Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia beba https://id.wikipedia.org/wiki/Ja%27far_ash-Shadiq

Artikel “Nasab AHLU-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin   https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html


7. Imam Ali al-Uraidhi.

Dalam manaqib disebutkan bahwa menurut kitab Syamsuzh Zhahirah, Imam Ja’far ash-Shadiq yang wafat tahun 148 H. (765 M.) meninggalkan 13 putera dan 7 puteri. Di antara mereka, yang memiliki sambungan keturunan hingga saat ini, yaitu: Muhammad Al Akbar diberi laqab/gelar Ad Dibajah, Ishaq diberi laqab Al Mu’tamin, Musa Al Kazhim, dan yang paling muda Ali Al Uraidh

Imam Ali Al Uraidhi dilahirkan di kota Madinah. Namun kemudian beliau memilih tinggal di sebuah lembah pinggiran kota Madinah yang bernama Uraidh. Karena itulah gela Al Uraidhi (orang Uraidh) dinisbahkan kepadanya.

Ketika ayahnya wafat, Ali Al ‘Uraidhi masih kecil. Karenanya, dia tidak sempat mengambil ilmu kepada ayahnya. Catatan tentang kapan lahirnya Ali Al Uraidhi tidak bisa ditemukan. Para ulama ahli sejarah, seperti Syekh Ibn Hajar Al ‘Asqallani, Adz Dazahabi dan Ibn ‘Imad hanya menyebutkan tahun wafatnya, yaitu pada tahun 210 H.

Karena tidak sempat belajar kepada ayahnya, Imam Ali banyak menerima ilmu dari saudaranya, Imam Musa Al Kazhim dan saudaranya yang lain. beliau juga mengambil ilmu kepada sepupunya, Imam Husein bin Zaid bin Imam Ali Zainal Abidin

Tidak terbatas kepada kalangan ahlul bait, Ali Al ‘Uraidhi juga mengambil warisan datuknya kepada para ulama kalangan non ahlul bait. Di antaranya kepada Imam Sufyan at Tsauri.

Imam Ali Al Uraidhi termasuk orang yang menghindari ketenaran. Beliau menyibukkan dirinya hanya dengan ibadah dan sangat menghindari melakukan sesuatu yang bakal membuatnya terkenal. Kendati demikian, masih bisa ditemukan jejak hadits-hadits yang diriwayatkan olehnya. Beberapa ulama hadits bisanya menyebutkan dalam kitabnya dengan, ‘dari Ali bin Ja’far bin Muhammad’.

Imam Ali Al Uraidhi juga dikenal sangat rendah hati. Beliau sangat memuliakan orang-orang yang berilmu. Beliau tidak segan mencium tangan orang yang lebih muda usianya namun dalam pandangannya lebih berilmu

Diceritakan oleh Muhammad bin Hasan bin ‘Ammar, suatu kali ia duduk di samping Ali Al Uraidhi dalam Masjid Madinah. “Memang sudah sejak dua tahun aku selalu di sampingnya, untuk mencatat ilmu yang pernah dia pelajari dari saudaranya,”ujarnya.

Tiba-tiba datang Imam Muhammad Al Jawwad bin Imam Ali Ar Ridha bin Imam Musa Al Kazhim, cucu saudara Imam Ali Al Uraidhi. Melihat pemuda itu datang, Imam Ali langsung berdiri, menyambut dan bahkan ingin mencium tangannya. Tentu saja disanggah oleh Imam Muhammad Al Jawwad.

“Duduklah Tuan, semoga Allah merahmatimu”, kata Imam Muhammad.

“Bagaimana aku bisa duduk, sementara anda sendiri berdiri wahai Tuan”, jawab Imam Ali.

Ketika Ali Al Uraidhi kembali ke majlisnya, murid-muridnya dengan penuh heran bertanya, “Anda adalah paman ayah pemuda itu, kenapa anda melakukan hal demikian (begitu menghormati)?”.

Pada  suatu hari Imam Ali Al Uraidhi sedang menggenggam  mengelus-elus janggutnya, seraya berkata, “Bila Allah tidak memberikan keahlian kepada orang tua ini, dan memberikan keahlian pada pemuda itu, memposisikannya sesuai posisinya, apakah aku harus mengingkarinya? Aku berlindung kepada Allah dari apa yang kalian katakan!”.

Bila saat ini kita mengenal para habib asal Hadhramaut dengan berbagai klan/fam/marga, maka sejatinya rumpun mereka pada umumnya bernasab dari Imam Ali Al-‘Uraidhi bin Imam Ja’far As Shadiq bin Imam Muhammad Al Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Husein, putera Sayyidatina Fathimah binti Sayyidina Muhammad bin Abdullah shallallahu ‘alaih wa aalihi wa sallam

Imam Ali Al Uraidhi termasuk seorang yang berusia panjang. Ini dikuatkan dengan adanya cerita diatas. Beliau masih sempat bertemu dengan cucu saudaranya yang sudah menjadi seorang pemuda.

Pada tahun 210 Hijriyah, Imam Ali Al ‘Uraidhi wafat. Beliau meninggalkan empat orang putera, yaitu Hasan, Ahmad, Ja’far Al Ashghar, dan Muhammad An Naqib. Muhammad An Naqib kelak menurunkan Isa Ar Rumi, yang menurunkan Imam Al Muhajir Ahmad. Imam Ahmad atau yang dikenal dengan gelar ‘Al Muhajir Ilallah’ inilah yang kelak hijrah ke Hadhramaut dan menurunkan para habaib di Hadhramaut.
Beliau diberi gelar al-Uraidhi sebagai nisbah kepada al-Uraidh yaitu nama suatu negeri yang terletak pada jarak 4 mil dari kota Madinah al-Munawwarah. Imam Ali al-Uraidhi adalah putera terkecil dari Imam Ja'far al-Shaddiq. Bersama saudaranya Muhammad bin Ja'far al-Shaddiq, pergi ke Mekkah di mana ia mengadakan pergerakan di sana.. Imam Ali al-Uraidhi mempunyai putera: Husein, Ja'far al-Akbar, Ja'far al-Ashgor, Isa, Qasim, Ali, Hasan, Ahmad dan Muhammad (gelarnya al-Naqib)

Bacaan  :
Artikel “NaArtikel ”Imam Ali Al Uraidhi, Leluhur Habaib Hadhramaut “Oleh: Khairullah Zainhttps://banua.co/2022/08/20/ali-al-uraidhi-leluhur-habaib-hadhramaut/sab AHLU-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin   https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html


8. Muhammad al-Naqib.

Muhammad Jamaluddin an-Naqib al-'Uraidhi (yaitu Muhammad bin Ali bin Ja'far), adalah putra ketiga Ali al-Uraidhi. Beliau ikut ayahnya ke desa 'Uraidh. Kemudian beliau sendiri pindah menetap lagi di Basrah Pada 200 H, ada dugaan beliau bersama rombongan Imam Ali al-Ridha, dalam perjalanannya ke Khurasan. Perjalanan itu terjadi atas undangan khalifah al-Ma’mun bin al-Rasyid kepada Imam Ali al-Ridha untuk diangkat menjadi putera mahkota. Menurut al-Isfahani, al-Ma’mun mengundang segolongan Bani Abi Thalib dan memerintahkan agar mereka dibawa menghadapnya dari Madinah. Al-Ma’mun memerintahkan agar mereka dikawal sepanjang jalan melalui Basra sampai mereka tiba ke hadapannya. Sampai di Basra, Muhammad al-Naqib menetap di kota itu sedangkan Imam 'Ali al-Ridha melanjutkan perjalanan ke Ahwaz, Syiraz hingga tiba di Merv, ibukota Khurasan

al-Imam as-Sayyid Abu Abdillah Muhammad Jamaluddin al-Naqib al-Uraidhi,  Nama asal  محمد Muhammad bin Isa ar-Rumi ia lahir Madinah dan wafat /meninggal   857 M/243 H versi lain ia w.250H di Basra dan ia dikenal atas leluhur Bani Alawi, Pertama hijrah ke Basra  Ia keponakan dari: Ismail, Musa al-Kadzim, Muhammad ad-Dibaj, Ishaq bin Ja'far  dan Ia sepupu dari: Muhammad al-Wafi bin Ismail, Ali ar-Ridha, Ibrahim bin Musa

Nasab

Muhammad an-Naqib bin Ali bin Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Fatimah binti Rasulullah bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan bin Ismail bin Ibrahim.

Keturunan

Puteranya keturunan Muhammad an-Naqib diketahui melalui beliau, terutama cabang Ba 'Alawi di Hadramaut.

  1. Isa  al-Rummi
  2. Yahya
  3. Hasan
  4. Musa
  5. Ja'far
  6. Ibrahim
  7. Ishaq
  8. 'Ali

[Al-IIa adalah Abu Isa Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Imam Ja'far al-Shaddiq. Ia tinggal di Basrah, demikian juga anaknya Isa. Di sana pula Imam Ahmad al-Muhajir dilahirkan dan dibesarkan. Keturunan Imam Muhammad al-naqib ialah: Isa (gelarnya Ar-Rummi),Yahya, Hasan, Musa, Ja'far, Ibrahim, dan Ishaq dan Ali. Imam Muhammad al-Naqib wafat pada tahun 250 Hijriyah.mam Muhammad An-Naqib – Ali Al-‘Uraidhi – Ja’far Ash-Shodiq – Muhammad Al-Baqir – Ali Zainal Abidin – Husain – Ali bin Abi Thalib/Fatimah Az-Zahro – Muhammad SAW]

Beliau, Al-Imam Muhammad bin Ali Al-’Uraidhi, dilahirkan di kota Madinah dan dibesarkan disana. Dari semenjak kecil beliau dididik langsung oleh ayahnya sampai ayahnya pindah ke kota ‘Uraidh. Beliau sendiri akhirnya lebih memilih untuk tinggal di kota Basrah.

Beliau adalah seorang yang zuhud terhadap dunia dan menjauhi kepemimpinan. Beliau seorang yang sangat wara’ dan dermawan. Beberapa ulama yang pernah menyebutkan nama beliau di antaranya Ibnu ‘Unbah, Al-’Amri, dan juga para ahli syair banyak memujinya.

Adapun putra beliau, yaitu Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-’Uraidhi, adalah seorang imam yang sempurna, terkumpul pada dirinya berbagai sifat mulia, dan permata bagi Al-Husainiyyin.

Beliau tinggal di Irak. Beliau dijuluki dengan Ar-Rumi, dikarenakan kulitnya yang berwarna kemerahan. Beliau juga dijuluki Al-Azraq, dikarenakan mata beliau yang berwarna biru.

Beliau adalah seorang yang sangat gemar menuntut ilmu, sehingga beliau dapat menguasai berbagai macam keutamaan dan ilmu. Beliau juga adalah seorang yang dermawan, tempat meminta fatwa dan tinggi kedudukannya.

Beliau beberapa kali menikah sehingga dikaruniai banyak anak. Beliau meninggal di kota Basrah. Beliau meninggalkan 30 orang putra dan 5 orang putri.

Bacaan  :

Artiel “Muhammad an-Naqib bin Ali bin Ja'far bin Muhammad” Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas   https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_an-Naqib

Artikel “Nasab AHLU-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin   https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html

Artikel “Al-Imam Muhammad An-Naqib & putranya Al-Imam Isa Ar-Rumi” tgl. 19 November 2010, Habib Ahmad https://pondokhabib.wordpress.com/2010/11/19/al-imam-muhammad-an-naqib-putranya-al-imam-isa-ar-rumi/


9. Isa an- Naqib  al-Rummi.

Isa bin Muhammad bin Ali bin Ja'far, adalah imam besar, terdidik dalam ilmu hadits, ilmu fiqih dan ilmu agama lain oleh ayahnya Imam Muhammad bin Ali. Imam Isa bin Muhammad mempunyai kulit berwarna putih kemerah-merahan yang merupakan sebaik-baiknya warna, sebagaimana perkataan Imam Ali bahwa warna kulit Rasulullah adalah putih kemerah-merahan.

Gelar

Beliau juga dinamakan al-Rumi dan al-Naqib,[3] karena beliau mempunyai rupa putih kemerah-merahan seperti pria yang berasal dari negeri Rum, sedangkan sebutan al-Naqib disebabkan kedudukannya sebagai pemimpin para kaum syarif yang selalu menjaga dan menjamin keamanan kaumnya, nama beliau juga merupakan nama salah satu nabi yaitu nabi Isa alaihi salam. Adapun gelar yang lain yaitu al-Azraq, karena beliau mempunyai mata yang berwarna biru.

Nasab

Isa bin Muhammad an-Naqib bin Ali bin Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Fatimah binti Rasulullah bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr[5] bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan bin Ismail bin Ibrahim

Keturunan

Imam al-Rumi dikaruniai tiga puluh orang anak laki-laki dan lima orang anak perempuan, diantaranya adalah Imam Ahmad al-Muhajir yang merupakan nenek moyang kaum Alawiyin di Hadramaut. Adapun anak laki-laki Imam Isa al-Rumi adalah  

  1. Abdullah, tidak mempunyai keturunan.
  2. Abdurahman, tidak mempunyai keturunan.
  3. Abdullah al-Akbar, tidak mempunyai keturunan.
  4. Abdullah al-Ahwal, tidak mempunyai keturunan.
  5. Abdullah al-Asghor, tidak mempunyai keturunan.
  6. Daud, tidak mempunyai keturunan.
  7. Yahya, tidak mempunyai keturunan.
  8. Ali, tidak mempunyai keturunan.
  9. Abbas, tidak mempunyai keturunan.
  10. Yusuf, tidak mempunyai keturunan.
  11. Hamzah, tidak mempunyai keturunan.
  12. Sulaiman, tidak mempunyai keturunan.
  13. Ismail,
  14. Zaid,
  15. Qasim,
  16. Hamzah,
  17. Harun,
  18. Yahya, sebagian keturunannya tinggal di Madinah ketika Keamiran Muhanna menguasai kota itu sebagai Amir Syarif Husaini. Terutama keluarga Husain bin Yahya bin Yahya bin 'Isa ar-Rumi.
  19. Ali,
  20. Musa,
  21. Ibrahim,
  22. Ja’far,
  23. Ali al- Asghor,
  24. Ishaq,
  25. Husain,
  26. Abdullah,
  27. Muhammad,
  28. Muhammad al-Azraq, salah satu keturunannya adalah Syaikh Jamil Halim
  29. Isa,
  30. Ahmad al-Abah al-Muhajir, kakek dari 'Alawi.

Di antara keturunannya ialah penyebar Islam di tanah Jawa yang kita kenal dengan sebutan Wali Songo, Al Imam Isa meninggal di kota Bashrah sekitar tahun 298 Hijriah.

Bacaan  :

Artikel “Al Imam Isa ar-Rumi” https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Isa_ar-Rumi

Artikel “Nasab AHLU-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin   https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html


10. Ahmad al-Abah al-Muhajir bin Isa an-Naqib ar-Rumi.

Ahmad al-Abah bin Isa an-Naqib bin Muhammad bin Ali al-Uraidi diberikan gelar an-Naffat  dan “al-Naffat” karena ia berdagang minyak nafat (sejenis minyak tanah),

Menurut Arikel "Biografi Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad Naqib" bahwa  Beliau menikah dengan seorang perempuan yang masih sepupunya sendiri bernama Zainab bin Abdullah bin Hasan al Uraidi dan dikaruniai banyak anak yang kelak akan menjadi penerusnya, Selain Abdullah nama panggilan kecilnya Ubaidillah anaknya. Dalam salinan Kitab al-Syajarah al-Mubarokah  yang menuskrip  aslinya (kitab primer)  belum ditemukan. Kitab tersebut karya yang disimatkan pada Fakhruddin al-Razi seorang ulama abad ke 5-6 Hijriyah tidak menyebutkan / tidak membahas anak-anak Ahmad al-Abah bin Isa tetapi hanya menyebuitkan tiga keturunannya yang dicatat dengan Penulis yaitu: Muhammad al-Abah, Ali dan Husain.

Gus Rumail Abbas ketika dalam pengembaraannya ke Timur Tengah ia menemukan kitab  naskah tua, yakni Sunan Tirmidzi yang ditulis 589  Hijriyah yang membuktikan keberadaan Sayyid Ali bin Jadid. kitab naskah tua dimaksud.  “Naskah Perawi hadist” yang ditulis sekitar abad ke-V hijerah yang ditampilkan dalam Youtube : link : https://www.youtube.com/watch?v=102Bi1v23D4

---- (5) --- حَدَّثنَا عَلْوى بن عُبَيْد الله الْحَضْرَمِيُّ قال حَدَّثنَا عَمِّيْ  مخمد الاباهه  سخ بن عيسى النقيب العَلْوى قال حَدَّثنَا محمد بن نوح بمكة قال حَدَّثنَا ابو عيسى ابى محمد بن  عيسى بن سورة الترمذى قال حَدَّثنَا محمد ----

Disini disebutan bahwa”Seseorang telah mendapatkan sebuah hadist dari Alwy bin Ubaidlllah al Hadramy, maka berkata ia (Alwy bin Ubaidlllah al Hadramy) “Telah menghadiskan (memberitakn) kepada kami oleh Paman Saya yang bernama “Muhammad al-Abah bin Isa an-Naqib al-Alawy ………………

Ket  “Dijelaskan bahwa Muhammad al-Abah bin Isa an-Naqib al-Alawy adalah pamannya “Alwy bin Ubaidlllah al Hadramy” berarti juga bahwa “Muhammad al-Abah bersaudara kandung dengan Ubaidlllah al Hadramy. berarti juga bahwa anak-anak Isa an-Naqib ar-Rumi bukan tiga saja yaitu: Muhammad al Abah, Ali dan Husain seperti yang tertulis dalam kitab as-Syejarah al-Mubarakah dikarang oleh Fakhruddin ar-Razi tahun 597H tetapi lebih dari 3 orang.yakni 4-5 orang.

Menurut Artikel "5 Marga Keturunan Nabi Muhammad di Indonesia, Nomor 1 Paling Banyak". ditulis oleh Rusman H Siregar menyatakan bahwa "Sejarah munculnya keturunan Nabi Muhammad Saw  dan marganya bermula dari Hijrahnya Imam Ahmad bin Isa Al-Muhajir (wafat 345 H) dari Basrah (Irak) ke Hadhramaut Yaman.

Ahmad al-Abah bin Isa adalah generasi ke-9 keturunan Nabi Muhammad Saw dari jalur Sayyidina Husein. Beliau berhijrah ke Hadhramaut lantaran banyaknya fitnahan di Irak pada masa Dinasti Abbasiyah Tahun 317 H (896 M). Imam Ahmad bin Isa Al-Muhajir adalah orang pertama yang datang ke Hadhramaut beserta keluarganya yang berjumlah 70 orang. Ikut serta dalam perjalanan beliau anaknya yang bernama Ubaidillah isim tasghir /nama kecil / nama yang lembut dari Abdullah dan ketiga cucunya Alwi, Jadid dan Basri. Imam Ahmad al-Abah al-Muhajir wafat pada tahun 345 Hijriyah, dan dikarunia keturunan. Al-Imam Ahmad al-Abah Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad Naqib" bahwa 

Menurut Kitab as-Syajarah al-Mubarokah karya Imam Al-Fakhrurazi (w. 604 H) menyatakan dengan tegas bahwa Ahmad al-Abah bin Isa mempunyai anak tiga orang dan namun tidak mengingkri anaknya yang lain yakni bernama Ubaidillah. Kutipan dari kitab itu sebagai berikut:


أما أحمد الابح فعقبه من ثلاثة بنين: محمد ابو جعفر بالري، وعلي بالرملة، وحسين عقبه بنيسابور (الشجرة المباركة: 111(

Adapun Ahmad al-Abah maka anaknya yang berketurunan ada tiga: Muhammad Abu ja’far yang berada di kota Roy, Ali yang berada di Ramallah, dan Husain yang keturunanya ada di Naisaburi.” (Al-Syajarah Al-Mubarokah: 127)

Menurut Arikel KH. Imam Jazuli, Lc. MA bahwa Ahmad al-Abah al-Muhajir bin Isa diperkirakan wafat pada 345 H./956 M., dan dimakamkan di Hadramaut, Yaman. Di sinilah awal mula polemik Kiai Imamd dimunculkan. Berdasarkan catatan tertua yang berhasil dikumpulkan Kiai Imad, Ahmad al-Muhajir memiliki tiga putra: Abu Ja'far Muhammad di Ray Iran, Husain di Naisabur Iran, dan Ali di Ramalah Palestina. Catatan Kiai Imad tersebut diambil dari sumber tertua, yaitu: kitab Al-Syajarah Al-Mubarakah fi Ansab al-Thalibiyah karangan Fakhruddin ar-Razi Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin al-Husain al-Qursyi al-Thabaristani (w. 606 H./1209 M.).Berbekal kitab yang sama, Kiai Imad menantang para pendukung akademis maupun fanatis nasab Ba’alawi.

Tantangan Kiai Imad sangat sederhana, yaitu mempersilahkan kubu pro-nasab Ba’alawi untuk mendatangkan sumber yang lebih tua dari pada kitab al-Syajarah al-Mubarakah tersebut. Tampaknya, sampai tulisan ini dibuat, satu-satunya wacana tandingan (counterdiscourse) yang kuat datang setelah penemuan sebuah manuskrip Sunan Tirmidzi bertarik 589 H./1193 M.

Pada halaman awal manuskrip terdapat tulisan tangan Muhammad bin Ali Al-Qala'i Shahib Mirbath Ba'alawi (w. 592 H./1195 M.), yang memberikan ijazah kepada Syarif Abdullah Ba'alawi pada tahun 575 H./1179 M. Dengan demikian, tahun wafat al-Qala’i Shahib Mirbath Ba’alawi lebih awal 15 tahun dibanding wafatnya Fakhruddin ar-Razi. Begitupun pemberian ijazah tersebut lebih awal 31 tahun dibanding wafatnya Fakhruddin ar-Razi

Selain itu, eksistensi ijazah pada manuskrip Sunan Trimidzi jauh lebih tua dari kitab al-Syarajah al-Mubarakah sekitar 17 tahun. Ini dihitung sejak wafatnya pengarang kitab al-Syajarah, yaitu: 17 tahun kemudian. Sampai di sini, Kiai Imad semestinya menerima fakta material berupa ijazah dalam manuskrip sebagai sumber sejarah nasab Ba’alawi

Menurut (Penulis kitab Tuhafatutolib): Aku melihat dalam sebagian ta’liq (catatan pinggir sebuah kitab ditulis oleh santri dipinggir kitab ketika mendengar keterangan guru) tulisan yang bunyinya “Telah berkata al-muhaqqiqun dari cabang ilmu ini (nasab) dari ahli Yaman dan Hadramaut, seperti Imam Ibnu Samrah, al-Imam al-Jundi dan Ulama  lainnya bahwa Sayyid Syarif Ahmad al Abah bin Isa pergi bersama anaknya, Abdullah, dalam rombongan para anak, kerabat, teman-teman, para pembantu dari Bashrah dan Iraq menuju Hadramaut. Jadi Beliau mempunyai putera, diantaranya yaitu 

  1. Muhammad al-Abah 
  2. Ali
  3. Husain
  4. Qasim
  5. Abdullah nama panggilan kecilnya Ubaidillah ( Abu Alawy )

Gus Rumail Abbas dalam pengembaraannya ia menemukan kitab “Naskah Perawi hadist” yang ditulis sekitar abad ke-V hijerah yang ditampilkan dalam Youtube : link : https://www.youtube.com/watch?v=102Bi1v23D4

---- (5) --- حَدَّثنَا عَلْوى بن عُبَيْد الله الْحَضْرَمِيُّ قال حَدَّثنَا عَمِّيْ  مخمد الاباهه  سخ بن عيسى النقيب العَلْوى قال حَدَّثنَا محمد بن نوح بمكة قال حَدَّثنَا ابو عيسى ابى محمد بن  عيسى بن سورة الترمذى قال حَدَّثنَا محمد ----

Seseorang telah mendapatkan hadis dari Alwy bin Ubaidlllah al Hadramy, maka berkata ia (Alwy bin Ubaidlllah al Hadramy) “Telah menghadiskan kepada kami oleh Paman Saya yang bernama “Muhammad al-Abah bin Isa an-Naqib al-Alawy ………………

Ket  “Dijelaskan bahwa Muhammad al-Abah bin Isa an-Naqib al-Alawy adalah pamannya “Alwy bin Ubaidlllah al Hadramy” berarti juga bahwa “Muhammad al-Abah bersaudara kandung dengan Ubaidlllah al Hadramy. berarti juga bahwa anak-anak Isa an-Naqib bukan tiga saja seperti yang tertulis dalam kitab as-Sejarah al-Mubarakah tetapi 4 orang.

Kedua, Kitab al-Majdi fi Ansabittholibin karya Sayyid Syarif Najmuddin Ali bin Muhammad al-Umri an-Nassabah (w. 490), ketika menerangkan tentang keturunan Isa bin Muhammad an-Naqib ia menyebutkan bahwa keturunan dari Ahmad al-Abah bin Isa ada di Bagdad yaitu dari al-Hasan Abu Muhammad ad-Dallal Aladdauri bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa. Sama seperti al-Ubaidili, al-Umri belum menyebut nama Ubaidillah dan Alawi sebagai anak dan 

cucu dari ahmad bin Isa. Kutipan lengkapnya seperti di bawah ini

وأحمد ابو القاسم الابح المعروف بالنفاط لانه كان يتجر النفط له بقية ببغداد من الحسن ابي محمد الدلال على الدور ببغداد رأيته مات بأخره ببغداد بن محمد بن علي بن محمد بن أحمد بن عيسى بن محمد بن العريضي. (المجدي في أنساب الطالبين، العمري، مكتبة آية الله عظمي المرعشي، 1422 ص. 337)

“Dan Ahmad Abul Qasim al-Abah yang dikenal dengan “al-Naffat” karena ia berdagang minyak nafat (sejenis minyak tanah), ia mempunyai keturunan di bagdad dari al-Hasan Abu Muhammad ad-Dalal Aladdauri di Bagdad, aku melihatnya wafat diakhir umurnya di Bagdad, ia anak dari Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa bin Muhammad (an-Naqib) bin (Ali) al-Uraidi.” (Al-majdi Fi Ansabittholibin, al-Umri, maktabah Ayatullah udzma al-mar’asyi, Tahun 1442 h. 337).

Perhatikan redaksi diatas, tertulis kalimat “Dan Ahmad Abul Qasim al-Abah……” Saya kira semua bisa mengerti makna Abul Qosim yaitu Ayah/Bapaknya Qosim, itu artinya ada juga anak dari Ahmad bin Isa yang bernama Qosim

Beliau dilahirkan pada tahun 260 Hijriyah. Di namakan al-Muhajir, karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadramaut sebagaimana kakeknya Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Madinah. Sebelum hijrah ke tujuan akhirnya Hadramaut, beliau tinggal di Madinah selama satu tahun kemudian ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Dari Mekkah beliau pergi ke Hajrain, kemudian ke Husaisah yang jaraknya setengah marhalah dari Tarim.

Maksud tulisan ini adalah Artikel untuk membantah orang-orang yang menafikan/ mmenolak keabsahan nasab Habaib Aali Ba'alawi yang ada di Indonesia.

Walaupun faktanya Ar Razi tidak pernah menyampaikan kesimpulan itu namun hanya menyebut 3 anak dari Sayyid Ahmad Bin Isa yaitu Muhammad, 'Ali dan Husain yang kalau dilihat dalam sejarahnya bahwa ke-3 anak tersebut tidak ikut hijrah ke Hadramaut Yaman selain Abdullah. 

Berikut kami sampaikan  para Ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang mendukung nasab Sayyid Ubaidillah Bin Ahmad Bin Isa al Muhajir yang nama kecil lahirnya adalah Abdullah. Beliau menjuluki dirinya sendiri dengan tashghir Ubaidillah karena sangat rendah hati yang kalau diartikan artinya adalah hamba Allah yang kecil.

1. Imam Al Hafidz As Syakhawi

Beliau adalah murid Syekh Ibnu Hajar Al Asqallani, Beliau Berkata dalam kitabnya Dhouul Lami' juz 5 halaman 59.

وقد ترجم في ضوئه 5/59 الترجمة برقم ( 220 ) لأحد كبارهم فقـال:

"عبدالله بن محمد بن علي بن محمد بن أحمد بن محمد بن علي بن محمد بن علي بن علوي بن محمد بن علوي بن عبيدالله بن أحمد بن عيسى بن محمد بن علي بن جعفر الصادق بن محمد الباقر بن زين الـعـابدين علي بن الحسين بن علي بن أبي طالب الحسيني الحضرمي ثم المكي نزيل الشبيكة منها، ويعرف بالشريف باعلوي.

Ketika beliau menyebutkan salah satu biografi Ulama kalangan habaib beliau menukil nasab Sayid Abdullah yang merupakan putra Sayid Ahmad Bin Isa Al Muhajir.

2. Syekh Al Imam Ibnu Hajar Al Haitami

Syekh Ibnu Hajar Al Haitami Asy Syafi'i mengakui nasab Sayyid Ubaidillah Bin Ahmad Bin Isa dalam kitab Mu'jam beliau:

وأقره العلامة المحدث ابن حجر الهيتمي المكي في معجمه حيث قـال عن الإمام أبي بـكـر الـعـيـدروس: "وهي عن الـقـطـب أبي بكر بن عبدالله العيدروس بن أبي بكر بن عبدالرحمن السقاف بن محمد بن علوي بن محمد بن علي بـن محمد بن علي بن علوي بن محمد بن علوي بن عبيدالله بن أحمد بن عيسى بن محمد بن علي العريضي.


3. Imam Abu Salim Al Maghribi

Beliau mengakui Nasab Sayyid Ubaidillah Bin Ahmad Bin Isa dalam kitab nasab yang diberi nama Bahjatul Mafakhir fii Ma'rifatin Nasab Ali Alfakhir:

وقـال الإمام العلامة النسابة أبو سالم الـعَـيّـاشِـيّ المغربي في رحلته المشهورة:

"قلت: وحيث جرى في هذه البطاقة ذكـر بعض نسب شيخنا السيد محمد فلنذكـره إلى النبي صلى الله عليه وآله وسلم على ما في "بهجة المفاخر في معرفة النسب العالي الفاخر"، وهو السيد محمد بن علوي بن مـحـمـد بن أبي بـكـر بـن أحمد بن أبي بكر بن عبدالرحمن بن محمد بن علي بن علوي بن محمد بن علي بن محمد بن علي بن علوي بن محمد بن علوي بن عبيد الله بن أحمد بن عيسى بن محمد بن علي بن جعفر الصادق إلخ النسب". فانظره ص12 من المجلد الأول .

4. Imam Ibnu 'Imad

Pengarang banyak kitab yang jadi rujukan pesantren ini juga mengakui nasab Sayid Ubaidillah bin Ahmad bin Isa Almuhajir:

وقد ترجم ابن العماد في كتابه "شذرات الذهب" لجمع من آل باعلوي، قال 8/78:

\"السيد الشريف الحسين بن عبدالله العيدروس، ولد سنة 861 هـ

5. Imam Abdurrahman Bin Muhammad Al Khatib

Ulama ahli sejarah ini mengakui nasab Ali Ba'alawi dalam kitab Al Jauharus Syafaf fii Fadhaili wa Manakibi Assadah Al Asyraf.

وللعلامة الـمـؤرخ الجليل أبي محمد عبدالرحمن بن محمد الخطيب الأنصاري الحضرمي المتوفى عام 855 هـ كتاب "الجوهر الشفاف في فضائل ومناقب السادة الأشراف".

6. Al Imam Al Allamah  Abubakar Almasyhur

Al Imam Al Allamah  Abubakar Almasyhur yang khusus menceritakan tentang Imam Ubaidillah bin Ahmad Almuhajir, Judul kitab itu “Al-imam Ubaidillah bin Ahmad Almuhajir wa abna’uhu tsalastah Bashri wa Jadid wa Alawi”

Pada awal kitab ini Al Allamah Imam  Abubakar  Almasyhur memulai dengan menyebutkan silsilah nasab mulia Imam Abdullah (nama kecilnya Ubaidillah), kelahirnya,bagaimana beliau tumbuh dan besar dibawah asuhan ayahnya dll. Adapun nasab beliau  yaitu:

Abdullah bin Ahmad al-Abah Almuhajir bin Isa bin Muhmmad bin Ali Aluraidihi bin Jakfar Ashadiq bin Muhammad Albaqir bin Ali Zainal Abidin bin Alhusain Assibth bin Ali bin Abi thalib dan Fathimatuzzahra’ Albathul binti Musthofa Muhammad shallallahu alaihi wa alihi wa sahbihi  wa sallam.

Imam Ubaidillah  bin Ahmad al-Abah Almuhajir lahir di kota Basrah Iraq sejak dini beliau mendapatkan perhatian dan bimbingan keilmuan khusus dari ayahnya, beliau adalah putra terkecil dari Imam Ahmad Almuhajir beliau lahir pada sekitar tahun 295 Hijriyyah, dan beliaulah yang ikut berhijrah bersama ayahdanya (tanpa didampngi ke-3 saudaranya) sampai ke Hadramaut ketika umur beliau 20 tahun. adapun saudara saudara Imam Ubaidillah diantaranya ada yang bernama Muhammad,Ali dan Husein mereka bertiga tetap tinggal di Bashrah Iraq dan tidak ikut berhijrah bersama ayahnya  ke Hadramaut.

7. As-Sayyid Mahdi ar-Roja’i, Ulama syiah ahli nasab asal Qum (Iran)

Menurut salah satu Artikel  “Mengakhiri Polemik Nasab Ba Alawi” Timesindonesia , Jakarta bahwa  Penggunaan kitab As Syajarah Al mubarokah Imam Fahrur Rozi untuk menafikan nasab Bani Alawi justru ditentang oleh As-Sayyid Mahdi ar-Roja’i , Ulama syiah ahli nasab asal Qum yang mentahqiq kitab as-Syajaroh al-Mubarokah yang dijadikan rujukan oleh pak Imaduddin untuk menafikan nasab Bani Alaw, dalam kitabnya al-Mu’qibun min Aal Abi Tholib beliau menyebutkan sosok Abdullah/ Ubaidllah sebagai putra Ahmad al-Abah bin Isa yang ikut hijrah bersama ayahnya ke Hadhromaut, serta memilki anak Jadid, Bashri dan Alawi, yang mana keturunan Alawi tersebar di berbagai belahan dunia.

Bahkan guru dari Sayyid Mahdi ar-Roja’i yang menemukan manuskrip as-Syajaroh al-Mubarokah, yaitu Ayatullah Mar’asyi yang merupakan Nassabah dari kalangan Syiah, juga mengakui dengan jelas keabsahan nasab Baalawi sebagai Asyrof keturunan Rosullah SAW.  Artinya penemu manuskrip as-Syajarah al-Mubarokah dan pentahqiqnya pun tidak pernah memahami isi kitab as-Syajarah al-Mubarokah terkait keturunan Ahmad al-Abah bin Isa sebagaimana yang difahami pak Imaduddin yang menafikan nasab Ba Alawi. Bahkan mereka mengeluarkan surat resmi yang isinya mengklarifikasi kesahihan nasab Ba Alawi. 

8. Sayyid Muhammad bin al-Husain as-Samarqandi

Dalam kitab Tuhfatuthalib Bima’rifati man Yantasibu Ila Abdillah wa Abi Thalib, karya Sayyid Muhammad bin al-Husain as-Samarqandi (w. 996) disebutkan seperti beriku

واما احمد بن عيسى بن محمد بن العريضي فقال ابن عنبة ابو محمد الحسن الدلال بن محمد بن علي بن محمد بن احمد بن عيسى الرومي من ولده وسكت عن غيره. قلت رايت في بعض التعاليق ما صورته قال المحققون بهذا الفن من اهل اليمن وحضرموت كالامام ابن سمرة والامام الجندي والامام الفتوحي صاحب كتاب التلخيص والامام حسين بن عبد الرحمن الاهدل والامام ابي الحب البرعي والامام فضل بن محمد البرعي والامام محمد بن ابي بكر بن عباد الشامي والشيخ فضل الله بن عبد الله الشجري والامام عبد الرحمن بن حسان: خرج السيد الشريف بن عيسى ومعه ولده عبد الله في جمع من الاولاد والقرابات والاصحاب والخدم من البصرة والعراق الى حضرموت واستقر مسكن ذريته واستطال فيهم بتريم بحضرموت بعد التنقل في البلدان والتغرب عن الاوطان حكمة الملك المنان. فأولد عبد الله علويا وعلوي اولد محمدا ومحمد اولد علويا وعلوي اولد عليا خالع قسم وعلي خالع قسم اولد محمد صاحب مرباط واولد محمد صاحب مرباط علويا وعليا فاما علوي فله اربعة اولاد احمد وله عقب وعبد الله ولا عقب له وعبد المالك وعقبه في الهند وعبد الرحمن وله عقب. واما علي فله الفقيه المقدم محمد وله عقب كثير (تحفة الطالب بمعرفة من ينتسب الى عبدالله وابي طالب، السيد محمد بن الحسين السمرقندي المدني، ص. 76-77)

“Adapaun Ahmad bin Isa bin Muhammad bin (Ali) al Uraidi maka Ibnu Anbah berkata: Abu Muhammad al-Hasan al-Dallal bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa ar-Rumi adalah dari keturunan Ahmad bin Isa, ia (Ibnu Anbah) diam tentang selain Abu Muhammad. Aku berkata (penulis kitab Tuhafatutalib): Aku melihat dalam sebagian ta’liq (catatan pinggir sebuah kitab ditulis oleh santri dipinggir kitab ketika mendengar keterangan guru) tulisan yang bunyinya “Telah berkata al-muhaqqiqun dari cabang ilmu ini (nasab) dari ahli Yaman dan Hadramaut, seperti Imam Ibnu Samrah, al-Imam al-Jundi, al-Imam al-Futuhi yang mempunyai kitab at-Talkhis, al-Imam Husain bin Abdurrahman al-Ahdal, al-Imam Abil Hubbi al-Bur’I, al-Imam Fadhal bin Muhammad al-Bur’I, al-Imam Muhammad bin Abi Bakar bin Ibad as-syami, Syekh Fadlullah bin Abdullah as-Syajari, dan al-Imam Abdurrahman bin Hisan bahwa Sayyid Syarif Ahmad bin Isa pergi bersama anaknya, Abdullah, dalam rombongan para anak, kerabat, teman-teman, para pembantu dari Bashrah dan Iraq menuju Hadramaut setelah berpindah dari berbagai daerah dan bersembunyi dari berbagai Negara, sebagai hikmah Tuhan raja yang maha memberikan anugrah. Maka kemudian Abdullah mempunyai anak bernama Alwi, dan Alwi mempunyai anak bernama Muhammad, Muhammad mempunyai anak Alwi (lagi), Alwi mempunyai anak Ali Khali’ Qosam, Ali Kholi’ Qosam mempunyai anak bernama Muhammad Shohib Mirbath, dan Muhammad Shohib Mirbath mempunyai anak bernama Alwi dan Ali. Maka adapun Alwi maka mempunyai empat anak: Ahmad dan ia berketurunan, Abdullah ia tidak berketurunan, Abdul Malik keturunannya di India, dan Abdurrahman dan ia berketurunan. Dan adapun Ali maka ia mempunyai anak al-Faqih al-Muqoddam Muhammad dan ia mempunyai banyak keturunan. (Tuhfatuttolib, Sayid Muhammad bin al-Husain, h. 76-77).

Kitab tersebut yang menyebutkan nama-nama yang lazim di keluarga Alawi seperti Alawi, Shahib Mirbat dan al-Faqih al-Muqaddam. Pengarang kitab Tuhfatuttalib ini  ia menemukan catatan-catan yang ada nama-nama susunan nasab itu lalu ia masukan kedalam kitabnya, ia berkata “bahwa aku menemukan sebuah ta’liq” yaitu catatan santri pada sebuah kitab ketika mengaji dihadapan guru, Dari situlah mulai mashurnya keluarga Alawi sebagai keturunan Ahmad bin Isa.

9.Habib Ali al-Sakran 

Nasab Ba Alawi telah sampailah pada titik terang, bahwa nasab Abdullah /Ubaidillah telah disebutkan oleh Habib Ali al-Sakran (w.895 H) sebagai anak Ahmad bin Isa. Yaitu, termuat dalam kitabnya al-Burqat al-Musyiqah (kemudian disebut al-Burqoh).
Dalam kitab al-Burqah itu, Habib Ali al-Sakran menyebutkan sebuah kasidah (terdiri dari bait-bait syair) tentang nasab Ubaidillah bin Ahmad bin Isa sampai ke Nabi Muhammad SAW. Kasidah itu ditulis oleh Syekh Jamaluddin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Gosyir al-Hadrami, ulama yang semasa dengan Habib Ali al-Sakran. Dalam kasidah itu ia memuji kakak (atau adik) dari Habib Ali al-Sakran yang bernama Habib Abdullah bin Abu Bakar (al-Sakran). Dan bahwa Habib Ali al-Sakran berkeyakinan bahwa Ubaidillah ini tidak lain adalah Abdullah.

Catatan Pengutip : 
Salah satu penyebab belum terkonvirmasinya sebagian  anak Ahmad al-Abah al-Muhajir bin Isa dalam Kitab abad ke-5 sd. abad ke-9 adalah    :
  1. Secara ilmu fiqh telah diatur bahwa cara pengakuan nasab adalah dengan syuhroh wal istifadhoh yakni telah terkenal secara luas dalam masyarakat di sebuah wilayah bahwa si Fulan adalah keturunan si Fulan tanpa ada bantahan dan sanggahan dari ulama yang otoritatif yang dibenarkan secara syariah.
  2. Kitab-kitab dari abad ke-5  sd. abad ke-9 tersebut memang objeknya tidak sedang membahas atau membicarakan semua anak-anak Ahmad al-Abah al-Muhajir bin Isa ar-Rumi, tetapi objek pembicaraannya membahas sebahagian keturunannya.yang ada pada Negeri/ ditempat Penulis Kitab berada dimasa tersebut.
  3. Abu Ismail Ibrahim bin Nasir ibnu Thobatoba, Sayyid Syarif Najmuddin Ali bin Muhammad al-Umri, bahwa al Ubaidili dan Alawi hidup ditempat yang berbeda (jauh dari penulis), sehingga dia tidak mengetahui apa masih adakah lagi keturunan Ahmad al-Abah di tempat yang lain yakni Hadramaut.
  4. Saat itu suasana politik negeri sangat mencekam membuat orang sulit bepergian keluar  kota. 
  5. Adanya Revolusi Zanji dimulai tahun 225 H pada masa Khalifah Abbasi al-Muhtadi yang menyebabkan petaka dan ketakutan bagi warga Kota Bashrah, Irak. 
  6. Disusul datangnya fitnah Qaramithah pada tahun 278 H yang dipimpin oleh seorang laki-laki bernama Yahya bin Al-Mahdi di Bahrain. 
  7. Jauhnya Jarak antara Hadramau Yaman dengan Bagdad atau Jauhnya Jarak antara Hadramaut Yaman dengan Roy Iran sehingga saat itu boleh jadi Para Penulis Kiab belum melakukan kunjungan penelitian Hadramaut Yaman untuk mengkonvirmasi anak-anak Ahmad al-Abah bin Isa
  8. Sebenarnya sudah claer dengan  jawaban   "Gus Rumail Abbas ketika dalam pengembaraannya ke Timur Tengah ia menemukan kitab naskah tua, yakni Sunan Tirmidzi yang ditulis 589  Hijriyah yang membuktikan keberadaan Sayyid Ali bin Jadid. kitab naskah tua dimaksud “ Yaitu   “Naskah Perawi hadist” yang ditulis sekitar abad ke-V hijerah yang ditampilkan dalam Youtube : link : https://www.youtube.com/watch?v=102Bi1v23D4

    ---- (5) --- حَدَّثنَا عَلْوى بن عُبَيْد الله الْحَضْرَمِيُّ قال حَدَّثنَا عَمِّيْ  مخمد الاباهه  سخ بن عيسى النقيب العَلْوى قال حَدَّثنَا محمد بن نوح بمكة قال حَدَّثنَا ابو عيسى ابى محمد بن  عيسى بن سورة الترمذى قال حَدَّثنَا محمد ----

    Disini disebutan bahwa”Seseorang telah mendapatkan sebuah hadist dari Alwy bin Ubaidlllah al Hadramy, maka berkata ia (Alwy bin Ubaidlllah al Hadramy) “Telah menghadiskan (memberitakn) kepada kami oleh Paman Saya yang bernama “Muhammad al-Abah bin Isa an-Naqib al-Alawy ………………

    Ket  “Dijelaskan bahwa Muhammad al-Abah bin Isa an-Naqib al-Alawy adalah pamannya “Alwy bin Ubaidlllah al Hadramy” berarti juga bahwa “Muhammad al-Abah bersaudara kandung dengan Ubaidlllah al Hadramy. berarti juga bahwa anak-anak Isa an-Naqib ar-Rumi bukan tiga saja yaitu: Muhammad al Abah, Ali dan Husain seperti yang tertulis dalam kitab as-Syejarah al-Mubarakah tetapi lebih dari 3 orang.yakni 4-5 orang.

Lalu bagaimana perbandingan ilmu seseorang menolak keabsahan  nasab Habaib dengan para ulama diatas yang keilmuannya sudah diakui dan merupakan Ulama yang hidupnya lebih dekat zamannya dengan Sayyid Ubaidillah bin Ahmad bin Isa Al Muhajir ? Wallahu Alam

a Ahmad al-Muhajir wafat pada tahun 345h (924 M) di Husayyisah, sebuah kota antara Tarim dan Seiyun, Hadramaut. Makamnya di atas sebuah bukit, umumnya salah-satu yang pertama kali diziarahi oleh para pengunjung yang datang ke Hadramaut.

