Minggu, 28 Desember 2014

BIOGRAFI MURSYID AL JUNAIDIYAH KH. JUMBERI BIN H. MA'SHUM BIHARA KALSEL



3. BIOGRAFI MURSYID AL JUNAIDIYAH KH. JUMBERI BIN H. MA'SHUM BIHARA KALSEL

Nama lengkapnya sebelum tasmiyah oleh Habib Noor adalah H. Jumberi bin H. Ma,shum bin H. Abu Bakar al Bihara. Tetapi setelah ditasmiyah oleh Habib namanya yang baru adalah "Muhammad Sayyid Abdullah Ma'shum bin H. Abu Bakar." Yang disingkat "Muhammad Said AM  bin H. Abu Bakar"


Jama'ah Thariqat al Junaidiyah Kandangan menyebutnya dengan Guru Bihara. Tempat  Beliau lahir Bihara, hari Rabu, 15 Januari 1942M  atau 27 Dzul Hijjah 1360H.Beliau  bersama KH. Tirmidzi (sepupu Beliau)  mengambil Thariqat al Junaidiyah al Bagdadiyah pada Khalifah Thariqat al Junaidiyah KH. Muhammad Qurthubi bin Khalid Kalimantan tahun 1980M/1400H di Desa Panyiuran Amuntai. Guru Bihara wafat sebelum shalat subuh Minggu, 12 Sya'ban 1428H /26 Agustus 2007M dengan usia 65 tahun, 6 bulan dan 26 hari di Rumah Sakit Damanhuri Kota Barabai, Kalsel. Dimakamkan kurang lebih 50 meter di belakang Rumah Beliau sendiri dekat dengan Pemakaman Umum. Beliau meninggalkan satu orang isteri dan beberapa orang anak laki-laki dan perempuan.
Salah satu yang sangat mengesankan Penyusun "Kitab Risalah Umdatul Hasanah lil Jama'ah at Thariqat al Junaidiyah, sebagai Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidiyah" setiap kali Aku memandang wajah Guru Bihara, rasanya Aku melihat wajah Guruku selalu berbeda-beda, atau berobah-obah bahkan antara gambar Beliau dengan yang aslinya, seolah-olah Guru memiliki 10 wajah bahkan lebih.
Menurut pendapat Penyusun Kitab Bahjatul 'Abid lil Jama'ah at Thariqat al Junaidiyah, sebagai Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidiyah, kalau secara wasiat dari Tuan Guru KH. Muhammad Qurthubi bin Khalid, Beliau Khalifah Thariqat al Junaidiyah al Bagdadiyah yang I" Guru Bihara KH. Jumberi Ma,shum telah menjabat Khalifah Thariqat al Junaidiyah al Bagdadiyah yang ke III sesudah Khalifah ke II Guru Kiayi Muhammad Syukri HS wafat di tahun 2003M.
Tahun 2004 Desa Bihara Kec. Awaian menjadi Kabupaten Balangan, yakni Kabupaten pemekaran Kab. Hulu Sungai Tengah dan Kab. Hulu Sungai Utara Amuntai. Yang sebelumnya Desa Bihara Kec. Awaian menjadi wilayah Kab. Hulu Sungai Tengah Barabai. Provinsi Kalimantan Selatan saat itu ada dua Kabupaten Baru yang dimekerkan yaitu Balangan  dengan ibu kotanya Paringin, dan Kab. Tanah Bumbu dengan ibu kotanya Pagatan dan 1 Kota Madya Banjarbaru belahan dari  Kota Madya Banjarmasin.  Provinsi Kalimantan Selatan sekarang ada 12 Kabupaten, dan 2 Kota Madya.
Guru Bihara KH. Jumberi Ma,shum bersahabat akrab dengan Guru Kiayi Mahjuri dari Dalam Pagar Martapura, ia keturunan atau masih senasab dengan Datu Kelampaian. Setiap ada Khataman Guru Kiayi Mahjuri selalu hadir di Majelis Da'watul Haq Bihara.
Guru Bihara  adalah seorang Mursyid Thariqat al Junaidiyah yang mendapat izin dan ijazah dari Khalifah Thariqat al Junaidiyah KH. Muhammad Qurthubi bin Khalid untuk mengembangkan Thariqat al Junaidiyah, hal bai'at, talqin dzikir dan hal Riyadlah khususnya di Kalimantan Selatan. Hal ini ini dibuktikan dengan keseriusannya dengan dibangunnya GEDUNG KHUSUS THARIQAT AL JUNAIDIYAH untuk