Bacaan  :

  1. Artikel "Biografi Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad Naqib"  https://www.laduni.id/post/read/73517/biografi-al-imam-ahmad-al-muhajir-bin-isa-ar-rumi-bin-muhammad-naqib#google_vignette
  2. Artikel “Nasab AHLU-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin   https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html
  3. Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Jum'at, 22 Juli 2022 - 05:10 WIB oleh Rusman H Siregar dengan judul "5 Marga Keturunan Nabi Muhammad di Indonesia, Nomor 1 Paling Banyak". https://kalam.sindonews.com/read/833341/786/5-marga-keturunan-nabi-muhammad-di-indonesia-nomor-1-paling-banyak-1658426865
  4. Artikel “Bantah Imaduddin, Gus Luthfi: Para Ulama Sejak 5-6 Abad Lalu Mengakui Nasab Sayid Ubaidillah Bin Ahmad” Sabtu, 8 April 2023, Faktakini.info  *Para Ulama Sejak 5-6 Abad Lalu Yang Mengakui Nasab Sayid Ubaidillah Bin Ahmad* Oleh Muhammad Luthfi Rochman  https://www.faktakini.info/2023/04/bantah-imaduddin-gus-luthfi-para-ulama.html
  5. Artikel “Hikmah Fitnah Nasab Habaib, Nama Imam Ubaidillah Jadi Populer, Kitab tentang Beliau Diburu Umat” Jumat, 12 Mei 2023  https://www.faktakini.info/2023/05/hikmah-fitnah-nasab-habaib-nama-imam.html
  6. Artikel “Nasab Ba Alawi Terputus 550 Tahun Bisa Diyakini Dengan Husnudzon?” https://rminubanten.or.id/nasab-ba-alawi-terputus-550-tahun-bisa-diyakini-dengan-husnudzon/
  7. Artikel “Menjawab Ludfi Rochman Tentang Terputusnya Nasab Habib” https://rminubanten.or.id/menjawab-ludfi-rochman-tentang-terputusnya-nasab-habib/
  8. Artikel “Menjawab Ludfi Rochman Tentang Terputusnya Nasab Habib”   https://rminubanten.or.id/menjawab-ludfi-rochman-tentang-terputusnya-nasab-habib/
  9. Artikel  “Mengakhiri Polemik Nasab Ba Alawi” TIMESINDONESIA, JAKARTA Rabu, 05 Juli 2023 - 02:31 |  355.65k https://timesindonesia.co.id/kopi-times/460198/mengakhiri-polemik-nasab-ba-alawi
  10. Judul buku: Menakar kesahihan Nasab Habib Di Indonesia Penulis: KH Imaduddin Utsman Al Bantani, pengasuh pesantren Nahdlatul Ulum, Banten, https://www.alkhoirot.org/2023/05/menakar-kesahihan-nasab-habib-di.htm
  11. Artikel ”Mempertanyakan Keilmuan dan Moral Ilmiah KH. Imaduddin Utsman Albantani” Indonesiakitanews.com  https://www.indonesiakitanews.com/menguji-metodologi-dan-mempertanyakan-moral-ilmiah-kh-imaduddin-utsman-albantani/
  12. Artikel  “Polemik Nasab Ba’alawi dan Petaka Logika Kiai Imad” https://www.tribunnews.com/tribunners/2023/08/07/polemik-nasab-baalawi-dan-petaka-logika-kiai-imad  Polemik Nasab Ba’alawi dan Petaka Logika Kiai Im
  13. https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_al-Muhajir

11. Imam Abdullah (Ubaidillah) al Hadramy bin Ahmad.

Dalam kitab Tuhfatutholib Bima’rifati man Yantasibu Ila Abdillah wa Abi Tholib, karya Sayid Muhammad bin al-Husain as-Samarqondi (w. 996) disebutkan seperti berikut:

واما احمد بن عيسى بن محمد بن العريضي فقال ابن عنبة ابو محمد الحسن الدلال بن محمد بن علي بن محمد بن احمد بن عيسى الرومي من ولده وسكت عن غيره. قلت رايت في بعض التعاليق ما صورته قال المحققون بهذا الفن من اهل اليمن وحضرموت كالامام ابن سمرة والامام الجندي والامام الفتوحي صاحب كتاب التلخيص والامام حسين بن عبد الرحمن الاهدل والامام ابي الحب البرعي والامام فضل بن محمد البرعي والامام محمد بن ابي بكر بن عباد الشامي والشيخ فضل الله بن عبد الله الشجري والامام عبد الرحمن بن حسان: خرج السيد الشريف بن عيسى ومعه ولده عبد الله في جمع من الاولاد والقرابات والاصحاب والخدم من البصرة والعراق الى حضرموت واستقر مسكن ذريته واستطال فيهم بتريم بحضرموت بعد التنقل في البلدان والتغرب عن الاوطان حكمة الملك المنان. فأولد عبد الله علويا وعلوي اولد محمدا ومحمد اولد علويا وعلوي اولد عليا خالع قسم وعلي خالع قسم اولد محمد صاحب مرباط واولد محمد صاحب مرباط علويا وعليا فاما علوي فله اربعة اولاد احمد وله عقب وعبد الله ولا عقب له وعبد المالك وعقبه في الهند وعبد الرحمن وله عقب. واما علي فله الفقيه المقدم محمد وله عقب كثير (تحفة الطالب بمعرفة من ينتسب الى عبدالله وابي طالب، السيد محمد بن الحسين السمرقندي المدني، ص. 76-77)

“Adapaun Ahmad bin Isa bin Muhammad bin (Ali) al Uraidi maka Ibnu Anbah berkata: Abu Muhammad al-Hasan al-Dallal bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa ar-Rumi adalah dari keturunan Ahmad bin Isa, ia (Ibnu Anbah) diam tentang selain Abu Muhammad. Aku berkata (penulis kitab Tuhafatutolib): Aku melihat dalam sebagian ta’liq (catatan pinggir sebuah kitab ditulis oleh santri dipinggir kitab ketika mendengar keterangan guru) tulisan yang bunyinya “Telah berkata al-muhaqqiqun dari cabang ilmu ini (nasab) dari ahli Yaman dan Hadramaut, seperti Imam Ibnu Samrah, al-Imam al-Jundi, al-Imam al-Futuhi yang mempunyai kitab at-Talkhis, al-Imam Husain bin Abdurrahman al-Ahdal, al-Imam Abil Hubbi al-Bur’I, al-Imam Fadhol bin Muhammad al-Bur’I, al-Imam Muhammad bin Abi Bakar bin Ibad as-syami, Syekh Fadlullah bin Abdullah as-Syajari, dan al-Imam Abdurrahman bin Hisan bahwa Sayid Syarif Ahmad bin Isa pergi bersama anaknya, Abdullah, dalam rombongan para anak, kerabat, teman-teman, para pembantu dari Bashrah dan Iraq menuju Hadramaut setelah berpindah dari berbagai daerah dan bersembunyi dari berbagai Negara, sebagai hikmah Tuhan raja yang maha memberikan anugrah. Maka kemudian Abdullah mempunyai anak bernama Alwi, dan Alwi mempunyai anak bernama Muhammad, Muhammad mempunyai anak Alwi (lagi), Alwi mempunyai anak Ali Khali’ Qosam, Ali Kholi’ Qosam mempunyai anak bernama Muhammad Shohib Mirbath, dan Muhammad Shohib Mirbath mempunyai anak bernama Alwi dan Ali. Maka adapun Alwi maka mempunyai empat anak: Ahmad dan ia berketurunan, Abdullah ia tidak berketurunan, Abdul Malik keturunannya di India, dan Abdurrahman dan ia berketurunan. Dan adapun Ali maka ia mempunyai anak al-Faqih al-Muqoddam Muhammad dan ia mempunyai banyak keturunan. (Tuhfatuttolib, Sayid Muhammad bin al-Husain, h. 76-77).

Inilah kitab pertama yang menyebut nama-nama yang lazim di keluarga Alawi seperti Alawi, Sohib mirbat dan al-Faqih al-Muqoddam. 

Keterangan kitab-kitab sejarah yang ditulis oleh para ahli nasab. Perhatikan saja tulisan Syaikh Murtadla al-Zabidi dalam kitab beliau ini:

هاجر الشريف أحمد بن عيسى النقيب من المدينة إلى البصرة في العشر الثانية من القرن الرابع الهجري وخرج منها هو وولد عبد الله إلى المشرق وألقى عصا التسيار باليمن واستقر بحضرموت (الروض الجلي في نسب بني علوي، ص 141)


Imam Abdullah/ Ubaidillah bin Ahmad mempunyai tiga orang anak, yaitu: 
  1. Alwi, 
  2. Jadid dan 
  3. Basri. 
Salah satu keturunan dari Sayid Basri adalah al-Arif billah Syaikh Salim bin Basri, meninggal di Tarim tahun 604 Hijriyah dikuburkan sebelum maqam Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Di antara keturunan dari Sayid Jadid adalah al-Imam al-Muhaddits al-Faqih al-Hafidz Abi Jadid Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Jadid meninggal di Mekkah tahun 630 Hijriyah.
Keturunan Sayid Jadid dan sayid Basri terputus pada awal-awal kurun ke tujuh hijriyah. Sedangkan Sayid Alwi, keturunannya tersebar di Hadramaut yang sekarang dikenal dengan keluarga Abi Alawy dimana nama tersebut dinisbahkan kepada nama kakeknya.

Abdullah (Ubaidillah) bin Ahmad adalah seorang yang diyakini sebagai keturunan dari Nabi Muhammad yang diisbatkan sebagai anak Ahmad Al Muhajir, yang hijrah dengan sebagian keluarga dan pengikutnya dari Basra ke Hadramaut.

al-Imam as-Sayyid  Abdullah Sohibul Aradh Almuhajir Ilallah

Namanya       عَبْدُ الْلّٰه / Abdullah dan nama kecilnya atau nama lembutnya “Ubaidillah” Ia lahir tahun      295 H di Basrah, Negara Iraq,  berdomisili di Hadramaut dan Ia wafat /Meninggal tahun 383 H di Sumal Hadramaut, Republik Yaman

Al Allamah Imam  Abubakar  Almasyhur memulai dengan menyebutkan silsilah nasab mulia Imam Ubaidillah, kelahirnya,bagaimana beliau tumbuh dibawah asuhan ayahnya dll. adapun nasab beliau  yaitu: Adapun nama kecil “Abdullah” atau isim tashghirnya atau nama lembutnya adalah “Ubaidillah”

Jadi Abdullah bin Ahmad Almuhajir bin Isa bin Muhmmad bin Ali Aluraidihi bin Jakfar Ashadiq bin Muhammad Albaqir bin Ali Zainal Abidin bin Alhusain Assibth bin Ali bin Abi thalib dan Fathimatuzzahra’ Albathul binti Musthofa Muhammad shallallahu alaihi wa alihi wa sahbihi  wa sallam.

Imam “Abdullah” atau Ubaidillah  bin Ahmad Almuhajir lahir di kota Basrah Iraq sejak dini beliau mendapatkan perhatian dan bimbingan keilmuan khusus dari ayahnya, beliau adalah putra terkecil dari Imam Ahmad Almuhajir beliau lahir pada sekitar tahun 295 Hijriyyah, dan beliau berhijrah bersama ayahnya sampai ke Hadramaut ketika umur beliau 20 tahun. adapun saudara saudara Imam Ubaidillah diantaranya ada yang bernama Muhammad,Ali dan Husein mereka bertiga tetap tinggal di Bashrah Iraq dan tidak ikut berhijrah bersama ayahnya  ke Hadramaut

Soal keberadaan nama anak Sayyid Ahmad bin Isa yang bernama Abdullah/Ubaidillah yang tidak disebutkan dalam kitab As syajarah mubarokah Imam Fahrur Rozi itu bukan dalil yang kuat, karena kitab tsb hanyalah kitab ringkasan yang tidak bisa memuat semua nasab dzuriat Nabi Saw se dunia dan tidak ada kata penafian sama sekali, dan tidak menyebutkan itu sama sekali bukan berarti tidak ada,

Penggunaan kitab As Syajarah Al mubarokah Imam Fahrur Rozi untuk menafikan nasab Bani Alawi justru ditentang oleh As-Sayyid Mahdi ar-Roja’i , Ulama syiah ahli nasab asal Qum yang mentahqiq kitab as-Syajaroh al-Mubarokah yang dijadikan rujukan oleh pak Imaduddin, dalam kitabnya al-Mu’qibun min Aal Abi Tholib beliau menyebutkan sosok Ubaidllah sebagai putra Ahmad bin Isa yang ikut hijrah bersama ayahnya ke Hadhromaut, 

Berkata Sayyid Ali bin Abubakar kepribadiannya : "Abdullah adalah orang yang menjaga dirinya dalam agama, paling terkemuka dalam kedermawanan dan keagungan ilmunya. Datuk para keturunan mulia, sumber kedermawanan, dan lautan ilmu, itulah tuan kami yang mulia."

Nasab

Abdullah (Ubaidillah) bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali (dan Fatimah bin Muhammad) bin Abdullah bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim

Keilmuan

Ia pertama mengambil ilmu dari ayahnya, Imam Ahmad. Selain itu, ia juga mengambil ilmu dari para ulama di kota Mekkah, ia berguru kepada Syeikh Abu Thalib Al Makki. Di bawah asuhan gurunya, ia berhasil menamatkan pelajaran dari kitab gurunya tersebut yang berjudul Kitab Guut Al Guluub. Setelah bertahun-tahun menuntut ilmu dari para ulama Mekkah dan Madinah, ia kembali ke Hadramaut. Setibanya di Hadhramaut, yang disambut hangat oleh sang ayah dan para pelajar di sana, ia diberi izin oleh ayahnya untuk mengajar dan memberikan fatwa kepada pelajar dan masyarakat setempat.

Kepribadian

Mengenai kedermawanannya, ia jika menggiling kurma dan meletakkannya di tempat penggilingan, maka kurma itu semuanya ia sedekahkan, meskipun jumlahnya banyak. Ia juga mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya, baik itu di dalam kezuhudannya, ilmunya ataupun ibadahnya.

Tampak pada ia karomah, salah satunya ia suatu saat meletakkan tangannya pada orang yang sakit, lalu ia meniupnya dan mengusapkan di tubuhnya, maka sembuhlah si sakit itu.

Tinggal di Sumal

Tidak lama setelah ayahandanya meninggal, ia memutuskan untuk pindah ke kampung Sumal yang terletak tidak jauh dari kampung semula, Al-Husayisah. Sedangkan harta kekayaan berupa rumah dan perkebunan, semuanya dihibahkan pada pembantunya, Ja’far bin Makhdam. Di kampong barunya, Imam Ubaidillah membangun rumah dan membeli beberapa petak tanah yang kemudian dia tanami pohon kurma dan pepohonan lainya.

Setelah ia menetap di kampung Sumal, ia mempersunting gadis setempat. Kemudian ia dikarunia putra dari istri barunya yang diberi nama Jadid. Sebelum Jadid, ia juga telah dikarunia dua putra dari istri pertamanya yang diberi nama Ismail dan Alawi

Wafat

Imam Ubaidillah meninggal dunia pada tahun 383 H, dalam usia 93 tahun. Ia wafat meninggalkan istri dan 3 orang putra yaitu Ismail (Basri), Alawi dan Jadid.

Munculnya marga Habaib bermula dari Hijrahnya Imam Ahmad bin Isa (wafat tahun 345 H) dari Basrah ke Hadhramuat Yaman. Imam Ahmad bin Isa atau Imam Al-Muhajir ini merupakan generasi ke-8 keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah SAW. Cucu Imam Ahmad yang bernama 'Alawi merupakan orang pertama dilahirkan di Hadhramaut Yaman. Oleh karena itu, anak-cucu 'Alawi digelari dengan Ba 'Alawi yang bermakna Bani Alawiyin (keturunan Alawi). Bani Alawiyyin ini menandai kumpulan keluarga besar dari cabang-cabang keluarga keturunan Nabi Muhammad SAW. 

Dikutip dari sebuah Artikel bahwa banyak sekali testimoni ulama ahli sejarah yang menyebut nama Ubaidillah/Abdullah sebagai putra Ahmad bin Isa al-Muhajir Sejarawan Bahauddin al-Yamani (w. 732 H) menyebutkan dalam kitabnya al-Suluk fi Thabaqat al-‘Ulama wa al-Muluk:

منهم أبو الحسن علي بن محمد بن أحمد بن جديد بن علي بن محمد بن جديد بن عبد الله بن أحمد بن عيسى بن محمد بن علي بن جعفر الصادق بن محمد الباقر بن علي زين العابدين بن الحسين بن علي بن أبي طالب كرم الله وجهه ويعرف بالشريف أبي الجديد عند أهل اليمن أصله من حضرموت من أشراف هنالك يعرفون بآل أبي علوي بيت صلاح وعبادة على طريق التصوف وفيهم الفقهاء. (السلوك في طبقات العلماء والملوك، جزء 2 ص 135)

Sejarawan lain Malik Abbas bin Dawud al-Rasuli (w. 778) dalam al-‘Athaya al-Saniyyah juga menulis hal yang sama:

منهم أبو الحسن علي بن محمد بن أحمد بن جديد بن علي بن محمد بن جديد بن عبد الله بن أحمد بن عيسى بن محمد بن علي بن جعفر الصادق بن محمد الباقر بن علي زين العابدين بن الحسين بن علي بن أبي طالب كرم الله وجهه ويعرف بالشريف أبي الجديد عند أهل اليمن أصله من حضرموت من أشراف هنالك يعرفون بآل أبي علوي بيت صلاح وعبادة على طريق التصوف وفيهم علماء فضلاء. (العطايا السنية والمواهب الهنية في المناقب اليمنية، رقم 538 ص 460)

Ulama hadits terkemuka al-Sakhowi dalam al-Dlau’ al-Lami’ menyebutkan:

عبد الله بن محمد بن علي بن محمد بن أحمد بن محمد بن علي بن محمد بن علي بن علوي بن محمد بن علوي بن عبيد الله بن أحمد بن عيسى بن محمد بن علي بن جعفر الصادق بن محمد الباقر بن زيد العابدين علي بن الحسين بن علي ابن أبي طالب الحسيني الحضرمي ثم المكي نزيل الشبيكة منها ويعرف بالشريف باعلوى. (الضوء اللامع، ج 2 ص 454)

Tidak ada pula keterangan dalam kitab-kitab yang dikutip oleh Imaduddin bahwa ketika mereka tidak mencantumkan nama Ubaidillah berarti mereka mengingkari keberadaannya. Justru yang ada Syaikh Murtadla a-Zabidi penulis Syarh Ihya ‘Ulum al-Din menukil bahwa al-Ubaidili penulis kitab Tahdzib al-Ansab yang dikutip oleh Imaduddin mengakui Sayyid Muhajir Ahmad bin Isa memiliki putra bernama Abdullah. Disebutkan:

هاجر الشريف أحمد بن عيسى النقيب من المدينة إلى البصرة في العشر الثانية من القرن الرابع الهجري وخرج منها هو وولد عبد الله إلى المشرق وألقى عصا التسيار باليمن واستقر بحضرموت (الروض الجلي في نسب بني علوي، ص 141)


Tidak terhitung ulama Ahlussunnah wal Jama’ah yang mengakui keabsahan nasab Bani Alawi sebagai nasab yang paling baik dan paling terjaga. Ulama besar Aswaja di Makkah Syaikh Yusuf al-Nabhani menulis persaksian tentang Bani Alawi dengan mengatakan:

إن ساداتنا آل باعلوي قد أجمعت الأمة المحمدية في سائر الأعصار والأقطار على أنهم من أصح أهل النبوة نسبا ولا يمتر في صحة نسبهم وكثرة فضائلهم. (رياض الجنة في أذكار الكتاب والسنة، ص 25)


Syaikhina Najih mengatakan bahkan Mbah Maimoen sendiri memiliki ta’alluq yang sangat kuat dengan syair Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad:


وإلى السبطين ننتسب * نسباً ما فيه من دخن
كم إمام بعده خلف * منه سادات بذا عرفوا
وبهذا الوصف قد وصفوا * من قديم الدهر والزمن
مثل زين العابدين على * وابنه الباقر خير لي
والإمام الصادق الحفل * وعلى ذي العلا اليقن


Syair ini menyebutkan nama Ali al-Uraidli yang merupakan leluhur Bani Alawi. Makamnya berada di desa Uraidh Madinah yang sekarang ditutup oleh Wahabi.

Dari penjelasan ringkas diatas maka jelas bahwa tuduhan Imaduddin Utsman bahwa nasab Bani Alawi terputus adalah tuduhan yang lemah dari sisi akademik. Bahkan dalam ceramah-ceramahnya Imaduddin menggunakan penelitian yang dia tulis untuk menuduh habaib memalsukan nasabnya supaya bisa bersambung ke Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama hanya untuk mencari simpati dan menarik massa dari umat Islam agar memenuhi kepentingan duniawi. Sampai-sampai dia pun menantang habib yang dia tuduh tersebut untuk tes DNA untuk menunjukkan keabsahannya sebagai keturunan Rasulullah. (lihat ceramahnya dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama 1444 H bersama MWC NU dan GP Ansor Tigaraksa di YouTube)

Abah Najih lalu menyampaikan mengapa Said Aqil Siradj setelah membaca tulisan dari Imaduddin tersebut tidak membantahnya namun justru malah mendukungnya dengan dalih penelitian ilmiah. Padahal Gus Dur yang katanya jadi panutan orang-orang yang paling ‘NU’ sendiri itu justru mengakui bahwa nasab Bani Alawi itu berasal dari Ali al-Uraidhi yang merupakan keturunan Ubaidillah. Abah Najih juga mencium dan ber-husnuzzhan bahwa Ketum PBNU sekarang Yahya Cholil Tsaquf juga justru membela nasab Bani Alawi yang sudah ada dan melarang untuk memperbincangkannya karena percaya saja dengan ulama sesepuh NU terdahulu. Kenapa justru Said Aqil malah membuang ‘panutan’ dan ‘kawan’nya sendiri dan lebih percaya dengan tokoh bergelar kiai yang datang belakangan lalu mengacak-acak apa yang sudah baku di NU?


Bacaan  :

  1. Artikel “Nasab AHLU-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin ’ https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html
  2. Artikel “Ubaidillah bin AhmadDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas https://id.wikipedia.org/wiki/Ubaidillah_bin_Ahmad
  3. Artikel “Membantah IMANUDDIN USTMAN AL BANTANI tentang keabsahan Jalur Nasab Ubaidillah bin Ahmad Almuhajir “ https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2023/05/membantah-imanuddin-ustman-al-bantani.html
  4. Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Jum'at, 30 September 2022 - 05:10 WIB oleh Rusman H Siregar dengan judul "Jumlah Marga Keturunan Nabi Muhammad SAW https://kalam.sindonews.com/read/899193/786/jumlah-marga-keturunan-nabi-muhammad-saw-berikut-nama-namanya-1664478569
  5. Artikel*MEMPERTEGAS KESAHIHAN PERNYATAAN KH. MUHAMMAD NAJIH MAIMOEN TENTANG KONSPIRASI SYI’AH, KOMUNIS DAN INDO CHINA DALAM PENOLAKAN NASAB BA’ALAWI DAN HAUL WALISONGO** HTTPS://RIBATHDEHA.WORDPRESS.COM/2023/08/01/MEMPERTEGAS-KESAHIHAN-PERNYATAAN-KH-MUHAMMAD-NAJIH-MAIMOEN-TENTANG-KONSPIRASI-SYIAH-KOMUNIS-DAN-INDO-CHINA-DALAM-PENOLAKAN-NASAB-BAALAWI-DAN-HAUL-WALISONGO/

*


12. Sayyidina Al-Imam Alwi Alawiyyin (Shahib Saml)

Imam Ahmad al-Abah al-Muhajir menetap di Bashrah, kota yang masyhur akan keilmuan Islam di negeri Irak. Setelah nilai-nilai ibadahnya semakin sempurna, batin beliau telah terpancari cahaya kewalian, disertai rahasia keistimewaan juga akal fikiran.

Negeri Irakseketika berubah menjadi negeri yang penuh akan noda darah, kekacauan mulai muncul di mana-mana, kekerasan dan pembunuhan merajalela dan tak terkendali. Tak luput dari itu, keluarga Imam Muhajir pun menjadi incaran bagi para kelompok liberalisme yang menganut faham Qaramithah. Mereka berkonspirasi untuk dapat membunuh ahlu bait. Kausalitas akan timbulnya kehancuran ini juga terjadi akibat kemunculan sekte Az-Zanji (aliran sesat) yang mulai kembali berkuasa pada masa Dinasti Abbasiyah.

Menanggapi keadaan krusial seperti ini, Imam Muhajir terdorong untuk berhijrah dengan membawa keluarganya serta para pengikutnya yang lain, di samping mematuhi perintah Tuhannya,

فَفِرُّوْا إِلَى اللهِ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيْرٌ مُبِيْنٌ 

“Maka segeralah kembali kepada (mentaa’ati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.” (QS. Adz Dzariyat: 50)

Juga mengikuti jejak kakeknya Rasulullah saw yang menyuruh berhijrah dari tempat-tempat yang penuh fitnah agama. Beliau berhijrah pada tahun 317 H. Dengan tekad yang kuat, beliau berhijrah beserta 70 orang sanak keluarga dan pengikutnya yang lain, menuju negeri Hijaz lalu dilanjutkan ke kota Madinah. Setelah itu berpindah lagi ke kota Mekkah dan pada akhirnya beliau berpindah ke desa-desa di Yaman, dari satu desa ke desa lainnya.

Kota awal yang beliau tempati adalah Hijrain, salah satu perkampungan di kota Kindah. Kemudian mengakhiri perjalanan terakhirnya di kota Husaisah dan bertempat tinggal di sana. Berkat keluasan ilmu dan cahaya ilahi yang terpendam pada diri Imam Muhajir, beliau mampu mematahkan pemikiran akidah Al-Ibadiyyah dan menyebar luaskan pemahaman akidah Ahlu Sunnah wal Jamaah.

Imam Ahmad al-Abah al-Muhajir memiliki putra salah satunya yang ikut brthijerah dengannya bernama Abdullah. Dari Abdullah (yakni Ubaidillah) tersebut lahirlah tiga orang putra yaitu Bashri, Jadid dan Alawi.

Sayyid Alwi Alawiyyin (Sayyid Alwi al Mubtakir) bin Abdullah (Ubaidillah)  bin Ahmad Al-Muhajir, dilahirkan di daerah Saml atau Sumul, Hadramaut dan dibesarkan disana. Ayah beliau adalah Sayyid Ubaidillah bin Ahmad al-Abah Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi. Beliau terkenal sangat alim dan merupakan salah satu imam besar pada zamannya.

Sang Habib yang lahir dikota Hadhramaut ini termasuk dari ulama-ulama yang menghiasi Taribeh hingga Tarim dengan keilmuan beliau serta kedekatan beliau dengan penduduk setempat. Mengenai biografi ayah beliau, telah disebutkan diatas. Namun jika ditilik dari nasab ibu beliau, kita juga akan menemukan kembali mata rantai emas sebagaimana ayah beliau.

Ibunda beliau adalah Ummul Banin binti Muhammad bin Isa bin Muhammad an Nagib hingga bersambung kepada Sayyidah Fatimah binti Rasulullah Saw. Semenjak kecil, beliau dididik langsung oleh ayahnya, al Imam Ubaidillah bin Ahmad bin Isa dan berjalan mengikuti thariqah yang telah ditempuh oleh ayahnya. Beliau gemar mendalami ilmu dan selalu menyibukkan dirinya untuk menuntut ilmu, sehingga beliau berhasil menguasai berbagai prinsip keilmuan. Beliau juga adalah seorang yang penghafal al Quran. Setelah berkelana di berbagai tempat di beberapa daerah Hadhramaut, beliau keluar demi meningkatkan keintelektualannya ke kota Mekkah dan Madinah.

Di samping kedalaman ilmunya, beliau adalah seorang yang banyak bermujahadah. Beliau banyak melakukan shalat dan puasa. Sifat wara’ dan banyak bersedekah juga menempel pada diri beliau. 

Riwayat Keluarga

Dari pernikahan Sayyid Alwi Alawiyyin bin Abdullah (Ubaidillah)   bin Ahmad Al-Muhajir dikaruniai seorang putra, yang bernama : Muhammad

Alawiyyin (bahasa Arab: العلويّن) adalah sebutan bagi kaum atau sekelompok orang yang memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad melalui sayyidina Ali bin abi tholib yang telah di akui oleh ulama serta umat islam pada masa nya Sebutan bagi mereka adalah sayyid atau syarif. Sedangkan Ba' Alawi ialah nama keluarga bagi mereka yang memiliki nasab jalur laki-laki kepada Alawi bin 'Ubaidillah atau abdullah yang memiliki arti hamba Allah

Beliau adalah orang yang pertama kali diberi nama Alwi,  nama yang asalnya diambil dari nama burung yang terkenal dengan keindahannya.

Dari beliau inilah turun segala dzuriah para habaib 'Alawiyyin Bani 'Alawi yang masyhur sepanjang masa. Maka kepada beliau inilah keluarga Junjungan Nabi SAW. keturunan Imam Husain dari jalur Imam 'Ali Al-'Uraidhi dinisbahkan sebagai Aali Ba 'Alawi (keluarga Ba 'Alawi) atau 'Alawiyyin. Keturunan mulia yang amat berjasa dalam dakwah dan penyebaran Islam di Nusantara  adalah bernama :

Sayyid Muhammad

Sayyid Alwi Alawiyyin bin Ubaidillah  bin Ahmad Al-Muhajir diperkirakan meninggal pada tahun 410 H, beliau dimakamkan di Bait Jubair, Hadramaut

Semenjak kecil dididik langsung oleh ayahnya dan berjalan pada thariqah yang telah ditempuh oleh ayahnya. Beliau gemar mendalami ilmu dan selalu menyibukkan dirinya untuk menuntut ilmu, sehingga berhasil menguasai berbagai macam ilmu. Seorang hafidz (Penghafal Al-Quran). Selain menuntut ilmu di Hadramaut, juga menuntut ilmu sampai ke kota Makkah dan Madinah.

3.PERJALANAN HIDUP DAN DAKWAH

Sayyid Alwi bin Ubaidillah  bin Ahmad Al-Muhajir mewarisi sifat-sifat kebaikan dari ayah beliau. Beliau adalah seorang yang alim dalam berbagai cabang ilmu dan dan merupakan salah satu imam besar di jamannya. Disamping kedalaman ilmunya, beliau adalah seorang yang banyak bermujahadah. Beliau banyak mengerjakan shalat dan berpuasa, bersedekah, selalu beribadah di sepanjang malamnya, berbuat baik dan lemah lembut kepada kaum fakir dan miskin, teguh dalam menjalankan perintah agama, mempunyai kemuliaan yang sempurna, syekhnya kaum arifin, seorang faqih yang zuhud.

Beliau adalah seorang yang sempurna memadukan kemuliaan diri dan nasab. Keutamaan-keutamaan beliau terukir di berbagai lembaran tulisan. Banyak para ulama dan ahli sejarah yang memuji dan mengagungkan beliau.

Diceritakan dalam salah satu riwayat, yaitu ketika beliau hendak melaksanakan perintah haji dan berziarah ke makam kakeknya Rasulullah SAW. Ikut di dalam rombongan beliau sekitar 80 orang, belum termasuk para pembantu dan sanak kerabatnya. Ikut juga di dalamnya saudaranya yang bernama Jadid. Itu semua beliau yang menanggung biaya perjalanannya. Ditambah lagi beliau sering bersedekah kepada orang lain di saat perjalanan pulangnya. Beliau juga membawa unta-unta dalam jumlah yang banyak untuk dipakai buat orang-orang yang lemah dalam rombongannya.

Keturunan beliau tersebar ke seluruh penjuru dunia, nasab beliau terkenal seperti matahari yang bersinar di siang hari dan terangnya cahaya bulan di malam hari.

Di Suria terdapat suatu kaum yang diberi gelar Alawiyin, akan tetapi gelar tersebut dimanfaatkan oleh sekelompok orang yang berkhidmat kepada Imam Ali, nasab mereka tidak bersambung kepada Imam Ali, mereka dinamakan kaum Mutawalah atau Mutawaliyah dan kaum Nashiriyah.

Di Sanqit, suatu daerah di negeri Maghrib terdapat pula orang-orang yang menggunakan gelar Alawi. Nasab mereka bersambung kepada Muhammad Al-Hanafiah bin Ali bin Abi Thalib dan sebagian ada juga yang bersambung kepada Imam Hasan.

Menurut Syaikh Ar-Rabwah Abu Abdillah Muhammad bin Abi Thalib Al-Anshori Al-Damsyiqi dalam kitabnya Nuhbah Al-Dahr cetakan Leipzig tahun 1920 masehi dikatakan bahwa: 'Hijrahnya kaum Alawi ke beberapa negara terjadi pada masa khalifah Usman bin Affan'

Beliau dilahirkan di Hadramaut, dan yang pertama kali dinamakan Alwi. Keturunannya tersebar ke penjuru negeri, sedangkan keturunan saudaranya terputus pada awal kurun ke tujuh hijriyah. Imam Alwi bin Ubaidillah hanya mempunyai satu orang anak bernama Muhammad.


Bacaan  :

Artikel “Silsilah Keilmuan Tarekat Ba'alawi di Bumi Hadramaut”, 13 Nov 2021 05:30 WIB  5159 https://sanadmedia.com/post/silsilah-keilmuan-tarekat-baalawi-di-bumi-hadramaut

Artikel “Nasab AHLU-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin   https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html

Biografi Sayyid Alwi Alawiyyin bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir   https://www.laduni.id/post/read/73519/biografi-sayyid-alwi-alawiyyin-bin-ubaidillah-bin-ahmad-al-muhajir

Artikel “Al Sayyid Alwi al Mubtakir bin Ubaidillah bin Ahmad al Muhajir “ isda.in  https://isda.in › 2022/08/18 › al-say... https://isda.in/2022/08/18/al-sayyid-alwi-al-mubtakir-bin-ubaidillah-bin-ahmad-al-muhajir-bin-isa-5/



Mengakhiri Polemik Nasab Ba Alawi

Rabu, 5 Juli 2023, 04:14 WIB

Penulis : Dr. KH. Ahmad Fahrur Rozi

 

PENDAHULUAN

Al-Faqir sudah mengikuti polemik nasab Bani Alawi di medsos dan membaca tulisan Pak Imaduddin Utsman yang menyatakan nasab Bani Alawi kepada Rasulullah Saw adalah palsu dan terputus di seluruh dunia.

Menurut hemat penulis, klaim tersebut sangat prematur dan menjadi fitnah di masyarakat secara luas dan belum layak disebut sebagai kajian ilmiah, karena masih berupa review sejumlah buku tanpa mempertimbangkan keberadaan sumber lain yang lebih otoritatif dan studi di lapangan, hanya sebelumnya ada tulisan yang serupa dari seorang Wahabi bernama Murod Syukri dari Yordania di pertengahan era tahun 90 an dan sudah dibantah oleh para ulama.

Argumentasi Pak Imaduddin menolak nasab Bani Alawi pada intinya hanya soal tidak tercatat dalam kitab sezamannya. Hal ini tidak ada dasarnya secara ilmu fiqih. Karena syarat penetapan nasab dalam kitab fiqih empat mazhab cukup hanya syuhroh wal istifadloh dimana sudah jelas tertulis dalam berbagai manuskrip, kitab dan telah diakui oleh masyarakat setempat berdasarkan fenomena yang terjadi di zaman Rasulullah saw, bahwa para Sahabat RA menisbatkan diri mereka kepada kabilah-kabilah dan datuk-datuk mereka, meski demikian Rasulullah Saw tidak menuntut mereka untuk menghadirkan bukti-bukti atas kebenaran nasab tersebut, Rasulullah menjadikan informasi yang telah populer (Istifadhoh) secara turun temurun tentang keabsahan nasabnya sebagai patokan selama tak ada yang menganulirnya, dan berbagai hukum pun dibangun atas dasar ini

PENETAPAN NASAB DALAM SYARI’AT ISLAM

Nabi Muhammad SAW mengakui penetapan nasab hanya berdasarkan pengakuan seseorang dari kabilah apa tanpa menanyakan saksi dan bukti catatan nasab mereka ke atasnya, sebagaimana dinyatakan Imam Malik RA :
الناس مؤتمنون على أنسابهم
Bahwa Manusia itu dipercaya atas pengakuan nasabnya”

Diriwayatkan dalam Shohih Bukhori bahwa Nabi Muhammad SAW pernah menerima dengan baik utusan Bani Abul Qois yg mengaku sebagian cucu klan Robi’ah tanpa bertanya dalil dan saksi nasab nya
حدثنا علي بن الجعد قال أخبرنا شعبة عن أبي جمرة قال كنت أقعد مع ابن عباس يجلسني على سريره فقال أقم عندي حتى أجعل لك سهما من مالي فأقمت معه شهرين ثم قال إن وفد عبد القيس لما أتوا النبي صلى الله عليه وسلم قال من القوم أو من الوفد قالوا ربيعة قال مرحبا بالقوم أو بالوفد غير خزايا ولا ندامى فقالوا يا رسول الله إنا لا نستطيع أن نأتيك إلا في الشهر الحرام وبيننا وبينك هذا الحي من كفار مضر فمرنا بأمر فصل نخبر به من وراءنا وندخل به الجنة وسألوه عن الأشربة فأمرهم بأربع ونهاهم عن أربع أمرهم بالإيمان بالله وحده قال أتدرون ما الإيمان بالله وحده قالوا الله ورسوله أعلم قال شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وصيام رمضان وأن تعطوا من المغنم الخمس ونهاهم عن أربع عن الحنتم والدباء والنقير والمزفت وربما قال المقير وقال احفظوهن وأخبروا بهن من وراءكم

Meskipun antara kedatangan Wafdu (delegasi) keturunan Abdil Qays Bin Afshoh dari negara Bahrain yang merupakan cicit dari Kabilah Rabiah, salah satu pokok kabilah Arab yang bernasab kepada Rabiah bin Nizar bin Adnan , jaraknya mereka ke era Nabi Muhammad SAW adalah hampir 500 tahun. (Lihat kitab Fathul Bari juz 12 hal 184).

Jika memakai teori bahwa nasab harus dicatat kitab sezamannya, maka Nasab Baginda Nabi Muhammad ‎ﷺ kepada Nabi Ismail bin Nabi Ibrahim Alaihissalam juga sangat bisa diperdebatkan oleh para Ulama disebabkan tidak adanya referensi manuskrip atau kitab se-kurun yang menyebutkan keberadaan mereka.

Nasab-nasab yang tercatat oleh para Ulama ahli sejarah di masa lalu hanyalah berdasarkan riwayat dari hafalan uang diucapkan lisan ke lisan oleh para tsiqoh dari bangsa Arab, jika ada beberapa nama yang tertulis di kalangan mereka dengan menyebut nasab maksimal hanya empat generasi, tentu banyak sekali nasab yang tidak tercatat oleh mereka. Allah SWT berfirman dalam Alquran yang menyatakan bahwa ada kurun yang hanya diketahui oleh Allah dan tidak diketahui oleh lainNya:

﴿وَقُرونًا بَينَ ذٰلِكَ كَثيرًا﴾ [الفرقان:38]

﴿أَلَم يَأتِكُم نَبَؤُا۟ الَّذينَ مِن قَبلِكُم قَومِ نوحٍ وَعادٍ وَثَمودَ وَالَّذينَ مِن بَعدِهِم لا يَعلَمُهُم إِلَّا اللَّهُ﴾ [ابراهيم:9]

Jika seandainya nasab Rasulullah ‎ﷺ yang bersambung ke Nabi Ibrahim diragukan karena alasan tidak diketahui atau tidak dicatat, maka runtuhlah kebenaran pengakuan kanjeng Nabi Muhammad Saw yang selalu menisbatkan dirinya kepada Nabi Ibrahim seperti contoh dalam Hadits sohih:

‎ولد لي الليلة غلام فسميته باسم أبي إبراهيم

“Tadi malam anakku lahir, maka aku beri nama dia dengan nama ayahku, Ibrahim”.

Begitu juga runtuhlah dalil Alquran yang mengatakan bahwa:

﴿فيهِ ءايٰتٌ بَيِّنٰتٌ مَقامُ إِبرٰهيمَ﴾ [آل عمران:97]

Yakni bahwa Ka’bah adalah bangunan Nabi Ibrahim, sebab lagi-lagi tidak ada bukti tertulis manuskrip kuno selain kabar dari mulut ke mulut, dengan fakta sejarah jarak zaman Nabi Muhammad dengan Nabi Ibrahim adalah sekitar 2500 tahun.

Secara ilmu fiqih telah diatur bahwa cara pengakuan nasab adalah dengan syuhroh wal istifadhoh yakni telah terkenal secara luas dalam masyarakat di sebuah wilayah bahwa si Fulan adalah keturunan si Fulan tanpa ada bantahan dan sanggahan dari ulama yang otoritatif yang dibenarkan secara syariah , sebagaimana disebutkan dalam kitab Mughni Al Muhtaj juz 6 halaman 377, Nihayatul Matlab juz 18 halaman 613, Fathul Bari juz 5 halaman 254, Al Hawi Al Kabir juz 17 halaman 35, Al Mughni Ibnu Qudamah juz 10 halaman 141.

FAKTA SEJARAH KITAB HADITS

Satu abad setelah nabi wafat tidak ada catatan atau manuskrip penulisan hadits dan baru dilakukan di abad setelahnya karena takut bercampur dengan Al-Qur’an. Apakah lalu itu berarti kitab hadits yang ditulis di abad berikutnya adalah palsu dan tidak bisa dibenarkan?

Penulisan hadis baru dilakukan pada abad ke 2, di abad ke-2 H baru dikenal beberapa orang penghimpun dan penulis hadis. Di antaranya Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij di Makkah, Malik bin Anas atau Imam Malik dan Muhammad bin Ishak di Madinah, ar-Rabi bin Sabih, Sa’id bin Urubah, dan Hammad bin Salamah bin Dinar al-Basri di Basra, Sufyan as-Sauri di Kufah, Ma’mar bin Rasyid di Yaman, Abdur Rahman bin Amr al-Auza’i di Syam (Suriah), Abdullah bin al-Mubarak di Khurasan (Iran), Hasyim bin Basyir di Wasit (Irak), Jarir bin Abdul Hamid di Rayy (Iran), dan Abdullah bin Wahhab di Mesir.

Menyusul kemudian muncul Imam Bukhari yang lahir di Bukhorо, 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M) dan wafat di Khartank, 1 Syawal 256 H (1 September 870 M). Kitab Shohih Bukhori diakui sebagai kitab hadits paling shohih setelah Al-Qur’an di atas muka bumi ini dilanjutkan Kitab Jami sahih Imam Muslim, Setelah dibukukan Kitab hadits Bukhari dan Muslim , ternyata masih ada hadits sahih sesuai standar ilmu hadits Imam Bukhori dan Muslim yang dirangkum dalam mustadrak oleh Imam Hakim. Apakah itu tidak boleh disebut kumpulan sahih karena tidak ada dan tidak ditulis di zaman Imam Bukhari Muslim?


PERIHAL NASAB BA ALAWI

Sebetulnya banyak sekali di antara ahli nasab dan sejarawan yang telah menulis dan menetapkan nasab moyang marga Ba Alawi, diantara mereka adalah:

1.    Imam Bahauddin Al-Janadi, Muhammad bin Yusuf Al-Yamani (w 730an H) -beliau tokoh muktamad perihal nasab- menyebut dalam kitab: “As-Suluk fi Tabaqat Al-Ulama wal Muluk” Juz 2 Hal 135-136.

2.    Imam Ibn Tabataba, Yahya bin Muhammad bin Alqasim, (w 478 H) dalam kitab: “Abna’ al-Imam fi Misr was Syam” Hal 167.

3.    Imam Ibnu Inabah Jamaluddin Ahmad bin Ali bin Husain Al-Hasani As-Syi’iy As-Syahiir (w 820 H), dalam kitab: “Umdatuttalib fi Ansabi Abi Talib” hal 225.

4.    Sayyid Muhammad Al-Kadzim, ibn Abil Futuh bin Sulaiman Al-Yamani Al-Musawi, (w 880 H) dalam kitab An-Nafhah Al-Anbariyah.

5.    Imam Al-Amidi An-Najm, Muhammad bin Ahmad bin Amiduddin Al-Husaini An-Nasabah (w 927 H), dalam kitab Al-Musyajjar Al-Kassyaf hal 52 (dalam manuskripnya, sebagaimana dituturkan oleh Hamzah Al-Kattani dalam As-Summ Az-Zu’af)

6.    Imam Murtadlo Az-Zabidi, Muhammad bin Muhammad Al Husaini, pensyarah Ihya’ Ulumiddin (w 1205 H) dalam tahqiqannya atas Al-Musyajjar tersebut.

7.    Imam Syamsuddin As-Sakhawi, Abul Khair Muhammad bin Abdurrahman (w 902), menyebut dalam kitab: “Ad-Dlou’ Al-Lami” Juz 5 Hal 59.

Dan masih banyak lagi ulama lainnya seperti Imam Ibn Hajar Al-Haitami (w 974 H), Ibn Syadzqam (1080an ) Sirojuddin Ar-Rifa’i (w 885 H), Al-Muhibbi (w 1111 Abu Alamah Al-Muayyadi (w 1044 H) Muhammad Zabarah (w 1381 H), Murtadla Az-Zabidi 1205 H), Abu Salim Al-Ayasyi ( w 1090 H), Al-Ahdal (w 903 H), Ibn Al-Muhib At-Thabari (w 117 H), Abul Fadl Al-Muradi (w 1206 H), Abd Bawazir Yahya Hamiduddin (w 194 M), An-Nabha (w 1350 H), Abdu Al-Ghazi (w Abad 13an) Abdul Hafidz Al-Fasi ( 1383 H), Ibn Hassan (w 8 H) dan yang lain yang telah bersaksi bahwasanya nasab dan hubungan mereka kepada Baginda Nabi Muhammad itu shohih .

Soal keberadaan nama anak Sayyid Ahmad bin Isa yang bernama Abdullah/Ubaidillah yang tidak disebutkan dalam kitab As syajarah mubarokah Imam Fahrur Rozi itu bukan dalil yang kuat, karena kitab tsb hanyalah kitab ringkasan yang tidak bisa memuat semua nasab manusia se dunia dan tidak ada kata penafian sama sekali, dan tidak menyebutkan itu sama sekali bukan berarti tidak ada,

Penggunaan kitab As Syajarah Al mubarokah Imam Fahrur Rozi untuk menafikan nasab Bani Alawi justru ditentang oleh As-Sayyid Mahdi ar-Roja’i , Ulama syiah ahli nasab asal Qum yang mentahqiq kitab as-Syajaroh al-Mubarokah yang dijadikan rujukan oleh pak Imaduddin, dalam kitabnya al-Mu’qibun min Aal Abi Tholib beliau menyebutkan sosok Ubaidllah sebagai putra Ahmad bin Isa yang ikut hijrah bersama ayahnya ke Hadhromaut, serta memiliki anak Jadid, Bashri dan Alawi, yang mana keturunan Alawi tersebar di berbagai belahan dunia.

Bahkan guru dari Sayyid Mahdi ar-Roja’i yang menemukan manuskrip as-Syajaroh al-Mubarokah, yaitu Ayatullah Mar’asyi yang merupakan Nassabah dari kalangan Syiah, juga mengakui dengan jelas keabsahan nasab Baalawi sebagai Asyrof keturunan Rasulullah SAW. Artinya penemu manuskrip as-Syajarah al-Mubarokah dan pentahqiqnya pun tidak pernah memahami isi kitab as-Syajarah al-Mubarokah terkait keturunan Ahmad bin Isa sebagaimana yang difahami pak Imaduddin yang menafikan nasab Ba Alawi. Bahkan mereka mengeluarkan surat resmi yang isinya mengklarifikasi kesahihan nasab Ba Alawi.

Penulisan ulama yang menetapkan nasab Bani Alawi di berbagai naskah kitabnya tentu bukanlah pendapat pribadi ataupun hasil ijtihad sebab urusan nasab bukan urusan pendapat atau ijtihadi. Penisbatan itu tidak lain merupakan hasil verifikasi yang murni berpijak kepada data-data sebelumnya baik melalui sumber tertulis atau sumber yang tidak tertulis misalnya hafalan lisan, hal ini berlaku sepanjang zaman bahwa nasab menjadi catatan tersendiri bagi anak keturunan mereka yang diwariskan dari hafalan lisan ke lisan.

PENISBATAN NASAB BA ALAWI HARI INI.

Sudah diakui para ahli nasab dunia dan ditulis dalam berbagai kitab tentang kesahihan nasab Bani Alawi, lalu apa karena seseorang tidak bisa menjangkau sumber data para Ulama tersebut kemudian kita mau ikuti dan menganggap itu semua tidak ada dan tidak mu’tabar?

Kalau memang Sayyid Ahmad bin Isa tidak punya anak bernama Abdullah/Ubaidillah, kemana saja para Ulama ahli nasab selama berabad-abad tidak ada satupun yang menafikan justru yang banyak malah meng-isbatkan?

Apakah selama lebih dari 1000 tahun lebih baru ada Mujtahid bernama Imaduddin dari Banten dan sebelumnya ada seorang wahabi dari Yordania yang bernama Murod Syukri di pertengahan tahun 1990 an Masehi yang baru cerdas, ngerti dan sadar akan hal ini ?

Kemarin penulis sudah posting 47 judul kitab yg menulis nasab Bani Alawi di grup WAG BM Nusantara dan semua menurut mereka para pembenci bani Alawi semua kitab itu hanya bohong dan palsu karena tidak sezamannya

Bagaimana bisa ribuan tahun ada kebohongan para ulama yang rapi terpublikasi sedemikian rapi tanpa bantahan padahal semua ulama tahu bahwa penisbatan nasab palsu pada Rasulullah adalah dosa besar dan perbuatan terlaknat? Hal ini disebut dalam sebuah hadits Sahih Bukhori juz 4 halaman 120 yang isinya tidaklah seseorang mengaku-ngaku sebagai keturunan selain ayahnya sedangkan dia mengetahui itu terkecuali dia melakukan kekufuran ( dosa besar ),
dan siapa yang mengaku-ngaku sebagai bagian dari sebuah kaum/kabilah padahal
ia bukan bagian dari kabilah tersebut maka bersiaplah tempatnya di neraka.


PENUTUP.

Para Aulia dan Ulama NU sejak zaman dahulu seperti KH Hasyim ‘Asy’ari, KH Kholil Bangkalan, KH Hasan Genggong, KH Abdurrahman Wahid, KH Abdul Hamid Pasuruan, KH Abdullah bin Nuh, KH As’ad Syamsul Arifin, KH Mas Soebadar, KH Idris Marzuqi Lirboyo, KH Muhammad Zaini Abdul Ghoni (Guru Sekumpul), KH Maemoen Zubair, serta para
Ulama dan Aulia’ lainnya mengakui keabsahan nasab Habaib Baalawi sebagai Dzurriyyah Nabi Muhammad SAW dan saling menghormati satu sama lainnya.

Maka sangat bijak apabila kita sebagai warga NU saat ini menahan diri untuk tidak ikut berpolemik, kita ikuti saka statement ketum PBNU KH Yahya Kholil Staquf yang menyatakan bahwa nasab Ba Alawi dan para kyai dzurriyah wali songo adalah sah tersambung kepada Rasulullah SAW tanpa perlu lagi diperdebatkan.

Jangan kita ikut mencela nasab siapapun, biarlah itu menjadi keyakinan masing-masing dengan Allah SWT yang maha tahu, Jika seumur hidup kita tidak pernah mencaci maki Firaun atau setan itu tidak berbahaya dan tidak berdosa , namun bila kita membenci dan mencaci maki seseorang yang mungkin sesungguhnya dia benar di hadapan Allah SWT , itu sungguh berbahaya dan kelak kita akan menanggung dosanya di pengadilan Allah SWT.

Penulis berharap polemik ini harus segera diakhiri karena hanya menebar kebencian, melemahkan persatuan ummat Islam dan rawan dijadikan lahan adu domba menjelang pilpres 2024 mendatang. Mari kita jaga persatuan dan kesatuan serta suasana kondusif keamanan bangsa Indonesia .

Malang, 1 Juli 2023
Dr. KH. Ahmad Fahrur Rozi
( Ketua PBNU bidang keagamaan) .



*Penulis adalah khadim Ponpes Annur 1 Bululawang Malang, Ketua PBNU bidang keagamaan, Ketua yayasan IAI Al Qolam Malang, Wasekjen MUI bidang fatwa

Baccaan : :

Artikel “Mengakhiri Polemik Nasab Ba Alawi”  Rabu, 5 Juli 2023, 04:14 WIB, Penulis : Dr. KH. Ahmad Fahrur Rozi  https://beritajatim.com/postingan-anda/mengakhiri-polemik-nasab-ba-alawi/



13. Sayyidina Al-Imam Muhammad (Shahib As-Shouma’ah)

Sayyid Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah dilahirkan di Sumul pada tahun 390 Hijriyah. Ayah beliau adalah Sayyid Alwi Alawiyyin bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir

Setelah menginjak dewasa Sayyid Muhammad bin Alwi Alawiyyin bin Ubaidillah melakukan hijrah dari Saml atau Sumul pindah ke Bait Jubair dan disana beliau mempunyai tanah pertanian yang luas.

Sayyid Muhammad bin Alwi Alawiyyin bin Ubaidillah mewarisi sifat-sifat kebaikan dari ayah beliau. Beliau adalah seorang yang menguasai dalam berbagai cabang ilmu dan dan merupakan salah satu imam besar di jamannya. Beliau seorang yang alim, soleh, menguasai ilmu fiqih, hadits dan tasawuf. Disamping kedalaman ilmunya, beliau adalah seorang yang banyak bermujahadah. Beliau banyak mengerjakan shalat dan berpuasa, bersedekah, selalu beribadah di sepanjang malamnya, berbuat baik dan lemah lembut kepada kaum fakir dan miskin, teguh dalam menjalankan perintah agama, mempunyai kemuliaan yang sempurna, syekhnya kaum arifin, seorang faqih yang zuhud. 

Beliau adalah seorang yang sempurna memadukan kemuliaan diri dan nasab. Keutamaan-keutamaan beliau terukir di berbagai lembaran tulisan. Banyak para ulama dan ahli sejarah yang memuji dan mengagungkan beliau.

Riwayat Keluarga

Dari pernikahan Sayyid Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah dikaruniai seorang putra bernama  

  1. Sayyid Alwi bin Muhammad bin Alwi Alawiyyin

Beliau dilahirkan di Sumul pada tahun 390 Hijriyah. Dari Sumul beliau pindah ke Bait Jubair dan mempunyai tanah pertanian yang luas. Beliau seorang yang alim, soleh, menguasai ilmu fiqih, hadits dan tasawuf. Imam Muhammad bin Alwi wafat pada umur 56 tahun di bait Jubair dan dikarunia satu orang anak yang bernama Alwi.

Sayyid Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah wafat pada tahun 446 H, beliau meninggal pada usia 56 tahun dan dimakamkan di bait Jubair Hadramaut

Bacaan  :

  1. Artikel “Nasab AHLU-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin   https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html
  2. Artikel “Biografi Sayyid Muhammad bin Alwi Alawiyyin bin Ubaidillah” Launi.id lynanDokumentsi Ulma danKeislman  https://www.laduni.id/post/read/80014/biografi-sayyid-muhammad-bin-alwi-alawiyyin-bin-ubaidillah


14. Sayyidina Alwi bin Muhammad bin Alwi (w.512H)

Beliau adalah Abu Ali, Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa ar Rumi bin Muhammad an Naqib bin Ali al ‘Uraidhi bin Ja’far ash Shodiq bin Muhammad al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali, suami dari sayyidatuna Fatimah az Zahro binti Muhammad Saw. Sayyid Alwi berkelahiran di Bait Jubair sama seperti tempat kelahiran ayahnya. Beliau lahir dibawah bimbingan yang baik. Tarbiyah Nabawiyah selalu mengisi hari-hari beliau. Akhlak Rasulullah Saw yang menjadi penerang jalan kehidupan beliau.

Anak Keturunan Beliau

Di antara keturunan putera dan puteri Sayyid Alwi bin Muhammad yang ikut serta meramaikan daftar nama para ulama-ulama Hadhramaut adalah :

  1. Syekh Ali Khali’ qasam
  2. Salim. 
  3. Hubabah Fatimah. 

Semoga Allah merahmati mereka semua.. Al Imam Abdullah bin Alwi al Haddad selalu menziarahi pemakaman al Sayyid Alwi bin Muhammad ini. Beliau jugalah yang menganjurkan kepada Habib Zainal Abidin al Idrus untuk membangun masjid didekat pemakaman Sayyid Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah ini agar daerah tersebut ramai orang yang beribadah kepada Allah swt.

Imam Alwi bin Muhammad lahir di Bait Jubair yang mempunyai hawa udara yang sejuk dan air yang segar. Beliau adalah seorang yang soleh, alim dan berjalan pada rel Alquran dan Hadits. Imam Alwi wafat di Bait Jubair tahun 512 Hijriyah dan dikarunia dua orang anak: Salim (tidak mempunyai keturunan) dan Ali (yang dikenal dengan Khali' Qasam) dan seorang puteri.:

Bacaan  :

  1. Artikel “Nasab AHLU-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin   https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html
  2. Artikel “Al Sayyid Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah” - https://isda.in › 2022/09/07 https://isda.in/2022/09/07/al-sayyid-alwi-bin-muhammad-bin-alwi-bin-ubaidillah-bin-ahmad-al-muhajir-bin-isa-7/



15. Sayyid Ali Khali' Qasam bin Alwi.

Sayyidina Ali (Al-Imam Kholi Qasam  w.527 H/1133 M 

(السَيِّد علي خالع قسم بن علوي)

li bin Alwi, atau julukannya Ali Khali' Qasam (علي خالع قسم), adalah seorang ulama besar Ahlus Sunnah, ahli fiqih Syafi'i, serta manhaj Asy'ariyah, dan keturunan ahlul bait yang berasal dari Hadhramaut, Yaman. Nama lengkapnya adalah al-Imam Ali Khali' Qasam bin Alwi ats-Tsani bin Muhammad bin Alwi al-Awwal bin Abdullah (Ubaidillah) bin Ahmad al-Muhajir

Gelar Khali' Qasam (penanam Qasam) didapatkan karena ia membeli sebidang tanah yang dinamakannya Qasam, seperti nama tanah leluhurnya dulu di Basra, Irak; yang lalu ditanaminya dengan kurma.Qasam kemudian berkembang menjadi sebuah desa, dan kini termasuk dalam wilayah Kegubernuran Hadhramaut, Yaman.

Ali bin Alwi lahir dan dibesarkan di desa Bait Jubeir] Hadhramaut, yang dijuluki kota Alawiyin, berupa wadi yang subur dan banyak airnya. Ia belajar agama dari ayahnya, dan setelah dewasa ia sering berkunjung ke kota Tarim, hingga pada tahun 521 H ia pindah ke sana. Dengan demikian, ia lah yang pertama dari keluarga Ba' Alawi yang tinggal di Tarim bersama anak keturunannya.Ia memiliki beberapa orang anak, di antaranya yang juga menjadi ulama terkenal ialah Muhammad Shahib Mirbath.

Ali bin Alwi meninggal pada 527 H/1133 M, dan dimakamkan di pemakaman Zanbal, Tarim.

Imam Ali diberi gelar Khali' Qasam sebagai nisbah kepada negeri Qasam yang merupakan tempat mereka di negeri Basrah, di mana dari tempat itu ia mendapat harta dan membeli tanah di dekat kota Tarim di Hadramaut dengan harga 20.000 dinar dan ditanami pohon kurma untuk mengenang kota Qasam di Basrah yang pada awalnya dimiliki oleh kakeknya al-Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa. Beliau adalah orang yang pertama dimakamkan di perkuburan Zanbal, Tarim 

Dan Imam Ali Khali' Qasam, beliau dikaruniai tiga orang putera keturunan /anak yng bernama  

  1. Abdullah ( tidak mempunyai keturunan)
  2. Husain ( tidak mempunyai keturunan)
  3. Muhammad ( dikenal dengan Shahib Mirbath ).

Menurut Habib Ahmad bin Jindan dalam ceramahnya di Majalis Garansi bahwa kitab yang  dikarang oleh Syarif Ibrahim bin Mansyur al Hasyimi al Amir kitab “ Al-Madkhal ila Ilmin nasabiyah wa qawa iduhu wa qinayatul arabiyah “     (الْمَدْخَل الَى عِلْمِ النَّسَبيةِ وَقَوَاعِدُهُ وَغِنَايَةُىعَرَبِيَّةِ)

  yang dalam kitab tersebut dinyatakan bahwa “Saadah al Uraydhy di Syam atau Suriah bahwa mereka menetapkan kesahihan Nasab Silsilah Ba’alawy, Hal ini dilakukan tahun 521 H dimasa  Sayyid Ali Qasam” masih hidup.


Bacaan  :

Artikel “Nasab AHLU-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin   https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html

Artikel “Ali Khali' Qasam” dari Wikipedia bahasa Indonesia ensiklopedia bebas https://id.wikipedia.org/wiki/Ali_Khali%27_Qasam



16. Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Mirbath (w. 556H/1161M)

Yang pertama kali dijuluki 'shahib marbat' adalah al-Imam Waliyullah Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir. Soal gelar 'Shahib Mirbat' , karena beliau bermukim di suatu tempat yang disebut Mirbat di Dhafar setelah pindah dari Tarim. 
Sedangkan kata shahib yang sinonimnya kata 'maula' berarti seseorang yang bermukim atau berkuasa di suatu tempat. Waliyullah asy-syaikh al-Imam Muhammad Shahib Marbat dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 4 orang anak laki-laki. Masing-masing bernama Abdullah, Ahmad, Alwi dan Ali. Abdullah dan Ahmad tidak menurunkan keturunan beliau. 
Sedangkan Alwi dan Ali yang menurunkan keturunan beliau (akan dijelaskan lebih lanjut). Sebagaimana disebut oleh penulis buku al-Masyra' al-Rawy, Sayyid Muhammad bin Ali adalah Syaikh Masyayikhil Islam (guru besar luar biasa ilmu agama Islam) dan 'Ilmul-'Ulama al-A'lam (Ilmunya kaum ulama kenamaan).
Selanjutnya penulis buku tersebut mengatakan: " Seorang ulama ahli syariat dan thariqat dan guru besar terkemuka bagi kaum penghayat ilmu hakikat, ahli fiqih dan mufti negeri Yaman, seorang penasihat berbagai cabang ilmu dan pengetahuan agama di negeri itu …". Menyusul kemudian dua orang putera Sayyid Muhammad bin Ali yang pertama ialah Ali, ayah al-Ustadz al-A'dham al-Faqih al-Muqaddam dan yang kedua ialah Alwi, yang terkenal dengan sebutan 'Ammul al-Faqih al-Muqaddam. Dua orang itulah yang menjadi pangkal keturunan semua Sayyid kaum Alawiyin. 

Muhammad Shahib Mirbath adalah Ulama besar yang berasal dari Hadramaut, Yaman pada abad ke-12 Masihi. Nama lengkapnya ialah al-Imam Waliyullah Muhammad bin Ali Khali' Qasam bin Alwi ats-Tsani bin Muhammad bin Alwi al-Awwal bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir. Gelaran Shahib Mirbath diberikan kerana beliau bermukim dan bermastautin di suatu tempat yang disebut Mirbath di Dhafar, setelah berpindah dari Tarim. Kata shahib yang bersinonim dengan kata maula, bererti seseorang yang bermukim atau berkuasa di suatu tempat. Waliyullah al-Imam Muhammad Shahib Mirbath diperkirakan wafat di Mirbath pada tahun 556 Hijriah (1161 M)

Sebagaimana yang disebut oleh penulis buku al-Masyra' al-Rawy, Sayyid Muhammad bin Ali adalah Syaikh Masyayikhil Islam (guru besar ilmu agama Islam) dan Ilmul-'Ulama al-A'lam (ilmunya kaum Ulama kenamaan). Penulis tersebut juga menyatakan bahawa Syeikh Sahib Mirbath adalah "Seorang Ulama ahli syariat dan tarekat dan guru besar terkemuka bagi kaum penghayat ilmu hakikat, ahli fiqh dan mufti negeri Yaman, seorang penasihat dalam berbagai cabang ilmu dan pengetahuan agama di negeri itu …"

Keturunan

Syeikh Muhammad Shahib Mirbath dilahirkan di kota Tarim, Yaman. Beliau telah dikurniai empat orang anak lelaki, iaitu   :

  1. Abdullah, tidak menurunkan keturunan
  2. Ahmad, tidak menurunkan keturunan
  3. Alwi dan 
  4. Ali. 

Abdullah dan Ahmad tidak menurunkan keturunan, sedangkan Alwi dan Ali menjadi cikal-bakal keturunan para Sayyid dari kaum Alawiyyin (Habaib), termasuk yang berada di kawasan Asia Tenggara.

Dua orang putera Sayyid Muhammad bin Ali yang yang menjadi pangkal keturunan kepada semua golongan Sayyid kaum Alawiyin ialah: 

  1. Ali
  2. Muhammad, yang bergelar al-A'dham al-Faqih al-Muqaddam
  3. Alwi Ami al-Faqih, yang terkenal dengan sebutan `Ammul al-Faqih al-Muqaddam.
  4. Abdulmalik
  5. Abdullah
  6. Ali
  7. Abdurrahman
  8. Ahmad

Keturunannya di Indonesia

Di Indonesia, banyak para kyai pesantren yang dianggap merupakan keturunan kepada Syeikh Shahib Mirbath melalui jalur keturunan para Walisongo. Sedangkan para keturunannya dari kaum Alawiyin yang memakai gelaran Syarif, Sayyid, Syeikh, Sidi, Habib, Wan dan lain-lain banyak pula yang menjadi ketua agama Islam yang terkenal dan Raja-Raja di berbagai kerajaan Islam di Nusantara


Bacaan  :

Artikel “Muhammad Shahib Mirbath”  dari pada Wikipedia, ensiklopedia bebas. https://ms.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Shahib_Mirbath

Artikel “Nasab AHLU-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin   https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html


Alwi (Ammu al-Faqih)

Waliyullah asy-syaik al-Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbat dijuluki 'Ammi al-Faqih' karena beliau adalah paman dari waliyullah al-Ustadz al-Mu'adzom Muhammad al-Faqih al-Muqaddam (satu-satunya anak lelaki dari Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbad). Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbad dilahirkan di kota Tarim. Dikaruniai 4 orang anak lelaki, masing-masing bernama:
1. Abdul Malik, yang keturunannya hanya berada di India dikenal dengan al-Azhamat Khan, yang menurunkan leluhur Wali Songo di Indonesia.
2. Abdullah
3. Abdurahman.
4. Ahmad.
Waliyullah Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbad wafat di kota Tarim pada th r6Re3 Hijriyah.


NASAB KHADRATU SYEKH HASYIM AS'ARI
  :
الشيخ هاشم اشعارى بن الشيخ اشعارى بن ابو شروانى بن عبد االوحيد بن عبد الحليم بن عبد الرحمن () بن عبد الحليم () بن عبد الرحمن(جاكا تغكير) بن عين اليقين (اى سونان غيري) بن مولانا اسحق بن جمال الدين الحسينى (اى مولانا اكبر) بن اجمد شاح جلال (جلال الدين خان) بن عبد الله عظمات خان بن عبد الملك بن علوى عام لفقيه بن محمد صاحب مرباط 


9.SUNAN GUNUNG JATI
Suanan GUNUNGJATI juga merupakan keturunan Nabi Muhammad. Berikut adalah silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasabnya,

شريف هداية الله (اى سونان غونوغ جاتى) بن شريف عبد الله بن علي   نورالدين (اى علي نورالعالم) بن جمال الدين الحسينى (اى مولانا اكبر) بن اجمد شاح جلال (جلال الدين خان) بن عبد الله عظمات خان بن عبد الملك بن علوى عام الفقيه بن محمد صاحب مرباط

8.SUNAN  MURIYA  (PUTRA SUNAN GUNUNG JATI)
Suanan MURIYA juga merupakan keturunan Nabi Muhammad. Berikut adalah silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasabnya,

رادين عمر سيد (اى سونان مورياء) بن رادين شهيد (اى سونان كالى جاغا) بن رادين احمد شَهورى ( (Tumanggung Hariyo Wilatikta Tuban)) بن االشيخ سوباقير (اى محمد الباقر او اى منصور) بن علي   نورالدين (اى علي نورالعالم) بن جمال الدين الحسينى (اكبر) بن اجمد شاح جلال (جلال الدين خان) بن عبد الله عظمات خان بن عبد الملك بن علوى عام الفقيه بن محمد صاحب مرباط

7.SUNAN KUDUS
Suanan KUDUS juga merupakan keturunan Nabi Muhammad. Berikut adalah silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasabnya,

جعفر صادق وفات 1550هج (اى سونان قدّوْس) بن عثمان حاجى (اى سونان اًوْدونْك) فضَالْ علي مرتضى بن ابراهيم زين الدين سمرقند بن جمال الدين الحسينى (اى مولانا اكبر) بن اجمد شاح جلال (جلال الدين خان) بن عبد الله عظمات خان بن عبد الملك بن علوى عام لفقيه بن محمد صاحب مرباط

6.SUNAN DERAJAT (PUTRA SUNAN AMPEL)
Suanan DERAJAT juga merupakan keturunan Nabi Muhammad. Berikut adalah silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasabnya,

رادين قاسم (اى سونان درجات) بن رادين رحمات (اى سونان امفيل) بن ابراهيم زين الدين اكبر بن جمال الدين الحسينى (اى مولانا اكبر) بن اجمد شاح جلال (جلال الدين خان) بن عبد الله عظمات خان بن عبد الملك بن علوى عام لفقيه بن محمد صاحب مرباط


5.SUNAN GIRI
Suanan GIRI juga merupakan keturunan Nabi Muhammad. Berikut adalah silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasabnya,

عين اليقين (اى سونان غيري) بن مولانا اسحق بن جمال الدين الحسينى (اى مولانا اكبر) بن اجمد شاح جلال (جلال الدين خان) بن عبد الله عظمات خان بن عبد الملك بن علوى عام لفقيه بن محمد صاحب مرباط 

4. SUNAN KALIJAGA

Sunan Kalijaga, juga dikenal sebagai Raden Syahid atau Syekh Malaya, adalah putra dari Raden Ahmad Syahuri Tumenggung Hariyo Wilwatikta, yang merupakan seorang Muslim dan menjadi bupati Tuban, dan Dewi Nawangrum.
Sunan Kalijaga adalah salah satu wali asli Jawa. Sebutan "Kalijaga" diyakini berasal dari rangkaian bahasa Arab "qadi zaka," yang berarti "pelaksana" dan "membersihkan."
Menurut kepercayaan Jawa, kata "qadizaka" dikaitkan dengan "Kalijaga," yang berarti pemimpin atau pelaksana yang menegakkan kesucian atau kebersihan.
Sunan Kalijaga meninggal pada pertengahan abad ke-15, dan makamnya terletak di desa Kadilangu, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Suanan Kalijaga juga merupakan keturunan Nabi Muhammad. Berikut adalah silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasabnya,

رادين شهيد (اى سونان كالى جاغا) بن رادين احمد شَهورى ( (Tumanggung Hariyo Wilatikta)) بن االشيخ سوباقير (اى محمد الباقر او اى منصور) بن علي نورالدين (اى علي نورالعالم) بن جمال الدين الحسينى (اكبر) بن اجمد شاح جلال (جلال الدين خان) بن عبد الله عظمات خان بن عبد الملك بن علوى عام الفقيه بن محمد صاحب مرباط



3. SUNAN BUNANG (PUTRA SUNAN AMPEL)

Suanan BUNANG juga merupakan keturunan Nabi Muhammad. Berikut adalah silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasabnya,

السيد مخدوم ابراهيم (اى سونان بوناغ) رادين رحْمًات بن ابراهيم زين الدين اكبر سمرقند بن جمال الدين الحسينى (اى مولانا اكبر) بن اجمد شاح جلال (جلال الدين خان) بن عبد الله عظمات خان بن عبد الملك بن علوى عام لفقيه بن محمد صاحب مرباط




. 2. SUNAN AMPEL

Raden Rahmat merupakan keturunan dari Raja Champa, putra cucu dari Raja Champa. Ayahnya, Ibrahim As-Samarkandi, menikah dengan Puteri Raja Champa bernama Dewi Candra Wulan. Raden Rahmat langsung pergi ke tanah Jawa, tepatnya ke Majapahit, karena bibinya, Dewi Dwara Wati, menjadi istri Raja Brawijaya yang sangat dicintainya.
Raden Rahmat berhenti di Tuban dan di sana ia berkenalan dengan dua tokoh masyarakat, yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, yang kemudian mereka beserta keluarga memeluk agama Islam. Dengan masuknya Islam oleh Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, upaya Sunan Ampel dalam mendekati masyarakat dan menyebarkan dakwah Islam menjadi lebih mudah. Secara perlahan, mereka mengajarkan konsep Tauhid dan tata cara beribadah.
Sunan Ampel meninggal pada tahun 1406 M dan dimakamkan di Kompleks Masjid Ampel, Surabaya. Hingga saat ini, makamnya banyak dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah di seluruh Indonesia

Raden Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 dan dimakamkan di Tuban,) adalah putra Sunan Ampel dan Dewi Candrawati.
Sunan Drajat memiliki nama asli Raden Qasim adalah putra Sunan Ampel dari istri kedua yang bernama Dewi Candrawati. Raden Qasim memiliki enam saudara seayah-seibu, antara lain Siti Syareat (istri R. Usman Haji), Siti Mutma'innah (istri R. Muhsin), Siti Sofiah (istri R. Ahmad, Sunan Malaka), dan Raden Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang).
Selain itu, ia memiliki dua saudara seayah dari ibunya, yaitu Dewi Murtasiyah (istri R. Fatah) dan Dewi Murtasimah (istri Sunan Giri). Sedangkan istri Sunan Drajad adalah Dewi Shofiyah, putri Sunan Gunung Jati.

Suanan ِAMPEL juga merupakan keturunan Nabi Muhammad. Berikut adalah silsilahWali Songo yang menunjukkan nasabnya,

علي رحمة الله (اى سونان امفيل) بن ابراهيم  زين الدين سمرقند بن جمال الدين الحسينى (اى مولانا اكبر) بن اجمد شاح جلال (جلال الدين خان) بن عبد الله عظمات خان بن عبد الملك بن علوى عام لفقيه بن محمد صاحب مرباط



1. SUNAN GRESIK


Terjadi perbedaan pendapat mengenai asal-usul Syaikh Maulana Malik Ibrahim, dengan satu pendapat menyatakan bahwa ia berasal dari Turki dan pendapat lainnya menyebutkan bahwa ia berasal dari Kashan, sebuah tempat di Persia (Iran), seperti yang tercatat dalam prasasti di makamnya.

Syaikh Maulana Malik Ibrahim adalah seorang ahli tata negara yang menjadi penasihat raja, guru bagi para pangeran, dan juga dermawan bagi fakir miskin. Menurut Babad ing Gresik, ia datang ke Gresik bersama dengan kawan-kawan dekatnya dan tiba pada tahun 1293/1371 M.

Ia juga dikenal sebagai Sunan Gresik dan menetap di Gresik untuk menyebarkan ajaran Islam hingga akhir hayatnya pada tanggal 12 Rabiul Awwal 822 H, yang bersamaan dengan tanggal 8 April 1419 M. Ia dimakamkan di desa Gapura, kota Gresik.

Syaikh Maulana Malik Ibrahim merupakan keturunan dari Ali Zainal Abidin, cucu Nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasab Syaikh Maulana Malik Ibrahim hingga Nabi Muhammad SAW.

Suanan GRESIK juga merupakan keturunan Nabi Muhammad. Berikut adalah silsilah Wali Songo yang menunjukkan nasabnya,


مولانا مالك ابراهيم (اى سونان غَرْسيق) بن  بركات زين العالم بن جمال الدين الحسينى (اى مولانا اكبر) بن اجمد شاح جلال (جلال الدين خان) بن عبد الله عظمات خان بن عبد الملك بن علوى عام لفقيه بن محمد صاحب مرباط




Aal BAHASYIM

Mereka adalah anak cucu dari al-Habib Hasyim bin Abdullah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Ba Hasyim adalah gelar yang diambil dari nama datuk mereka Hasyim bin Abdullah bin Ahmad. Setiap orang dari keturunannya disebut Ba Hasyim.

NASAB Habib BASIRIH adalah sebagai berikut: Hamid bin Abbas bin Abdullah bin Husain bin Awad bin Umar bin Ahmad bin Syekh bin Ahmad bin Abdullah bin Aqil bin Alwi bin Muhammad bin Hasyim bin Abdullah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad Al-Faqih bin Abdurrahman bin Alwi Umul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath

Referensi

  1. Artikel “Habib Hamid bin Abbas Bahasyim Kalimantan” From Wiki Aswaja //  http://wiki.laduni.id/Habib_Hamid_bin_Abbas_Bahasyim_Kalimantan
  2. Artikel “Silsilah Sunan Kudus, Salah Satu Wali Songo yang Mendapat Gelar Raden/ https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/silsilah-sunan-kudus-salah-satu-wali-songo-yang-mendapat-gelar-raden-20AGJJLjZud/full

  3. Artikel “Nama Asli Sunan Ampel adalah Raden Rahmat, Berikut Silsilah Keturunannya” /https://www.liputan6.com/hot/read/5261226/nama-asli-sunan-ampel-adalah-raden-rahmat-berikut-silsilah-keturunannya?page=2




1
7. Ali Bin Muhammad Shahib Mirbath.

Imam Ali bin Muhammad lahir di Tarim dan dibesarkan disana. Beliau ialah ayah dari Imam Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang mempunyai kemuliaan, kedermawanan, selalu mengikuti jalan para ulama Alawiyin sehingga para salafus salihin berkata beliau adalah mataharinya kaum ahlul yakin dan bulannya kaum mujtahidin.

Imam Ali bin Muhammad dididik oleh ayahnya dan para ulama mujtahidin zamannya. Beliau seorang yang sangat taat dalam beribadah, baik shalat, puasa dan bersedekah, mempunyai akhlaq yang mulia, tawadhu', qana'ah.

Waliyullah Asy-syaikh al-Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbad dilahirkan di Tarim Hadramaut. Beliau dikenal dengan Sayyidina Ali Walidul Faqih dan Beliau hanya dikaruniai seorang anak lelaki  an. 

  1. Muhammad al-Faqih al-Muqaddam

Kemudian dari anak lelaki Beliau tersebut yaitu al-Ustadz al-Mu'adzom Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Dari satu-satunya anak lelaki beliau tersebut dapat menurunkan keturunan beliau sebanyak kurang lebih 75 leluhur Alawiyin.

Beliau adalah seorang imam yang penuh dengan kezuhudan. Beliau adalah seorang yang alim dan menjalani kehidupannya sebagai seorang sufi. Beliau banyak dikaruniai asrar dan ahwal, sehingga muncul pada diri beliau karomah-karomah. Selain itu beliau juga adalah seorang yang pemurah dan dermawan. Kehidupan beliau penuh dengan akhlak yang luhur. Sifat tawadhu selalu menghiasi diri beliau.

Beliau dilahirkan di kota Tarim dan dibesarkan disana. Beliau mengambil ilmu langsung dari ayahnya. Selain itu, beliau juga mengambil ilmu dari Asy-Syeikh Salim Bafadhal, As-Sayyid Salim bin Bashri, Asy-Syeikh Ali bin Ibrahim Al-Khatib, dan lain-lain. ulama lainnya seperti Asy-Syeikh Muhammad bin Ali (yang disemayamkan di kota Sihr), Asy-Syeikh Al-Imam Ali bin Abdullah Adh-Dhafariyyin, Asy-Syeikh Ali bin Ahmad Bamarwan, Al-Qadhi Ahmad bin Muhammad Ba’isa, Asy-Syeikh Ali bin Muhammad Al-Khatib.

Waliyullah Asy-syaikh al-Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbad dilahirkan di Tarim Hadramaut. Beliau hanya dikarunia seorang anak lelaki yaitu al-Ustadz al-Mu'adzom Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Dari satu-satunya anak lelaki beliau tersebut dapat menurunkan keturunan beliau sebanyak kurang lebih 75 leluhur Alawiyin. Waliyullah Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbad wafat di kota Tarim pada tahun 593 hijriah.

Bacaan  :

Artikel  “Manaqib Al Imam Ali Bin Muhammad Shahib Mirbath’ https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2013/10/manaqib-al-imam-ali-bin-muhammad-shahib.html

Artikel “Nasab AHLU-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin   https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html



18. Muhammad Bin Ali (al-Faqih al-Muqaddam)

Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad (574-653H(1232M)

Muhammad al-A'dham al-Faqih al-Muqaddam telah dilahirkan pada tahun 574 Hijrah di Tarim sebuah kota di lembah Hadramaut, Yaman. Beliau adalah putera tunggal kepada Ali bin Muhammad Shahib Mirbath yang menurunkan 75 leluhur kaum Alawiyin dan sesepuh semua kaum Alawiyin yang berada di Asia Tenggara. Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, meninggal dunia di kota Tarim pada tahun 653 Hijriah (1232 Masihi)

Gelaran

Gelaran al-Faqih diberikan kerana beliau adalah seorang guru besar yang menguasai banyak sekali ilmu-ilmu agama diantaranya ilmu fiqh. Salah seorang guru beliau, Ali Bamarwan mengatakan, bahawa beliau menguasai ilmu fiqh sebagaimana yang telah dikuasai oleh seorang Ulama besar iaitu al-Allamah Muhammad bin Hasan bin Furak al-Syafi'i' yang meninggal dunia pada tahun 406 Hijrah.

Sedangkan gelaran al-Muqaddam berasal dari kata Qadam yang bererti lebih diutamakan, dalam hal ini Waliullah Muhammad bin Ali sewaktu hidupnya selalu diutamakan sehinggalah setelah beliau meninggal dunia di maqamnya yang berada di Zanbal Tarim. Maqam tersebut sering diziarahi oleh kaum muslimin sebelum menziarahi Maqam Waliullah yang lain.

Keilmuan

Sayyid Muhammad bin Ali yang terkenal dengan nama al-Faqih al-Muqaddam ialah sesepuh kepada semua kaum Alawiyin. Beliau ialah seorang penghafaz Al-Quran dan selalu sibuk menuntut berbagai macam cabang ilmu pengetahuan agama hingga mencapai peringkat sebagai seorang mujtahid mutlak.[1]

Mengenai Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, Sayyid Idrus bin Umar al-Habsyi dalam kitabnya Iqdul Yawaqiet al-Jauhariyah telah mengatakan: " Dari keistimewaan yang ada pada Sayyidina al-Faqih al-Muqaddam adalah tidak suka menonjolkan diri, lahir dan batinnya dalam kejernihan yang ma'qul (semua karya pemikiran) dan penghimpun kebenaran yang manqul (nas-nas Alquran dan Sunnah).[1]

Penulis buku al-Masyra' al-Rawy berkata: "Beliau adalah seorang mustanbith al-furu' min al-ushul (ahli merumuskan cabang-cabang hukum syarak yang digali dari pokok-pokok ilmu fiqh. Beliau adalah Syaikh Syuyukh al-syari'ah (mahaguru ilmu syari'ah) dan seorang Imam ahli hakikat, Murakiz Dairah al-Wilayah al-Rabbaniyah, Qudwah al-'Ulama al-Muhaqqiqin (panutan para Ulama ahli ilmu hakikat),Taj al-A'imah al-'Arifin (mahkota para Imam ahli ma'rifat) dan dalam segala kesempurnaannya beliau berteladan kepada Amir al-Mukminin (Imam Ali bin Abi Thalib). Thariqahnya adalah kefakiran yang hakiki dan kema'rifatan yang fitrah

Keturunan   Muhammad al-Faqih Muqaddam memiliki 5 orang putera iaitu:

  1. Alwi al-Ghuyur, meninggal dunia pada tahun 669 Hijrah.
  2. Ali, meninggal dunia pada tahun 673 H.
  3. Ahmad, meninggal dunia pada tahun 706 H.
  4. Abdullah
  5. Abdurrahman

Adapun Yang pertama kali dijuluki 'al-Faqih al-Muqaddam' adalah waliyullah Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Marbad. Soal gelar yang disandangnya, karena waliyullah Muhammad bin Ali seorang guru besar yang menguasai banyak sekali ilmu-ilmu agama diantaranya ilmu fiqih. Salah seorang guru beliau Ali Bamarwan mengatakan, bahwa beliau menguasai ilmu fiqih sebagaimana yang dikuasai seorang ulama besar yaitu al-Allamah Muhammad bin Hasan bin Furak al-Syafi'i', wafat tahun 406 Hijriah. Sedangkan gelar al-Muqaddam di depan gelar al-Faqih yang berasal dari kata Qadam yang berarti lebih diutamakan, dalam hal ini waliyullah Muhammad bin Ali sewaktu hidupnya selalu diutamakan sampai setelah beliau wafat maqamnya yang berada di Zanbal Tarim sering diziarahi kaum muslimin sebelum menziarahi maqam waliyullah lainnya.Waliyullah Muhammad bin Ali dilahirkan di kota Tarim, beliau anak laki satu-satunya dari Imam Ali bin Muhammad Shahib Marbad yang menurunkan 75 leluhur kaum Alawiyin, sedangkan Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbad menurunkan 16 leluhur Alawiyin. Sayyid Muhammad bin Ali yang terkenal dengan nama al-Faqih al-Muqaddam ialah sesepuh semua kaum Alawiyin. Beliau dilahirkan pada tahun 574 H di Tarim. Beliau seorang yang hafal al-quran dan selalu sibuk menuntut berbagai macam cabang ilmu pengetahuan agama hingga mencapai tingkat sebagai mujtahid mutlak. Mengenai Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, Sayyid Idrus bin Umar al-Habsyi dalam kitabnya Iqdul Yawaqiet al-Jauhariyah mengatakan: " Dari keistimewaan yang ada pada Sayyidina al-Faqih al-Muqaddam adalah tidak suka menonjolkan diri, lahir dan batinnya dalam kejernihan yang ma'qul (semua karya pemikiran) dan penghimpun kebenaran yang manqul (nash-nash Alquran dan Sunnah). Penulis buku al-Masyra' al-Rawy berkata: "Beliau adalah seorang mustanbith al-furu' min al-ushul (ahli merumuskan cabang-cabang hukum syara' yang digali dari pokok-pokok ilmu fiqih. Ia adalah Syaikh Syuyukh al-syari'ah (mahaguru ilmu syari'ah) dan seorang Imam ahli hakikat, Murakiz Dairah al-Wilayah al-Rabbaniyah, Qudwah al-'Ulama al-Muhaqqiqin (panutan para ulama ahli ilmu hakikat),Taj al-A'imah al-'Arifin (mahkota para Imam ahli ma'rifat) dan dalam segala kesempurnaannya beliau berteladan kepada Amir al-Mukminin (Imam Ali bin Abi Thalib). Thariqahnya adalah kefakiran yang hakiki dan kema'rifatan yang fitrah." Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, wafat di kota Tarim tahun 653 hijriah.

 Bacaan  :

Artikel ”Muhammad al-Faqih Muqaddam” Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas. ttps://ms.wikipedia.org/wiki/Muhammad_al-Faqih_Muqaddam

-BAIT Nabi dari Keluarga Alawiyin   https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/nasab-ahlu-bait-nabi-dari-keluarga.html


19. Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur (w.669 H)

 Sayyid Alwi Al-Ghuyur dilahirkan di Tarim, Hadramaut, pada abad ke enam Hijriah. Ayah beliau adalah Sayyid Muhammad Al-Faqih Mugaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath. Ibunda beliau adalah Sayyidah Zainab,yang dijuluki Ummul Fuqara, putri Sayyid Ahmad bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khala’ Ghasam.

Salah seorang di antaranya ialah Al - Imam Alwi bin Al – Faqih al – Muqaddam, yang mendapat julukan Al-Ghuyur, yang berarti “ dicemburui “. Julukan itu diberikan kepadanya karena, ketika itu, tidak seorang pun dari keluarga Bani Alawy di zamannya yang bernama Alwi. Sehingga ketika ia dinamai Alwi; dan itu merupakan suatu kehormatan; banyak orang cemburu kepadanya. Ketika itu, jika ada yang yang berniat memberi nama Alwi kepada seorang anak, dan biasanya urung, memilih nama lain. Barangkali juga lantaran ilmu agamanya yang sangat tinggi, sehingga banyak orang “cemburu”, dalam arti positif, kepadanya.

Riwayat KeluargaImam Alwi bin Muhammad mempunyai wilayah/kekuasaan mutlak yang diberikan oleh Allah swt. Allah telah mengangkat derajatnya dengan memiliki rahasia ketuhanan dan alam barzah, mengetahui kesengsaraan dan kebahagiaan seseorang, sehingga beliau berkata: "Kedudukanku adalah sama dengan kedudukan al-Junaid". al-Junaid adalah seorang pemimpin kaum sufi. Pada suatu hari ayahnya berkata kepadanya dan ketika itu ia masih kecil: "Engkau mengetahui segala kesusahan dan kebahagiaan, maka bacalah apa yang ada di keningku. Maka dibacanya sesuatu yang mengandung kebahagiaan dan diberitahukan kepada ayahnya".

SANAD ILMU DAN PENDIDIKAN

Imam Alwi bin Muhammad lahir di Tarim, beliau dibesarkan dan dididik dalam asuhan ayahandanya. Beliau mendapat pendidikan langsung, mengenai berbagai pengetahuan agama, sejak kecil beliau sudah hafal Al-qur’an. Bahkan sejak muda beliau sudah mempelajari tarekat. Itulah sebabnya, dia juga ahli zuhud, wali yang mempunyai maqam tinggi dan karamah yang luar biasa.

Suatu hari, ayahandanya, Muhammad Al-Faqih Mugaddam, memuji dan memberikan isyarat bahwa pada suatu saat nanti anaknya akan menjadi seorang wali yang agung. Dan menurut para ulama, rahasia keilmuan ayahandanya pindah ke dalam pribadi anaknya.

Ketika saudaranya Syaikh Abdullah bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam wafat, kepada beliau Rasulullah memberinya baju dan memerintahkan untuk memakaikannya sebagai kafan kepada saudaranya. Maka dipakaikannya baju tersebut kepada Syaikh Abdullah dan berkata: "Sesungguhnya saudaraku Abdullah adalah seorang wali quthub pada zamannya". Syaikh Abdullah bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam wafat pada malam Senin dua puluh Zulqoidah tahun 662 hijriyah. Beliau tidak mempunyai keturunan kecuali anaknya Muhammad An-nuqo'i dan Fathimah (ibu dari Syaikh Ahmad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam). Muhammad An-nuqo'i ialah seorang waliyullah, beliau sering bertemu dengan nabi Khiddir as. Karena rasa takutnya kepada Allah swt beliau sering tidak sadar dan jatuh ke tanah

Riwayat Keluarga

Dari pernikahannya Sayyid Alwi Al-Ghuyur bin Muhammad Al-Faqih Mugaddam dengan Sayyidah Fatimah binti Ahmad bin Alwi Ammul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath dikaruniai dua anak laki-laki, yaitu

  1. Sayyid Ali Shohibud Dark
  2. Sayyid Abdullah

Wafat

Sayyid  Alwi Al-Ghuyur bin Muhammad Al-Faqih Mugaddam wafat pada hari jum’at 12 Zulkaidah 669 H / 1271 M. Jasad beliau disemayamkan di makam Zanbal, Tarim, disebelah timur makam ayahandanya.

Bacaan referensi

Artikel “Biografi Sayyid Alwi Al-Ghuyur bin Muhammad Al-Faqih Mugaddam bin Ali” https://www.laduni.id/post/read/81042/biografi-sayyid-alwi-al-ghuyur-bin-muhammad-al-faqih-mugaddam-bin-ali

Artikel “Imam Alwi Al - Ghuyur bin Al - Faqih Al - Muqaddam Muhammad bin Ali Ra” https://www.facebook.com/ibnAliAlaydrus/photos/imam-alwi-al-ghuyur-bin-al-faqih-al-muqaddam-muhammad-bin-ali-ranasab-al-imam-al/101535  diposting 25 Des 2015


20. Syekh Ali (Shahibud Dark) w. Rabu 17 Rajab 709H /1289M 

Beliau adalah Al-Imam Ali bin Alwi Al-Ghuyur bin Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa, dan terus bersambung nasabnya sampai Rasulullah SAW. Beliau dijuluki dengan Shahibud Dark (orang yang sampai pada maqam dapat memberikan pertolongan kepada orang lain).

Beliau adalah seorang imam, guru besar dan wali yang terkenal. Beliau adalah orang yang mahbub (dicintai) di sisi Allah. Ibu beliau adalah seorang syarifah, yaitu Sayyidah Fatimah binti Ahmad bin Alwi bin Muhammad Shahib Mirbath.

Beliau, Al-Imam Ali Shahibud Dark, adalah termasuk orang-orang yang yang diberikan kekhususan. Beliau seorang ‘arif billah dan qutub. Beliau seorang yang kuat dalam ber-mujahadah dan suka menyendiri dalam ber-muwajahah kepada Allah. Diri beliau adalah merupakan sosok teladan bagi para muridin dan arifin.

Beliau dibesarkan dalam didikan ayahnya. Beliau juga sempat hidup dengan kakeknya, Al-Faqih Al-Muqaddam, ketika masih kecil. Dari keduanya, beliau mendapatkan banyak nafahat.

Suatu ketika saat berada di Mekkah, beliau berdoa kepada Allah agar diberikan seorang anak yang sholeh. Spontan setelah itu terdengar suara, “Doamu telah dikabulkan oleh Allah. Maka kembalilah engkau ke negerimu.” Beliau pun kembali ke Tarim. Namun beliau masih berlambat-lambat dalam menikah. Suatu ketika beliau berada di salah satu masjid di kota Tarim sedang berdoa. Saat beliau hanyut dalam doanya dan ruhnya naik keatas langit, beliau mendapat kabar gembira dengan akan diberikannya seorang anak yang sholeh. Beliau lalu berkata, “Saya ingin melihat tandanya.” Lalu beliau diberi 2 lembar kertas, sambil dikatakan kepada beliau, “Taruhlah salah satu kertas itu diatas mata seorang wanita yang berada di dekatmu, maka ia akan segera dapat melihat.” Dan memang di dekat beliau ada seorang wanita yang buta. Beliau pun lalu menaruh salah satu kertas tersebut diatas matanya dan spontan wanita itu dapat melihat kembali. Beliau pun kemudian menikah dengan wanita tersebut dan memperoleh seorang anak yang sholeh yang bernama Muhammad.

Beliau, Al-Imam Ali Shahibud Dark, banyak mempunyai karomah dan keajaiban. Beliau adalah orang yang suka ber-khalwah (menyendiri) dan ber-zuhud terhadap dunia. Beliau sering berziarah ke makam Nabiyallah Hud di bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan.

Muhammad bin Abu As-Su’ud pernah berkata,

“Suatu ketika beliau mendapatkan harta. Lalu aku mendengar beliau berkata, ‘Ali bin Alwi dan dunia…Ya Allah, jauhkan aku darinya, atau jauhkan ia dariku.’ Beliau meninggal 3 bulan setelah itu.”

As-Syeikh Ibrahim bin Abu Qusyair berkata,

“Aku bermimpi bertemu dengan Asy-Syeikh Ali bin Alwi, lalu aku bertanya, ‘Bagaimana Allah memperlakukanmu?. Beliau menjawab, ‘Sesuatu apapun tak dapat membahayakan orang yang mahbub (dicintai).’

Beliau meninggal pada hari Rabu, 17 Rajab 709 H. Beliau meninggalkan seorang isteri dan seorang putra dan 6 putri yang Kesemuanya berasal dari seorang ibu yang bernama Fatimah bin Sa’ad Balaits.  yang masing-masing bernama :

  1. Muhammad Maulad Dawilah,
  2. Maryam, 
  3. Khadijah, 
  4. Zainab, 
  5. Aisyah, 
  6. Bahiyah dan 
  7. Maniyah. 

Manakib Al-Imam Ali Shahibud Dark

Beliau adalah seorang waliyullah yang lahir di Tarim, Hadramaut, beliau ulama besar yang menafikan kehidupan dunia, waktunya lebih banyak dimanfaatkan untuk menyendiri (khalwat) dan hidup sebagai seorang zahid, seperti ulama-ulama besar lainnya beliau juga sering berziarah kemaqam Nabi Hud as di bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan, tiada lain untuk menambah kedekatan (taqarrub) kepada Allah SWT, selama berkhalwat ibadah yang paling beliau tunaikan adalah memperbanyak amal kebajikan, terutama shalat sunnah dan wirid.

Imam Ali Shahibud-Dark atau Imam Ali bin Alwi Al-Ghuyur bin Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa dan seterusnya, nasabnya bersambung sampai Rasulullah SAW, beliau di juluki Shahibud-Dark karena suka membantu dan menolong sesama.

Beliau juga dikenal sebagai guru besar bagi para ulama di Hadramaut, sehingga menjadi seorang wali yang mahbub, dicintai Allah. Beliau juga termasuk seorang waliyullah dengan posisi ‘Arif Billah dan Quthub, sosok keteladanan bagi para murudin (pengikut tarekat) dan ‘arifin (para ulama dan cendikiawan).

Sejak kanak-kanak beliau mendapat pendidikan agama dari ayahandanya, Syaikh Alwi Al-Ghuyur dan pada usia sembilan tahun sudah hafal Al-Qur’an, beliau juga sempat mengaji kepada kakeknya Al-Faqih Al-Muqaddam. Dari ayahanda dan kakeknya beliau mendapat banyak keutaman terutama ilmu hikmah dan tasawuf, setelah dewasa wajah dan pandangan matanya sejuk. Salah satu karamahnya ialah firasat yang tajam dan doanya yang mustajab.

Di usia dewasa ketika menunaikan ibadah haji terlihat berbagai karamah dan keutamaan-keutamaannya. Saat berangkat ke Makkah beliau banyak ditemani kawan-kawannya yang selalu minta di doakan. Dan setiap doanya makbul, sehingga kawan-kawannya selalu mengikutinya. Di tanah suci beliau berdoa agar diberikan seorang anak yang sholeh padahal ketika itu beliau belum menikah. Setelah itu keluar suara ghaib, “doamu telah dikabulkan oleh Allah, maka kembalilah ke negerimu!”.

Beliau pun langsung pulang ke Tarim, namun tak langsung menikah, hingga suatu ketika beliau berdoa di sebuah Masjid di tarim. Saat itulah beliau hanyut dalam doa dan ruhnya terasa membumbung naik kelangit. Pada kondisi kekhusu’an dan kefanaan itulah beliau mendapat kabar gembira akan dikaruniai seorang anak shalih.

“Saya ingin melihat tanda-tandanya,” katanya dalam hati, seketika itu juga beliau mendapat dua kertas dan terdengarlah suara ghaib, “taruhlah salah satu kertas itu di atas mata seorang wanita di dekatmu, maka beliau akan segera dapat melihat”. Benar ternyata di dekatnya ada seorang wanita buta, beliau lalu menaruh salah satu kertas itu di atas matanya dan spontan wanita itu dapat melihat kembali, beliaupun kemudian menikah dengan wanita tersebut dan memperoleh seorang anak yang shalih yang bernama Muhammad Mawla Dawilah.

Suatu ketika beliau mendapat harta cukup banyak, tapi kemudian berdoa kepada Allah,”Ali bin Alwi dan dunia. Ya Allah jauhkan aku daripadanya, jauhkan dunia dariku.” Tiga bulan setelah itu tepat pada 9 Rajab 709 H/1289 M, beliau wafat dan jenazahnya dimakamkan di makam Zanbal, Tarim, Hadramaut. Beliau meninggalkan seorang putra Muhammad Mawla Dawilah dan enam putri : Maryam, Khadijah, Zainab, Aisyah, Bahiyah, dan Maniyah dari seorang ibu Sayyidah Fatimah binti Ahmad bin Alwi bin Muhammad Shahib Mirbath.

Suatu hari seorang ulama terkemuka dari Tarim, syaikh Ibrahim bin Abu Qusyair, menceritakan suatu malam pernah bermimpi berjumpa syaikh Ali bin Alwi . lalu beliau bertanya , “bagaimana Allah memperlakukanmu?” dalam mimpi itu syaikh Ali Bin Alwi menjawab : suatu apa pun tak dapat membahayakan orang yang mahbub (dicintai Allah),

Radhiyallohu anhu wa ardhahjumpa syaikh Ali bin Alwi . lalu beliau bertanya , “bagaimana Allah memperlakukanmu?” dalam mimpi itu syaikh Ali Bin Alwi menjawab : suatu apa pun tak dapat membahayakan orang yang mahbub (dicintai Allah),”.

bacaan…

 Artikel “Imam ‘Ali (shohibud-dark) bin ‘Alawiy Al-Ghuyur”https://alawiy.wordpress.com/manaqib/imam-ali-shohibud-dark-bin-alawiy-al-ghuyur/ [Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba’alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba’alawy

Artikel “Manakib Al-Imam Ali Shahibud Dark” majalah alkisah no.15/tahun IV/17-30 juli 2006 abdkadiralhamid@2012 https://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2012/09/al-imam-ali-shahibud-dark-imam-ali.html



21. Syekh Muhammad (Maula Ad-Dawilah wafat 765 H))

MAULA AL-DAWILAH

Beliau adalah waliyullah Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Diberi gelar Maula al-Dawilah karena beliau bermukim di dusun Yabhar dekat makam nabi Hud as, di bagian Timur Hadramaut. Waliyullah Muhammad Maula Dawilah bersama para pengikutnya membangun rumah di dusun tersebut. Maka dusun Yabhar yang awalnya sepi menjadi ramai. Dusun itu disebut al-Dawilah yang artinya dusun lama. Waliyullah Muhammad digelari Maula al-Dawilah artinya pemimpin dusun Dawilah. Puteranya yang bernama Abdurahman Assaqqaf membangun pula sebuah kota di dekatnya yang dinamakan Yabhar. Desa yang pertama disebut Yabhar lama sedangkan desa yang kedua disebut Yabhar baru. Selanjutnya nama Maula al-Dawilah dikhususkan untuk anak Muhammad Maula al-Dawilah selain Syaikh Abdurahman Assaqqaf yang mempunyai gelar khusus.
Waliyullah Ahmad Maula al-Dawilah dilahirkan di kota Yabhar. Dikaruniai 4 orang anak lelaki , yaitu  : 
  1. Abdurahman Assaqqaf, 
  2. Ali, 
  3. Abdullah dan 
  4. Alwi.
Waliyullah Muhammad Maula al-Dawilah wafat di Tarim tahun 765 Hijriyah.

SEJARAH ALHABIB MUHAMMAD MAULADAWILAH (AYAHNYA IMAM ABDURRAHMAN ASSEGAF)

Dari sini dikenal Fam Maulaadawilah, beliau Wali Quthb di zamannya dan beliau adalah anak dari Al Habib Al Imam Ali Sohibud Dark bin Imam Alwy Al Ghuyyur bin Al Faqih Al Muqoddam, Muhammad bin Ali Ba’alawy

Ayahanda Imam Muhammad Maulaadawilah adalah Imam Ali Shohibud Dark dan ibundanya bernama Fatimah binti Sa’ad Balayts, seorang perempuan dari salah satu kabilah Arab yang berasal dari kota Inat.

Alhabib Muhammad Maulaadawilah ini mempunyai saudara yang kesemuanya perempuan dan berjumlah 6 orang, mereka adalah :

1. Syarifah Alwiyah yang kemudian menjadi Istri dari Al Imam Abu bakar Al Wara’ bin Ahmad bin Sayyidina Al Faqih Al Muqaddam.

2. Syarifah Bahiyah yang kemudian menjadi Istri dari Al Imam Muhammad Asadullah bin Hasan At Turobi bin Ali bin Sayyidina Al Faqih Al Muqaddam.

3. Syarifah Khadijah yang kemudian menjadi Istri dari Al Imam Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammul Faqih (datuknya Al Imam Al Aladdad).

4. Syarifah Aisyah, Beliau adalah Ibu dari Al Imam Muhammad Jamalullail, Muqaddam Turbah Ghosam, Datuk Fam Jamalullail dan Mengeluarkan Fam/keluarga: Baharun, Al Qodrie, As serrey

5. Syarifah Zainab, Beliau adalah Ibu dari Al Imam Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammul Faqih.

6. Hubabah Maryam.

Habib Muhammad Maulaadawilah Beliau memiliki dua orang istri:

1. Hubabah Aisyah binti Abu Bakar Al Wara bin Al Imam Ahmad bin Sayyidina Al Faqih Al Muqaddam.

Dari Hubabah Aisyah ini Habib Muhammad Maulaadawilah mempunyai 4 orang anak, yaitu   :

1. As Syekh Al Imam Al Qutb Al Ghauts Abdurrahman Assegaff Datuk Asseggaf sedunia.

2. As Sayyid As-Sholeh Ali.

3. As Sayyid Al Arif billah Abdullah

4. Hubabah Alwiyah.

Istri keduanya adalah Hubabah Zainab binti Hasan At Turobi bin Ali bin Sayyidina Al Faqih Al Muqadaam.

Dari Hubabah Zainab ini mendapat anak bernama

Sayyidina Al Imam Alwi An Naasik.

Sejak kecil Habib Muhammad Maulaadawilah sudah yatim dan beliau kemudian di didik ilmu agama oleh pamannya yang juga seorang Wali Qutb saat itu yang bernama Imam Abdullah Ba’alwy.

dai Habib Abdullah Ba’alawy ini keturunannya Fam : Al chered, Baraqba, Barroom.

Imam Muhamad Mauladdawilah ini seorg Qutb dan di gelari Sohibul Ahwal, karena sering sekali fil Haal (tenggelam dalam lautan Makrifat Allah swt)

Dari beliau kluar fam : Al Hinduan, Bin Yahya, Maulachela, Asseggaf.

Di antara anak beliau yang memiliki Haal yang sangat agung adalah Al Imam As Seggaf, yang di beri gelar dengan sebutan Al Faqih Al Muqoddam Ats Tsani,

Qutbul Aqhtoob

Kitab Biografi Ulama-ulama Terkemuka Dunia dan Nasional” yang ditulis oleh “Syekh Samsul Afandi The source: hadhramaut.info/indo – 01/5/2008

Artikel "Sejarah Al-Habib Muhammad Maula Dawilah (Ayahnya Imam Abdurrahman Assygaf)   https://www.nyantriyuk.id/2020/09/sejarah-alhabib-muhammad-mauladawilah/


22. Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman Assyqqaf (1338-1416M)

Beliau adalah Al-Imam Al-Habib Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Shohib al-Dark bin Alwi al-Ghuyur bin al-Faqih al Muqaddam. Silsilah nasab beliau dan terus sambung hingga Rasulullah SAW.

Al-Imam Abdurrahman Assegaf dilahirkan pada tahun 739 H di kota Tarim, Hadramaut. Beliau adalah orang pertama yang bergelar Assegaf. Julukan Assegaf diambil dari kata as-Saqfu yang berarti atap atau langit. Nama ini disandang beliau karena keunggulan ilmu dan derajatnya. Beliau bak atapnya para auliya dan penaung para shalihin di zamannya.

Selain itu beliau dikenal sebagai Syaikh Wadi al-Ahqaf. Beliau juga dijuluki al-Faqih al-Muqaddam ats-Tsani. Dalam sejarah hidupnya, beliau telah mencapai derajat wali quthub di zamannya. Sejak kecil beliau sudah menimba ilmu dari berbagai ulama besar. Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Khatib adalah salah satu gurunya.

Dari Syaikh Ahmad, beliau menghafal al-Quran, mempelajari ilmu tajwid, serta qiraat. Ada pula Syaikh Muhammad bin Sa'id Ba Syakil, Syaikh Muhanmmad bin Abi Bakar Ba'Abbad dan masih banyak lagi ulama yang menjadi tempat rujukan beliau dalam menuntut ilmu.

Aal-ALSAQQAF
Yang pertama kali digelari al-saqqaf ialah waliyullah al-Muqaddam al-Tsani al-Imam Abdurahman bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Gelar yang disandang karena beliau sebagai pengayom para wali pada zamannya agar terhindar dari perkara bid’ah. Para ulama ahli hakikat dan para wali yang bijaksana menamakan beliau ‘al-Saqqaf’, karena beliau menutup hal keadaannya dari penduduk di zamannya. Beliau sangat benci dengan kesohoran. Ketinggian derajat beliau dari para wali di zamannya bagaikan kedudukan atap bagi rumah.

Suatu hari Al-Imam Al-Habib Abdurrahman Assegaf menundukkan kepala agak lama. Setelah kembali sadar beliau berkata kepada anaknya , Imam Umar Al Muhdar (kala itu ada di sampingnya), “Ciumlah kakiku!”

Putranya menceritakan, “Aku mencium kedua kakinya. Ternyata terdapat pasir-pasir kuning yang baunya seperti minyak kasturi. Ayahku lalu berkata, ‘Tadi aku berjalan-jalan di surga.’” 

Suatu hari beliau juga pernah berkata, “Demi Allah wahai anak-anakku! Di zaman kita ini terdapat dua puluh orang wali yang bisa terbang di udara. Sesungguhnya kakiku ini telah menginjak surga Firdaus tetapi aku menganggap hal itu sebagai Istidraj.”

Putra beliau Ibrahim bercerita: Kakakku Ahmad mengatakan padaku, “Saksikanlah bahwa tidaklah rebana di pukulan pertama saat hadrah ayahmu Assegaf melainkan telah hadir ruh seribu orang wali di antara dua tiang masjidnya.”

Beliau  pernah berkata, “Tersingkap bagiku kedudukan Al-Husain Al-Halaj. Sebelumnya aku mengira pada kaca hatinya terdapat keretakan. Ternyata kami dapatkan tetap lekat tanpa ada keretakan. Tersingkap bagiku kedudukan Syeikh Abul Ghaits Ibnul Jamil. Kami dapatkan kedudukannya di atas ucapannya. Tersingkap juga bagiku kedudukan Syeikh Sa’id bin Umar Balhaf. Kami dapatkan kedudukannya sesuai dengan ucapannya.”

Alkisah, selama 33 tahun Imam Abdurrahman Assegaf tidak tidur malam, hanya untuk beribadah. Beliau memiliki kebiasaan mengkhatamkan al-Quran sebanyak 2 kali di siang hari dan 2 kali di malam hari.

Di antara karamah Habib Abdurrahman Assegaf adalah beliau sering terlihat hadir di tempat-tempat penting di Makkah. Padahal saat itu beliau tengah berada di Hadhramaut.

Dikisahkan pula, beliau sering bertemu dengan Nabi Muhammad Saw dan para sahabat dalam keadaan terjaga setiap Senin dan Kamis.

Diriwayatkan, pada suatu hari Imam Abdurrahman Assegaf sedang duduk di depan murid-muridnya. Tiba-tiba beliau melihat petir. Beliau berkata pada mereka, “Bubarlah kamu sebentar lagi akan terjadi banjir di lembah ini." Apa yang diucapkan oleh beliau itu terjadi seperti yang dikatakan.

Di antara kata-kata mutiara dan nasehat Imam Abdurrahman Assegaf adalah:

“Barang siapa yang tidak punya wirid maka ia seperti kera.”

“Barang siapa yang tidak mempelajari kitab Ihya', maka dia tidak memiliki sifat haya’ (malu).”

Al-Imam Abdurrahman Assegaf wafat di Tarim pada hari Kamis, 23 Sya’ban 819 H. Jenazahnya dimakamkan di Zanbal pada keesokannya harinya. Beliau meninggalkan sebanyak 13 orang putra dan 7 orang putri.

Beliau dikarunia 13 anak laki-laki & puteri, dan 7 orang meneruskan keturunannya: 
  1. Abu Bakar As-Sakran w.821H, 
  2. Alwi, 
  3. Ali, w.840H
  4. Aqil, 
  5. Abdullah, 
  6. Husain dan 
  7. Ibrahim.

AL-SAKRAN
Beliau adalah Abu Bakar bin Abdurahman al-saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah.
Digelari dengan al-sakran , karena beliau mabuk dengan cintanya kepada Allah swt.
Waliyullah Abu Bakar al-sakran dikarunia lima orang anak laki, yaitu: Muhammad al-akbar, Hasan, Abdullah, Ali, dan Ahmad. Dari ketiga anaknya yang bernama Abdullah, Ali dan Ahmad menurunkan keluarga al-Aydrus, Syahabuddin, al-Masyhur, al-Hadi, al-Wahath, al-Munawar.
Waliyullah Abu bakar al-sakran wafat di Tarim tahun 821 Hijriyah.

Silsilah Datu Kelampayan

Habib Abdullah dengan isterinya Siti Aminah (orang tua Datu Kelampyan) datang dari  India. Di kota Bandarmasih ini mereka berbeda tempat tujuan lokasi yang dituju. Habib Abdullah bin Abu Bakar al-Hindi bin Ahmad Ash-Shalabiyah bin Husain bin Abdullah bin Syekh bin Abdullah al  Aydarus Al-Akbar bin Abu Bakar as-Sakran bin Sayyid Abdurraman Assegaf  al Aydrus, mereka naik perahu menuju ke desa Lok Gabang Martapura. 

Abah Guru Sekumpul

Abah Guru Sekumpul merupakan zuriat ke-8 Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, yaitu, KH. Muhammad Zaini Ghani bin Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Samman bin Saad bin Abdullah Mufti bin Muhammad Khalid bin Khalifah Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datu Kalampayan.

Bacaan  :

  1. Kitab Biografi Ulama-ulama Terkemuka Dunia dan Nasional” yang ditulis oleh “Syekh Samsul Afandi The source: hadhramaut.info/indo – 01/5/2008
  2. Artikel “Imam Abdurrahman Assegaf, Sang Muqaddam Tsani Pengayom Para Wal “30 Dec 2020 12:09 WIB https://sanadmedia.com/post/imam-abdurrahman-assegaf-muqaddam-tsani-pengayom-para-wali
  3. Artikel Silsilah Guru Sekumpul dan Karomah Sang Ulama Besar asal Kalimantan Selatan / https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/silsilah-guru-sekumpul-dan-karomah-sang-ulama-besar-asal-kalimantan-selatan-20Ae7AVqBTc/3



23. Habib Ali bin Sayyid Abdurrahman Assegaf wafat 840H/1437M

Nasab

Habib 'Ali bin Abdurrahman Assegaf bin Syekh Muhammad (Maula Ad-Dawilah ) bin Syekh Ali (Shahibud Dark) bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Sayyidina Ali Walidul Faqih bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Mirbath bin Sayyidina Ali (Al-Imam Khali Qasam)  bin Sayyidina Alwi  bin Sayyidina Al-Imam Muhammad (Shahib As-Shouma’ah) bin Sayyidina Al-Imam Alwi Alawiyyin (Shahib Saml) bin Sayyidina Al-Imam Abdullah (Ubaidillah Shahibul Aradh) bin Sayyidina Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi  bin Sayyidina Al-Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Al-Imam As-Syahid Syabab Ahlil Jannah Sayyidina Al-Husain bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW ibni Abdullah

Al-Imam Abdurrahman Assegaf adalah ayah dari Habib "Ali Assegaf. Ayah Beliau meninggalkan sebanyak 13 orang anak laki-laki & puteri, dan 7 orang meneruskan keturunannya: salah satunya Habib Ali Assegaf. Beliau lahir - tumbuh dan besar serta  berkeluarga dan punya anak keturunan di Tarim.

Menurut Artikel “Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi Sadah Aal Ba Alawy Aal Muhammad” ditulis oleh  Al Habib Aidarus Almashoor bahwa Habib Ali bin Sayyid Abdurrahman Assegaf wafat 840H/1437M di Tarim Hadramaut. Beliau atau Habib "Ali ini mempunyai 3 orang anak laki-laki an.

  1. Abdurrahman (keturunannya terputus)
  2. Ahmad
  3. Muhammad


24. Habib Muhammad bin Ali bin Sayyid Abdurrahman Assegaf

Nasab

Habib Muhammad bin 'Ali bin Abdurrahman Assegaf bin Syekh Muhammad (Maula Ad-Dawilah bin Syekh Ali (Shahibud Dark) bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Sayyidina Ali Walidul Faqih bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Mirbath  bin Sayyidina Ali (Al-Imam Khali Qasam  bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad (Shahib As-Shouma’ah) bin Sayyidina Al-Imam Alwi Alawiyyin (Shahib Saml) bin Sayyidina Al-Imam Abdullah (Ubaidillah Shahibul Aradh) bin Sayyidina Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq) bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir  bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Al-Imam As-Syahid Syabab Ahlil Jannah Sayyidina Al-Husain bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW ibni Abdullah.

Kemudian Artikel “Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi Sadah Aal Ba Alawy Aal Muhammad” ditulis oleh  Al Habib Aidarus Almashoor menyebutkan bahwa anak yang ke-3 atas nama Muhammad bin Ali bin Sayyid Abdurrahman Assegaf ia mempunyai 2 orang anak laki-laki / keturunan an.

  1. Abdullah dan keturunannya di Mukalla Yaman
  2. Abdurrahman


25. Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Ali Assegaf

Menurut sumber di Awal Kesultanan Banjar adalah masa pemerintahan sultan Suriansyah,  bahwa “Habib asal Hadramaut yang datang pertama kali berkunjung ke Negara Asia yakni Bandarmasih tujuannya berdagang dan mencari rempah-rempah di awal abad ke-16 yakni tahun 1536 Masihi adalah orangtua Umar Ash-Shufy yakni Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Aly Assegaf. Beliau tidak lama menetap di kota ini kemudian balik lagi. Beliau berasal dari Seiyun.

Kemudian Artikel “Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi Sadah Aal Ba Alawy Aal Muhammad" tersebut menyebutkan bahwa anak yang ke-2 dari Muhammad bin Ali Assegaf bernama  Abdurrahman, ia mempunyai keturunan atau anak laki-laki atas nama  :

  1. Aly dan Beliau ini kakeknya Keluarga As- Sakraan di Tarim dan Zili
  2. Umar ash-Shafy atau Umar ash-Shufy

Pada awal abad ke-16 tahun 1536 Masihi masa pemerintahan Sultan Suriansyah Raja Banjar pertama, menurut salah satu sumber bahwa Pedagang 'Arab tersebut yakni Habib asal Hadramaut yang datang pertama kali berkunjung ke Bandarmasih (sekarang Banjarmasin) tujuannya berdagang dan mencari rempah-rempah dengan misi penting lainya berdakwah, ia adalah orangtua Umar Ash-Shufy yakni Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Aly Assegaf. Beliau adalah Buyutnya al Faqih Muqaddam as-Tsani. Beliau tidak lama menetap di kota ini, dan juga Beliau singgah Sungai Mesa kemudian balik lagi. Beliau berasal dari  Seiyundi. Menurut sumber informasi lain bahwa Habib Umar Ash-Shufy bin Abdurrahman punya anak diantaranya : Muhammad, Thaha, Segaf dan ..........

Menurut silsilah nasabnya bahwa "Muhammad bin Umar as-shufy" tersebut punya anak an. Hasyim. Dari Hasyim punya anak an. Hasan dan Idrus. Hasan punya anak Abu Bakar (Ayahnya Habib Lumpangi) dan Abu Bakar punya anak an..Shaleh (ibunya dari Seiyun Tarim) dan Muhammad Djamaluddin (Habib Lumpangi) dan (ibunya dari suku Dayak Langara Lumpangi Loksado), yang dipanggil sehari “Muhammad” atau "Djamiluddin" ia punya saudaara kandung bungsunya bernama “Djalaluddin” kemudian Muhammad Djamiluddin punya anak an.Ahmad Suhuf yang dipanggil sehari ”Ahmad”. Kemdian Ahmad punya anak an. Abu Bakar yang dipanggil sehari “Abubakar as-Tsani’ sedangkan Thaha punya anak an. Umar, dari Umar punya anak an. Thaha al Qadhi dan Thaha al Qadhi punya anak an. Umar. dari Umar punya anak an. Muhammad al Qadh.


26. Habib Umar ash-Shafy atau ash-Shufy

Aal AL-SHAFI AL-SAQQAF

Mereka adalah keturunan waliyullah Umar al-Shafi bin Abdurahman al-Mualim bin Muhammad bin Ali bin Abdurahman al-Saqqaf.

Pemberian gelar al-Shofi karena beliau mempunyai kejernihan hati dan pikiran, kebersihan perasaan, kelembutan tabiat. Waliyullah Umar al-Shafi wafat di kota Tarim

Keluarga Assegaf yang ada di Taniran dan Habaib yang ada di Lumpangi Loksado dan Habib Losbatu pasar Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalsel ini mayoritasnya  berasal dari rumpun marga Assegaf ash-Shufy. Yang pertama kali menyandang marga ini adalah Habib Umar ash-Shafy.

Kalau  kita lihat dari wafatnya Thaha anaknya tahun 1007H/1598M di Seiyun, maka dapat dipastikan bahwa Habib Umar ash-Shafy, beliau ini  hidup di abad ke-16 yakni dihitung dari tahun 1501 sd.1600 Masihi di Seiwun atau Seiyun Hadramaut , dan ia dzuriat turunan nasab Nabi Saw yang ke-26 dari keluarga  Saadaah aal Ba Alawi.

Kami belum menemukan hari dan tanggal lahir Habib Umar ash-Shafy atau ash-Shufy begiru juga Kami belum menemukan hari dan tanggal wafatnya tetepi kami hanya membndingkan dengan  wafatnya Thaha anaknya tahun 1007H/1598M di Seiyun,seiyun lebih awal 10-20 tahun.

Awal Kesultanan Banjar adalah masa pemerintahan sultan Suriansyah, Menurut sumber bahwa “Habib asal Hadramaut yang datang pertama kali berkunjung ke Bandarmasih tujuannya berdagang dan mencari rempah-rempah diperkirakan awal abad ke-16 yakni tahun 1536 Masihi adalah orangtua Umar Ash-Shufy yakni Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Aly Assegaf. Beliau tidak lama menetap di kota ini kemudian balik lagi. Beliau berasal dari Seiyun. 

Seiyun (juga ditransliterasikan sebagai Saywun, Sayoun atau Say'un; Arab: pengucapan Hadhrami: [seːˈwuːn], Sastra Arab: [sæjˈʔuːn]; Arab Selatan Kuno: S¹yʾn) adalah sebuah kota di wilayah dan Kegubernuran Hadhramaut di Yaman. Terletak di tengah Lembah Hadhramaut, sekitar 360 km (220 mi) dari Mukalla, ibu kota Distrik Mukalla dan kota terbesar di wilayah tersebut, melalui jalur barat. Juga berjarak 12 km (7,5 mil) dari Shibam dan 35 km (22 mil) dari Tarim, kota-kota besar lainnya di lembah.

Lalu Artikel “Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi Sadah Aal Ba Alawy Aal Muhammad" tersebut menyebutkan bahwa  anak yang ke-2 dari Abdurrahman bernama : Umar ash-Shafy atau Umar ash-Shufy dan Beliau juga punya anak laki-laki /keturunan atas nama : 

  1. Muhammad dan 
  2. Thaha. w.1007H/1598M akhir abad ke-16M di Seiwun atau Seiyun 

Menurut Artikel yang lain bahwa selain Abdurrahman dan Muhammad kedua anaknya, Habib Umar w.1052H bin Thaha w.1007H bin Umar ash-Shafy juga punya anak bernma “Thaha al-Qadli” dari isterinya yang lain yang dzuriatnya tersebar di pulau Jawa.

Bacaan   :

  1. Artikel “Seiyun” From Wikipedia, the free encyclopedia This page was last edited on 12 February 2022, at 02:00 (UTC). https://en.wikipedia.org/wiki/Seiyun
  2. Artikel “Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi Sadah Aal Ba Alawy Aal Muhammad” ditulis oleh  Al Habib Aidarus Almashoor/http://as-sadah.blogspot.com/2011/12/menelusuri-silsilah-suci-bani-alawi.htm
  3. kitab biografi "Ulama Terkemuka Dunia dan Nasional" oleh Syamsul Afandi


27. Habib Muhammad bin Umar ash-Shafy.bin Abdurrahman Assegaf

Lalu Artikel “Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi Sadah Aal Ba Alawy Aal Muhammad tersebut menyebutkan bahwa Keluarga Muhammad bin Umar ash Shafy Assegaf tersebut tersebar sekarang di Tarim, India, Siak, Kalimantan dan Jawa. 

Nasab Habib Muhammad bin Umar ash-Shafy  :

اَلْحَبِيْبُ مًحَمَّد [وفات ١٠٢٣ هج] بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ [وَفات ٨٤٠ هج] بِنْ سَيِّدِنَا اَلْاِمَامً الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ عَبْدُ الرَّحْمن السَّقَّافُ ٧٣٩-٨١٩ هج/١٣٣٨-١٤١٦ م] بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ [وفات ٧٦٥ هج] بِنْ سَيِّدِنَا اَلْاِمَامً عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ [وفات ٧٠٩ هج/١٢٩٨مٍ] بِنْ سَيِّدِنَا اَلْاِمَامً عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ [وفات ٦٦٩ هج] بِنْ سَيِّدِنَا اَلْاِمَامً الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد [٥٧٤-٦٥٣ هج/١٢٣٢م] بِنْ سَيِّدِنَا اَلْاِمَامً عَلِيٌّ الوَالِدُ االْفَقِيْهُ [وفات ٥٩٣ هج] بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ الصّاحِبُ الْمِرْبَاطُ [وفات ٥٥٦ هج /١١٦١م] بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيٌّ خَالِعُ قسْمٍ [وفات ٥٧٢ هج/1١١٣٣م] بن سيدنا اَلْاِمَامً عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ[وفات ٥١٢ هج/١١١٨م] بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ [وفات ٤٤٦ هج/١٠٥٤م] بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُ الصَّاحِبُ السٌّمَل عَلَوِيّيْن[وفات ٤٠٠ هج] بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [اَىْ عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ ٢٩٥-٣٨٥ هج/٩٩٣م] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ [٨٢٠-٩٢٤م/٣٤٥هج] بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ [وفات ٢٧٠ هج/٨٨٣ م] بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ [وفات ٢٥٠ هج] بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ [٧٦٥-٨١٨ م] بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق [٧٠٢-٧٦٥م/١٤٨ هج] بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر [٦٧٦-٧٣٢ م] بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ زَيْنُ الـعـابدين عَلِِيٌّ [٦٥٨-٧١٣ م] بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ [٦٢٥-٦٨٠ م] بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ [وفات١١ هج] بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [وفات١١ هج] بِنْ عَبْدُ الله، 

Muhammad bin Umar ash-Shafy berasal atau tinggal di Seiyun  Hadramaut, Yaman atau Yordania  dan wafat ditempat kelahirannya diperkirakan tahun 1023H awal abad ke-17. Salah satu keturunan atau Keluarga Habib Muhammad bin Umar ash Shafy Assegaf yang datang dari Seiyun  Hadramaut, Yaman atau Yordania ke Asia Tenggara yakni Indonesia adalah Habib Hasyim dengan Keluarganya.

Habib Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shafy Assegaf, ia  hidup abad ke-17 Masihi. Abad ke-17 dihitung dari tahun 1601-1700 Masihi. Ia dengan kedua anaknya yaitu Hasan dan Idrus datang dari Seiyun  Hadramaut, Yaman atau Yordania, pada mulanya mereka mencari rempah-rempah dan berdagang dengan melalui perjalanan panjang dan tujuan utama mereka menyebarkan Islam dari moyang mereka dan Gujarat-India terus meliwati Singapore, Samudera Pasai Aceh terus ke Palimbang hingga akhirnya mereka tiba-sampai di Pulau Jawa dan berkhidmad di kota Semarang, dan ini terjadi dimasa Kesultanan Demak.

Sepanjang setengah awal abad ke-16, Demak berada pada puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Trenggana. Pada masanya, ia melakukan penaklukkan ke pelabuhan-pelabuhan utama di Pulau Jawa hingga ke pedalaman yang mungkin belum tersentuh Islam (Kesultanan Demak)

Dan pada akhirnya Habib Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy orang tua Habib Hasan, dengan saudara kandungnya Habib Idrus  Assegaf wafat di kota ini dan keduanya barlokasi makam di Kelurahan Randusari, Kec. Semarang Selatan, Kota Semarang Jawa Tengah. Habib Hasyim adalah orang tuanya Habib Hasan.

Habib Muhammad bin Umar ash-Shafy. ini Beliau punya anak laki-laki /keturunan salah satunya atas nama : Hasyim.

Dikisahkan bahwa, dahulu kala Lembah Selattan Arabia (Hadramaut) merupakan Lembah yangi cukup subur untuk ukuran negeri Yaman yang umumnya padang pasir tandus dan tempat orang-orang barbar yang suka berperang dan saling membunuh. Kisah kejantanan dan keperkasaan mereka dalam perang selalu mereka banggakan dan mereka luapkan dalam bentuk puisi, sya'ir dan juga memberi pujian kepada pahlawan-pahlawan dari suku-suku dan kabilah mereka masing-masing.

Pada waktu itu di bagian selatan lembah Arabia tinggal seseorang yang paling ditakuti oleh semua keluarga, bani, suku dan kabilah di seluruh arab. Orang tersebut bernama Amir Bin Qahtan, dia ditakuti karena keberaniannya, kejeliannya dan keperkasaannya. Setiap kali Amir Bin Qahtan berpartisipasi dalam sebuah perang maka tempat tersebut akan berubah menjadi lembah kematian. Karena itulah suku-suku Arab pada waktu itu menamai tempat Amir Bin Qahtan tinggal sebagai hadhramout yang berarti Hadhra=hadir mout=kematian yaitu di mana Amir Bin Qahtan berada, di situ pula kematian hadir bersamanya.

John Middleton dalam World Monarchies and Dynasties, menjelaskan bahwa nama lengkap wilayah ini adalah Hadhara al-Maut. Artinya, ‘kematian telah hadir.’ Kematian yang dimaksud dapat dimaknai nirbiologis. Walaupun kering dan terik, lembah sungai (wadi) Hadhramaut sering menjadi tujuan para pengembara.

Mereka mencari kesunyian untuk “mematikan” ambisi duniawi. Tafsir lainnya berdasarkan narasi dari EJ Brill’s First Encyclopaedia of Islam 1913-1936. Daerah yang sama terkenal dengan Kemenyan Arab (Frankincense) yang menurut legenda Yunani getahnya cukup “mematikan.” Lokasi tempat tumbuhnya pun dinamakan ‘tanah kematian’ alias Hadhr al-Maut

Pada masa pasca Kerasulan Muhammad Saw, kebanyakan dari penduduknya mereka memeluk Islam dan menjadi pedagang dan petualang yang menghubungkan antara bagian timur benua Afrika (Sudan, Somalia, Eritrea) dengan bagian selatan benua Asia (India, Indonesia, Malaysia); dengan demikian menjadi pelaku Jalur Sutera laut.

Di Hadramaut tersebar ribuan keturunan Rasulullah yang berhijrah dari Makkah, dalam tujuan menghindari kekacauan yang ada di Makkah dan Madinah saat itu. Mereka adalah keturunan Sayyidina Husain yang melewati jalur nasab Sayyid 'Alawi bin Abdullah (Ubaidillah) bin Ahmad al Muhajir ila Allah bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi al Husaini disebut Bani 'Alawi (Ba'alawi) atau Alawiyyin. Dan mereka, banyak yang berhijrah ke Nusantara.

Kebanyakan dari mereka berdagang dengan mengikuti arah angin barat dan timur. Hal inilah yang memaksa mereka menunggu selama beberapa bulan sebelum mereka kembali ke kampung halaman mereka. Selama masa penungguan inilah interaksi antara mereka dengan penduduk asli terjadi. Sebagian di antara para pedagang itu berdakwah dan juga menikahi gadis-gadis pribumi dan kebanyakan dari mereka menetap di sana.

Adapun kontur geografis Hadhramaut didominasi pantai berpasir dan tanah lapang dengan batu-batu yang gersang. Di pesisirnya, terbentang bukit-bukit yang memunggungi pegunungan tandus. Al-Arsyah merupakan gunung tertinggi di sana dan di sekitar sungai-sungai kecil, tanahnya cukup subur. Padang rumput dan kaktus kecil mudah dijumpai. Secara keseluruhan, Hadhramaut agak terisolasi dari sebagian besar Semenanjung Arab. Gurun Rub al-Khali menghalangi aksesnya dari sebelah utara dengan seluruh Arab.

Oleh karena itu, kontak masyarakat setempat lebih intens terjadi via pelabuhan-pelabuhan di sebelah selatan, utamanya Bandar asy-Syihr dan Mukalla. Tidak mengherankan bila mereka dikenal luas sebagai bangsa pelaut. Para pelayar Hadhramaut ikut andil dalam perdagangan maritim di Samudra Hindia, setidak-tidaknya sejak abad kedelapan. Jalur yang dilaluinya menghubungkan antara Arab, Persia, India, Nusantara, dan Cina.

Thaha bin Umar ash-Shafy w.1007H/1598M

Beliau punya anak an. Umar w.1052H dengan  usia 63 tahun, Umar  punya 2 anak an. Abdurrahman dan Muhammad, kemudian  Muhammad punya 3 anak an. Abdullah, Alwi dan Saggaf w.1195H/1781M dan Saggaf punya anak an.Alwi

 Bacaan  :

  1. Artikel “Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi Sadah Aal Ba Alawy Aal Muhammad” ditulis oleh  Al Habib Aidarus Almashoor/http://as-sadah.blogspot.com/2011/12/menelusuri-silsilah-suci-bani-alawi.html
  2. Artikel "Geografi atau tempat Yaman ini adalah sebuah rintisan” dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia beba, https://id.wikipedia.org/wiki/Hadramaut
  3. Artikel “Sekilas tentang Asal Usul Hadramaut, Negeri Para Habib Hadramaut konon pernah dikuasai Kerajaan Saba”  Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah, https://khazanah.republika.co.id/berita/pz1c7h320/sekilas-tentang-asal-usul-hadramaut-negeri-para-habib


28. Habib Hasyim.bin Muhammad bin Umar ash-Shafy Assegaf

Nasab

الْحَبِيْب هَاشِمٍ [وفات ١٠٧٧هج] بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [اى عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله،

Menurut folklor ceritera datu dan nenek kami bahari dan beberapa Artikel yang pernah saya baca bahwa Habib Hasyim bin Muhammad bin Umar ash-Shafy Assegaf tersebut, Beliau ini mempunyai 2 orang anak laki-laki /keturunan atas nama :

  1. Hasan   dan 
  2. Idrus, 

Asal mereka lahir dan tinggal di Seiwun atau Seiyun Hadramaut. Kemudian mereka sambil berdagang kain  tenun dan mencari rempah-rempah ke negeri Asia, melalui perjalanan panjang dari Gujarat India mereka berlabuh menuju Banua Asia Tenggara meliwati negeri Singapora  terus berlabuh menuju Samudra Pasai, ke Palimbang hingga mereka tiba di malaka Demak. Mereka itu adalah Hasyim dan kedua anaknya Hasan dan Idrus dan juga cucunya yaitu Abu Bakar yang berhijerah diakhir abad ke-16 dari Hadramaut ke Negeri Asia yakni Pulau Jawa di masa Kesultanan Demak.

Adapun Habib Hasyim bin Muhammad Assegaf  hidup abad ke-17 Masihi. Abad ke-17 dihitung dari tahun 1601-1700 Masihi. Ia dengan kedua anaknya diperkirakan datang dari Seiyun  Hadramaut, Yaman atau Yordania dan mereka berdagang dengan misi menyebarkn Islam dan hingga berkhidmad di kota Semarang ini dimasa Kesultanan Demak. 

Umar w.1052H bin Toha w.1007H bin Umar ash-Shafy adalah saudara sepupu dengan Hasyim bin  Muhammad bin Umar ash-Shafy kedua cucunya as-Shafy ini hidup diakhir abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-17 M.

Sepanjang setengah awal abad ke-16, Demak berada pada puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Trenggana. Pada masanya, ia melakukan penaklukkan ke pelabuhan-pelabuhan utama di Pulau Jawa hingga ke pedalaman yang mungkin belum tersentuh Islam (Kesultanan Demak)

Dan hingga akhirnya Habib Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy dengan anaknya Habib Idrus Assegaf wafat di kota ini dan keduanya barmakam berlokasi Kelurahan Randusari, Kec. Semarang Selatan, Kota Semarang Jawa Tengah. Habib Hasyim wafat 1077H adalah orang tuanya Habib Hasan. Habib Hasan wafat dan makamnya berkubah di Taniran, Kec. Angkinang Kab. Hulu Sungai Selatan, Kalsel.

Artikel “Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi Sadah Aal Ba Alawy Aal Muhammad tersebut menyebutkan bahwa sedangkan Toha w.1007H di Seiwun atau Seiyun ,ia hanya punya satu anak yang bernama  Umar w.1052H di Seiwun dengan usia 63 tahun, Umar punya 2 anak laki-laki :

  1. Abdurrahman
  2. Muhammad

Adapun bernama Abdurrahman, ia kakeknya keluarga Toha bin Syekh di Seiwun. Muhammad bin Umar bin Toha bin Umar ash- Shafy punya 3 orang anak an.  :

  1. Abdullah keturunannya di Seiwun dan Singapora sedangkan
  2. Alwi  keturunannya di Seiwun dan Jawa sedangkan
  3. Saqqaf w.1781M/1195H keturunannya di Seiwun dan ia punya anak an. Alwi

Selain Abdurrahman dan Muhammad anaknya tetapi Umar w.1052H bin Thaha w.1007H bin Umar ash-Shafy masih punya anak dari isterinya yang lain yang bernama "Thaha al Qadhi" dan Thaha punya anak yang diberi nama"Umar" dan ia juga punya anak yang bernama "Muhammad al Qadhi".

الْحَبِيْبُ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن [وفات ١١٩٥هج] بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ [وفات ١١٧٢هج] بِنْ حَسَنٍ [وَفات ١١٣٣هج] بِنْ هَاشِمٍ [وفات ١٠٧٧ هج] بِنْ مًحَمَّد [وفات ١٠٢٣ هج] بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [اى عُمَرُ الصَّافِيّ]

الْحَبِيْبُ صَالِحْ بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ [وفات ١١٧٢هج] بِنْ حَسَنٍ [وَفات ١١٣٣هج] بِنْ هَاشِمٍ [وفات ١٠٧٧ هج] بِنْ مًحَمَّد [وفات ١٠٢٣ هج] بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [اى عُمَرُ الصَّافِيّ]

الْحَبِيْبُ مُحَمَّدْ القاضى بِنْ عُمَرُ بِنْ طه القاضى بِنْ عُمَرُ[وفات ١٠٥٢ هج]  بِنْ طه [وفات ١٠٠٧ هج] بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [اى عُمَرُ الصَّافِيّ]

الْحَبِيْبُ عَلْوِيْ بِنْ سَقَّافُ [وفات ١١٩٥هج/١٧٨١م] بِنْ مُحَمَّدْ بِنْ عُمَرُ[وفات ١٠٥٢ هج]  بِنْ طه [وفات ١٠٠٧ هج] بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [اى عُمَرُ الصَّافِيّ]

Keterangan Penulis   "

Sebagian orang ada yang mengaitkan atau membelukkan silsilah Datu kami Hasyim bin Muhammad diatas dengan keluarga .....  Aal BAHASYIM

Mereka adalah anak cucu dari al-Habib Hasyim bin Abdullah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Abdurahman bin Alwi Ammu al-Faqih. Ba Hasyim adalah gelar yang diambil dari nama datuk mereka Hasyim bin Abdullah bin Ahmad. Setiap orang dari keturunannya disebut Ba Hasyim.


Bacaan

  1. Artikel “Seiyun” From Wikipedia, the free encyclopedia This page was last edited on 12 February 2022, at 02:00 (UTC). https://en.wikipedia.org/wiki/Seiyun
  2. Artikel “Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi Sadah Aal Ba Alawy Aal Muhammad” ditulis oleh  Al Habib Aidarus Almashoor/http://as-sadah.blogspot.com/2011/12/menelusuri-silsilah-suci-bani-alawi.html
  3. Artikel “Kesultanan Demak” Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas  ………………https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Demak
  4. Artikel"Sejarah Perjalanan ayahnya Habib Umar Ash-Shufy bin Abdurrahman bin Muhammad Assegaf ke Nusantara" https://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/1797188491972678497
  5. kitab biografi "Ulama Terkemuka Dunia dan Nasional" oleh Syamsul Afandi

.

29.Biografi Sejarah Singkat Sayyid Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar ash-Shaafy bin Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Aly Assegaf

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Ia adalah seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at yang memelihara iman dan islam, ia amat kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah dzahir dan bathin lainya.

Silsilah Nasab Sayyid Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Aly Assegaf bersambung ke Rasulullah Saw

الْحَبِيْب حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله

Ada yang mengatakan bahwa Islam mulai masuk ke Kalimantan Selatan abad ke 15M. Kemudian sejak awal abad ke-16M tersebut yakni  mulai 24 September 1526M, Kerajaan Banjar berubah menjadi Kesultanan Banjar, Agama resmi kerajaan yang dulunya Hindu berubah menjadi  Agama Islam. Pengeran Samudera setelah masuk Islam menjadi atau bergelar Pengeran Suriansyah. Nama kotanya yang dulunya Bandarmasih menjadi Banjarmasin.

Karena terjadinya relasi atau hubungan yang baik dengan Kesultanan Demak atau ada perjanjian bantuan Pasukan dulunya antara Kerajaan Banjar dengan Kesultanan Demak, ketika Kerajaan Banjar melawan Kerajaan Nagara Daha, perjanjian terebut adalah namun Banjar menang melawan Nagara Daha, maka raja dan tentaranya memeluk Islam,  Kerajaan Banjar pun memperoleh kemenangan. Inilah salah satu alasan Kesultanan Demak mengirim dan mengutus Para Habaib dan Syekh-syekh Islam ke Kesultanan Banjar, diakhir abad ke-17 Masihi yaitu masa Raja Banjar yang ke-10 Sultan Tahmidullah I tahun 1700-1717 Masihi, diantaranya :

  1. Sayyid Abdullah bin Abu Bakar al-Aydrus dengan isterinya Siti Aminah menuju Desa Lok Gabang  Martapura (mereka orang tua Datu Kelampayan).
  2. Habib Hasan dan Idrus serta Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf anak kandungnya yang sudah lama menetap di Kesultanan Demak. Mereka menuju Sungai Mesa Kota Banjarmasin (Bandarmasih dahulu).

Sungai Mesa merupakan sebuah kampung tua di Kota Banjarmasin (Bandarmasih dahulu). Kampung ini dibangun oleh seorang tokoh yang dikenal dengan nama Kiai Mesa Jaladri. Tidak diketahui persis, kapan Kiai Mesa membangun wilayah ini, yang jelas sejak itu Kampung Sungai Mesa menjadi wilayah tempat tinggal yang strategis. Letaknya yang persis di tepi sungai Martapura, membuat daerah ini menjadi semacam pelabuhan kecil tempat menaik-turunkan barang dagangan dari perahu. Di seberang Sungai Mesa adalah Jalan Pasar Lama Laut yang sekarang menjadi pusat perkantoran pemerintah Provinsi Kalsel (Artikel Kajian al Kahfi)

Maka Sayyid Hasan bersama keluarganya hijerah dari kampung Sungai Mesa Bandarmasih diperkirakan diakhir abad ke-17 Masihi mereka mudik menyisir tepi sungai Barito dengan perahu jukung, membawa dagangannya berupa kain sarung dan perhiasan wanita, setiap ada tumpukan rumah penduduk di tepi sungai yang mereka lalui mereka singgahi, menawarkan dagangan yang mereka bawa. berhari-hari bahkan berminggu-minggu mereka mengayuh jukung, bahkan berbulan-bulan mereka meliwati kampung-kampung, melewati Desa-desa dan kota-kota. Seperti kota Nagara singgah, melewati desa Garis singgah, di desa Bangkau singgah, melewati desa Tawar singgah, di desa Sungai Kupang singgah kemudian menyisir sungai kecil menuju Sungai buntut Taniran, hingga tiba tepatnya di Rt.01 Desa Taniran. Kala itu arus tranportasi yang digunakan masyarakat melalui jalan laut dan sungai

Sebagian orang ada yang berkata bahwa : Usia Sayyid Hasan sudah sepuh ketika ia datang ke Desa Taniran sekitar 70 tahunan, tetapi kelihatan pisiknya sehat dan kuat, begitu juga usia anaknya Sayyid Abu Bakar sekitar 40 tahunan lebih. Sayyid Abu Bakar sebelumnya tinggal di Kampung Sungai Mesa. Orang-orang Banjar menyebut kampung tersebut dengan sebutan "Kampung Arab". Kemudian , ia  berniaga, bersama ayah dan pamannya hingga ia sampai ke Desa Taniran. Desa ini Ia membantu ayahnya menyebarkan Islam di Desa Taniran sambil berniaga berupa kain sarung dan perhiasan wanita. Usia Sayyid Hasan waktu wafat kurang lebih  sekitar 93 tahun. Sayyid Hasan berada di desa Taniran Kecamatan Angkinang dari 1700-1720 Masihi.

Silsilah nasab bahwa "Muhammad bin Umar as-shufy Assegaf" punya anak an. Hasyim. Hasyim punya anak an. Hasan dan Idrus. Hasan punya anak Abu Bakar dan Abu Bakar punya anak laki-laki an..

  1. Shaleh (ibunya dari Seiyun Tarim) dan 
  2. Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi) dan (ibunya dari suku Dayak Langara Lumpangi Loksado), 

Ada yang berkata bahwa Abu Bakar bin Hasan (Datu Habib Lumangi) punya 9 anak/ keturunan, tetapi yang terkonvermasi saat ini baru anak pertama dan anak yang terakhir, sedang yang lainnya belum. 

Muhammad Djamiluddin anak yang akhir  ia dipanggil sehari “Muhammad” atau "Djamiluddin"  ibunya bernama Milah atau Siti Jamilah wanita  dari suku Dayak Langara Lumpangi Loksado), kemudian Muhammad Djamiluddin punya anak an.Ahmad Suhuf yang dipanggil sehari ”Ahmad”. Kemdian Ahmad punya anak an. Abu Bakar yang dipanggil sehari “Abubakar as-Tsani’


Sayyid Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Aly bin Abdurrahman Assegaf Wafat

Namanya Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufi Assegaf. Nama ayahnya adalah Habib Hasyim Assegaf wafat 1077H , ada yang berkata bahwa Hasyim lama tinggal hingga wafat di masa Kesultanan Demak, yakni Kelurahan Randusari, Kec. Semarang Selatan, Semarang, Jawa Tengah. Hasan lahir di Seiyun Hadramaut, diperkirakan tahun 1036H. Versi yang lain dan kuat menyebutkan bahwa, ia lahir di Tarim Hadramaut. Sebagian orang ada yang berkata bahwa : Usia Sayyid Hasan ketika ia datang ke Desa Taniran, sudah usia sepuh, yakni 70 tahunan begitu juga usia anaknya Sayyid Abu Bakar sekitar 40 tahunan.

Makam Habib Hasan bin Hasyim Assegaf Desa Taniran w.1720M

Akhirnya diperkirakan Sayyid Hasan bin Hasyim Assegaf Wafat 19 Sya'ban 1132H/1720M atau pada awal abad ke-18. Saya beberapa kali datang kesana dan bertanya kepada orang-orang yang tua penduduk asli Desa Taniran Kubah RT.002/RW.001 yang dekat dengan makam Habib Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufi Assegaf

https://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/6319715668127213000


30. Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim.bin Muhammad bin Umar ash-Shaafy bin Abdurrahmn Assegaf (Datu Habib Lumpangi)

Seperti pada malam-malam ketika menjalani hukuman adat, Habib menjalankan misi Dakwahnya Balai Adat Balai Ulin, beliau membaur dengan masyarakat setempat dan setiap ada kesempatan beliau mulai Bakisah (berceritera) dalam Bahasa Malayu Banjar, ada syairnya /ada kata-kata mutiaranya dan pantunnya yang dibumbui sedikit homor dalam dakwahnya menyempaikan ttg Kehidupan Rasulullah Saw sebagai suri tauladan yang harus diikuti dan Peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di Timur Tengah. misalnya Bakisah ttg Cinta Rabi'atul Adawiah dengan Hasan al Basri, dan lain-lainnya. Orang-orang penghuni Balai mulai datang, mendekat, duduk menghadap Habib dan mereka mulai senang, tertawa dan terhibur mendengarkan dengan kisah-kisah dan sedikit homoris dari  Habib hingga waktu larut malam.

Berdakwah semacam ini dlakukan ketika ia tinggal bersama isterinya dalam Balai Adat “Balaii Ulin” saat itu dengan materi khusus ttg “Penanaman Aqidah Islam/tauhid” kepada Penghuni Balai. Dakwah tersebut ia lakuni hingga usia anak pertamanya 7 tahun, namun versi lain menyebutkan bahwa usia anak pertamanya berumur 14 tahun  kemudian ia dan isterinya memisahkan diri atau pindah dari Balai Adat yakni membuat rumah sendiri dan Mushalla “Baiturrahman” yang tak jauh dari Balai Adat.


1. Tradisi Dayak dalam membangun rumah/balai adat

Salah satu yang menjadi tradisi adat Dayak dalam membangun rumah/balai adat bahwa "muka rumah/ balai adat selalu menghadap kearah matahari terbit, tak terkecuali Balai Adat "Balai Ulin" itu mukanya juga mengadap kearah matahari terbit, dan balai itu dihuni oleh 7-10 kepala keluarga. Orang Dayak menjunjung tinggi semangat rasa kebersamaan dan mereka memiliki dapur masing-masing. Balai Adat berbentuk panggung dengan ukuran panjangnya diperkirakan 35-50 meter dan lebar 10-12 meter dan tinggi lantai dari permukaan tanah 2 setengah hingga 3 meter dan 7 anak tangga kecil untuk menolak Hantu kepala terbang. Tangga itu hanya dilewati 1 orang lebar kurang lebih 50cm. 


Karomah Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf.

Salah satu Karomah terbesar Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf adalah ia  dapat menyembuhkan Puteri Milah yang sakit keras dengan seketika dan berislamnya satu keluarga kepala suku Dayak Lumpangi setelah peristiwa penyembuhan Puteri Milah

Diceriterakan bahwa saat berakhir masa tahanan Habib Abu Bakar selama 10 hari dan 10 malam, Puteri Milah (Siti Jamilah) jatuh sakit, mungkin ia kurang tidur dan sangat lelah menemani dan melayani tamu istimewanya. Diang Milah jatuh sakit secara tiba-tiba, ia tak sadarkan diri, ia pingsan dalam waktu cukup lama, Diang belum bisa sadar walaupun Tetuha Adat (Penghulu Adat) ayahnya sendiri berusaha keras mengobatinya dengan  melakukan Balian Basambui untuk menyembuhkan Puteri kesayangannya. Balian Basambui maksudnya Puteri diobati secara kebatinan orang Dayak, walaupun ia seorang tokoh adat yang mempunyai  kemampuan mempuni dalam hal mengobati orang yang sakit, namun dikala itu pengobatannya tidak membawa hasil apa-apa dan bahkan membuatnya dan penghuni Balai prostasi dan putus asa.

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami bahwa “Melihat keadaan tersebut Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf, ia seorang tahanan mereka, yang baru saja datang beberapa hari kewilayah itu. Ia mencoba menawarkan diri kepada mereka untuk mengobatinya sang Puteri. Akhirnya dengan perasaan was-was terlihat pada wajah mereka, namun mereka dengan berat hati akhirnya mempersilahkannya. Habib meminta Secawan air putih, kemudian pada air itu ia bacakan do’a hidzip dan shalawat dan juga ada yang ia bisikkan pada telinga sang puteri, kemudian air tersebut Habib semburkan melalui mulutnya kearah kepala & tubuh pasennya hingga seketika itu Puteri sadar dari pingsannya dan sembuh dari sakitnya.”

Peristiwa pengobatan Puteri tersebut  tertuang dalam Artikel "Habib Abu Bakr Assegaf - Cerita para wali dan datu' yang diposting Jum'at, 01 Maret 2013M yang saya kutip menyatakan bahwa "Di kampung Lumpangi kala itu masih berupa kehidupan Balai, yaitu "Balai Ulin; dan di sana terdapat tokoh yang disebut penghulu Balai yang terkenal dengan kemampuannya mengobati orang sakit. Ternyata, kemampuan medis habib yang baru datang ke wilayah itu lebih tinggi darinya, sehingga warga Balai sangat terkesima dan akhirnya mau menerima Islam. Bahkan, disebutkan bahwa di antara tokoh habib itu ada yang menikahi puteri penghulu Balai Ulin.

Beliau (Habib) melihat dengan kacamata kesufiannya dan merasakan ada kesedihan yang dalam yang dirasakan dan menimpa pada Puteri Milah. Puteri sangat kuatir tidak berjumpa lagi dengan Sang pujaan hatinya. Inilah yang membuat hatinya khawatir dan membawanya frustasi dan juga stres. memikirkan kalau, kalau Habib Sang Pujaan hatinya pulang tidak kembali lagi kepadanya. 

Mengetahui hal ini, setelah Puteri sembuh dari sakitnya.” segeranya Habib melamar dan menikahi gadis yang pernah melayaninya dan menemaninya siang dan malam, sewaktu menjalani hukuman adat. Habib menjelaskan lamaran dan perkawinan bisa terjadi dengannya bila Puteri Milah, Langara (wali nikah), dan 2 orang saudaranya yaitu Talib dan Anjah (2 orang saksinya) merima hidayah Islam. Akhirnya dengan adanya sedikit perjanjian  dengan Habib, mereka menerima Islam dengan suka cita.


2. Balai Adat Balai Ulin di Renovasi

Balai Adat Balai Ulin itu berdiri sekitar tahun 1552 Masihi di desa Lumpangi tidaklah sampai 1 setengah abad Balai Adat Balai Ulin ini berdiri karena adanya pengaruh Islamisasi terhadap kelompok Penghuninya kemudian balai adat ini ditinggalkan  orang  atau bubar.

Pada pertengahan abad ke-17 Masihi Balai Adat "Balai Ulin" Lumpangi Loksado direnovsi total oleh Regenerasi suku Dayak. Sekitar tahun 1700 Masihi akhir abad ke-17 Balai Adat tersebut dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dayak atau Tetuha atau Penghulu Adat bernama Langara, ia punya adik kandung bernama Ulang. Dayak Ulang ini punya anak bernama Bumbuyanin dan Bayumbung,  sedangkan Dayak Langara menurut sumber data punya 3 anak pertama bernama Talib dan kedua bernama Anjah dan ketiga bernama Aluh Milah.

Tetuha Adat Dayak pertama kampung Pantai Dusin Hulu Banyu bernama Bumbuyanin, ia mempunyai 3 anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Adapun anak yang pertama bernama Ayuh atau Datu Ayuh atau Sang Dayuhan, anak yang ke-2. Bambang Swara atau Bambang Basiwara dan anak yang ke-3 adalah perempuan bernama Umi Salamah (Diang Gunung), dia seorang puteri yang sangat cantik jelita.

Seperti pada malam-malam menjalani hukuman adat, Habib menjalankan Dakwahnya, beliau mulai Bakisah (berceritera) dalam Bahasa Banjar, ada syairnya /kata-kata mutiara dan pantunnya yang dibumbui sedikit homor dalam dakwahnya ttg Kehidupan Rasulullah Saw sebagai tauladan yang harus diikuti dan Peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di Timur Tengah. misalnya Bakisah ttg Cinta Rabi'atul Adawiah dengan Hasan al Basri, dan lain-lainnya. Orang-orang penghuni Balai mulai datang, mendekat, duduk menghadap Habib dan mereka mulai senang, tertawa dan terhibur mendengarkan dengan kisah-kisah dan sedikit homoris dari  Habib hingga waktu larut malam.

Berdakwah semacam ini dlakukan ketika ia tinggal bersama isterinya dalam Balai Adat “Balaii Ulin” saat itu dengan materi khusus ttg “Penanaman Aqidah Islam/tauhid” kepada Penghuni Balai. Dakwah tersebut ia lakuni hingga usia anak pertamanya 7 tahun kemudian ia dan isterinya memisahkan diri atau pindah dari Balai Adat yakni membuat rumah sendiri dan Mushalla “Baiturrahman” yang tak jauh dari Balai Adat.

Pada pertengahan abad ke-18 Masihi ketika masa kecilnya mereka bertiga pernah diutus atau dikirim orang tuanya ke Desa Lumpangi untuk menuntut Ilmu Islam beserta sepupu-sepupunya an. Habib Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Assegaf dan anak-anak lainnya kepada Habib Muhammad Djamiluddin bin Abu bakar Assegaf oleh karenanya mereka ini mengenal Islam dengan baik.


3. Adapun  Silsilah Nasab Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar ash-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf

الْحَبِيْب اَبًوْ بَكْرٍ[وفات ١٧٥٩مٍ] بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله، 

Abu Bakar adalah nama yang diberikan kedua orang tuanya, tempat ia lahir diperkirakan tahun 1068H/1658M  di Seiyun Hadramaut, Yaman, Yordania. Setelah dewasa ia menikah dengan perempuan shalehah dan punya anak an. Shaleh. Kemudian Abu Bakar dimasa mudanya ikut berpetualang berdagang dan mencari rempah-rempah bersama kakeknya Habib Hasyim dan ayahnya Sayyid Hasan ke Negeri Asia hingga Asia Tenggara. Dari Gujarat India melalui Singapore.terus ke Samudera Pasai Aceh ke Pelembang terus ke Demak Jawa Tengah di masa Kesultanan Demak diakhir abad ke-17 tahun 1690M. Ia adalah dzuriat Nabi Saw yang ke-30, yang hidup di dua abat ke17-18M.Setelah lama singgah di Semarang, di kota inilah kakeknya Habib Hasyim berkhidmat hingga wafat tepatnya Kelurahan Randusari, Kec. Semarang Selatan, kota Semarang Jawa Tengah. Sayyid Abu Bakar pasih berbahasa Melayu dan Jawa. Kemudian ia menyebarang ke Kesultanan Banjar. Kedatangannya ke Kesultanan Banjar hampir bersamaan Sayyid Abdullah bin Abu Bakar al-Aydrus dan isterinya Siti Aminah orang tua Datu Kelampaiyan.


4. Balai Adat Balai Ulin pernah Simpan Biji Padi Sebesar Kelapa

Diceritakan bahwa dahulu kala Balai Adat Balai Ulin sewaktu dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dayak atau Kepala Balai atau Penghulu Adat yang bernama Langara, mereka pernah memiliki dan menyimpan peninggalan benda prasejarah, berupa tiga buah biji banih seukuran kelapa yang dinamakan “Banih kelapa atau Banih Nyiur”.yang diletakan ditengah-tengah Kindai Banih dirungan tengah Balai.yang dijadikan sebagai “Ajimat pipikat sakti”. Banih Nyiur itulah yang memanggil ruh-ruh kawannya /membawai nyawa kawannya sehingga Kindai Banih tidak pernah kosong atau habis. Dengan ikhtiar Pemiliknya bahuma yang luas dan hasilnya selalu melimpah. Konon masa itu benda-benda banyak yang berukuran jumbo.

Orang-orang dahulu kalau ingin memasak nasi dari banih kelapa itu,  maka banih itu dipipiki satu persatu dari tangkainya dan ditaruh dalam lasung kayu baru ditumbuk dengan Halu hingga lanik dan ditampi dengan nyiru dahulu baru beras itu dimasak.

Dan dari ketiga buah biji padi tersebut atas permintaan Dayak Ulang kepada kakaknya Langara, bahwa ia dan keluarganya saja yang memeliharanya, maka buah biji Banih itu masing-masing dibawa Dayak Ulang satu biji padi ke desa Ulang, dan dibawa Dayak Bumbuyanin ke Pantai Dusin Hulu Banyu satu biji padi dan juga satu biji padi dibawa Dayak Bayumbung ke Harantan Hilir Banyu saat Balai Adat bubar.  Namun masyarakat sekarang tetap percaya bahwa beras yang kecil saat ini, dahulunya adalah beras besar tersebut. Walaupun sudah tidak ada lagi bukti – fakta sejarah tersebut sampai saat ini, namun masih banyak masyarakat yang mempercayainya Walaupun benda yang tinggal tiga biji tersebut sudah musnah, akibat musibah banjir dan kebakaran balai Adat..

 

5. Balai Adat Balai Ulin di Rinovasi

Balai Adat Balai Ulin itu berdiri sekitar tahun 1552 Masihi di desa Lumpangi tidaklah sampai 1 setengah abad Balai Adat Balai Ulin ini berdiri karena adanya pengaruh Islamisasi terhadap kelompok Penghuninya kemudian balai adat ini ditinggalkan  orang  atau bubar.

Pada pertengahan abad ke-17 Masihi Balai Adat "Balai Ulin" Lumpangi Loksado direnovsi total oleh Regenerasi suku Dayak. Sekitar tahun 1700 Masihi akhir abad ke-17 Balai Adat tersebut dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dayak atau Tetuha atau Penghulu Adat bernama Langara, ia punya adik kandung bernama Ulang. Dayak Ulang ini punya anak bernama Bumbuyanin dan Bayumbung,  sedangkan Dayak Langara menurut sumber data punya 3 anak pertama bernama Talib dan kedua bernama Anjah dan ketiga bernama Aluh Milah.

Tetuha Adat Dayak pertama kampung Pantai Dusin Hulu Banyu bernama Bumbuyanin, ia mempunyai 3 anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Adapun anak yang pertama bernama Ayuh atau Datu Ayuh atau Sang Dayuhan, anak yang ke-2. Bambang Swara atau Bambang Basiwara dan anak yang ke-3 adalah perempuan bernama Umi Salamah (Diang Gunung), dia seorang puteri yang sangat cantik jelita.

Pada pertengahan abad ke-18 Masihi ketika masa kecilnya mereka bertiga pernah diutus atau dikirim orang tuanya ke Desa Lumpangi untuk menuntut Ilmu Islam beserta sepupu-sepupunya an. Habib Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Assegaf dan anak-anak lainnya kepada Habib Muhammad Djamiluddin bin Abu bakar Assegaf oleh karenanya mereka ini mengenal Islam dengan baik.

Versi lain menyebutkan, menurut sumber data bahwa sesudah Balai Adat Balai Ulin bubar maka beberapa tahun kemudian datanglah Dayak Ulang dan Bumbuyanin ke Lumpangi membawa ketiga anaknya agar diajari tentang Islam kepada Habib dan menemui kakaknya Muhammad Langara dan mohon agar Balai Adat Balai Ulin yang tidak berfungsi itu bisa dipindahkan ke Pantai Dusin Hulu Banyu.


6. Anak-anak keturunan Datu Habib Lumpangi Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar ash-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf

Adapun anak-anak Datu Habib Lumpangi dari isteri pertama dari Seiyun dan isteri terakhir dari suku Dayak antara lain  :

  1. Shalih (ibunya dari Seiyun Hadramaut)
  2. Muhammad Djamiluddin
  3. Sy. Ummi Badar,
  4. Sy. Amas (Mastora) dan
  5. Ahmad Djalaluddin, anak yang paling  bungsu

Adapun anak laki-laki Datu Habib Lumpangi Abu Bakar bin Hasan Assegaf yang terkomvirmsi saat ini akhir tahun 2023 abad ke-21 Masihi dan silsilah nasabnya tercatat dengan baik antara lain ”

  1. Shalih
  2. Muhammad Djamiluddin
  3. Ahmad Djalaluddin

Menurut ceritera yang pernah  aku dengar dari Habaib dan ceritera datu dan nenek kami bahari bahwa Habib Abubakar bin Hasan punya banyak isteri dan punya  anak hingga 9  orang anak-keturunan, tetapi yang terkonvermasi dari isteri-isterinya dan anak-anaknya hanya 2 orang  yaitu isteri pertamanya dari Seiyun melahirkan anakyang bernama Saleh dan isterinya  yang terakhirnya bernama Siti Jamilah dari suku Dayak Lumpangi melahirkan anak yang bernama Jamiluddin. Sy. Amas (Mastora/ Umi Badar) dan Ahmad Jalaluddin.

Menurut folklor ceritera datu dan nenek kami bahari bahwa pada awal abad ke-18M yang pertama kali datang berkunjung dan menetap di Lumpangi Loksado Kalimantan Selatan Indonesia dari golongan habib/ syarif adalah (keluarga) Aal-ALSAQQAF آل السقاف (dibaca Assegaf/al Seggaf), yaitu Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim. Gelar kehormatannya "Datu Habib Lumpangi". Baliau menikahi puteri Dayak Tetuha Balai atau Penghulu Adat Balai Ulin Lumpangi Loksado an. Milah (Siti Jamilah).

“Yang pertama kali digelari al-saqqaf ialah waliyullah al-Muqaddam al-Tsani al-Imam Abdurahman bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam (Afandi 2008).”

Maka keberadaan Sayyid Abu Bakar kala itu datang pada Masa Pamali, oleh karenanya ia mendapat hukuman adat Dayak yakni ia ditahan selama 10 hari 10 malam tidak boleh keluar dari Balai Adat dan dikenakan membayar denda.

Kedatangan Sayyid Abu Bakar di Desa Lumpangi  pada tahun 1705 Masihi.Ketika Beliau datang ke Desa Lumpangi, menurut salah satu sumber informasi bahwa usia Beliau sekitar 43-45 tahunan kala itu, tetapi pisik dan muka Beliau kelihatan muda seperti usia 25-30 tahun. 

Salah satu tradisi/adat Dayak ketika itu, bagi kaum laki-laki lajang diperbolehkan tidur satu kamar dengan wanita lajang puteri dari Tetuha Adat sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu atau sahabat, tak terkecuali dengan Habib, beliau tidur ditemani oleh Aluh Milah sepanjang malam, tetapi pagar ayu puteri Milah tetap terjaga dengan baik. Habib tidak mau mengganggu dan apalagi mempermainkan puteri Milah.

Menurut  folklor  tutuha kami dan masyarakat sekitarnya diceriterakan bahwa saat berakhir masa tahanan Sayyid Abu Bakar 10 hari dan 10 malam, Diang Milah (Siti Jamilah) jatuh sakit secara tiba-tiba, ia tak sadarkan diri/pingsan dalam waktu cukup lama, Diang belum bisa sadar walaupun Tetuha Adat (Penghulu Balai) berusaha keras melakukan BALIAN Basambui untuk menyembuhkan Puterinya diobati secara kebatinan, walaupun ia seorang tokoh adat yang mempunyai  kemampuan mempuni mengobati orang yang sakit, namun dikala itu tidak membawa hasil apa-apa dan membuatnya putus asa. Tak terkecuali Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf, seorang tahanan mereka, yang baru datang beberapa hari kewilayah itu. Ia mencoba menawarkan diri kepada mereka untuk mengobatinya sang Puteri. Akhirnya dengan perasaan was-was terlihat pada wajah-wajah mereka, namun mereka dengan berat rasa hati mempersilahkannya hingga Puteri sadar dari pingsannya dan sembuh dari sakitnya.

Peristiwa pengobatan Puteri tersebut  tertuang lebih awal dalam Artikel "Islam Loksado dan Sayyid Abu Bakr bin Hasan Assegaf" yang diposting 20 Februari 2011 menyebutkan  ”Di kampung Lumpangi kala itu masih berupa kehidupan Balai, yaitu Balai Ulin; dan di sana terdapat tokoh yang disebut penghulu Balai yang terkenal dengan kemampuannya mengobati orang sakit. Ternyata, kemampuan medis habib yang baru datang ke wilayah itu lebih tinggi darinya, sehingga warga Balai sangat terkesima dan akhirnya mau menerima Islam. Bahkan, disebutkan bahwa di antara tokoh habib itu ada yang menikahi puteri penghulu Balai Ulin (Harisuddin 2011).

Bekata Tanqir Ghawa kepada anak cucunya bahwa kakeknya ibrahim baucap “Syukur alhamdu lillaah banar kita ine cucuai, jaka kada datang habib membawa Islam dan datung kita ada yang balaki lawan habib lalu ia maislamakan datu nine bubuhan  kita Dayak lumpamgi, jaka kada baislam maka kita rugi banar, kita akan dimasukakan ke dalam Naraka, nauudzu billaahi mindzaalik” Menurut Beliau bahwa “Ucapan yang seperti ine telah diucapan pula oleh datu ninenya bahari sebelumnya."

Perkawinan inilah yang sangat merekatkan hubungan suku  Dayak Langara dengan Habib. Adanya ikatan perkawinan tersebut Islam berkembang dengan cepat. Akhirnya mereka karena merasa berkelurga dengan Habib, merasa badangsanak dengan Habib, mereka tertarik dengan Islam dan menerima Islam dengan sukacita dan juga hasil perkawinan itu membuahkan keturunan/ anak an. "Muhammad". Namun versi lain menyebutkan bahwa anak itu bernama : "Muhammad Djamiluddin" dan dzuriatnya yang bersambung dan nasabnya tercatat dengan baik sampai saat ini.

Saggaf w.1195H/1781Masihi bin Muhammad bin Umar w.1052H bin Toha w.1007H bin Umar ash-Shafy adalah saudara sepupu dengan Habib Abu Bakar w.1759M bin Hasan w.1720M bin Hasyim bin  Muhammad bin Umar ash-Shafy kedua intahnya as-Shafy ini hidup diakhir abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-17 M.


(Makam Datu Habib Lumpangi & Siti Jamilah)

7. Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar ash-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf wafat thn 1759M/ 1172H

Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf wafat di kampung Balai Ulin Lumpangi hari Jum'at, tanggal 17 Dzul Hijjah 1172H, dipertengahan akhir abad ke-18 Masih. Bertepatan dia wafat 10 Agustus tahun 1759 Masihi. Haulan Beliau terebut dilaksanakan oleh Ahlul Bait setiap tanggal 17 Dulhijjah. Dan ia dimakamkan berdampingan dengan Siti Jamilah binti Muhammad Langara isterinya di kampung Balai Ulin Lumpangi. Ia sangat setia menjalani hukum adat Dayak yang ia sepakati, saat ia ingin mengislamkan Tetuha Adat, Puteri dan kedua saudara puteri yakni tidak akan meninggalkan mereka hingga ajal menjemputnya. Titik Koordinat makam 2,80928, 115,41767,  146,7m, 8 derajat 


daftar Bacaan  :

  1. Artikel  "Wisata Riligi Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf ayahnya Habib Lumpangi" oleh Habib H.Hasan BasribinM.Muhammad Barsih Assegaf Loksadohttps://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/5125307868326461194
  2. Artikel "Islamnya Orang-orang Hulu Banyu Kec. Loksado di akhir abad ke-18 Masihi"  Ahad, 1 Ramadhan 1443H/3 April 2022oleh H.Hasan Basri bin H.M.Barsih Assegaf https://naib-h-hasan-al-baseri.blogspot.com/2022/04/islamnya-orang-orang-hulu-banyu-kec.html


31. Habib Muhammad Jamiluddin  (Habib Lumpangi) bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf 

Setelah Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf selesai menjalani masa tahanan Adat Dayak Langara, ia mengislamkan Tetuha Balai /Penghulu Balai Adat sebagai wali nikah anaknya "Siti Jamilah" kemudian kedua saudara laki-laki anaknya Talib dan Anjah setelah menerima hidayah Islam diberi nama "Abu Thalib dan Hamzah" sebagai saksi pernikahannya secara Islam tahun 1705 Masihi.

Kemudian Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf mempersunting Puteri Milah binti Muhammad Langara   seorang   gadis  Dayak dari Balai Adat Balai Ulin Lumpangi Loksado. Dari hasil pernikahannya dengan Puteri Milah ini, lahirlah seorang putra yang bernama “Djamiluddin”.

Kelahirannya sangat  dinanti dan ditubggu oleh keluarga muslim dan keluarga Dayak. Ketika ia hadir sanak keluarganya sangat bersukaria dengan menghadirkan jamuan hidangan dari seekor payau /menjangan. Ketiika ia berumur 7 tahun namun versi lain menyebutkan ia berumur 14 tahun ayah dan ibunya baru memisahkan diri atau pindah dari Balai Adat. Mereka membuat rumah sendiri dan membangun Mushalla “Baiturrahman” tempat belajar dan mengajar yang tak jauh dari Balai Adat. Ketika ia berumur 14-15 tahun Balai Adat mulai bubar.

a. Habib Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Lahir

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami bahwa  "Djamiluddin"  adalah Putera pertama dari Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy dengan isterinya Siti Jamilah binti Muhammad Lanagara. Namun versi lain menyebutkan bahwa anak itu bernama : "Muhammad Djamiluddin" Ia lahir dimasa pemerintahan raja banjar Sultan Suria Alam alias Sultan Tahmidullah 1 bin Sultan Tahirullah bin al-Maliku'llah adalah Raja Banjar yang memerintah tahun 1700-1717 Masihi. Muhammad Djamiluddin dilahirkan di Lumpangi, hari Senin, 13 Syawwal 1118H /1707Masihi dan dibesarkan di Desa Lumpangi, ia lahir ditengah-tengah keluarga yang baru menemukan hidayah Islam. Ia adalah orang yang shalih, ia memperoleh pengajaran agama Islam langsung dari orang tuanya dan kedua Kakeknya M. Langara dan Sayyid Hasan ketika ia berada di Desa Taniran dan juga paman Ayahnya Habib Idrus.

Kelahirannya sangat  dinanti dan ditubggu oleh keluarga muslim dan keluarga Dayak. Ketika ia hadir sanak keluarganya sangat bersukaria dengan menghadirkan jamuan hidangan dari seekor payau /menjangan. Ketiika ia berumur 7 tahun ayah dan ibunya memisahkan diri atau pindah dari Balai Adat. Membuat rumah sendiri tak jauh dari Balai Adat. Ketika ia berumur 14-15 tahun Balai Adat mulai bubar.


b. Silsilah Nasab Habib Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Sampai ke Rasulullah Muhammad Saw   :

الْحَبِيْب مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [اي عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله،  

Menurut  folklor  tutuha kami dan masyarakat sekitarnya diceriterakan bahwa Ia dilahirkan Senin, 13 Syawwal 1118H /1707Masihi dan dibesarkan di Desa Lumpangi, ditengah-tengah keluarga yang baru menemukan hidayah Islam. Ia adalah orang yang shalih, ia memperoleh pengajaran Islam langsung dari orang tuanya dan Kakeknya Sayyid Hasan ketika ia berada di Desa Taniran dan juga pamannya Habib Idrus. 

"Djamiluddin"  adalah Putera pertama dari pasangan suami-isteri Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy dengan isterinya Siti Jamilah binti Muhammad Lanagara. Namun versi lain menyebutkan bahwa anak itu bernama : "Muhammad Djamiluddin" Ia lahir dimasa pemerintahan raja banjar Sultan Suria Alam alias Sultan Tahmidullah 1 bin Sultan Tahirullah bin al-Maliku'llah adalah Raja Banjar yang memerintah tahun 1700-1717 Masihi.

Menurut sumber data bahwa semua ilmu Habib Abu Bakar ayahnya, Habib Hasan kakeknya, Habib Idrus pamannya dan ilmu Muhamamad Langara kakeknya telah tertuang dan tercurah pada Habib Muhammad Djamaluddin (Habib Lumpangi), berkata ( Beliau keturunan Syarifah asal Amawang) Muhammad Bahrudin bin Marsal salah seorang yang ikut menanam nisannya bahwa "Habib Djamaluddin adalah orang yang paling alim / orang yang paling berpengetahuan diantara semua penghuni makam di Kampung Balai Ulin ini, hal ini kalau bisa disembunyikan."

Setelah Muhammad Jamaluddin dewasa, Ia juga termasuk orang berpengaruh di Lumpangi setelah ayahnya. Dan ia berada di desa yang sangat terisolasi dari keramaian kota, ia tinggal diudik sungai Kali Amandit yang sangat jauh, kalau berpergian masa itu selalu jalan kaki. Isterinya Siti Sarah seorang muslimah yang shalehah keturunan asli Dayak Balai Ulin Lumpangi, begitu juga kedua orang tua muslim. Siti Sarah binti Abu Thalib bin Muhammad Langara, ia seorang perempuan dari kampung Batu Tangah Desa Lumpangi. Perkawinan sepupu tersebut membuahkan keturunan anak laki-laki, ia lahir di Lumpangi, Jum'at, 10 Jumadil Awwal 1155H/1742M.an. Habib Ahmad Suhuf yang panggilan sehari-harinya Habib Ahmad.

Syekh Habib Abu Bakar datang ke Balai Ulin pada awal abad ke-18 Masihi. Islam masuk di bawa ke Desa Lumpangi tahun 1705-1759M oleh Sayyid Abu Bakar, ia mengislamkan suku Dayak Langara, Balai Adatnya saat itu bernama "Balai Ulin". suku dayak ini adalah bagian dari pancaran dari suku dayak Maanyan, suku dayak tertua yang hidup di pulau Kalimantan.

Syekh Habib Abu Bakar datang ke Balai Ulin pada awal abad ke-18 Masihi. Islam masuk di bawa ke Desa Lumpangi tahun 1705-1759M oleh Sayyid Abu Bakar, ia mengislamkan suku Dayak Langara, Balai Adatnya saat itu bernama "Balai Ulin". suku dayak ini adalah bagian dari pancaran dari suku dayak Maanyan, suku dayak tertua yang hidup di pulau Kalimantan Selatan. Habib Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf diperkirakan wafat Jum'at, 10 Syawal 1195H atau 1781 Masihi di kampung Balai Ulin Desa, dengan usia 64 tahun dan ia dimakamkan kampung Balai Ulin Lumpangi Kec. Loksado.

 (Makam Habib Lumpangi & Siti Sarah)

c. Saudara tua sebapak Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf bernama  Shalih (ibunya dari Seiyun Hadramaut) deengan  nasabnya

الْحَبِيْب عَبْدُ القَدِيْر الْجَيْلَانِيِّ بِنْ عَلْوِىْ بِن زَيْنْ بِنْ عَلِيٍّ بِنْ عَلْوِىْ بِنْ عَبْدِاللهِ بِنْ صَالِح بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله

d. Ada beberapa tradisi Suku Dayak Pegunungan Meratus yang Unik dan masih berlaku di sebagian Kalimantan

Dilansir dari berbagai sumber, bahwa suku Dayak memiliki berbagai tradisi unik, tetapi tradisi ini ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya kecuaali tradisi Tarian Gantar (batandik),. 


e. KAROMAH HABIB LUMPANGI YANG BERLAKU HINGGA SAAT INI

Oleh karenanya salah satu Karomah  Habib Muhammaad Jamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf yang terbesar adalah "Beliau dapat membatalkan beberapa tradisi Suku Dayak Pegunungan Meratus yang berlaku berabad-abad.”

Ia (Habib Muhammaad Jamiluddin) juga tampil sebagai tokoh muda yang sangat dihormati disukai dan dicintai dari kalangan keluarga Muslim dan dari kalangan keluarga Dayak sehingga apa yang ia ucapkan selalu diikuti-disetujui oleh banyak orang. Ia dengan mudahnya Membatalkan tradisi Suku Dayak Pegunungan Meratus berlaku berabad-abad yang dianggap merugikan banyak pihak dan Para keluarga suku Dayak, mereka menerimanya dengan suka rela mereka meninggalkannya, tradisi dimaksud yakni "Tradisi Memuliakan Tamu Nginap, Tradisi Kuping Panjang, Tradisi Tato,  Tradisi Tiwah, Tradisi Ngayau, dan Mantat Tu’Mate dan dapat mempersaudarakan orang-orang muslim dengan orang-orang Dayak"., 

Dilansir dari berbagai sumber, bahwa suku Dayak memiliki berbagai tradisi unik, tetapi tradisi ini ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Muhammaad Jamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya kecuali tradisi Tarian Gantar (batandik),. 

Beberapa tradisi yang ditinggalkan di antaranya meliputi:

1.     1. Tradisi Memuliakan Tamu Nginap

Salah satu tradisi/adat Dayak ketika itu, bagi Tamu yang Nginap untuk kaum laki-laki lajang diperbolehkan tidur satu kamar/ satu kelambu dengan wanita lajang puteri dari Tetuha Adat. Bila tidak punya anak gadis maka isterinya yang menemani tidur tamunya. (kalua tamunya sudah beristeri maka ia tidur satu kamar dengan isteri sahabatnya) sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu atau sahabat, tak terkecuali dengan Habib, beliau tidur ditemani oleh Aluh Milah sepanjang malam, tetapi pagar ayu puteri Milah tetap terjaga dengan baik. Habib tidak mau mengganggu dan apalagi mempermainkan puteri Milah.

Adat Dayak adalah sangat meghormati dan memulikan tamu, Puteri Milah adalah seorang gadis Dayak yang lemah lembut, ia seorang gadis ramah dan homoris dan sulit untuk dilupakan.

Hal semacam ini dikuatkan oleh ceritera teman saya, dia seorang Serjana dibidang agama Islam. Dia berceritera kepada saya bahwa tamu laki-laki lajang yang nginap di rumah suku Dayak, ia diperbolehkan tidur satu kamar atau satu kelambu dengan wanita lajang anak Dayak sebagai bentuk penghormatan tuan rumah. Tradisi atau Adat Dayak tersebut masih berlaku hingga sekarang tahun 2020 disebagian suku Dayak Kalimantan.

Temannya berceritera bahwa ketika ia berada dipedalaman pulau Kalimantan tahun 2020, bekerja sebagai penebang pohon kayu jenis Meranti dan Ulin. Ia mulai bersahabat baik dan akrab dengan suku Dayak penduduk asli. Sahabatnya mengajaknya menginaf dirumahnya. Di rumah sahabatnya ini ia menginaf, makan, minum dan cuci pakaian. Ketika malam hari ia ingin tidur di salah satu ruangan, ia disuruh sahabat barunya tidur satu kelambu dengan anak perempuannya yang gadis lajang. Kemudian iapun tidur dengannya tetapi ia tidak berani mencumbu rayu, dan juga ia tidak mau merusak pagar ayu dan menggagahi anak perempuan sahabatnya.

Tradisi ini ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya.

2. Tradisi Kuping Panjang

Telingaan Aruu adalah tradisi adat Suku Dayak dengan cara memanjangan telinga. Untuk memanjangkan daun telinga, mereka menggunakan anting-anting berbentuk gelang yang terbuat dari tembaga. Anting-anting berukuran besar tersebut dalam bahasa kenyah disebut belaong.h

Di Kalimantan Timur, perempuan Dayak memiliki tradisi unik memanjangkan telinga mereka. Keyakinan di balik tradisi ini adalah bahwa telinga yang panjang membuat perempuan terlihat semakin cantik.

Selain untuk aspek kecantikan, memanjangkan telinga juga memiliki nilai simbolis dalam menunjukkan status kebangsawanan dan melatih kesabaran.

Proses memanjangkan telinga melibatkan penggunaan logam sebagai pemberat yang ditempatkan di bawah telinga atau digunakan untuk anting-anting.

Perempuan Dayak diperbolehkan memanjangkan telinga hingga dada, sementara laki-laki bisa memanjangkan telinga hingga bawah dagu.

Tradisi ini juga ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya.

 

3. Tradisi Tato

Tato atau rajah adalah simbol kekuatan, hubungan dengan Tuhan, dan perjalanan kehidupan bagi suku Dayak. Tradisi tato ini masih dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan Dayak.

Proses pembuatan tato terkenal karena masih menggunakan peralatan sederhana, di mana orang yang akan ditato akan menggigit kain sebagai pereda sakit, dan tubuhnya akan dipahat menggunakan alat tradisional.

Setiap gambar tato memiliki makna khusus, misalnya tato bunga terong menandakan kedewasaan bagi laki-laki, sementara perempuan mendapatkan tato Tedak Kassa di kaki untuk menandakan kedewasaan mereka.

Dalam konteks sejarah, dikatakan bahwa suku Dayak Iban menggunakan tato ini selama peperangan untuk membedakan antara teman dan musuh.

Tradisi ini ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya.


4. Tradisi Tiwah

Kwangkey atau Kuangkay ialah upacara kematian yang dilakukan Suku Dyaka Benuaq yang tingga di pedalaman Kalimantan Timur. Tradisi ini berasal dari kata ke dan angkey, artinya adalah melakukan atau melaksanakan dan bangkai.

Menurut istilah bahasa daerah setempat, Kwangkey mempunyai makna buang bangkai. Maknay yang ingin disampaikan adalah melepaskan diri dari kedukaan dan mengakhiri masa berkabung

Tiwah adalah upacara pemakaman masyarakat Dayak Ngaju yang melibatkan pembakaran tulang belulang kerabat yang telah meninggal.

Tradisi ini dilakukan sesuai dengan kepercayaan Kaharingan dan dipercaya membantu arwah orang yang meninggal untuk menuju dunia akhirat atau disebut juga dengan nama Lewu Tatau.

Selama pelaksanaan Tiwah, keluarga yang ditinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil mengelilingi jenazah.

Proses pembakaran tulang belulang jenazah dilakukan secara simbolis, sehingga tidak semua tulang jenazah ikut dibakar dalam upacara Tiwah.

Tradisi suku Dayak ke-4 ialah Tiwah yang upacara pemakaman yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Ngaju. Dalam upacara ini,  mereka akan membakar tulang belulang dari kerabat yang telah meninggal dunia. Menurut kepercayaan Kaharingan, tradisi Dayah Tiwah, dipercaya mampu mengantarkan arwah dari orang yang telah meninggal agar mudah menuju dunia akhirat atau disebut pula dengan nama Lewu Tatau. Ketika melaksanakan tradisi Tiwah, biasanya keluarga yang ditinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil mengelilingi jenazah. Proses pembakaran tulang belulang jenazah hanya dilakukan secara simbolis sehingga tidak semua tulang jenazah akan ikut dibakar dalam upacara Tiwah.

Tradisi Penguburan

Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan:

1. penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat 

2. penguburan di dalam peti batu (dolme

3. penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.

Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni:

1. dikubur dalam tanah

2. diletakkan di pohon besar

3. dikremasi dalam upacara tiwah

Prosesi penguburan sekunder

1. Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.

2. jambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.

3. Marabia

4. Mambatur (Dayak Maanyan)

Tradisi ini juga ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya. Terkecuali pengubur mayat dalam tanah


5. Tradisi Ngayau

Tradisi berburu kepala ini, yang pernah ada tetapi sekarang sudah dihentikan, melibatkan pemburuan kepala musuh oleh beberapa rumpun Dayak, seperti Ngaju, Iban, dan Kenyah.

Tradisi ini penuh dendam turun-temurun sebab anak akan memburu keluarga pembunuh ayah mereka dan membawa kepala musuh ke rumah. Ngayau juga menjadi syarat agar pemuda Dayak bisa menikahi gadis yang mereka pilih.

Pemuda Dayak diwajibkan untuk berpartisipasi dalam tradisi berburu kepala sebagai cara untuk membuktikan kemampuannya dalam memuliakan keluarganya dan meraih gelar Bujang Berani.

Larangan terhadap tradisi ini dihasilkan dari musyawarah Tumbang Anoi pada tahun 1874, yang bertujuan menghindari perselisihan di antara suku Dayak.

Ke-5 tradisi tersebut sudah ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya kecuaali tradisi Tarian Gantar

6. Manajah antang

Tradisi dari suku Dayak selanjutnya ialah manjah antang, tradisi ini merupakan suatu ritual untuk mencari di mana musuh berada ketika berperang. Menurut cerita masyarakat Dayak, ritual manajah antang merupakan ritual pemanggilan roh leluhur dengan burung Antang, di mana burung tersebut dipercaya mampu memberitahukan lokasi musuh. Selain dipakai ketika berperang, tradisi manajah antang pun dipakai untuk mencari petunjuk-petunjuk lainnya.

 

7. Mantat Tu’Mate

Seperti halnya Tiwah, tradisi mantat tu’mate merupakan tradisi untuk mengantarkan orang yang baru saja meninggal dunia. Namun mantat tu’mate berbeda dengan Tiwah. Sebab, mantat tu’mate dilakukan selama tujuh hari dengan konten acara iring-iringan musik serta tari tradisional. Setelah upacara selama tujuh hari selesai, barulah jenazah kemudian akan dimakamkan

Ket. Referinsi No. 6-7 Artikel Tradisi Suku Dayak & Asal-Usul Suku Dayak

8. Tari Gantar

Tari Gantar adalah salah satu tarian khas Suku Dyak. Tarian ini adalah tari pergaulan muda-mudi Suku Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung di Kabupaten Kutai Barat.

Tarian Gantar mengekspresika kegembiraan serta keramahan dalam menyambut tamu, baik wisatawan atau tamu kehormatan. Tari ini juga berfungis untuk menyambut pahlawan dari medan perang. Ada tiga jenis tarian Gantar, yakni Gantar Rayat, Gantar Busai, dan Gantar Senak dan Kusa


b Saudara kandung Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf

Adik kandung Muhammad Djamiluddin antara lain  : Sy. Ummi Badar, Sy. Amas (Mastora) dan yang paling  bungsu bernama Ahmad Djalaluddin, ia dilahirkan bersamaan tahun dengan kelahiran Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin yakni 10 Sya’ban 1149H/1736M di Desa Lumpangi, dan kedua anak ini tumbuh dan dibesarkan dilingkungan orang-orang  muslim yang taat Agama islam di Desa Lumpangi, silsilah nasabnya tercatat dengan baik.

Menurut catatan Habib Ahmad Ilham bin Janggi Ali Assegaf bahwa “Ahmad Djalaluddin salah satu anak laki-laki Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf.” Hal ini dapat dilihat catatan silsilah nasabnya yakni Ahmad Ilham bin Janggi Ali bin Jambran bin Jama’in bin Ahmad bin Ali bin Abdullah bin Husain bin Ahmad Djalaluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad Assegaf……..

Nasanya 

الْحَبِيْب اَحْمَدْ اِلْحَامْ بِنْ جنغِيْ عَلِيٍّ بِنْ جَمْبارَان  بِنْ  جَمَاعِيْن بِنْ اَحْمَدْ  بِنْ عَلِيٍّ بِنْ عَبْدُاللهِ  بِنْ حُسَيْنُ بِنْ اَحْمَدْ جَلَالُ الدِّيْن  بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله

 Selatan

Artikell “Wisata Riligi Habib Djamiluddin dzuriat Dayak Lumpangi Loksado” oleh H.asaan Bari, S.Ag bin Muhammad Barsih Assegaf https://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/3816174999477533885

silsilah nasab catatan Habib Ahmad Ilham bin Janggi Ali Assegaf tercatat dengan baik


32. Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Jamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf.

 

Sejarah singkat Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi) bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf Lumpangi Loksado. Ia adalah seorang yang aliim sesudah ayahnya dan seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at yang memelihara iman dan islam, ia amat kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah dzahir dan bathin lainya.


1. Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Lahir

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Habib Ahmad Suhuf dilahirkan Ahad,10 Jumadil Awal 1149H/1736M di Desa Lumpangi, dan ia tumbuh dan dibesarkan dilingkungan orang-orang  muslim yang taat Agama islam di Desa Lumpangi, ia berada di desa yang sangat terisolasi dari keramaian kota Kandangan, berada diudik sungai Kali Amandit yang jauh, kalau berpergian masa itu selalu jalan kaki. Isterinya Diang Galuh Aminah bin Abdullah bin Hamzah, ia adalah buyut Datu Muhammad Lngara.

Sayyid Ahmad Suhuf adalah nama panjangnya, sedangkan Ahmad adalah nama panggilannya sehari-hari. Kedua orang tuanya memberinya nama Ahmad Suhuf. Nama ayahnya adalah Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi) dan ibunya bernama Siti Sarah binti Abu Thalib bin Muhammad Langara. Ahmad adalah keturunan ke-3  atau cucu tersayang Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf. Kakek dan kedua orang tuanya menaruh harapan besar kepadanya.


2. Silsilah Nasab Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Sampai ke Rasulullah Muhammad Saw 

الْحَبِيْب اَحْمَدْ صُحُفٍ بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله، 

3. Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Mendapatkan Pengajaran Ilmu Agama

Dimasa kecinya Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar Assegaf berada di bawah asuhan orang tuanya di Desa Lumpangi, ia ingin mengembara,  ke Negeri orang, kata orang tuanya bahwa “Kalau kau ingin merantau, kau harus banyak basango ilmu, supaya kembalinya kau selamat,” maka iapun telah membekali dirinya dengan giat belajar dan bertanya tentang ilmu-ilmu agama kepada orang tuanya, kepada kakeknya dan pamannya dan juga kepada orang lain tentang ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat.

Habib Ahmad Suhuf Mendapatkan Pengajaran Ilmu Agama langsung dari : -Muhammad Djamiluddin / Siti Raudah ayah-ibunya, -Abu Bakar kakeknya –Ahmad Jaluddinn pamannya. Oleh karenanya Dia pandai baca Al-Qur’an dan baca tulis arab Malayu.


4. Tetuha Adat Dayak Pang Ayuh bin Bumbuyaninin bin Ulang, ia asal mula penguasa Pegunungan Meratus di Kalimaantan Selatan

Berkata Muhammad Bahrudin bin Marsal ( Beliau keturunan Syarifah asal Amawang) bahwa "Habib Djamaluddin adalah orang yang paling berprngaruh, ia orang yang paling alim dan ia orang yang paling berpengetahuan agama diantara semua penghuni makam di Kampung Balai Ulin ini, Ia memperoleh pengajaran langsung dari ayahnya, kakeknya dan pamannya. hal ini kalau bisa disembunyikan."

Menurut folklor ceritera datu dan nenek kami bahwa berkata sebahagian orang Lumpangi masa itu bahwa “Tiada ada Orang yang memilki keilmuan yang paling dalam dan luas tentang Islam kecuali dimiliki oleh Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf".Ia memperoleh pengajaran dan bimbingan (suluk, riiyadhah) ilmu Islam langsung dari ayahnya, kakeknya dan pamannya

Bumbuyanin adalah nama Tetuha Adat Dayak yang mempunyai 3 anak, dua laki-laki dan satu perempuan yakni Pang Ayuh, Bambang Basiwara dan  Diang Gunung.

Menurut folklor ceritera datu dan nenek kami bahari bahwa “Dimasa kecilnya mereka bertiga pernah diutus atau dikirim orang tuanya ke Desa Lumpangi untuk menuntut Ilmu Islam kepada Habib Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf, hingga masa mereka menuntut ilmu Islam bertahun-tahun, oleh karenanya mereka sangat mengenal Islam dengan baik  dan mereka bisa baca Al Qur’an dan pandai baca tulis Arab Malayu”.. Dan juga Dimasa pendidikan (menuntut ilmu Islam) inilah Habib Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf mulai mengenal dan menyukai Umi Salamah (Diang Gunung) sepupunya sendiri.

Adapun anak Bumbuyanin yang pertama bernama Ayuh atau Datu Ayuh atau Dayuhan atau Pang Ayuh, digambarkan orang bahwa dia seorang lelaki yang berfisik kuat, gemar berkelahi atau berperang tetapi kurang cerdas, mudah/gampang marah, sulit menerima hal-hal yang positif, tetapi ia berhati baik dan dari dia menurunkan suku dayak Gunung Meratus yang ada sekarang ini.

Sedangkan anak yang ke-2. Bambang Swara atau Bambang Basiwara. digambarkan orang bahwa dia berfisik agak lemah tetapi sangat homoris, punya otak berlian dan cerdas dan menerima hal-hal yang positif. Ketiga anak sudah mengenal Islam dengan baik tetapi Datu Ayuh belum berani berislam. Sebab takut kehilangan kesaktian-kesaktin yang dia miliki turun-temurun.

Dan yang ke-3 adalah perempuan bernama Umi Salamah (Diang Gunung), dia seorang puteri yang sangat cantik yang dinikahi oleh Habib Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamaluddin bin Habib Abu Bakar Assegaf pada pertengahan abad ke-18 Masihi. Melalui perkawinan ini Bambang Basiwara sebagai wali dari adik perempuannya. Bambang Basiwara ini  ia menjadi seorang muslim dan dia menurunkan suku Banjar.

Versi lain ada yang punya berpendapat bahwa ceritera ketiga anak ini dikenal oleh sebagian masyarakat Dayak Maratus yang pertama bernama Ayuh atau Datu Ayuh atau Pang Ayuh, dia seorang lelaki yang berfisik kuat, gemar berkelahi atau berperang tetapi kurang cerdas, sulit menerima hal-hal yang positif, sosok ini di sebut  Dayuhan. Yang ke-2. Bambang Swara atau Bambang Basiwara. dia berfisik agak lemah tetapi punya otak berlian dan cerdas dan menerima hal-hal yang positif dan sangat homoris, sosok ini dikenal dengan nama "Paluy" sedangkan yang ke-3 adalah perempuan bernama Diang Gunung, dia seorang puteri yang sangat cantik rupawan, sosok ini disebut "Intingan".


5. Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad Assegaf Menikah dengan Siti Aminah 

Menurut sumber data bahwa Habib Ahmad Suhuf yang panggilan sehari-harinya Habib Ahmad telah menikah masa remaja - hingga dewasa, untuk medapatkan anak keturunan ia dikawinkan pula dengan Diang Galuh Aminah adalah bu mendapatyut Muhammad Langara

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa di usia 24 tahun Sayyid Ahmad Suhuf sudah menikah dan bekeluarga  dan   juga bertahun-tahun masa perkawinannya pasangan suami –isteri ini belum juga punya keturunan. Karena tidak punya anak, kemudian ia menikah lagi di usianya 40 tahunan dengan sepupunya Galuh Siti Aminah cucu Hamzah, asal desa Muara Lumpangi, Senin, 10 Muharam 1190H atau 1776M. Kemudian hasil perkawinan tersebut lahirlah seorang anak laki-aki yang diberi nama Sayyid Abu Bakar. kemudian untuk membedakan nama anak ini dengan nama Kakeknya maka diujung namanya ditambah kalimat 'as-Tsani artinya yang ''kedua' maka namanya menjadi Sayyid Abu Bakar. as-Tsani


6. Tradisi Unik Suku Dayak Pegunungan Meratus yang Membudaya dimasa Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf

Dilansir dari berbagai sumber atau data, bahwa suku Dayak memiliki berbagai unik, tetapi tradisi tersebut ditinggalkan oleh Dayak Pegunungan Maratus dan tradisi itu dibatalkan dimasa keberadaan Habib Lumpangi yaitu Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya kecuaali tradisi Tarian Gantar (batandik), Beberapa tradisi yang ditinggalkan di antaranya meliputi :

1. a. Tradisi memuliakan Tamu Nginap

Salah satu tradisi/adat Dayak ketika itu, bagi Tamu Nginap untuk kaum laki-laki lajang diperbolehkan tidur satu kamar/ tidur satu kelambu dengan wanita lajang puteri dari Tetuha Adat. Bila tidak punya anak gadis maka isterinya yang menemani tidur tamunya. (kalau tamunya sudah beristeri maka ia tidur satu kamar dengan isteri sahabatnya) sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu atau sahabat, tak terkecuali dengan Habib, beliau tidur ditemani oleh Aluh Milah sepanjang malam, tetapi pagar ayu puteri Milah tetap terjaga dengan baik. Habib tidak mau mengganggu dan apalagi mempermainkan puteri Milah.

2.  b. Tradisi Kuping Panjang

Telingaan Aruu adalah tradisi adat Suku Dayak dengan cara memanjangan telinga. Untuk memanjangkan daun telinga, mereka menggunakan anting-anting berbentuk gelang yang terbuat dari tembaga. Anting-anting berukuran besar tersebut dalam bahasa kenyah disebut belaong.

Di Kalimantan Timur, perempuan Dayak memiliki tradisi unik memanjangkan telinga mereka. Keyakinan di balik tradisi ini adalah bahwa telinga yang panjang membuat perempuan terlihat semakin cantik. Selain untuk aspek kecantikan, memanjangkan telinga juga memiliki nilai simbolis dalam menunjukkan status kebangsawanan dan melatih kesabaran.

Proses memanjangkan telinga melibatkan penggunaan logam sebagai pemberat yang ditempatkan di bawah telinga atau digunakan untuk anting-anting. Perempuan Dayak diperbolehkan memanjangkan telinga hingga dada, sementara laki-laki bisa memanjangkan telinga hingga bawah dagu.

3.  c. Tradisi Tato

Tato atau rajah adalah simbol kekuatan, hubungan dengan Tuhan, dan perjalanan kehidupan bagi suku Dayak. Tradisi tato ini masih dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan Dayak.

Proses pembuatan tato terkenal karena masih menggunakan peralatan sederhana, di mana orang yang akan ditato akan menggigit kain sebagai pereda sakit, dan tubuhnya akan dipahat menggunakan alat tradisional.

Setiap gambar tato memiliki makna khusus, misalnya tato bunga terong menandakan kedewasaan bagi laki-laki, sementara perempuan mendapatkan tato Tedak Kassa di kaki untuk menandakan kedewasaan mereka.

Dalam konteks sejarah, dikatakan bahwa suku Dayak Iban menggunakan tato ini selama peperangan untuk membedakan antara teman dan musuh.

4.  d. Tradisi Tiwah

Kwangkey atau Kuangkay ialah upacara kematian yang dilakukan Suku Dayak Benuaq yang tinggal di pedalaman Kalimantan Timur. Tradisi ini berasal dari kata ke dan angkey, artinya adalah melakukan atau melaksanakan dan membung bangkai hidup.

Menurut istilah bahasa daerah setempat, Kwangkey mempunyai makna buang bangkai. Maknaya yang ingin disampaikan adalah melepaskan diri dari kedukaan dan mengakhiri masa berkabung

Tiwah adalah upacara pemakaman masyarakat Dayak Ngaju yang melibatkan pembakaran tulang belulang kerabat yang telah meninggal.

Tradisi ini dilakukan sesuai dengan kepercayaan Kaharingan dan dipercaya membantu arwah orang yang meninggal untuk menuju dunia akhirat atau disebut juga dengan nama Lewu Tatau. Selama pelaksanaan Tiwah, keluarga yang ditinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil mengelilingi jenazah.

Proses pembakaran tulang belulang jenazah dilakukan secara simbolis, sehingga tidak semua tulang jenazah ikut dibakar dalam upacara Tiwah.

Tradisi suku Dayak ke-4 ialah Tiwah yang upacara pemakaman yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Ngaju. Dalam upacara ini,  mereka akan membakar tulang belulang dari kerabat yang telah meninggal dunia. Menurut kepercayaan Kaharingan, tradisi Dayah Tiwah, dipercaya mampu mengantarkan arwah dari orang yang telah meninggal agar mudah menuju dunia akhirat atau disebut pula dengan nama Lewu Tatau. Ketika melaksanakan tradisi Tiwah, biasanya keluarga yang ditinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil mengelilingi jenazah. Proses pembakaran tulang belulang jenazah hanya dilakukan secara simbolis sehingga tidak semua tulang jenazah akan ikut dibakar dalam upacara Tiwah.

Tradisi Penguburan

Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan:

•penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat

•penguburan di dalam peti batu (dolmen)

•penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.

Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni:

•dikubur dalam tanah

•diletakkan di pohon besar

•dikremasi dalam upacara tiwah

Prosesi penguburan sekunder

a. Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.

b. Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.

c. Marabia

d. Mambatur (Dayak Maanyan)


1.   e. Tradisi Ngayau

Tradisi berburu kepala ini, yang pernah ada tetapi sekarang sudah dihentikan, melibatkan pemburuan kepala musuh oleh beberapa rumpun Dayak, seperti Ngaju, Iban, dan Kenyah.

Tradisi ini penuh dendam turun-temurun sebab anak akan memburu keluarga pembunuh ayah mereka dan membawa kepala musuh ke rumah. Ngayau juga menjadi syarat agar pemuda Dayak bisa menikahi gadis yang mereka pilih.

Pemuda Dayak diwajibkan untuk berpartisipasi dalam tradisi berburu kepala sebagai cara untuk membuktikan kemampuannya dalam memuliakan keluarganya dan meraih gelar Bujang Berani.

Larangan terhadap tradisi ini dihasilkan dari musyawarah Tumbang Anoi pada tahun 1874, yang bertujuan menghindari perselisihan di antara suku Dayak.

Ke-5 tradisi tersebut sudah ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya kecuaali tradisi Tarian Gantar

f. Manajah antang

Tradisi dari suku Dayak selanjutnya ialah manajah antang, tradisi ini merupakan suatu ritual untuk mencari dan memastikan di mana musuh/seteru/lawan berada ketika berperang. Menurut cerita masyarakat Dayak, ritual manajah antang merupakan ritual pemanggilan roh para leluhur dengan burung Antang, di mana burung tersebut dipercaya dan diyakini mampu memberitahukan lokasi musuh/lawan. Selain dipakai ketika berperang, tradisi manajah antang pun dipakai untuk mencari petunjuk-petunjuk lainnya.

 

g. Mantat Tu’Mate

Seperti halnya Tiwah, tradisi mantat tu’mate merupakan tradisi untuk mengantarkan orang yang baru saja meninggal dunia. Namun mantat tu’mate berbeda dengan Tiwah. Sebab, mantat tu’mate dilakukan selama tujuh hari dengan konten acara iring-iringan musik serta tari tradisional. Setelah upacara selama tujuh hari selesai, barulah jenazah kemudian akan dimakamkan

Ket. Referinsi No. 6-7 Artikel Tradisi Suku Dayak & Asal-Usul Suku Dayak

https://www.gramedia.com/best-seller/tradisi-suku-dayak/


 h. Tari Gantar

Tari Gantar adalah salah satu tarian khas Suku Dyak. Tarian ini adalah tari pergaulan muda-mudi Suku Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung di Kabupaten Kutai Barat.

Tarian Gantar mengekspresika kegembiraan serta keramahan dalam menyambut tamu, baik wisatawan atau tamu kehormatan. Tari ini juga berfungis untuk menyambut pahlawan dari medan perang. Ada tiga jenis tarian Gantar, yakni Gantar Rayat, Gantar Busai, dan Gantar Senak dan Kusa


7. Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Wafat


 (Makam Habib Ahmad Suhuf & Siti Aminah)

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin Assegaf atau dipanggil sehari-harinya "Ahmad" Ia wafat Ahad,13 Jumadil Awal 1211H/ 1796M di usia 60 tahun dan dimakamkan berdampingan dengan isterinya Diang Galuh Siti Aminah di kampung Balai Ulin Desa Lumpangi Loksado. Titik Koordinat, makam 2,80926, 115,41769,  144,7m, 134 derajat

Tidaklah banyak yang Penulis ketahui tentang kehidupan Beliau, sejak Beliau lahir, masa kanak-kanak, masa remajanya, masa tuanya sampai wafatnya. Penulis hanya berharap dan mendo’akan semoga Allah Swt mema’afkan dan mengampuni kesalahannya, kesalahan – kesalahan orang tuanya, kesalahan datuk-neneknya, dan kesalahan – kesalahan orang-orang yang pernah dekat dengannya dan kesalahan – kesalahan dzuriat-dzuratnya hingga akhir zaman, begitu juga semoga Allah Swt mengampuni dosa-dosa kita dan dosa-dosa orang-orang muslimin dan muslimat semuanya. Aamiin Aamiin yaa rabbal aalamiin

 

Bacaan  :

  1. Artikel “Historis & Nasab Dzuriat Datu Habib Lumpangi Kec. Loksado” oleh  H.Hasan Basri bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf, https://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/399424488025472071
  2. Artikell “Islamnya Orang-orang Hulu Banyu Kec. Loksado di akhir abad ke-18 Masihi”  oleh H.asaan Bari, S.Ag bin Muhammad Barsih Assegaf https://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/7986183751908153577



33. Habib  Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad Assegaf

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Ia adalah seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at yang memelihara iman dan islam, ia amat kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah bathin lainya

a. Silsilah Nasab Sayyid Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf bersambung ke Rasulullah Saw

الْحَبِيْب اَبُوْ بَكْرٍ الثَّاني بِنْ اَحْمَدْ صُحُف  بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله


b. Sayyid Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf Lahir

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Habib Abu Bakar ast-Tsani adalah anak pertama dari pasangan suami isteri Habib bin Ahmad Suhuf Assegaf dengan Diang Galuh Aminah, asal desa Muara Lumpangi, pasangan suami isteri ini menikah Senin, 10 Muharam 1190H atau 1776M. Abu Bakar ast-Tsani lahir hari Rabu, 15 Dzulhijjah 1191H/ 1778 Masihi di Lumpangi. Dan Abu Bakar ast-Tsani  adalah keturunan ke-3  atau cucu tersayang Habib Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar (Habib Lumpangi) Ia adalah buyut dari Habib Abu Bakar Bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar ash-Shaafy Assegaf.

Sedangkan nama Abu Bakar adalah  nama pemberian dari kedua  orang tuanya. Dan ia menjadi nama panggilannya sehari-hari, as-Tsani artinya yang kedua, yang disisipkan dibelakang namanya. Hal ini diberikan adalah sebagai nama pembeda dengan Datuknya Sayyid Abu Bakar. Oleh karenanya ia juga berwajah-serupa dan postur tubuhnya dan prilakunya persis sama dengan Datuknya Sayyid Abu Bakar Assegaf. Maka orang-orang sekelilingnya dan sahabatnya menyebutnyai "Abu Bakar as-Tsani" yakni " Abu Bakar yang kedua". 


c. Sayyid Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf Menerima (Menimba) Ilmu Agama

Sayyid Abu Bakar ast-Tsani  adalah seorang anak cerdas dan  shalih yang membanggakan orang tuanya, ia memperoleh pengajaran ttg Islam langsung dari ayah dan kakeknya.

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Sayyid Abu Bakar ast-Tsani  Assegaf mendapatkan pengajaran Agama langsung dari : - Diang Galuh Aminah ibunya, - Ahmad Suhuf ayahnya, - Muhammad Djamiluddin dan Ahmad Jalaluddin  kakeknya. Dan guru-guru agama disekitarnya. Sejak kecil iapun telah membekali dirinya dengan giat belajar ilmu-ilmu agama kepada orang yang lebih tua dari nya, juga kepada orang lain tentang ilmu fiqih, ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat. Oleh karenanya ia pandai baca Al-Qur’an dan baca tulis arab Malayu.

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Ia adalah seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at yang memelihara iman dan islam, ia amat kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah bathin lainya


Photo Makam Januari ahun 20014M

Dimasa Pemerinahan Sultan Adam Al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman Saidullah II adalah Sultan Banjar yang memerintah (abad ke-19 Masehi) selang tahun 1825-1 November 1857. Sultan Adam dilahirkan di desa Karang Anyar, Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Indonesia.  “Ada salah seorang dari keluarga Assegaf bernama Alwi (w.1842M) bin Abdillah bin Saleh bin Abubakar (dzuriat isteri Beliau pertama dari Seiyun) dilaporkan melalui perjalanan panjang dari Hadramaut-Turki-Palembang-Gresik sebelum menyinggahi Banjarmasin dan sempat bermukim di Kampung Sungai Mesa. Alwi kemudian menetap di Martapura (Kampung Melayu) dan mendapat hadiah tanah dari Sultan Adam di daerah Karang Putih. Kelak ia dan anak cucunya bermakam di tanah pemberian sultan tersebut (makam Karang Putih Jl Menteri Empat Martapura) ”


d. Perkawinan Sayyid Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf dengan Umi Salamah (asal Dayak an. Diang Gunung) binti Bumbuyanin bin Olang.

Habib Alwi bin Abdillah w.1842M dan Habib Abubakar as-Tsani w.1902M bin Ahmad Suhuf keduanya adalah buyut dari Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf (Datu Habib Lumpangi w.1759M). Berarti kedua habib ini bersaudara sepupu Habib Alwi bin Abdillah bin Shalih dan Habib Abubakar as-Tsani  bin Ahmad Suhuf.

Menurut ceritera Habib Muhammad Jamberi dan yang dikuatkan ceritera Habib Muhammad Burhanuddin bin Ahmad Baderi Assegaf yang saya temui dan saya wawancarai di kediamannya Desa Tabihi tentang asal sebahagian orang-orang Hulu Banyu menerima hidayah Islam. Dan beliau berceritera ceritera dari sepupunya Habib Muhammad Djamberi bin Ahmad Darani Assegaf bahwa Habib Abu Bakar as-Tsani adalah buyut Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf kawin dengan Umi Salamah (nama asal dayak : Diang Gunung) binti Bumbuyanin bin Ulang dari Hulu Banyu kampung Pantai Dusin yang telah menerima Islam (puteri ini adalah sepupu Habib sendiri). Hasil perkawinan ini menurunkan nasab, tiga anak laki-laki an. : Ibrahim, Abdullathif dan Aly (Abdullah),

  1. Ibrahim, nama kehormatannya Abu Tha'am
  2. Abdullathif, nama kehormatannya Abu 'Aly
  3. Aly (Abdullah), nama kehormatannya Abu Tayau

 

e. Sayyid Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf Wafat

Sumber lain ada yang menyebutkan bahwa Habib Abu Bakar ast-Tsani dengan usianya lanjut, tua renta lebih dari 1 abad, tetapi ada yang menyebutkan bahwa Beliau wafat yakni Jum'at, 14 Januari 1875M atau bertepatan 17 Dzulhijjah 1292H.

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Sayyid Abu Bakar ast-Tsani diberikan Allah Swt umur panjang hingga ia tua renta dan ia sudah punya buyut an.Habib Tanqir Ghawa bahkan ada menyebutkan bahwa Beliau sudah punya pipit (intah) an.Habib Ahmad Karji saat tua rentanya, Beliau menutup matanya meninggalkan anak cucu, buyut, intahnya hari Kamis, tanggal 27 Maret tahun 1902M/1319H dengan usia Beliau 124 tahun Masihi ketika wafat. Beliau dimakamkan kampung Balai Ulin Lumpangi Loksado. Haulan Beliau tersebut dilaksaaanakan oleh Ahlul Bait setiap tanggal 17 Dulhijjah.


a.Tragedy runtuhnya Balai Adat Hulu Banyu pecehan Balai Ulin

Selanjutnya di ceriterakan  orang  bahwa pada  zaman dahulu, setelah pecah dan bubarnya  Balai Adat di Balai Ulin Lumpangi, kemudian berdiri Balai  Adat yang  kedua  di kampung Pantai Dusin  Hulu Banyu, balai Adat  tersebut  dibangun  di tepi sungai, berdekatan dengan kampung  Datar Laga dan kampung Datar Mangkung. Tetuha  Adat pertama  bernama  Bumbuyanin,  dia  adalah anak sulung  Tetuha Adat  Ulang.

Pada masa cucu dan buyutnya Bumbuyanin, yang bernama Dusin (Pang Dusin) sebagai kepala balai, Balai Adat  ini  mengalami tragedy mencekam terjadi banjir besar. Ketika itu Balai beserta  penghuninya hanyut (larut) di bawa  air  bah (ba'ah) besar, mungkin 6-7 kepala keluarga penghuninya yang hanyut, mereka tidak dapat  menyelamat diri.

Sebagian orang ada yang berkata bahwa Tragedy Balai Adat Hulu Banyu pecehan Balai Ulin Lumpangi Loksado terjadinya 7 Rajab 1247H/1831 Masihi.  Dengan adanya sebab akibat dan bergesirnya waktu  tempu dulu maka penghuni Balai Adat Bumbuyanin pecah terbagi dua kelompok. ada penghuninya yang bertahan dan memindah Balai Adat tidak jauh lokasi Pantai Dusin yakni (Balai Adat Tanginau) dan kelompok kedua memindah jauh dari lokasi awal, sekarang Balai Adat tersebut beralamat di desa Kemawakan Kec. Loksado.

b. Letak Geografis Balai Adat Bumbuyanin

Menurut ceritera Habib Basrani Noor bin H.Muhammad Barsih Assegaf (Usia 57 tahun) yang saya wawancarai bahwa Balai Adat Pertama sesudah  Balai Ulin Lumpangi di Hulu Banyu Loksado adalah Balai Adat Bumbuyanin yang terletak di Pantai Dusin. Pantai ini terletak dihulu kampung Uling  setelah kampung Majulung, ia berseberangan dan dekat  kampung Tar Laga dan kampung Tar Mangkung. Di kampung Pantai Dusin inilah Bumbuyanin sebagai Tetuha Adat membangun Balai Adat yang terletak ditepi udik tiga muara sungai Amandit.

Menurut Ahmad atau Amat yang saya wawancarai, ia asal dayak Bayumbung yang sudah muslim bahwa "Letak Balai Adat Pantai Dusin itu, kalau kita berada dari kampung Lambuk menuju hulu sungai ke Tar Mangkung terus ke kampung Tar Laga terus ke kampung Uling terus kehulu lagi hingga Pantai Dusin, dan dihulu Pantai Dusin itu sekarang Balai Adat Tanginau".

c. Kisah sebelum terjadinya Banjir besar.

Konon di ceriterakan bahwa  ada seorang istri Tetuha Balai muda kampong Pantai Dusin dan menentunya sedang hamil muda (ngidam) secara bersamaan.keduanya sering muntah-muntah dan pusing-pusing kepala dan tidak mau/tidak ada nafsu makan bahkan berhari-hari, membuat suaminya khawatir dan pusing kepala. Kedua istri yang ngidam ini pingin sekali memakan iwak hidup yang (dipalan) dimasak dalam seruas batang buluh.

Akhirnya untuk memenuhi hasrat isteri dan menentunya yang hamil muda, maka suami an.Dusin (Pang Dusin) dan anak lelakinya an.Uling (Pang Uling). Dipagi hari yang cerah mereka pergi ke sungai dengan membawa sebuah jala (lunta) mencari iwak hidup. Kepergian keduanya diikuti oleh seekor anjing setianya bernama si “Balang”

Konon  bahwa  Penghuni Balai Adat ini  memakan anak orang (dalam bentuk  seekor  iwak sili-sili sebesar buah Bunglay berkepala seperti anak Naga atau ikan berkepala yang aneh). Yang mereka  peroleh  dengan  menjala (melonta) di sungai.

Di ceriterakan bahwa Penjala tidak memperoleh ikan “Tidak seperti biasanya, setelah berkali-kali ia melepas jaring jalanya ke sungai dan menariknya pelan-pelan, tetapi ia tidak merasakan dan menemukan adanya ikan yang tersangkut dijaring jalanya, kecuali seekor ikan sili-sili sebesar buah bunglay yang berbentuk aneh (berkepala seperti anak Naga). Ikan itu dilepas kembali ke sungai, mereka semakin jauh berjalan menuju hilir sungai. Sehingga menghabiskan waktu berjam-jam, menjala ikan,  tapi tak seekorpun jenis ikan yang dicari didapat, hingga perut mereka merasakan lapar. Bahasa orang Banjar “Ujar anaknya, parut ulun sudah lapar banar, amun kaya ini bahay, kita kada kulihan iwak saikung-ikung. baik kita bulikan haja ke rumah, bahay. Ujar nang abah, hadangi dahulu nakay, aku masih panasaran, sakali  laginah aku menimbai lonta. Lalu Lonta itu ditimbai ketengah sungai dan ditarik pelan-pelan, ternyata  ikan Aneh itu lagi yang terjaring. Ujar nang abah jangan dibawa! nakkai iwak itu” tetapi ujar nang anak, "Napa bah kita lauk makan hari ini, bini ulun kada mau makan saharian".

Kita bawa haja ke rumah, Ulun berkeyakinan bahay bahwa jenis iwak nang kaya ini banyak terdapat di sungai ini sebab lain-lain warnanya iwak nang kena di jaring kita walaupun iwak itu sama ganalnya, yang pertama iwak nang kena jaring kita warna kehitam-hitaman, kemudian iwak itu kita lapas, yang kedua iwak nang kena jaring kita warnanya hitam campur putih,  yang ketiga yang kena jaring kita warnanya hitam campur ungu, dan warna lainnya. Sedangkan terakir nang kena jaring kita warnanya keemasan, ulun lihat lebih dari 5 warna nang kena jaring kita seperti lagenda warna naga dalam warna pelangi, jadi rasanya kada mungkin bahay iwak jalmaan.

Kemudian. iwak hidup itu dibawa pulang oleh ayahnya, sedangkan Uling singgah dipahumaan dan sesampainya ke Balai, Dusin disambut istrinya riang gembira. Iwak hidup disiangi, dipotong-potong dan (dipalan) dimasak dalam seruas batang buluh muda, tak lama setelah itu tercium dengan bau aromanya yang lezat dan siap dimakan bersama-sama hingga habis, dan lupa menyisakan untuk Uling anaknya.

Sejurus kemudian datanglah seorang laki-laki tua bungkuk berpakaian serba putih dan bertongkat, dari arah hilir sungai, ia berjalan tergopuh-gopuh dengan tongkatnya sedang mencari anaknya yang hilang, dan ia bertanya-tanya kepada orang-orang yang ditemuinya tetapi jawaban orang selalu tidak kenal dan tidak pernah melihatnya. Kemudian ia masuk ke teras balai dan bertanya kepada Penghuni Balai Adat Bumbuyanin kala itu yang berlokasi di pantai dusin. Kakek tua itu menjelaskan kepada mereka bahwa “ia orang tarlaga (tar-laga artinya rumah naga) dan ciri-ciri anaknya an.Mangkung "Berkepala Naga dan berbadan ikan sili-sili sebesar buah Bunglay, akibat dari kena kutukannya.

Ia pernah berkata kepada anaknya" Hai Mangkung anakku, kamu akan selamanya (berbentuk) menjadi iwak sili-sili berkepala naga terkecuali jika kau besar nanti ditemukan orang dan kau dimakan oleh dua perempuan sedang hamil muda (ngidam) baru kau dapat beringkarnasi /menetis/menjelma hidup normal kembali lewat kedua Rahim perempuan hingga kamu dilahirkan dari perempuan tersebut. Baru kutukan terhadapmu akan berakhir.

Karena merasa malu dan bersalah dengan orang tua itu mereka menyembunyiannya terhadap apa mereka perbuat, Kata Penghuni Balai “kami tiada melihat anak sampian”, kata orang tua itu "Kau bohong, Kalian semua berdusta "

Disini terjadi perdabatan sengit, yang akhirnya kata orang tua itu "Iwak yang kalian makan itu adalah anakku, tetapi adakah lagi sisanya atau tulang-tulangnya ? "Aku mohon aku pinta kembalikan kepadaku" kata orang tua itu. Kata Penghuni Balai “semuanya kami makan, habis tiada tertinggal sedikitpun”, padahal tulang-belulangnya masih ada.tetepi sedang dimakan Kucing, kata orang tua itu, ‘Sebagai gantinya anakmu dan cucumu” yang masih dalam kandungan itu akan aku bawa ke Negeriku, nanti keduanya setelah besar akan aku jadikan Pengiran dan Ratu dinegeri kerajaanku " karena Kalian masih berbohong" tetapi jika benar bahwa kalian tidak berbohong, maka Tongkatku ini tidak akan bisa mengeluarkan air.

Pak Tua itupun turun dari Balai menuju halaman, ia memajamkan matanya lalu bibirnya kumat-kamit membaca mantera dan mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi disambut sembaran kilat dan patir menggalagar, lalu orang tua itu menghunjamkan tongkatnya ke tanah, maka keluarlah mata air yang melimpah disertai angin dan hujan dengan derasnya selama 3 hari dan tiga malam tidak henti-hentinya dan orang tua itu merubah bentuk menjadi seekor Naga sebesar pohon Enau, dan panjang sepanjang pohon kelapa tua, lalu ia merobohkan bangunan Balai dengan mengikat tiang-tiangnya dengan ekornnya dan menghilang dikedalaman air. Kemudian terjadilah air ba’ah yang besar, sunami yang besar secara tiba-tiba, hingga  Balai Adat kampung Pantai Dusin dan Penghuninya  hanyut ditelan air ba'ah yang dahsyat.

Selamat dan beruntunglah Uling dari musibah air ba’ah yang besar, tapi ia bersedih kehilangan anak dan isteri dan juga keluarganya. Ketika itu tanaman padi sudah setinggi dada (banih sudah rangkumkupak) ia pulang dari melonta bersama Dusin ayahnya, hari menjelang senja Uling dan seekor anjing setianya si “Balang”singgah menjenguk pahumaannya, dan ketika sesampainya disana, ia menghidupkan parapian (balaman api) sambil membakar ubikayu untuk mengganjal perutnya hingga ia tertidur pulas hingga pagi dipondok humanya. Di hari itu turun hujan sangatlah deras selama 3 hari dan tiga malam tidak henti-hentinya dan disertai angin kencang, ia lihat air sungai pun yang melimpah dan membuatnya tidak bisa pulang ke Balai beberapa hari.

Selanjutnya menurut Baliau bahwa diperkirakan keberadaan Balai Adat kampung Pantai Dusin yang di bangun oleh Bumbuyanin dan diturunkan kepada anak tertuanya Datu Ayuh atau nama lainnya sang Dayuhan, tidak sampai dari satu abad, Balai Adat dan penghuninya ini kena musibah banjir, semuanya telah hanyut diterjang banjir besar, kecuali orang-orang yang selamat adalah orang-orang yang masih tinggal ( badim dipahumaan).

 

d.Warna air ba'ah itu putih seperti susu kehitam-hitaman

Sebagian ada yang berkata menurut Datu-Nenek kami bahari bahwa "Warna air ba'ah itu putih seperti susu kehitam-hitaman dan sangat kalat  rasanya, seperti bercampur belirang atau bau batu bara sehingga mata iwak-iwak atau ikan -ikan kabur, maka banyak ikan-ikan yang naik ke tepi sungai untuk menyelamatkan diri dan akhirnya mati terkapar, akibat matanya tidak dapat melihat lagi dalam air karena pengaruh kalatnya air ba'ah itu. Hal ini sangat menggembirakan dan menguntungkan masyarakat Lumpangi mereka panen ikan sa'at itu".

Dafar bacaan  :

  1. Artikel “Historis & Nasab Dzuriat Datu Habib Lumpangi Kec. Loksado” Oleh H.Hasan Basri bin H.M.Barsih Assegaf https://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/39942448802547207
  2. Artikell “Islamnya Orang-orang Hulu Banyu Kec. Loksado di akhir abad ke-18 Masihi”  oleh H.asaan Bari, S.Ag bin Muhammad Barsih Assegaf https://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/7986183751908153577
  3. Arikel “Adam dari Banjar”  https://p2k.unkris.ac.id/id3/1-3065-2962/Sultan-Adam_40214_p2k-unkris.html
  4. Artikel Sejarah Ahlul Bait (Keturunan) Sayyidina Muhammad Saw di Indonesia oleh ”(Fakhrul 04-2012M)
  5. https://naib-h-hasan-al-baseri.blogspot.com/2022/05/historis-tragedy-balai-adat-hulu-banyu.html


34. Habib Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Jamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan  Assegaf 

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Ia adalah seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at yang memelihara iman dan islam, ia amat kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah bathin lainya

a.Silsilah Nasab Sayyid Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf bersambung ke Rasulullah Saw

الْحَبِيْب اَبًوْ طَعَامٍ اِبْرَاهِيْمَ بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ الثَّاني بِنْ اَحْمَدْ صُحُف  بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله

b.ISayyid Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf Lahir

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Habib Abu Tha’am Ibrahim adalah anak pertama dari pasangan suami isteri Habib Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf dengan Umi Salamah (Namanya Diang Gunung seorang perempuan Dayak Pegunungan Maratus asal Pantai Dusin Hulu Banyu Loksado), Ibrahim lahir di Desa Lumpangi hari Senin tanggal 9 Rajab tahun 1213 Hijeriah/ 17 Desember tahun 1798 Masihi. Ia adalah buyut dari Habib Abu Bakar Bin Hasan Assegaf.

Ia adalah salah seorang dzuriat yang ke-12 dari  al Faqih al Muqaddam al Tsani.  yakni Habib Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Aly bin Sayyid Abdurrahman Assegaf bergelar al Faqih al Muqaddam al Tsani. ia termasuk dzuriat Nabi Saw yang  hidup di abad ke-19 Masihi.

c.Sayyid Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf Menerima (Menimba) Ilmu Agama

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Sayyid Abu Tha'am Ibrahin Assegaf mendapatkan pengajaran Agama langsung dari : -Umi Salamah ibunya, - Abu Bakar ast-Tsani ayahnya, - Ahmad Suhuf kakeknya. Dan guru-guru agama disekitarnya. Sejak kecil iapun telah membekali dirinya dengan giat belajar ilmu-ilmu agama kepada orang yang lebih tua dari nya, kepada pamannya dan juga kepada orang lain tentang ilmu fiqih, ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat. Oleh karenanya ia pandai baca Al-Qur’an dan baca tulis arab Malayu.

Habib Abu Tha’am Ibrahim tumbuh dan besar di desa Lumpangi. Ia adalah seorang anak cerdas dan  shalih yang membanggakan orang tuanya, ia memperoleh pengajaran ttg Islam langsung dari ayah dan kakeknya.


d.Kuniyah Sayyid Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf

Namanya adalah “Ibrahim” nama lengkapnya adalah Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf. “Abu Tha'am" adalah Kuniyah atau Gelar nama kehormatan yang disimatkan pada awal namanya ia adalah orang yang senang sekali makan makanan. Cumilan hingga setiap ia pergi berteman atau pergi kemana saja, ia selalu membawa makanan.  Ibrahim adalah nama asli yang diberikan kedua orang tuanya. Namun orang-orang disekelilingnya, dan teman-temannya memberinya gelar kehormatan “Abu Tha’am”. Hal ini terjadi berkenaan dengan kegemaran masa muda dan hobynya selalu memikirkan makan melulu dan  suka makan-makan (berupa  Nasi ataupun Cimilan), hingga ia menjadi orang yang gemuk, mereka memberinya nama “Bapa yang suka makan” yakni “Abu Tha’am”.

Sayyid Abu Tha'am Ibrahim juga diberi gelar oleh keluarga dekatnya dengan nama "Ambatha'an atau Ambutha'an" artinya "Menanti atau Lambat punya Anak" Yakni Orang yang menanti kelahiran anak atau lambat punya anak. Hampir puluhan tahun lebih mereka hidup suami-isteri tetapi belum dikaruniai anak.

Pangeran Nata, yang dengan dukungan Belanda memaklumatkan dirinya sebagai Sultan Tahmidullah II. Setelah Sultan Hidayatullah ditipu Belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda Pangeran Hidayatullah) dan kemudian diasingkan ke Cianjur

e.Pasar Jum’at Lumpangi yang ramai dikunjungi oleh Para Pedagang dari Kandangan, Kayu Abang, Bamban, Pakuan dan Pedagang lainnya.

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Diawal abad ke-19 orng-orang Kandangan, Kayu Abang, Bamban, Pakuan mereka telah banyak berdatangan ke desa Lumpangi untuk berniaga, dagangan mereka berupa beras, pakaian, sarung, ikan, iwak kering, iwak pakasam, iwak samu dan lainnya. Mereka para pedagang tersbut berjalan kaki berombongan membawa dagangan mereka dan melewati jalan setapak dari desa Mu’ui barabai terus menuju ke pasar “Jum’at Lumpangi”.

Saat musim panen tiba bahwa orang-orang Lumpangi mencari tenaga upahan menuai (mangatam) padi, maka berdatanganlah orang-orang dari Bamban, Pakuan unuk mengambilupah mengatam, dan mereka datang sambil berniaga menjajakan iwak/ikan. Mereka bisa bertahan 1 atau 2 minggu di desa ini, mereka menjadi buruh memanen padi (mengambil upah mengatam). Salah satu yang datang sambil menjajakan iwak/ikan hasil tangkapan mereka sendiri.yakni  keluarga Diang Tangang. Mereka menjadi buruh memanen padi pada salah satu tokoh penduduk yang memeliki ladang panen padi (pahumaan) yang luas.

Ketika pasar “Jum’at Lumpangi” tiba, Habib lewat di depan orang jualan iwak, matanya tertuju pada salah seorang wanita setengah tua cantik rupawan sedang duduk menanti pembeli jualannya an. orang tua Diang. Habib mendekatinya dan menyapanya, setelah terjadi dialog basa-basi anak muda, iapun memborong ikan/iwak dagangan orang tua Diang tersebut. Setelah transaksi selesai, orang tua Diang bertanya 'Untuk apa nang kau nukar iwak sebanyak ini? jawab Habib :"Ulun cilai handak memberi makan upahan orang yang mengatam diwadah ulun !' Kata orang tua Diang "Umpat pang nang, acil mengatam lawan ikam". Acil sambil bahaluya atau bagaya.

Habib bertanya "Macam apa cil menagkap iwak sebanyak ini?  ada iwak haruan, ada iwak papuyu, ada iwak sapat siam, ada iwak pentet," Kata Penjual, Naah ham sidin batakun kaya apa manangkapnya! Iwak ini Nangai  ditangkap dengan lukah, tampirai, ringgi, lalangit, hancau, jambih, lonta, membanjur  atau  maunjun. Ulun kada suah tahu "Nangkaya apa cil nangaranya Tampirai itu ? tanya Habib. Naah "Tampirai itu Nangai nangkaya ini nah dan ada pupukiannya di tengah-tengahnya, namun sampian rasa panasaran  terhadap alat-alat itu kaina ulun bawa,  sampian bailang ke rumah di  Bamban sana".

f.Sayyid Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf Menikah dengan Diang Tangang

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa setelah selesai panen raya sekitar tahun 1828 Masihi Habib rihlah (bajalanan) ke Bamban bersama rombongan pedagang  untuk melihat peralatan menangkap ikan dan salajur mencari tantaran unjun paring kala'i. Sesampainya disana, maksudnya dirumah Acil Penjual iwak di Bamban, ia bertemu dan berkenalan dengan seorang dara muda yang bernama Siti Rahmah (Diang Tangang) sedang menumbuk padi dilasung di muka rumahnya anak Acil Penjual iwak. dan Habib langsung jatuh hati kepadanya.

Acil Penjual iwak menjelaskan kepada Habib bahwa “Siti Rahmah anaknya, Dia seorang janda muda yang sudah beranak ditinggalkan mati suaminya dua tahun yang lalu”. Ia banyak punya saudara dan kelurga, ia seorang yang cantik rupawan memikat dan menyejukkan hati kalau dipandang, dipasca musim panen inilah awal perkenalannya dengan Habib, kemudian Diang Tangang dipersunting dan dikawini Habib Ibrahim bin Abu Bakar ast-Tsani.

Diceritakan bahwa "Ketika menginjak dewasa Habib Ibrahim menikah dengan seorang wanita shalihah an. Siti Rahmah (Diang Tangang) tahun 1828M atau Ahad, 14 Jumadil Awal 1228H. Dan Perkawinan itu punya anak / keturunan tunggal an. Muhammad dan ia lahir tahun 1829 Masihi.kemudian ia ditinggal mati oleh isterinya.

 

g.Dzurriat Keturunan Sayyid Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf

Konon diceriterakan bahwa Habib ini menikah lagi dengan dengan Diang Bulan wanita shalihah. dan berkat usaha dan ikhtiar mereka untuk punya anak, akhirnya Penikahan ini membuahkan beberapa orang anak keturunan yang sangat lama dinantikannya.

Anak pertama mereka lahir an. Syarifah Khadijah. Penikahan Habib membuahkan keturunan  anak yang shalih dan shalihah antara lain :

Habib Abu Tha’am Muhammad beranak an.Tanqir Ghaw

Habib …………………..Usup (Supiyan) beranak Pa Jala,  beranak                                                an.Jalaluddin muara lumpangi

                             2.Datu Pandai Besi, beranak                   

                                Muhammad

Habib   H.Mastur punya anak antara lain 1.Ismail (Julak Iing) dan

                             2.Hambali beranak an.Mas’ud (Uut)   

                               dan Anto sepupu kayi Tanqir Ghawa

Ketika  "Abdullathif" atau Abu 'Aly) berada di Negeri orang, Aliadam anaknya ikut bersama kakak tertuanya yakni Sayyid Abu Tha'am Ibrahim. Dimasanya anak kemenakannya an.Habib Ali Adam ikut berbersamanya tinggal di desa Lumpangi, kemudian Ia membagi kampung Balai Ulin menjadi 4 bagian. Masing-masing menerima 1 bagian tanah dari ke-3 anaknya dan anak kemenakannya satu bagian.

 

h.Sayyid Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf Menikah dengan Diang Tangang

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa setelah selesai panen raya sekitar tahun 1828 Masihi Habib rihlah (bajalanan) ke Bamban bersama rombongan pedagang  untuk melihat peralatan menangkap ikan dan salajur mencari tantaran unjun paring kala'i. Sesampainya disana, maksudnya dirumah Acil Penjual iwak di Bamban, ia bertemu dan berkenalan dengan seorang dara muda yang bernama Siti Rahmah (Diang Tangang) sedang menumbuk padi dilasung di muka rumahnya anak Acil Penjual iwak. dan Habib langsung jatuh hati kepadanya.

Acil Penjual iwak menjelaskan kepada Habib bahwa “Siti Rahmah anaknya, Dia seorang janda muda yang sudah beranak ditinggalkan mati suaminya dua tahun yang lalu”. Ia banyak punya saudara dan kelurga, ia seorang yang cantik rupawan memikat dan menyejukkan hati kalau dipandang, dipasca musim panen inilah awal perkenalannya dengan Habib, kemudian Diang Tangang dipersunting dan dikawini Habib Ibrahim bin Abu Bakar ast-Tsani.

Diceritakan bahwa "Ketika menginjak dewasa Habib Ibrahim menikah dengan seorang wanita shalihah an. Siti Rahmah (Diang Tangang) tahun 1828M atau Ahad, 14 Jumadil Awal 1228H. Dan Perkawinan itu punya anak / keturunan tunggal an. Muhammad dan ia lahir tahun 1829 Masihi.kemudian ia ditinggal mati oleh isterinya

 (Makam Habib Abutha'am Ibrahim Assegaf )

i.Masa Remaja Sayyid Abu Tha'am Ibrahin dan Kedua Adiknya bin Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf

Abu Tha'am Ibrahim Assegaf, Ia adalah salah seorang yang tidak suka merantau-mengembara ke Negeri orang, ia takut perutnya sering kosong kalau berada di Negeri orang. Tidak seperti kedua adik laki-lakinya Habib Abdullathif dan 'Aly Abdullah (Datu Tayau) gemar merantau-mengembara ke Negeri orang. Keduanya telah mengembara ke Pulau Emas (Pulau Sumatera) menuju gunung Kerinci, konon di kaki gunung inilah keduanya mengadu nasif, mendulang emas. Pada lokasi pendulangan Emas, tersebut dijaga oleh sekelumpuk Harimau. Tepatnya pada desa Kersik Tuo Kec. Kayu Aro. Disana ada Pos Penjagaan TNKS (Taman Nasional Kernci Sabjat). Tepatnya sekarang perbatasan Kabupaten Gadang dengan Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, sungainya yang besar dan lebar terkenal dengan nama sunagi Batanghari.

Diceritakan Abdullathif adalah anak kedua dari Habib Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf, Tetapi banyak juga orang-orang memanggilnya gelar “Abu 'Aly” Ketika  "Abdullathif" atau Abu 'Aly sudah dewasa, ia menikah dan punya anak laki-laki an. Habib Aliadam, Abdul Karim dan Abdullah,  (yang makam Habib Aliadam sekarang beralamat Desa Cantung Kec. Kelumpang Pulau Laut (Kotabaru), kemudian Abu Aly ditnggalkan isterinya wafat, ia sangat bersedih hati yang mendalam, dalam kesedihannya itu adiknya mengajaknya dan membawanya ke Pulau Emas merantau-mengembara ke Negeri orang.

Dimasanya Sayyid Abu Tha'am Ibrahim telah terjadi Banjir besar, air sunami yang sangat mencekam, dan banyak menelan korban. Balai Pantai Dusin Hulu Banyu bekas tinggal ibunya dan sebagian keluarganya telah hanyut dibawa air bah. Di Lumpangi disamping rumahnya air bah itu, mampu membelah dua arus, hingga terjadi Erosi (Erosi merupakan proses terkikisnya lapisan permukaan tanah yang disebabkan oleh pergerakan air, angin, es, dan gravitasi serta berlangsung secara alamiah). Erosi membuat sungai baru. Sehingga adanya peristiwa itu halaman Masjid yang dulunya sungai,  telah berubah menjadi pantai.

Sebagai akibat dari peristiwa banjir besar itu ikan-ikan sungai banyak yang mati terkapar. Sebagian ada yang berkata menurut Datu-Nenek kami bahari bahwa "Warna air ba'ah itu putih seperti susu kehitam-hitaman dan sangat kalat  rasanya, seperti bercampur belirang atau bau batu bara sehingga mata iwak-iwak atau ikan -ikan tak bisa melihat atau kabur, maka banyak ikan-ikan yang naik ke tepi sungai untuk menyelamatkan diri dan akhirnya mati terkapar, akibat matanya tidak dapat meliat lagi dalam air karena pengaruh kalatnya air ba'ah itu.


b. Halaman Masjid dan sekitarnya menjadi Pantai

Akibat terjadinya Erosi. Fostur tanah tempat berdirinya Balai Adat "Balai Ulin Lumpangi" dan sekelilingnya menjadi rendah atau talabuh atau tanahnya terkikis sebagai akibat air ba’ah itu.

 Sebagian erosi dilakukan oleh air, angin, dalam bentuk gletser adalah sebuah bongkahan atau endapan tanah yang besar dan tebal yang terbentuk di atas permukaan tanah. Selain itu, erosi juga dipengaruhi oleh letak astronomis.

Maka menjadi keuntungan bagi masyarakat Desa lumpangi.  Sebab disaat itu desa Lumpangi ini sudah lama berdiri sebuah Mesjid tua bernama Jannatul Anwar. Dulu masjid ini dibangun  ditepi sungai Amandit, kemudian akibat  air ba’ah yang besar (ba’ah/banjir), maka sungai kali Amandit pindah mendekati bukit batu Langara, dan arus sungai dekat pasar dan sebagai akibat erosi tanah, arus sungai di bawah-halaman Masjid menjadi pantai. Yaitu sebuah bongkahan atau endapan tanah yang besar dan tebal yang terbentuk di atas permukaan tanah.  Sehingga arus sungai sekarang ini jauh dari Masjid. Sedangkan  bukti  sungai itu pindah sendiri bahwa bukti masih ada. Dan terlihat jurang tanah bekas dinding sungai dibelakang/samping WC Masjid tersebut. Ini adalah salah satu karamah masjid yang dibangun mula-mula oleh Datu Habib Lumpangi dan anak cucunya ,bersama masyarakat di sekitarnya

j.Sayyid Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar bin Ahmad Suhuf Assegaf Wafat

Sebahagian orang ada berkata bahwa Sayyid Abu Tha'am Ibrahin Assegaf, ia mulai sakit-sakitan  yang sangat serius diusia 45 tahun dan akhirnya ia wafat Jum'at, 5 Rajab 1252 H bertepatan 7 November 1834M. Ia dikebumikan di kampong Balai Ulin Desa Lumpangi.

Tidaklah banyak yang Penulis ketahui tentang tokoh Sayyid Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf ini, waku Beliau masa kanak-kanak, masa remajanya, masa tuanya sampai ajalnya.

Penulis hanya berharap dan mendo’akan semoga Allah Swt mema’afkan dan mengampuni kesalahannya, kesalahan – kesalahan orang tuanya, kesalahan datuk-neneknya, dan kesalahan – kesalahan orang-orang yang pernah dekat dengannya dan kesalahan-kesalahan dzuriat-dzuratnya hingga akhir zaman, begitu juga semoga Allah Swt mengampuni dan mema'afkan kesalahan-kesalahan/ dosa-dosa kita dan dosa-dosa orang-orang muslimin dan muslimat semuanya. Aamiin Aamiin yaa rabbal aalamiin Allahumma Aamiin aamiin ya rabbal aalamiin.


Bacaan  :

  1. Artikel  “Habib Abu Tha'am Ibrahim  bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf Desa Lumpangi Loksado”  Oleh H.Hasan Basri bin H.M.Brsih, https://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/3577321678027002228
  2. Artikell “Islamnya Orang-orang Hulu Banyu Kec. Loksado di akhir abad ke-18 Masihi”  oleh H.asaan Bari, S.Ag bin Muhammad Barsih Assegaf https://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/7986183751908153577
  3. https://naib-h-hasan-al-baseri.blogspot.com/2022/05/historis-tragedy-balai-adat-hulu-banyu.html


35. Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar ast-Tsani  bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin Assegaf

Ia seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at beragama yang sangat memelihara iman dan islam, ia amat dekat dan kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah dzahir dan amaliah-amaliah bathin lainya

a. Nasab Sayyid Abuthair Muhammad bin Abutha'am Ibrahim Assegaf

الْحَبِيْب اَبًوْ طَيْرٍمُحَمَّدْ بِنْ اَبًوْ طَعَامٍ اِبْرَاهِيْمَ بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ الثَّاني بِنْ اَحْمَدْ صُحُف  بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله


b. Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf Lahir

Menurut ceritera Datu-datu dan Nenek kami bahwa Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim Assegaf di Desa Lumpangi  kelahirannya awal abad ke-19M tahun  1829 Masihi dan wafatnya tahun 1942 Masihi

Sumber data lain ada yang menyebutkan bahwa Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim Assegaf lahir di Desa Lumpangi hari Jum'at, tanggal 14 Ramadhan tahun 1252 H/23 Desember 1836 Masihi.

Nama ayahnya adalah Habib Abu Tha’am Ibrahim Assegaf sedangkan nama ibunya Siti Rahmah (Diang Tangang), yang aslinya orang Tangang Bamban Kec. Angkinang. Sebelumnya ibunya bekerja sebagai Pedagang atau penjual Iwak yang ia bawa sendiri dengan lanjung dari Tangang Bamban ke pasar Jum'at Lumpangi” setiap minggunya.


c. Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf Menerima Pengajaran ilmu Agama

Sejak kecil Habib Abu Thair Muhammad Assegaf, ia bercita-cita ingin merantau ke Negeri orang, kata orang tuanya hai Habib Abu Thair Muhammad bahwa “Kalau kau ingin merantau, kau harus banyak basango ilmu, supaya kembalinya kau selamat,” maka iapun telah membekali dirinya dengan giat belajar ilmu-ilmu agama kepada orang tuanya, kepada kakeknya dan pamannya dan juga kepada orang lain tentang ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat.

Dimasa kecil (lahir)nya Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf berada di bawah asuhan kedua orang tuanya bersembunyi di Desa Lumpangi, dimasa penjajahan Belanda datang ke Kalimantan.

Ia Mendapatkan Pengajaran Agama langsung dari : -Abu Tha’am Ibrahim/ Siti Rahmah ayah-ibunya, -Abu Bakar as-Tsani kakeknya -Abdullatif pamannya. Dan -Abu Ali pamannya. Oleh karenanya Dia pandai baca Al-Qur’an dan baca tulis arab Malayu”.

 

d. Masa muda Remaja Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf

Masa muda Habib Abu Thair Muhammad bin Abuthair Ibrahim Assegaf di pertengahan abad ke-19 Masihi sekitar tahun 1852, "Beliau hidup dimasa penjajahan Belanda dan menemui awal Jepang menjajah Indonesia."

Sebahagian orang tua desa Lumpangi ada yang berkata "Keadaan fisik postur  tubuh Abu Thair Muhammad dimasa mudanya : Tingginya tidak jauh berbeda  dengan anaknya Tanqir Ghawa, dan bertubuh besar, kekar, berdada bidang,  ganteng, bermuka ceria, berkulit putih sawu matang, rambut sedikit ikal dan berumbak dan sedikit homoris."

Menurut salah satu sumber, ada yang mengatakan bahwa  Abu Thair Muhammad, ia berumur tidak kurang dari 110 tahun Hijeriah bahkan lebih. Yang pastinya tentu saja, lebih tua 25-26 tahun usianya dari kelahiran anaknya Tanqir Ghawa 1862M.

Menurut ceritera Datu-datu dan Nenek kami Desa Lumpangi "Ketika warga desa Amawang Kandangan banyak yang menghindar dari kesewenangan Penjajah Belanda dan mereka memilih menetap menjadi orang pegunungan di Desa Lumpangi.

Habib Abu Thair Muhammad adalah duriat Habib Lumpangi yang ke-5 yang diberikan umur yang panjang, ia berusia lebih dari satu abad. Ada yang mengatakan/ berpendapat bahwa keberadaan Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim Assegaf di Desa Lumpangi 

Berkata Abuthair Muhammad kepada anak cucunya bahwa “Syukur alhamdu lillaah banar kita ine cucuai, jaka kada datang habib membawa Islam dan nine kita ada yang balaki habib lalu maislamakan datu nine bubuhan  kita Dayak lumpamgi, jaka kada baislam maka kita rugi banar akan dimasukakan ke dalam Naraka, nauudzu billaahi mindzaalik” ucapannya ine telah d   iucapan pula oleh datu nine kita bahari sebelumnya kepada anak cucunya


e. Pernikahan Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf dengan ibunda Siti Tiadah (Siti Siyadah /Qiyadah)

Berkata Habib Husni bin Manshur bin Hasan bin Aliadam bin Abdul Latif bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf bahwa “Habib Aliadam punya 2 orang saudara laki-laki yaitu Habib Abdul Karim dan Habib Abdullah. Habib Abdul Karim pernah tinggal lama di Amuntai.”

Menurut ceritera Datu-datu dan Nenek kami bahari bahwa ketika Sayyid  Abu Thair Muhammad muda berprofisi Arsetiktor Bangunan (Tukang) sekitar tahun 1860 Masihii ia berwisata lewat Nagara menuju ke kota Raja Amuntai dan Candi Agung di Hulu Sungai Utara Amuntai, ia menjumpai sepupunya yang juga berprofisi Arsetiktor Bangunan (Tukang) dan Dagang yaitu Habib Abdul Karim bin Abdul Latif Assegaf yang tinggal sudah lama di desa Candi Agung Amuntai Tengah. Ketika ia berada di Amuntai, ia bekerja beserta sepupunya membangun Proyek Balai Rung Permaisuri Raja, saat bekerja itulah ia berjumpa, berkenalan dan jatuh hati dengan seorag Dayang Permaisuri Raja, seorang gadis dara bernama "Siti Siadah/Tiadah atau Siti Qiadah" ia adalah gadis asli orang Candi Agung Amuntai Tengah,  ia berprofisi asal Dayang Pemayungan Permaisuri Raja Kuripan Amuntai. Ia berhenti bekerja di masa mudanya karena ia dipersunting dan dikawini oleh Sayyid  Abu Thair Muhammad di tahun 1860 M.

Konon diceritakan tahun itu bahwa setelah ia mempersunting dan mempersteri atau mengawini an. Siti Siadah atau Tiadah, sebagai Isterinya, sekitar tahun 1861 Masihi saat itu, tanaman banih/ padi telah tinggi dan buah hijaunya sudah  ada yang keluar,  orang menyebutnya tanaman itu“rangkum kupak”, ia ajak isterinya yang hamil muda keladang (pahumaan) di Mantata’i. Saat isterinya berdiri ladang di atas pondok tinggi tersebut, isterinya melihat seekor Rosa atau Kijang berkulit indah memikat hatinya, sedang makan buah bilaran di tepi ladangnya. Ketika sudah pulang, berada dirumah, isterinya ingin sekali memakan hati (ghawa dalam bahasa arab) seekor Rosa yang  pernah dilihatnya. Mungkin karena belum kesampaian hajatnya. Maka setelah anaknya lahir  Senin. 12 Rabi'ul Awal 1279 Hijeriyah berjenis kelamin laki-laki, maka anaknya diberikan nama “ Tanqir Ghawa” artinya “Hati sedikit tergoda.” Pasangan suami-isteri ini hanya punya satu anak semata wayang mereka yang diberinama "Tanqir Ghawa."


f. Masa muda Remaja Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf

Masa muda Habib Abu Thair Muhammad bin Abuthair Ibrahim Assegaf di pertengahan abad ke-19 Masihi sekitar tahun 1852, "Beliau hidup dimasa penjajahan Belanda dan menemui awal Jepang menjajah Indonesia."

Sebahagian orang tua desa Lumpangi ada yang berkata "Keadaan fisik postur  tubuh Abu Thair Muhammad dimasa mudanya : Tingginya tidak jauh berbeda  dengan anaknya Tanqir Ghawa, dan bertubuh besar, kekar, berdada bidang,  ganteng, bermuka ceria, berkulit putih sawu matang, rambut sedikit ikal dan berumbak dan sedikit homoris."

Menurut salah satu sumber, ada yang mengatakan bahwa  Abu Thair Muhammad, ia berumur tidak kurang dari 110 tahun Hijeriah bahkan lebih. Yang pastinya tentu saja, lebih tua 25-26 tahun usianya dari kelahiran anaknya Tanqir Ghawa 1862M.

Menurut ceritera Datu-datu dan Nenek kami Desa Lumpangi "Ketika warga desa Amawang Kandangan banyak yang menghindar dari kesewenangan Penjajah Belanda dan mereka memilih menetap menjadi orang pegunungan di Desa Lumpangi.

Habib Abu Thair Muhammad adalah duriat Habib Lumpangi yang ke-5 yang diberikan umur yang panjang, ia berusia lebih dari satu abad. Ada yang mengatakan/ berpendapat bahwa keberadaan Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim Assegaf di Desa Lumpangi 

Berkata Abuthair Muhammad kepada anak cucunya bahwa “Syukur alhamdu lillaah banar kita ine cucuai, jaka kada datang habib membawa Islam dan nine kita ada yang balaki habib lalu maislamakan datu nine bubuhan  kita Dayak lumpamgi, jaka kada baislam maka kita rugi banar akan dimasukakan ke dalam Naraka, nauudzu billaahi mindzaalik” ucapannya ine telah diucapan pula oleh datu nine kita bahari sebelumnya kepada anak cucunya


g. Masa Habib Abu Thair Muhammad Assegaf terjadi Banjir besar pada Sungai Kali Amandit.

Dimasanya Sayyid Abu Bakar as-Tsani, Abu Tha'am Ibrahim dan Abu Thair Muhammad telah terjadi Banjir besar, air sunami yang sangat mencekam, dan banyak menelan korban. Balai Pantai Dusin Hulu Banyu bekas tinggal ibunya dan sebagian keluarganya telah hanyut dibawa air bah.  Tragedy Balai Adat Hulu Banyu pecehan Balai Ulin Lumpangi Loksado diperkirakan terjadinya  1247H/1831 Masihi.

Menurut beberapa sumber yang kami himpun bahwa Akibat air sunami tersebt, di Lumpangi khususnya  sebahagian petanahan pedatuan H. Bustani yang dulunya menyatu dengan tanah Balai Ulin telah terkikis menjadi belahan sungai baru akibat air bah (banyu ba'ah) atau banjir besar itu. Sisa satu batang tiang Bekas Balai Adat yang dijadikan sebagai simbol Balai Ulin yang berdiri ditepi sungai belahan sungai yang baru itu  tiangnya bergesir atau kena air bah itu hingga condong dan rebah kedasar sungai. Dan fostur tanah tempat berdirinya bekas Balai Adat Balai Ulin dan sekelilingnya menjadi rendah atau talabuh atau terkikis sebagai akibat ganasnya air bah itu. Kemudian tiang balai yang terandam didasar sungai itu diambil dan dijadikan tiang suku guru atau tiang utama masjid Jannatul Anwar dan diletakkan ditengah-tengah sebagai penyangga atau pananggak kubah saat perihapan masjid

Air bah itu, mampu membelah dua arus, hingga terjadi Erosi (Erosi merupakan proses terkikisnya lapisan permukaan tanah yang disebabkan oleh pergerakan air, angin, es, dan gravitasi serta berlangsung secara alamiah). Erosi membuat sungai baru. Sehingga adanya peristiwa itu halaman Masjid yang dulunya sungai,  telah berubah menjadi pantai. 

Setelah sungai jauh dari Masjid, maka Masid itu direhap total dan dibangun kembali tiang, atap dan dinding menggunakan kayu ulin, kubah bundar atap siraf dan diatasnya dilengkapi dengan aksisoris, lantainya tihal yang dibeli oleh Habib Tanqir Ghawa dari Surabaya dan selesai diawal abad ke-20 Masihi sekitar tahun 1902 Masihi. Menurut ceritera datu nenek kami bahwa ada beberapa tokoh orang Lumpangi yang berperan ikut andil membangun Masjid Jannatul Anwar Lumpangi kala itu antara lain : Habib Abu Thair Muhammad sebagai ketua Pembangunan, Habib Tanqir Ghawa, H. Bustani, H.Mastur, H.Ahmad dan tokoh masyarakat lainnya sebagai anggota.

Setelah peristiwa banjir besar tersebut maka timbullah inisiatif untuk memugar atau merombak Masjid. Peristiwa pemogaran dan perombakan Masjid Pertama Lumpangi terjadi di masa Habib Abu Thair Muhammad dan Tanqir Ghawa anaknya akhir abad ke-19 sekitar tahun 1895-1902 Masihi atas kesepakatan bersama masyarakat Lumpangi, Masjid  Jannatul Anwar direhap total, semua bahan bangunannya dari kayu Ulin, beratap dan kubahnya sirap.

Aksisoris kobah Masjid  Jannatul Anwar Lumpangi dari terbuat almanium dan lantainya tihal yang dibeli oleh Habib Tanqir Ghawa dari Surabaya. Ini adalah menurut ceritera atau penuturan Habib Bahriansyah Assegaf.

Makam  Muhammad bin Ibrahim Assegaf

(Habib Abuthair Assegaf)


h. Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf Merehab Masjid Jannatul Anwar Desa Lumpangi

Sebelum terjadinya banjir besar Masjid Jannatul Anwar Desa Lumpangi sudah beberapa kali diperbaiki oleh Masyarakat sekitarnya. Tetapi beberapa tahun setelah terjadinya air ba'ah besar itu maka Masjid Jannatul Anwar Desa Lumpangi dipugar kembali atau di Rehap total dan dibangun kembali oleh Habib Abu Thair dan Masyarakat sekitarnya dengan Arsitik yang bagus.

Menurut ceritera penuturan Habib Bahriansyah Assegaf.yang saya temui dirumahnya bahwa “Aksisoris petaka kubah atau manara kubah Masjid  Jannatul Anwar Lumpangi dari terbuat almanium hitam berbentuk buah-buah teruntai dan lantainya dari tihal yang didatangkan atau dibeli oleh Habib Tanqir Ghawa dari Surabaya.”

Adapun tiang-tiang Masjid, atap dan dinding menggunakan kayu ulin yang sudah modern, ada seni pahatan dan ukirannya khususnya pada lis-lis dinding atap juga atap kubah sirap yang diberi petaka dan aksesoris diatas kubahnya dan lis-lis kubah, jendela kaca dan aksesoris didalamnya (bawah kubah) berupa lampu-lampu lilin digantung dengan rantai besi. Proses renovasi itu dengan mendatangkan Tukang-tukang seni pahat dari kota Kandangan dan masjid tersebut selesai direnovasi bangunannya diawal abad ke-20 Masihi sekitar tahun 1902 Masihi.

Menurut sumber data bahwa ada beberapa tokoh orang Lumpangi yang berperan aktif ikut andil membangun merihab total Masjid Jannatul Anwar Lumpangi kala itu antara lain : Habib Abu Thair sebagai ketua rehap pembangunan masjid, H.Ahmad sebagai sekretaris, dan H.Mastur sebagai bendahara, Habib Tanqir Ghawa, anggota, H. Bustani (menjabat Penghulu dan pengembangan dakwah) merangkap anggota, Kayi Sarman anggota  dan tokoh masyarakat lainnya sebagai anggota

Menurut sumber  data yang kami dapatkan bahwa ".Sebagai akibat banjir besar tersebut sisa satu batang tiang bekas Balai Adat  itu untuk simbol bahwa di Lumpangi pernah berdiri sebuah Balai Adat Dayak, tiang itu condong dan bergesir  hingga rebah ke dasar sungai, dari belahan sungai yang baru terbentuk akibat kuatnya terjangan banjir "..

Berkata Habib H.Hasan Basri Assegaf “Andaikata Muhammad Langara (mantan Tetuha Adat Dayak) ia lupa berniat/ ia tidak berkeinginan menjadikan  tiang Masjid Lumpangi dari sisa satu batang tiang bekas Balai Adat  tersebut sebagai simbol, maka dapat dipastikan bahwa “satu batang tiang itu pastilah hanyut ditelan air ba’ah yang ganas itu.”

Kemudian dimasa Habib Abu Bakar as-Tsani masih hidup, dan cucunya Abu Thair dan Tanqir Ghawa buyutnya bahwa "1 batang tiang Balai Adat yang terandam didasar sungai itu diangkat dan dijadikan tiang utama atau tiang suku Guru masjid dan diletakkan ditengah-tengah sebagai Simbol atau penyangga atau pananggak kubah saat renovasi pembangunan masjid"Jannatul Anwar" Desa Lumpangi


i. Karomah Siti Tiyadah (Siti Siyadah/ Siti Qiyadah Ibunda Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf. 

Salah satu Karomah Siti Tiadah Ibunda Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf adalah Menurut ceritera Kayi Sepuh Lumpangi kelahiran 1935M (Habib Husni bin Ahmad Karji bin Tanqir Ghawa bin Muhammad Assegaf) konon diceriterakan bahwa ketika Datung Siti Tiadah atau Datung Qiadah, mandengar  anaknya  Sayyid  Tanqir Ghawa saat merantau di Kampung orang, ia berkalahi (dituduh berbuat onar) dan mendapat masalah di negeri orang, maka Datung Tiadah datang menjemput (maambili) anaknya Sayyid Tanqir ke Pulau Laut (Batulicin). Kata orang bahwa Ibu Sayyid Tanqir Gawa, ia hanya balarut mengayuh jukung yang sangat sedarhana, konon ia bisa dengan mudah dan cepat sampai ke sana, dengan bantuan sahabatnya para tentara Buaya. Beliau orang sakti atau harat, menurut penglihatan orang-orang ketika itu, ia bisa barjalan di atas permukaan air (banyu.) dengan cepat.


j. Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf Wafat.

Sebagian orang berkata bahwa "Saat Muhammad Basih buyutnya berumur kurang lebih 5 tahun Habib Abu Thair Muhammad telah wafat." Masmurah isteri cucunya telah melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberinama “Muhammad Barsih”. tahun 1937 M. 

Habib Muhammad Burhan Rabbani bermimpi datuknya Habib Abuthair Muhammad bin  Abu Tha'am  Ibrahim Assegaf Tanggal 14 April tahun 2022M telah terjadi wangsit lagi, setelah beberapa kali ia mendapati buyutnya lewat sebuah mimpi, ia memberi isyarat bahwa “Ia pulang hari ini, 16 Ramadhan”. Kemudian Buyutnya Habib Muhammad Burhan Rabbani bermusyawarah dikeluarganya. Kemudian hasilnya ia mengumpulkan orang-orang untuk mengadakan jamuan makan dan di iringi do’a - do’a pada haulnya setiap tanggal 16 Ramadhan, khususnya di tahun tersebut.

Sebagian orang ada yang menyebutkan bahwa Habib Abuthair Muhammad bin  Abu Tha'am  Ibrahim Assegaf berusia cukup lanjut, kurang lebih usianya sekitar 113 tahun, dan ia wafat di Desa Lumpangi,  16 Ramadhan 1361H/ Ahad, 27 September 1942 Masihi. Dimakamkan di Kuburan Muslimin, di kanan Masjid atau bawah jalan bahari sekitar lingkungan Masjid Jannatul Anwar Lumpangi.

Adapun nama Isteri Abu Thair Muhammad yang terakhir adalah "Siti Aisyah" asal orang Tangang Desa Bambam Kecamatan Angkinang, ia juga orang yang diberi umur panjang. Berdasarkan beberapa sumber : ia wafat diakhir tahun 1960-an di makamkan di Kandangan Hulu.

 

Artikel ” Biografi Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf”  Oleh  H.Hasan Basri  bin H. Muhammad Barsih. https://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/5885826888060684400 

tps://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/2066556271083741883


36. Habib Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasyim bin Muhammad Assegaf

Ia adalah seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at yang memelihara iman dan islam, ia amat kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah bathin lainya

Nasab Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf 

الْحَبِيْب تَنْقِرُ الْغَوَى بِنْ اَبًوْ طَيْرٍمُحَمَّدْ بِنْ اَبًوْ طَعَامٍ اِبْرَاهِيْمَ بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ الثَّاني بِنْ اَحْمَدْ صُحُف  بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله



  :

Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddn bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shafy bin Abdurrahman bin Muhammad bin 'Aly bin al Imam  al-Quthby Sayyid Abdurrahman Assegaf  bergelar : al Faqih al Muqaddam Al Tsani bin Syekh Muhammad (Maula Ad-Dawilah) bin Syekh Ali (Shahibud Dark)  bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur  bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Sayyidina Ali Walidul Faqih bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Mirbath bin Sayyidina Ali (Al-Imam Khali Qasam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad (Shahib As-Shouma’ah) bin Sayyidina Al-Imam Alwi Alawiyyin (Shahib Saml) bin Sayyidina Al-Imam Abdullah (Ubaidillah Shahibul Aradh) bin Sayyidina Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin  bin Al-Imam As-Syahid Syabab Ahlil Jannah Sayyidina Al-Husain  bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW ibni Abdullah.


Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf Lahir

Tanqir Ghawa lahir di Lumpangi, Senin, 19 Rabi'ul Awwal 1279 Hijeriyah Berdasarkan informasi beberapa sumber catatan bahwa Sayyid Tanqir Ghawa lahir di Lumpangi ditengah-tengah keluarga yang sangat sedarhana, hari  Senin, 19 Rabi'ul Awwal 1279 H bertepatan dengan tanggal  13 Oktober 1862 Masihi. Dia seorang duriat Nabi Saw yang diberi umur panjang 126 tahun Hijeriyah atau 123 tahun Masihi. 

Desa Lumpangi. dulu wilayah Kec. Padang Batung, sekarang menjadi wilayah Kec. Loksado,  Ia dipangil sehari-hari dengan nama Tanqir. Namun orang-orang dari anak cucunya memberinya gelar “Kayi Pancau”

Dua hari sesudah wafatnya  Pangeran Antasari bin Pangeran Masohut (Mas'ud) bin Pangeran Amir. Seorang Pahlawan Nasional yang berjuang melawan Belanda di tanah Banjar, ia wafat yaitu 11 Oktober 1862 Masihi di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang, dalam usia lebih kurang 53 tahun. Menjelang wafatnya, dia terkena sakit paru-paru dan cacar yang dideritanya. Wafatnya Pangeran Antasari hampir bersamaan dengan kelahirannya Tanqir Ghawa bin Muhammad Assegaf

Nama panjangnya : Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddn bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman bin Muhammad bin 'Aly bin al Imam  al-Quthby Sayyid Abdurrahman Assegaf  yang bergelar : al Faqih al Muqaddam Al Tsani. Sedangkan nama ibunya adalah "Siti Siadah/Tiadah atau Siti Qiadah" ia adalah asli orang Amuntai,  ia berprofisi asal Pemayungan Permaisuri Raja Kuripan Amuntai. Ia berhenti bekerja di masa mudanya karena ia dipersunting dan dikawini oleh Sayyid  Abu Thair Muhammad tahun 1860 M. Pasangan suami-isteri ini hanya punya satu anak semata wayang mereka yang diberinama "Tanqirr Ghawa."


Keadaan fisik postur tubuhnya Habib Tanqir Ghawa

Sejak kecil Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf, ia bercita-cita ingin mengembara, merantau ke Negeri orang, kata orang tuanya bahwa “Kalau kau ingin merantau, kau harus banyak basango ilmu, supaya kembalinya kau selamat,” maka iapun telah membekali dirinya dengan giat belajar ilmu-ilmu agama kepada orang tuanya, kepada kakeknya dan pamannya dan juga kepada orang lain tentang ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat.

Orang-orang ada yang berkata bahwa “Keadaan fisik postur tubuhnya masa mudanya : Tinggi hampir 2 meter dan bertubuh besar, dada bidang, kekar, ganteng, bermuka ceria, berkulit putih sawu matang, rambut sedikit ikal dan berumbak, sedikit homoris. Dia sangat memuliakan tamu, khususnya tamu dari anak cucunya, ia tidak membolehkan pulang anak cucunya pulang sebelum makan dan minum ditempatnya


Habib Tanqir Ghawa Mendapatkan Pengajaran Agama

Dimasa kecinya Tanqir berada di Desa Lumpangi, kemudian dibawa orang tuanya ke Kandangan, dimasa Belanda datang ke Kalimantan, ia dibawa lagi ke Desa Lumpangi untuk bersembunyi.

Ia Mendapatkan Pengajaran Agama langsung dari : -Abu Thair Muhammad ayahnya, -Abu Tha’am Ibrahim kakeknya -Abdullatif paman ayahnya. Dan Aliadam pamannya. Oleh karenanya Dia pandai baca Al-Qur’an dan baca tulis arab Malayu”.

Keberadaannya Habib Tanqir Ghawa ditengah-tengah keluarga sangat sedarhana dan ia disukai dan disayangi oleh keluarga dan masyarakat sekitarnya di kala itu. Dimasanya orang-orang masih sangat mamamerkan dan  membanggakan “Kekuatan pisik, kesaktian, kejagauan (jago), banyak bandet dan begal, orang sering marah tanpa sebab, iri dengki yang berlebihan dan suka menindas yang lemah.”

Masa-masa Muda Remaja Habib Tanqirr Ghawa Assegaf

Konon ketika usia Tanqirr Ghawa. 18 tahun, ia  dikawinkan oleh orang tuanya. Kemudian ayahnya pergi merantau ke Pulau Laut (Kotabaru) meninggalkannya & ibunya cukup lama dan kabar berita, yang berakibat ibunya tidak tahan menunggunya, pada akhirnya ibunya bercerai dengan ayahnya.

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Habib Tanqir Ghawa" ia dijodohkan (dikawinkan) oleh orang tuanya diusia muda sekiar 18 tahun dengan seorang perempuan lebih muda darinya yang bukan kemauannya & bukan wanita pujaan hatinya, untuk tidak mengeciwakan hati orang tuanya, ia pun menikahinya dan punya anak " sekitar 5-7 tahun suami-isteri tersebut hidup rukun berumah tangga (bertahan), mungkin ada masalah dengan orang pihak ke-3 mertuanya, kemudian ia meninggalkan anak & dan isteri pertamanya asal orang Amawang.


Ayah dan ibu Sayyid Tanqir Ghawa menikah lagi

1. Ibunda Sayyid Tanqir Ghawa menikah

Setelah cerai dengan suaminya Abu Thair Muhammad, Ibunya Siti Siadah/Tiadah menikah pada kali keduanya beberapa tahun kemudian ia cerai lagi. Kemudian Siti Siadah menikah lagi dengan orang yang lebih muda darinya, beberapa tahun kemudian ia punya dua anak laki-laki dan perempuan an. Juhri dan Fatmah. Oleh karenanya :

1.     Selisih tahun kelahirannya 5-7 tahun lebih tua Nanang Karji bin Tanqir Ghawa antara dengan Juhri dan Fatmah adik seibunya Tanqir Ghawa.

2.   Muhammad Barsih Cucu Sayyid Tanqir Ghawa selisih usia tahun kelahiran tidak jauh beda dengan anak-anak Kayi Juhri dan Neng Fatmah.

Dia merupakan anak sulung dari tiga bersaudara seibu atas nama Tanqir Ghawa, Juhri dan Fatmah dari Ibunya  yang bernama Siti Siadah/Tiadah.

2. Ayahanda Sayyid Tanqir Ghawa menikah

Ketika Abu Thair Muhammad ayahnya Tanqir pulang dari Pulau Laut, atas saran keluarga dari pihak ibunya di Desa Tangang, agar ia segera beristeri, kemudian ia menikah dengan Siti Aisyah orang Tangang Bamban Kec. Angkinang. Dan pasangan suami-isteri ini, tidak punya keturunan, keduanya tinggal di dekat Masjid Desa Lumpangi, sebagai tokoh masyarakat dan tokoh agama dan juga berprofisi Dagang di muka rumahnya.


Keturunan (dzurriat) Sayyid Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf

1.Keturunan atau anak isteri pertama 

Adapun Ahmad Karji adalah anak pertama dari Tanqir Ghawa bin Muhammad bin Ibrahim bin Abu Bakar bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Asseaf, setelah dewasa ia menikah Maimunah punya anak :

  1. Husni (Utuh Gunung)
  2. Ahmad
  3.  Unan
  4. Misran (Imis) bin Maisyarah isteri kedua setelah isteri pertama wafat.

Kemudian Habib Ahmad Karji (Julak Nanang Karji) bin Tanqir Ghawa Assegaf setelah isterinya wafat, ia menikah lagi dengan Maisyarah perempuan asal Desa Tilahan Kec. Hantakan Barabai punya anak tunggal bernama Misran (Imis). Sedangkan Habib Husni bin Ahmad Karji  bin Tanqir Ghawa Assegaf menikah dan punya anak : Habib H.Bastami dan Sy. Nur Aida. Adapun Habib H.Bastami bin Husni bin Ahmad Karji bin Tanqir Ghawa Assegaf menurunkan anak bernama Toni Jemain dan Beny.

2. Keturunan atau anak isteri Kedua

Sayyid Tanqir Ghawa menikahi Siti Khadijah seorang janda muda. Versi lain juga menyebutkan bahwa sekitar tahun 1909 ia menikah dengan perempuan janda yang ditinggal mati suaminya janda itu bernama Siti Khadijah asal orang Kandangan Hulu yang berdomisili di Lumpangi keluarga ini karena takut dengan kesewenangan Penjajah Belanda mereka berhijrah ke hulu banyu..”Maka dipihak keluarga memutuskan bahwa Tanqir Ghawa harus segera dikawinkan.. Akhirnya ia menikah dengan Siti Khadijah seorang janda beranak satu an. Ahmad Karjah. Dan  dari hasil perkawinannya  dengan janda itu kemudian ia punya keturunan 6 anak a

  1. Ahmad Baderi,
  2.  Bahar,
  3.  Badariah,
  4.   Bahur,
  5.   Maswati dan 
  6. Salmiati

Hal senada sebagaimana yang diebutkan oleh Habib Muhammad Burhan Rabbani Assegaf dan Beliau ceritera dari ayahnya bahwa "Siti Khadijah adalah seorang janda kembang, muda dan cantik, beranak satu yang ditinggalkan mati oleh suaminya kemudian ia dikawinkan dengan Sayyid Tanqir Ghawa, kemudian dari Perkawinan itu mempunyai anak 6 orang salah satunya Ahmad Baderi."


Karomah Habib Tanqir  Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf 

Ketika saya datang bersilaturrahmi dengan Habib Muhammad Burhanuddin bin Ahmad Baderi Assegaf dikediamannya Desa Tabihi, Beliau adalah paman saya Beliau bercerita kepada saya bahwa kakeknya Habib Tanqir  Ghawa, ketika dibawa ke desa Rasau Barabai oleh anaknya Habib Ahmad Baderi. Beliau adalah orang yang sangat tua, sudah sepuh, berumur ratusan tahun lebih, tetapi beliau sehat, masih dapat berjalan sendiri, makan, mandi dan ke- WC sendiri. Setelah beberapa hari tinggal bersama anak dan cucu-cucunya. Kemudian ada orang yang melihat keadaan datu Tanqir Ghawa dan berkata 'buat apa membawa orang tua ke kampung ini, menyanyasaki banua dan mahaharani baras.' ucapan orang itu didengar oleh salah satu cucu perempuan beliau. peristiwa itu dilaporkan kepada ayahnya an. Ahmad Baderi. Kata Ahmad Baderi 'jangan ditanggapi nakai pemandiran orang itu'. kada'ai bahai ulun muar banar, padahal kayi kada marugian apa-apa orang itu, maka baucap kaya itu.'  kada sempat satu minggu, orang itu sakit panas dan muntah darah, kemudian orang itu datang kerumah minta tatambai dan 2 hari kemudian sembuh.


Habib Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf wafat

Habib Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim Assegaf wafat hari Ahad, tanggal 13 Januari  1985 Masihi, atau 21 Rabi'ul Awwal 1405H dirumah anaknya Habib Ahmad Baderi Assegaf  di Rasau Kec. Pandawan Barabai, dimakamkan di Pakuburan Muslimin Desa Matang Ginalon Barabai. Dengan usia 126 tahun Hijeriah  lebih atau kalau dihitung tahun masihi berumur 123 tahun Masihi

acaan  :

  1. Artikel ”Biografi Habib Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim Assegaf”  Oleh  H.Hasan Baseri  bin H. Muhammad Barsih. https://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/1013731233961871700
  2. Artikell “Islamnya Orang-orang Hulu Banyu Kec. Loksado di akhir abad ke-18 Masihi”  oleh H.asaan Bari, S.Ag bin Muhammad Barsih Assegaf https://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/7986183751908153577


37. Habib Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf

Ia adalah seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at yang memelihara iman dan islam, ia amat kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah bathin lainya.

a. Sayyid Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa Assegaf Lahir 

Ahmad Baderi lahir Jum'at, tanggal 8 November 1918 Masihi atau bertepatan dengan 4 Shafar 1337 Hijeriyah di kota Kandangan, Kab. Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Ia adalah salah seorang dzuriat yang ke-6 dari  Habib Lumpangi yakni Habib Muhammad Djamiludin bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf, ia termasuk dzuriat Nabi Saw yang  hidup di abad ke-19 Masihi.

Konon nama “Ahmad” adalah nama yang diberikan oleh anak cucunya dan Bidan Kampung saat memutus (memotong) tali pusatnya waktu ia lahir. Ketika kedua orang tuanya mengadakan tasmiahan (pemberian nama pada anak) sesudah tujuh hari kelahirannya, maka ia diberi nama “Adjun Baderit Sasaran Kembang” oleh orang tuanya, saat itu nama ini dianggap keren. Tetapi orang-orang sekelilingnya dari masa anak-anak hingga dewasa memanggilnya "Baderi" atau "Utuh Ibat" nama itu maknanya “Bulan” maksud tafa'ulnya : Agar kehidupannya bersinar terang seperti rembulan menerangi gelap gulita di malam hari.

Ia adalah salah seorang dzuriat yang ke-15 dari  al Faqih al Muqaddam al Tsani.  yakni Habib Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Aly bin Sayyid Abdurrahman Assegaf bergelar al Faqih al Muqaddam al Tsani. ia termasuk dzuriat Nabi Saw yang  hidup di abad ke-19 Masihi.

b. Nasab Habib Ahmad Baderi  bin Tanqir Ghawa Assegaf

الْحَبِيْب اَحْمَدْ بَدْريْ بِنْ  تَنْقِرُ الْغَوَى بِنْ اَبًوْ طَيْرٍمُحَمَّدْ بِنْ اِبْرَاهِيْمَ اي اَبًوْ طَعَامٍ بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ الثَّاني بِنْ اَحْمَدْ صُحُفٍ بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله، 


Ahmad Baderi Assegaf

c. Habib Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa Assegaf Mendapatkan Pengajaran Agama

Dimasa kecinya Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa berada di bawah asuhan orang tuanya di Desa Lumpangi, kemudian ia dibawa orang tuanya ke Kandangan, untuk sekolah SR, masa itu Kalimantan belum merdeka.

Habib Ahmad Baderi mendapatkan pengajaran Agama langsung dari : -Siti Khadijah ibunya, -Tanqir Ghawa ayahnya, -Abu Thair Muhammad kakeknya. Dan guru-guru agama disekitarnya. Sejak kecil iapun telah membekali dirinya dengan giat belajar ilmu-ilmu agama kepada orang tuanya, kepada kakeknya dan pamannya dan juga kepada orang lain tentang ilmu fiqih, ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat. Oleh karenanya Dia pandai baca Al-Qur’an dan baca tulis arab Malayu dan Bahasa Indonesia”.


d. Masa-masa Remaja Habib Ahmad Baderi bin Tanqirr Ghawa Assegaf dikawinkan diusia dini.

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa  Konon ketika usia Ahmad Baderi antara 17-18 tahun, ia baru tamat SR (Sekolah Rakyat) 6 tahun, ia dijodohkan dan dikawinkan oleh orang tuanya diusia dini dengan seorang perempuan lebih muda darinya. Diawal tahun 1936 ia menikahi seorang perempuan bernama Masmurah (usia 16-17 tahun) binti H. Bustani orang Kandangan Hulu.

Wanita ini dipinang dan dikawini oleh Habib Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa Assegaf pada Januari 1936M /Ahad, 24 Syawwal 1354H yang silam hingga ia  hamil. Maka dalam kurun waktu 9 bulan dan 9 hari, lahirlah seorang anak laki-laki pada tanggal 30-07-1937/Jum’at, 22 Jumadil Awal 1356H yang diberi nama “Muhammad Barsih”.

Perkawinan Habib Ahmad Baderi dan Masmurah, orang tua Muhammad Barsih tidaklah bertahan lama, kurang lebih 3-4 tahun, perkawian mereka bubar.


e. Riwayat pendidikan & Profisi Sayyid Ahmad Baderi bin Tanqir Gawa Assegaf

Pada satu hari saya berkunjung ke rumah Habib Muhammad Burhanuddin bin Ahmad Baderi Assegaf di Desa Tabihi Kec. Padang Batung, beliau bercerita kepada saya bahwa “Pada mulanya ia setelah menamatkan SMP dan memiliki Izaah SMP, Saat itu Kalimantan baru merdeka 17 Mei 1949, sekolah SMA belum ada di Kandangan,  kemudian ia masuk anggota tentara Brimub lewat cabang Kandangan dan ia diterima. Kemudian ia beserta rombongnnya dikirim ke Jawa (Surabaya) untuk mendapatkan pendidikan & pelatihan-pelatihan Keprajuritan disana kurang lebih 3 tahun. Selama pelatihan di Jawa inipun ia beristeri tetapi tidak punya keturunan. Beliau pernah dikirim ke Irian Barat untuk Gelombang yang ke-3, tetapi rombongannya dapat pulang dengan selamat.

Selesai menempuh pendidikan & pelatihan-pelatihan Keprajuritan di Jawa (Surabaya) ia berada disana kurang lebih 3 tahun, Ia dipulangkan dari Jawa (Surabaya) ke Kalimantan, ia bekerja sebagai Brimub mula-mula ditempatkan di Kecamatan Padang Batung, Kab. Hulu Sungai Selatan. Kemudian ditahun itu ia dimutasi ke Nagara sebagai Brimub.

Pada satu hari saya berkunjung ke rumah Habib Muhammad Burhan Noor bin Ahmad Baderi Assegaf di Desa Tabihi Kec. Padang Batung, beliau bercerita kepada saya bahwa Pada mulanya saat Instansi Brinub disipilkan yakni tempat Sayyid Ahmad Baderi bekerja berubah menjadi Sipil yakni orang yang bekerja disebut PNS. Ia mutasi ke Kacamatan Kasarangan Kab. Hulu Sungai Tengah Barabai, tetapi ia tinggal di Pantai Hambawang. Kemudian ia mutasi ke Pantai Hambawang, disini ia sempat diangkat sebagai Camat Pantai Hambawang.  kemudian ia mutasi Haruyan selama di Pemda Hulu Sungai Tengah Barabai, ia pernah dipercaya menjabat Camat Haruyan.


f. Habib Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa Assegaf menikahi Gadis Nagara

Tidaklah ia begitu lama  keberadaannya di Nagara sekitar tahun 1953 Masihi Ia mulai berkenalan dengan janda muda cantik & imut an. Maslianoor binti Usman Desa Tumbukan Banyu Nagara

Kemudian di awal tahun 1953 tersebut, ia melamar janda muda cantik kelahiran Nagara dan Ahad, 12 Sya'ban 1372H ia mengawininya an. Maslianoor asal Desa Tumbukan Banyu Kec. Daha Selatan Kab. HSS. Setelah kawin Maslianoor, ia ikut bersama suaminya Ahmad Baderi tinggal di Kandangan Hulu. Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Menurut penuturan Habib Muhammad Burhan Noor Assegaf anaknya bahwa ibunya setelah kawin dengan ayahnya ia pernah kena guna-guna atau kena santet bekas suaminya. Satu tahun kemudian setelah pernikahannya, tanggal 13 Juli 1955M atau bertepatan dengan hari Rabu, 23 Dzulqa’idah 1374H lahirlah anak pertamanya berjenis kelamin laki-laki diberi nama “Muhammad Burhan Noor”.

 

Ibuda Maslian Noor binti Usman

Muhammad Burhan Noor Assegaf

Perkawinan Habib Ahmad Baderi dengan Maslianoor binti Usman tersebut dari 1953 – 1993M  (kurang lebih  40 tahun) ia telah dikaruniai  7 orang anak, 3 orang laki-laki dan 4 orang perempuan antara lain :

  1. Habib Muhammad Burhan Noor (l.13 Juli 1955M)
  2. Sy Rumaynoor
  3. Habib Drs.H.Tajuddin Noor,MM
  4. Habib Syahruddin Noor L.1963
  5. Sy Nurlianti (Nunur)
  6. Sy Nor Jatunnisa
  7. Sy Nur Izzati Rahmi, S.H.I (Untung) 

Makam Datu Tanqir Ghawa dan Ahmad Baderi Assegaf anaknya

Desa Matang Ginalon Barabai HST

g. Sayyid Ahmad Baderi bin Tanqir Gawa Assegaf wafat

Ia wafat dihadiri isteri dan anak-anaknya di desa Rasau Kec. Pandawan Barabai, diusianya yang cukup tua sekitar 75 tahun dan ia dimakamkan berdampinagan dengan ayahnya Habib Tanqir Gawa di Pakuburan Muslimin Desa Matang Ginalon Kec. Pendawan, Barabai, Kab. Hulu Sungai Tengah Barabai Kalimantan Selatan. Hari Senin,  tanggal 6 Shafar 1414H. bertepatan dengan tanggal 26 Juli1993 M.

Isteri Habib Ahmad Baderi an. Maslianoor wafat Senin, 2 Juni 1997M atau bertepatan 26 Muharram 1418H dimakamkan berdampingan Ayah mertuanya Habib Tanqir Ghawa Assegaf.

 Daftar Bacaan  :

1. Artikel "Biografi Habib Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa Assegaf" / https://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/2153512720285419769

2. Artikell “Islamnya Orang-orang Hulu Banyu Kec. Loksado di akhir abad ke-18 Masihi”  oleh H.asaan Bari, S.Ag bin Muhammad Barsih Assegaf ttps://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/7986183751908153577

3. Artikel “Mengungkap Historis Datu Habib Lumpangi Abu Bakar Kec. Loksado" https://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/1894353615762240499



38. Habib H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Abu Tha'am Ibrahin bin  Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf 

Ia adalah seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at yang memelihara iman dan islam, ia amat kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah bathin lainya.


a. Habib Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa Assegaf Lahir dan Masa Anak-anak

Habib H. Muhammad Barsih lahir di Kandangan, hari Jum'at, 30 Juli 1937 Masihi sekitar Jam 06 pagi atau bertepatan dengan 22 Jumadil Awal 1356 Hijeriyah kota Kandangan, Kab. Hulu Sungai Selatan, Prov. Kalimantan Selatan.

Muhammad Barsih adalah anak pertama dan ia juga anak tunggal & anak semata wayang dari pasangan suami-isteri Habib Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa Assegaf dengan Masmurah binti H. Bustani dari pernikahan mereka diusia didini. Isteri H. Bustani bernama Mardiah (Diah). Tetapi Muhammad Barsih dari masa kanak-kanak, masa remaja hingga dewasa, handai tolan dan orang-orang disekitarnya memanggilnya "Barsih". ketika ia bekerja atau bertugas dipemerintahan dibidang kesehatan masyarakat maka orang-orang disekitarnya menggelarinya "Mantri Suntik" Ia termasuk duriat Sayyid Abu Bakar Lumpangi yang ke-8 yang ber FAM Ash-Shafy dari keluarga Aal -ALSAQQAF.

b. Sekilas perkawinan Habib Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa Assegaf dengan Masmurah binti H. Bustani diusia didini.

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa  Konon ketika usia Ahmad Baderi antara 17-18 tahun, ia baru tamat SR (Sekolah Rakyat) 6 tahun, ia dikawinkan oleh orang tuanya dengan seorang perempuan lebih muda darinya. Diawal tahun 1936 Masihi ia menikahi seorang perempuan bernama Masmurah (usia 16-17 tahun) binti H. Bustani orang Kandangan Hulu.

Mertuanya H. Bustani (w.1947M) aslinya orang Dayak Islam Lumpangi dan berprofisi (Juragan bambu) pedagang Paring. Ia membeli dan mengumpulkannya dari penjual yang berlabuh ke Kandangan. Ia membawa /malabuh lanting dari Kandangan, ke Nagara hingga Kuin Banjarmasin.

Dan juga ia ditokohkan masyarakat Kandangan Hulu sebagai orang yang punya pengetahuan agama Islam yang luas dan ia menjabat Penghulu di desa Kandangan Hulu sekitar tahun 1920-1947-an. Ia punya 3 anak, salah satu anak perempuan yang cantik rupawan an. Masmurah yang menjadi isteri Habib Ahmad Baderi. Karena ia memiliki paras cantik rupawan, rambu ikal mayang, postur tubuh yang bagus padat berisi dan tinggi kurang lebih 155-160cm lebih maka ia termasuk wanita idaman bagi anak-anak muda dimasanya. Wanita ini dipinang dan dikawini oleh Habib Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa Assegaf pada Januari 1936M /Ahad, 24 Syawwal 1354H yang silam hingga ia  hamil. Maka dalam kurun waktu 9 bulan dan 9 hari, lahirlah seorang anak laki-laki pada tanggal 30-07-1937/Jum’at, 22 Jumadil Awal 1356H yang diberi nama “Muhammad Barsih”.

Perkawinan Habib Ahmad Baderi dan Masmurah, orang tua Muhammad Barsih tidaklah bertahan lama, kurang lebih 3-4 tahun, perkawian mereka bubar, menurut informasi yang saya dapatkan disalah satu pihak bahwa karena ada ikut campur tangan dari pihak ketiga (pada keluarga itu sendiri) dalam membangun dan membina sebuah keluarga.

c. Habib Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf mendapatkan Pengajaran Agama

Habib Muhammad Barsih mendapatkan pengajaran Agama langsung dari : -Masmurah ibunya, -Ahmad Baderi ayahnya, - H. Bustani dan Tanqir Ghawa kedua kakeknya. Dan guru-guru agama disekitarnya. Sejak kecil hingga  remaja iapun telah membekali dirinya dengan giat belajar ilmu-ilmu agama kepada orang tuanya, kepada kakeknya dan pamannya dan juga kepada orang lain tentang ilmu fiqih, ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat. Oleh karenanya Dia pandai baca Al-Qur’an dan Bahasa Indonesia”


d. Riwayat pendidikan & Profisi Habib Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi bin Tanqir Gawa Assegaf

Dimasa kecil hingga remajanya Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf berada di bawah asuhan orang tuanya dan kedua kakeknya di Kandangan, untuk setelah menamatkan sekolah SR  6 tahun dan SMP 3 tahun kemudian ia mengikuti pelatihan tenaga MEDIS bidang Kesehatan selama 1 tahun di Kandangan.

Pada mulanya ia setelah menamatkan selesai pelatihan tenaga MEDIS bidang Kesehatan selama 1 tahun di Kandangan, Muhammad Barsih berprofi sebagai Mantri suntik dan sunat yang ditugaskan diwilayah Kec. Loksado : ada Balai Kesehatan Harantan-Lumpangi ada Balai Kesehatan, di desa Tarbelimbing ada Balai Kesehatan Tarbelimbing hingga Loksado ada Balai Kesehatan (sekarang namanya Puskesmas) Loksado.


e. Nasab Silsilah Habib H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa Assegaf bersambung ke Rasulullah Saw

 الْحَبِيْب مًحَمَّدْ بَرْسِيْه بِنْ اَحْمَدْ بَدْريْ بِنْ  تَنْقِرُ الْغَوَى بِنْ تَنْقِرُ الْغَوَى بِنْ اَبًوْ طَيْرٍمُحَمَّدْ بِنْ اَبًوْ طَعَامٍ اِبْرَاهِيْمَ بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ الثَّاني بِنْ اَحْمَدْ صُحُف  بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله


f. Sekilas tentang Keluarga H. Bustani kakek Habib H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf

Kayi H.Bustani, Kayi Sarman dan Masnah (Mama Masni jagau) adalah 3 orang bersaudara. Mereka salah satu dzuriah Datu Lumpangi dzuriat yang keenam tetapi dari pihak perempuan. Dulu mereka memiliki tanah yang tidak jauh dari lokasi makam kubah Datu Lumpangi di lokasi yang berbeda. Tanah Kayi Sarman berseberangan dengan kubah, ia berprofisi Pandai besi (menitik parang) sedangkan dulu tanah H, Bustani masih menyatu dengan tanah kampung Balai Ulin, tetapi akibat banjir besar, sungai yang berada muka Balai Ulin membelah dua. Tanah H. Bustani menjadi pulau /murung terjadi dihilir kubah. Ia berprofisi pedagang dan juga ia pernah ditokohkan menjabat Penghulu di desa Kandangan Hulu, disekitar tahun 1920-1947-an.

Menurut ibu saya Hj. Masitah binti Salamat (umur 83 thn),  yang saya wawancarai dirumah Beliau di jalan  Alfalah Kandangan mengatakan, ia dari ucapan Mardiah isteri Kayi H. Bustani bahwa Kayi H. Bustani ayahnya “Majeri” atau kakeknya “Dina” meninggal dunia ketika Habib Muhammad Barsih berusia sekiar 10 tahun  lebih duduk di klas 3 SD

H. Bustani w.1947 Masihi dan Ia kawin dengan perempuan an. Datung Diah (Mardiah) dan punya 2 anak perempuan yang cantik rupawan an. Masmurah dan Basnah. Ketika dewasa Masmurah karena memiliki paras cantik rupawan, postur tubuh yang bagus padat berisi dan tinggi kurang lebih 160cm maka ia termasuk wanita idaman bagi anak-anak muda dimasanya. Ia menikah dengan Habib dan tanggal 30-07-1937Masih, Masmurah melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberinama “Muhammad Barsih”. atau Jum'at, 22 Jumadil Awal 1356H. Ia lahir di Kandangan sekitar 09.00 pagi. Satu tahun kemudian Datung Diah ibunya Masmurah juga melahirkan seorang anak laki-laki diberinama “Majeri”.

 

g. Masa Remaja Habib Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf dan Pertemuan perkenalannya dengan  Masitah binti Salamat Gadis Dara Kayu Abang

Konon ketika usia Habib Muhammad Barsih 23 tahun, ia  dikawinkan oleh orang tuanya dengan perempuan bernama Masitah binti Salamat seorang gadis dara desa Kayu Abang.

Pertemuan pertama Muhammad Barsih dengan Masitah, diawali pandangan pertamanya ketika bersamaan ingin naik mobil taxi puar saat itu, ditaxian mobil Padang Batung. ketika  mobil akan berangkat menuju kota Kandangan. Ketika itu Masitah dan keluarganya dari Paniungan desa Lokbahan menuju Desa Kayu Abang sedangkan Habib dari Lumpangi menuju kota Kandangan

Perkenalan kedua Muhammad Barsih dengan Masitah, ketika ia tolak maunjun (mamncing) iwak Papuyu ke Panggang Hijau Desa Kayu Abang, Tak sengaja dan tak terbayang saat itu Masitah sedang menumbuk padi di muka rumahnya. saat itu Masitah seorang janda muda yang belum disentuh oleh mantan suaminya dan belum datang haid, ia cantik rupawan memikat hati yang dipersunting Habib. Kemudian Muhammad Barsih melamar dan menikah sekitar awal tahun 1960M dengan seorang wanita an. Masitah binti Salamat asal desa Kayu Abang, Kec. Angkinang. sedangkan Salamat ayahnya asal orang Pakuan Kec. Telaga Langsat.

Hj. Masitah binti Salamat asal Desa Kayu Abang, lahir di Kayu Abang tanggal 01-01-1940 Masihi, sekarang di tahun 2022 Masihi Beliau masih sehat wal 'afiat, ia tinggal bersama anaknya disekitar anaknya yang lain. Semoga Beliau diberikan Iman-Islam yang bertambah - tambah dan juga diberikan kesehatan. Aamiin Aamiin Allahumma Aamiin.


h. Anak Keturunan Habib H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf

Kedua dari pasangan suami-isteri Habib H. Muhammad Barsih dengan Hj. Masitah binti Salamat.. Kedua pasangan ini dikaruniai 9 orang anak, 6 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan. Dari 9 anak yang dimaksud dengan nama  : 

  1. Habib Basuni (Meninggal saat kecil), 
  2. Habib Baseraninoor  perjaan swasta, 
  3. Habib H.Hasan Baseri,S.Ag perjaan PNS, 
  4. Habib H.Muhammad Nurdin Efendi  perjaan PNS Guru (w. th.2012M), 
  5. Syarifah Taniyah (Nia Kurnia)  perjaan Wiraswasta, 
  6. Syarifah Maimunah (Meninggal saat kecil),
  7. Habib Dzulkifli Lubis perjaan swasta, 
  8. Syarifah Hj. Nursinah,S.Pd   perjaan PNS Guru (w.th.2014M), 
  9. Habib  Muhammad Ariatim (Arya Nurhadi,S.Pd)  perjaan PNS Guru



i. Habib Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf Wafat 

Muhammad Barsih Ia berprofi Pegewai Negeri Sipil (PNS ia bertugas sebagai Mantri suntik yang ditugaskan di Lumpangi hingga Loksado. Sekitar  tahun 1975 an ia punya isteri kedua yang janda an. Sarimpay asal kampung Lambuk Hulu Banyu. Kala itu kami anak-anak Baliau tinggal di Lumpangi tidak jauh dari makam Habib Abu Bakar Assegaf hanya di halat Sungai Kali Amandit.

Dulu Lumpangi adalah sebuah desa yang terisolasi, desa yang jauh dari pusat keramainan kota, bersih udaranya dan sangat sejuk, air sungai yang bening,  desaku terpencil yang sangat sedikit penduduknya. Disaat malam hari cuacanya sangat dingin… Lumpangi nama desaku. dan tempat tingglku, dan tempat ayahku di makamkan.

Habib Muhammad Barsih Assegaf wafat jam 09.00 pagi kena serangan jantung, Rabu. 02 May 1978M/ 24 Jumadil Awwal 1398H di Hulu Banyu Balai Puskesmas Desa Datar Balimbing, mayatnya dibawa labuh dihari itu dengan rakit bambu ke Desa Lumpangi dan  dimakamkan hari Kamis, 03 May 1978M di desa Lumpangi...

 













Adapun anak Hj. Masitah binti Salamat yang kedua dari 9 orang bersaudara bernama Basrani Noor bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf. Ia menikah dengan Ainah binti Kasran asal orang Malinau dan punya anak 4 orang, 2 laki-laki  dan 2 perempuan an. 

  1. Sy Farida Hayati
  2. Habib Syahril Majid, 
  3. Habib Ali Marzuki,  dan 
  4. Sy Eva. 

Adapun Syahril Majid bin Basrani Noor bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf  menikah dengan Diana binti Ayau asal orang Lumpangi dan punya anak 1 orang laki-laki an. Ajril Majid. Sedangakan adiknya Ali Marzuki menikah dengan Saidah Hasanah dan punya anak 1 orang laki-laki an.Muhammad Angga Saputra.


39. Habib H.Hasan Baseri bin Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi  bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf

Sayyid Hasan Baseri adalah  seorang Serjana (S1) berprofisi  Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Agama, 21 tahun ia bekerja di Kementerian Agama Kab. Tapin (PPN/Penghulu KUA) kemudian mutasi ke Kementerian Agama Kab. Hulu Sungai Selatan tahun 2021. Ia seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at beragama yang sangat memelihara iman dan islam, ia amat dekat dan kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah dzahir dan amaliah-amaliah bathin lainya.


1. Nasab Sayyid H.Hasan Baseri bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf

الْحَبِيْب حَسَنْ بصْرِىْ  بِنْ مًحَمَّدْ بَرْسِيْه بِنْ اَحْمَدْ بَدْريْ بِنْ  تَنْقِرُ الْغَوَى بِنْ اَبًوْ طَيْرٍمُحَمَّدْ بِنْ اَبًوْ طَعَامٍ اِبْرَاهِيْمَ بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ الثَّاني بِنْ اَحْمَدْ صُحُف  بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله

Habib H.Hasan Basri, S.Ag bin H. Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi (Adjun Baderit Sasaran Kambang) bin Tanqirr Gawa bin Abuthair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-shufy bin Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Aly bin Abdurrahman Assegaf bergelar Al Faqih al Muqaddam Tsani. bin Syekh Muhammad (Maula Ad-Dawilah) bin Syekh Ali (Shahibud Dark)  bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur  bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Sayyidina Ali Walidul Faqih bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Mirbath bin Sayyidina Ali (Al-Imam Khali Qasam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad (Shahib As-Shouma’ah) bin Sayyidina Al-Imam Alwi Alawiyyin (Shahib Saml) bin Sayyidina Al-Imam Abdullah (Ubaidillah Shahibul Aradh) bin Sayyidina Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin  bin Al-Imam As-Syahid Syabab Ahlil Jannah Sayyidina Al-Husain  bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW ibni Abdullah.

Kalau pihak ibu, Habib H.HASAN BASRI, S.Ag bin Hj. Masitah binti Sabariah binti Salamat. Sabariah binti   ( Butatil dengan Siti Khadijah ).

H.Hasan Basri Assegaf,S.Ag
Hj.Masliana binti HYusuf

2. Kelahiran Sayyid H.Hasan Basri bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi binTanqir Ghawa Assegaf

Sayyid H.Hasan Baseri lahir di Lumpangi, manakala data Raport awal hilang, maka Kepala Sekolah SD ibu angkatnya menulis data di Ijazah SD sebagai berikut  : Nama Hasan Baseri, Tempat dan tanggal lahir : Kandangan, 27 Oktober 1968M/ 6 Syaban  1388M sesuai dengan Akta Kelahiran dan Izajahnya. Ia lahir dari pasangan suami isteri shalih dan shalihah Habib H.Muhammad Barsih dengan Hj.Masitah. Kalau pihak ibu, Habib H.Hasan Baseri,S.Ag bin Hj.Masitah binti Sabariah binti Butatil dengan Siti Khadijah. Sedangkan Hj.Masitah binti Salamat bin Ahmad.

Nama lengkapnya adalah Habib H.Hasan Baseri,S.Ag bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi bin Tanqirr Gawa bin Abuthair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-shufy bin Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Aly bin Abdurrahman Assegaf bergelar Al Faqih al Muqaddam Tsani

3. Sayyid H.Hasan Basri bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf diasuh/ diangkat anak oleh KH.Zarkasi Anshor bin Busyra dan Ibunda Hj.Mayuri binti Muhsmmad Said

Tahun 1980M Habib Hasan Basri diasuh dan diangkat anak oleh Tuan Guru KH. Zarkasi Anshor dan isterinya an. Hj. Maryuri binti Muhammad Said. Waktu itu KH. Zarkasi Anshor wakil Kepala Sekolah SMPN Karang Jawa dan Hj. Maryuri isterinya adalah Kepala SDN Karang Jawa Muka, alamat tempat tinggal Beliau Desa Karang Jawa Muka, Hasan bersekolah SD di Karang Jawa Muka ini dan tamat SDN tahun 1981. Tuan Guru KH. Zarkasi Anshor bin Busyra w,1995M dan isterinya an. Hj. Maryuri binti Muhammad Said, keduanya adalah orang tua angkat saya. Saya adalah anak yang ke 10 dari 9 putra/putri kandung beliau. Guru KH. Zarkasi Anshor adalah sosok Ulama Tauhid dan Fiqih, kalau di sekolah umum SMP beliau mengajar Pak Pancasila/ilmu akhlak.  Hampir tidak ada waktu yang kosong bagi Guru ini. Beliau mengajari murid-muridnya baik dirumah, di Langgar ataupun di Masjid secara ruten. Beliau mengajar dahulu pakai sepeda laki yang saya pakai, sekarang Beliau mengajar pakai Vesva warna putih kehijauan

Saya tinggal bersama Beliau mulai tahun 1980M sampai dengan tahun 1991M, saya diajari Ilmu Nahwu dengan syahid dan ilmu sharafnya, saya dilatih membuat kalimat Indonesia diterjemahkan ke bahasa Arab. Selain itu saya juga belajar Ngaji al Qur'an secara khusus dengan Tuan Guru H. Shagir, beliau adalah Ulama ahlul Qur'an dibidang huruf, yang beralamat di Desa Karang Jawa Muka

4. Habib H.Hasan Baseri bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf Mendapatkan Pengajaran ilmu Agama

Dimasa kecil (lahir)nya Habib H.Hasan Baseri Assegaf hingga tahun 1980 berada di Desa Lumpangi, kemudian dibawa orang tuanya ke Kandangan, diakhir tahun 1981 an tamat SDN Karang Jawa Muka. Ia Mendapatkan Pengajaran Agama langsung dari : -Kedua orang tua angkatnya an. KH.Zarkasi Ansor dan Ibunda Hj.Mayuri binti Muhsmmad Said.

Belajar baca Al Qur’an awal pada guru Samlan. Nawawi, Baihaqi, Muhammad Asri. Oleh karenanya Dia pandai baca Al-Qur’an dan baca tulis arab”..

Guru-guru yang pernah ia datangi dengan sepeda laki (sepeda Unta laki kepunyaan Tuan Guru KH. Zarkasi Anshor) untuk belajar ilmu agama Islam al.        :

  1. Tuan Guru KH. Zarkasi Ansor Bin Busyra (Desa Karang Jawa Muka) Kecamatan Padang Batung. Beliau adalah orang tua akat saya, saya tinggal di rumah Beliau kurang lebih sepuluh tahun.  Beliau ngajar ilmu dasar dalam bahasa Arab, Ilmu Alat atau Nahwu (Basyahid), al Kawakib, al Bajuri dan Ianah dan Fathul  Muin dllnya.
  2.  H. ABDULLAH (Penghulu Desa Kerasikan) Kec. Sei Raya Kandangan. Beliau ngajar dari niat mandi, niat wudu, bacaan shalat wajib dan wirid-wiridnya dengan cara si murid membacanya hafalan hingga si murid fasih membaca tentang huruf dan makhrajnya. Dari  Beliaulah, saya dapat izajah lisan dan ijin, boleh menjadi Imam shalat di Langgar atau di Masjid tahun  1985M. Teman belajar Muhammad Zaini, Muksin.
  3. H. DURJANI, Belajar kitab Jurmiyah, Kitab Kailani, dan Kitab Kawakib tahun 1985M... beralamat Desa Teluk Pinang Hamalau Kandangan, teman Muhammad Fadli.
  4. KH. ABDUL GANI Lc, Belajar bahasa arab, ngaji al Qur'an 1985 teman Rusri/Iyus.
  5. H. AHMAD ZAINI, Alamat Jambu Jembatan Merah, saya belajar lagu al Barjani dan Takhtim, misalnya lagu Usak, lagu Ras dan lagu Zarkah.
  6. H. MAIMUN, Beliau alumnus Bangil, alamat Teluk Masjid Kandangan, saya belajar kitab Aqa'idul Iman, Kitab Amal Ma'rifat, Kitab Aqidatun Najin dan Matan Al Bukhari tahun 1987M.
  7. KH. MAKKIE HEKMI,BA membaca Kitab Durratun Nasehen, Kitab al Azkar Nawawi dan Kitab Tanbihul Ghafilin dan Bahasa Arab, tempat belajar ruang kelas PGA Kandangan setiap Minggu pagi mulai jam 08.00-
  8. BELAJAR LAGU - LAGU SENI BACA AL QUR'AN, Ia belajar 8 lagu antara lain : misalnya lagu Husain-husaini, lagu Bayati, lagu Saba, lagu Nahwan, lagu Ras, lagu Sikah, lagu Dzarkah dan lagu Usak pada al Barjanji. Saya belajar pada guru a.Iman Ds.Hamalau, b.Abdul Majid, Ds. Paku, c.Syamsul Bh, d.H.A.Zaini Ds. Jambu, e.Dengan Kawan-kawan. 
  9.  KH. ABDUL AZIZ SARBINI, Beliau alumnus Mekkah al Mukarramah, alamat Pulau Sepakat Kandangan, Kitab yang dibaca Risalah Qusyairiyah, Tafsir Murahul Labid, Tafsir Shawi dan Ihya Ulumuddin.
  10. KH. NURHANI, Beliau disebut orang dengan KAMUS BERJALAN, Karena Beliau setiap ada pertanyaan/ masalah dijawab langsung tanpa membuka kamus dan kitabnya, maksudnya beliau menguasai kamus dan hukum yang berkenaan dengan pertanyaan orang tsb. Saya belajar dengan beliau Kitab Mursyidul Amin dan Kitab Riyadus Shalihin (Hadis).
  11. TUAN GURU KH. QASIM, beralamat Sungai Kalang Kandangan, kitab-kitab yang dibaca antara lain : - Kitab I'anah Thalibin, - Kitab Sirajut Thalibin, - Kitab Ibnu Aqil/al Hudari, - Kitab al Ighna (kitab fiqih), -Kitab Sunan Abu Daud.

5. Riwayat Pendidikan Habib H.Hasan Baseri bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi binTanqir Ghawa bin Abuthair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim Assegaf

Habib H.Hasan Baseri tamat SD 6 tahun di “SDN  Karang Jawa Muka” tahun 1981M,pejabat Kepala SDN bernama Hj.Mayuri. tamat SMP 3 tahun di “SMPN Karang Jawa tahun 1984M pejabat Kepala SMPN bernama H.Amir Ali.BA, dan tamat MAN 3 tahun  di “MAN Sungai Paring” Kandangan tahun 1987M, pejabat Kepala MAN bernama H.Rusdi.BA. Tamat Kuliah Serjana S.1 tahun 1998M Fakultas Syari'ah Jurusan Ahwlus Syakhsiyah pada Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI Darul 'Ulum Kandangan).

Setelah tamat Madrasah Aliyah tahun 1987 ia masuk kuliah di IAIN Antasari Banjarmasin di terima di Fakultas Tarbiyah, Fakultas yang sulit dimasuki atau Fakultas rebutan ketika itu, karena 90% orang yang lulus di Fakultas itu diterima sebagai PNS Guru. Ketika test masuk IAIN saya lulus di 10 besar dari 200 orang peserta test. Kurang lebih 5 bulan di Fakultas Tarbiyah ini ia dapat bertahan, disinilah awal sakit paru-prunya pertengahan tahun 1988M. Akhirnya ia berhenti kuliah di IAIN Antasari Banjarmasin, ia terbaring sakit lebih 3 bulan lebih, setelah sehat ia masuk Kuliah di STIS Darul 'Ulum Kandangan yang masih ikut Kopertais wilayah IV Surabaya yang lulusannya bergelar Drs....... Lima tahun berlalu Sekolah Tinggi Islam Swasta) STIS berubah namanya menjadi  STAI  Darul 'Ulum Kandangan (Sekolah Tinggi Agama Islam) dan menjadi Kopertais wilayah 11 Banjarmasin, yang lulusannya bergelar S.Ag. Jumlah temannya waktu masuk kuliah ada 42 orang Mahasiswa- Mahasiswi. Selama 11 tahun ia kuliah di fakulas ini, 40 orang Mahasiswa berhenti dan 2 orang meninggal dunia.

Tahun 1998 ia tamat S1 Fakultas Syariah jurusn Perdata Islam, ia lulusan terbaik, ditahun itu juga ia megajar di berikan 2 Fak mata Kuliah oleh Dosennya Drs.H.Bustani Iman  untuk mengajar di STAI Darul Ulum Kandangan

Bulan Oktober tahun 1998M tersebut ia ikut Test CPPN untuk formasi Kab. Tapin, Rantau di Asrama Haji Banjarmasin dan lulus. Tanggal 1 April 1999 SK. PNSnya keluar yang ia ditempatkan di KUA Binuang Kab. Tapin

6. Habib H.Hasan Baseri bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf Menikah dengan Hj.Maslina binti H.Muhammad Yusuf) bin H.Abdul Syukur

Pada hari Kamis, tanggal 7 Maret 1991M/ 20 Sya'ban 1411H pagi, ia menikah dengan seorang perempuan bernama Masliana (nama kecilnya Maslina asal kota Raden Tengah Amuntai) binti (H.Muhammad Yusuf) atau H.Yusuf bin (H.Abdul Syukur) atau H. Syukur di KUA Kec. Kandangan.

Nama lengkapnya isteri adalah  "Hj.Masliana binti H.Muhammad Yusuf bin H.Syukur atau dari pihak ibu : Hj. Masliana binti Hj.Maimunah (asal Alabio Amuntai) binti Karkawi  bin Jantera atau Hj. Masliana binti Hj.Maimunah binti Masmulia. Sekarang tahun 2007 saya punya 6  orang anak, 3 orang anak lki-laki dan 3 orang anak perempuan

  1.  Habib Muhammad Ibnu Mubarak,S.Pd dan lahir Selasa, 29 Juni 1993M/ 9 al Muharram 1414H.
  2.  Habib Ibnu Salam,S.Pd,M.Pd dan lahir Rabu, 21  Oktober 1998M/ 1 Rajab 1419H
  3. Habib Muhammad Ibni 'Athaillah,S.T dan lahir Kamis, 05 Juli 2001M/ 13 Rabiul Akhir 1422H

Dan 3 anak perempuan syarifah an.         :

  1.  Siti Fatimah, anak pertama (meninggal saat lahir)
  2. Sulaihah, anak ketiga (meninggal saat lahir)
  3. Mawaddah, (meninggal saat lahir) .

Habib H.Hasan Basri H.Muhammad Barsih bin Masmurh (Murah) binti H.Bustani dengan Mardiah (Diah) H.Bustani pernah menjabat sebagai Penghulu di Kandangan Hulu sekitar tahun 1920-1947-an hingga ia wafat tahun 1947M.


Muhammad Ibnu Mubarak Assegaf, S.Pd



Ibnu Salam Assegaf, S.Pd, M.Pd


Muhammad Ibni Athaillah Assegaf, ST

7. Habib H.Hasan Baseri bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa Assegaf Mengkaji Ilmu Ma'rifah jalan Thariqat Sufi al Junaidiyah

Ketika ia dimutasi tempat kerjanya ke Miawa Kec.  Piani Kab. Tapin sebagai PPN dan keluarganya tinggal di Kandangan, ia punya banyak waktu luang untuk belajar ilmu agama baten. Pada tahun 2003M inilah ia mulai mencari Guru Mursyid tasauf untuk amal baten. Mengapa ia mencari Guru Tasauf ?..............??????????? Jawabnya adalah pada bulan antara Pebruari-Maret awal tahun 2003 ia dengan Gr. Ahmad Sarpani datang berkujung ke Majelis KH.Qasim Ds. Sungai Kalang Kandangan, Beliau adalah guru kami. Beliau adalah seorang Ulama yang memponi, sangat dalam dan luas ilmunya, sangat banyak kitabnya dan juga muridnya. Kami shalat Ashar berjama'ah dengan beliau, kemudian kami mohon ijin minta waktu ada hajatan dengan beliau, akhirnya Beliau mempersilahkan kami duduk menghadap Beliau. Beliau bertanya " Ada apa ?" Kami jawab, kami membawa kitab Sirajut Thalibin Jilid I, kami mohon kepada guru untuk membacakan dan menjelaskan maksudnya, maka kami buka halaman  396-397 tertulis as Tsalisu al Mukasyafah. Kata Beliau bahwa kamu belum mengerti nanti insya Allah akan mengerti.

Beliau tidak menanggafi yang kami tentang isi kitab pada halaman tersebut, tetapi menyuruh kami banyak membaca Hidzib an Nawawi dan membaca shalawat kepada Nabi Saw. Beliau ceritra sering bermusyafahah dengan Rasulullah mulai usia 40 tahun.......

Kata Beliau bahwa ketika berguru dengan KH.Abdussalam Gambah Kandangan, meninggal dunia di Mekkah al Mukarramah, konon jasadnya tidak hancur setelah dimakamkan berpuluh-puluh tahun. Kata Beliau, hanya dia yang diberi amalan shalawat oleh Tuan Guru KH.Abdussalam sebayak 5000 kali sehari semalam. KH.Qasim Sungai Kalang Kandangan wafat Senin, 22 Ramadhan 1429H/22 September 2008M.

Disini ia sangat bersyukur kepada Allah, andaikata Beliau jelaskan waktu itu maksud mukasyafah yang tertera pada Kitab Sirajut thalibin jilid I tersebut, mungkin kami merasa puas dan tidak mencari guru lain lagi. Lalu tidak pernah bertemu dengan thariqat al Junaidiyah al Bagdadiyah dan tharikat lainnya.

Akhirnya ia berguru ke Desa Bihara Kecamatan Awaian, Kab. HST Barabai dengan seorang Mursyid KH.Jumberi bin H.Ma'shum bin H.Abu Bakar. Kami pertama kali datang ke Desa Bihara dan berkenalan dengan Mursyid KH.Jumberi Bihara, hari Ahad, 26 Oktober tahun 2003M atau 29  Sya'ban 1424H. Jam 14.30 wita. Jam 15.00 wita saya telah menerima bai'at thariqat sufi al-Junaidiyah dan diajari tatacara tawajjuh muthlaq dan diberikan ijin untuk mengamalkan thariqat sufi al Junaidiyah oleh Mursyid KH.Jumberi.


40.Habib Muhammad Ibnu Mubarak bin H.Hasan Basri bin H.Muhammad  Barsih bin Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf

Ayahnya bernama Habib H. HASAN BASRI lahir di Lumpangi, Ahad, tanggal 27 Oktober 1968 M/6 Sya’ban  1388M sesuai dengan Akta Kelahiran dan Izajahnya. Nama lengkapnya ibunya adalah  "Hj. Masliana binti H. Muhammad Yusuf bin H. Abdul Syukur atau dari pihak ibu : Hj. Masliana binti Hj.Maimunah binti Karkawi  bin Jantera atau Hj. Masliana binti Hj.Maimunah binti Masmulia. Pada hari Kamis, tanggal 7 Maret 1991M/ 20 Sya'ban 1411H pagi, saya menikah dengan MASLIANA (nama

Sekarang tahun 2007 saya punya 6  orang anak, 3 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan, an :

Habib Muhammad Ibnu Mubarak,S.Pd dan lahir Selasa, 29 Juni 1993M/ 9 al Muharram 1414H

Pendidikan  :

Tk. Tarbiyatul Atpal  SDN Kandangan I

Pondok Pasantrin Ibnu Mas’ud Putra Kandangan selama 6 tahun

Kuliah Universitas  Lambung Mangkurat S1 jurusan PG SD  (SPd)

Kuliah Universitas  Lambung Mangkurat  PGG SD  (1 Tahun)



Nasab

Habib Muhammad Ibnu Mubarak bin H Hasan Basri bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddn bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shafy bin Abdurrahman bin Muhammad bin 'Aly bin al Imam  al-Quthby Sayyid Abdurrahman Assegaf  bergelar : al Faqih al Muqaddam Al Tsani bin Syekh Muhammad (Maula Ad-Dawilah) bin Syekh Ali (Shahibud Dark)  bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur  bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Sayyidina Ali Walidul Faqih bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Mirbath bin Sayyidina Ali (Al-Imam Khali Qasam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad (Shahib As-Shouma’ah) bin Sayyidina Al-Imam Alwi Alawiyyin (Shahib Saml) bin Sayyidina Al-Imam Abdullah (Ubaidillah Shahibul Aradh) bin Sayyidina Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin  bin Al-Imam As-Syahid Syabab Ahlil Jannah Sayyidina Al-Husain  bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW ibni Abdullah

الْحَبِيْب مًحَمَّدْ اِبْنُ مُبارَكْ بِنْ حَسَنْ بصْرِىْ  بِنْ مًحَمَّدْ بَرْسِيْه بِنْ اَحْمَدْ بَدْريْ بِنْ  تَنْقِرُ الْغَوَى بِنْ اَبًوْ طَيْرٍمُحَمَّدْ بِنْ اِبْرَاهِيْمَ اي اَبًوْ طَعَامٍ بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ الثَّاني بِنْ اَحْمَدْ صُحُفٍ بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله، ويعرف بالشريف باعلوي  

Habib Muhammad Ibnu Mubarak, lahir Selasa, 29 Juni 1993M/ 9 al Muharram 1414H. diKandangan anak ke-2 dari pasangan suami-isteri H.Hasan Basri bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf. dengan Hj.MASLIANA (nama kecilnya Maslina) binti H.Muhammad Yusuf bin H. Abdul Syukur 

Adapun Muhammad Ibnu Mubarak bin H.Hasan Basri bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf  tahun 2019 menikah dengan Lina Hafizah binti Hamberan asal Desa Pamintangan Kab. Hulu Sungai Utara Amuntai dan punya dua anak bernama "Ahmad Fadhil Mubarak Assegaf" dan Sayyid Ahmad Qurtubi Assegaf (lhr. 31 Agust 2024/26 Shafar 1446H)

Sedangkan Habib H. M.Nurdin Effendi menikah dengan Hj. Norma punya anak perempun an. Sy Normulika.S.Kom dan Habib M.Ariatim menikah dengan Normila punya anak perempun an. Sy Tasya


الْحَبِيْبُ الْحَبِيْب مًحَمَّدْ اِبْنُ مُبارَكْ بِنْ الحاج حَسَنْ بصْرِىْ بِنْ  الحاج مًحَمَّدْ بَرْسِيْه [وفات 1978م] بِنْ اَحْمَدْ بَدْريْ [وفات 1993م] بِنْ  تَنْقِرُ الْغَوَى [وفات 1985م] بِنْ اَبًوْ طَيْرٍمُحَمَّدْ [وفات1361هج] بِنْ اَبًوْ طَعَامٍ اِبْرَاهِيْمَ [وفت1252هج] بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ الثَّاني [وفات 1902م] بِنْ اَحْمَدْ صُحُفٍ [وفات 1796م] بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن [وفات 1195هج] بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ [وفات 1172هج] بِنْ حَسَنٍ [وَفات 1133هج] بِنْ هَاشِمٍ [وفات 1077 هج] بِنْ مًحَمَّد [وفات 1023 هج] بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [اى عُمَرُ الصَّافِيّ]

الْحَبِيْبُ عَبْدُ الْقَادِر الْجَيْلانِ بِنْ عَلْوِيْ بِنْ زِيْنْ بِنْ عَلِيُّ بِنْ عَلْوِيْ [وفات 1842هج] بِنْ عَبْدِ للهِ بِنْ صَالِحْ بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ [وفات 1172هج] بِنْ حَسَنٍ [وَفات 1133هج] بِنْ هَاشِمٍ [وفات 1077 هج] بِنْ مًحَمَّد [وفات 1023 هج] بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [اى عُمَرُ الصَّافِيّ]

الْحَبِيْبُ عَلِيُّ بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ اَخْمَدُ بِنْ عبْدُ الْقَادِرِ بِنْ عَلِيُّ بِنْ عُمَرُ بِنْ سَقَّافُ بِنْ مُحَمَّدْ القاضى بِنْ عُمَرُ بِنْ طه القاضى بِنْ عُمَرُ[وفات 1052 هج]  بِنْ طه [وفات 1007 هج] بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [اى عُمَرُ الصَّافِيّ]

الْحَبِيْبُ عَلْوِيْ بِنْ سَقَّافُ [وفات 1195هج/1781م] بِنْ مُحَمَّدْ بِنْ عُمَرُ[وفات 1052 هج]  بِنْ طه [وفات 1007 هج] بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [اى عُمَرُ الصَّافِيّ]

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A.Historis dan Nasab Dzuriat Datu Habib Lumpangi

  Oleh H.Hasan Basri,S.Ag bin H.M.Barsih Assegaf NASAB AHLU ALBAIT NABI BESAR MUHAMMAD SAW IBN ABDULLAH IBN ABDUL MUTHALIB DARI KELUARGA A...