membai'at, mengajar dan tempat Riyadlah bagi Jama'ah Pengamal Thariqat al Junaidiyah. Gedung itu ada dua lantai, pada lantai dasar  ada 1 kamar dipojok kanan tempat istirahat Guru dan bagian muka yang luas untuk Majelis Ta'lim dan pada lantai bagian atas, ada bebera kamar untuk Riayadlah para muridnya.Majelis Ta'lim  tersebut  diberi nama " Majelis DA'WATUL HAQ." Kata Guru Bihara bahwa pemberian nama itu "Sesuai dengan petunujk dan keinginan Tuan Guru KH. Muhammad Qurthubi. Gedung itu dibangun pada tahun 2003M/1424H.
Kami Jama'ah dari Kandangan, terakhir bertemu dengan Guru Bihara Jum'at Malam tanggal 10 Agustus 2007M /27 Rajab 1428H. Malam itu dilaksanakan Khataman Kubra di Majalis Da'watul Haq di tempat Guru.Malam itu Guru memang sakit, tetapi sakitnya Beliau sembunyikan supaya Jama'ah  Khataman Kubra merasa tenang dan senang. Beliau minta kepada Allah lewat Rasulullah Saw akan waktu atau meminjam sehat sebentar saja untuk mengabulkan hajat Jama'ah dalam memimpin Khataman Kubra 27 Rajab 1428H dan memberikan Taujiah kepada jama'ah. Dengan izin Allahdan berkah Rasulullah, Beliau sehat dan memimpin Khataman Kubra 27 Rajab 1428H hingga selesai. Manakala selesai bersalaman dengan para  Jama'ah  Khataman Kubra, Guru Bihara jatuh sakit lagi dan dipapah masuk kamar istirahatnya. Peristiwa meminjam sehat sebentar untuk mengabulkan hajat Jama'ah juga pernah dialami oleh KH. Muhammad Qurthubi bin Khalid  Gurunya.
Beliau adalah salah seorang Mursyid yang memiliki sifat-sifat shahabat Nabi Saw Sayyidina Abu Bakar as Shiddiiq, Beliau selalu memberikan dorungan-dorungan  positif / motipasi positif kepada murid-muridnya dan ia tidak pernah menyalahkan pendapat murid-muridnya.Beliau seorang yang pema'af, Beliau tidak pernah memarahi murid-muridnya walaupun murid itu dianggap bersalah tidak sepaham dengan Beliau. Beliau dapat menjaga keseimbangan diri sehingga emosinya dapat terkendali atau terkontrol.
Beliau adalah salah seorang Mursyid yang tawadlu, rendah hati dan sangat memelihara adab,  Beliau selalu tampak ceria menghadapi para muridnya, Nasehatnya selalu berkesan dan membekas di hati murid,  cara bicaranya dengan nada rendah dan lembut, perbuatan dan ahwalnya selalu bersama Allah sehingga kesemuanya mencerminkan perbuatan Sayyidina Abu Bakar as Shiddiiq.
Dimasa hidupnya, Para Haba'ib memanggil Guru Bihara dengan sebutan "Pangiran." Yang berarti calon penguasa atau calon pemimpin Thariqat al Junaidiyah al Bagdadiyah, atau bisa juga Beliau memang keturunan raja Banjar.Beliau adalah salah seorang Mursyid Guru Thariqat al Junaidiyah al Bagdadiyah yang dipromosikan sebagai calon Khalifah oleh KH. Muhammad Qurthubi bin Khalid yakni setelah Kiayi Gr. Muhammad Syukeri, HS w.2003M, KH. Jumberi dan kemudian KH. Subeli.
Dimasa hidupnya, Beliau adalah seorang Pegawai Negeri Sipil,  berpropisi sebagai Guru Agama Islam di  Madrasah Tsanawiah Negeri.  Karena persoalan Politik antara atasan bawahan, dan ada rasa iri. Beliau menjadi korban, dan dimutasikan ke Kab. Kotabaru, kurang dari dua tahun Beliau mengajar disana, yang akhirnya  Beliau ditarik kembali mengajar Madrasah Tsanawiah di Kec. Awaian Kab. Hulu Sungai Tengah  Barabai saat itu. Orang yang mengorbankan Beliau akhirnya bersujud minta ampun kepada Beliau. Pada saat di Kota baru Beliau juga mengembangkan Thariqat al Junaidiyah al Bagdadiyah disana.
Guru Bihara pernah cerita kepada kami bahwa KH. Muhammad Qurthubi bin Khalid pernah berkata kepadanya  : "Guru Jumberi, Kau akan menggantikan aku nanti." Jawab Guru Bihara : "Guru ! Ulun merasa belum cukup ilmunya, untuk menggantikan sampian." Kata Guru KH. Muhammad Qurthubi bin Khalid bahwa "Kau sudah memiliki dua ilmu itu dan masih ada dua ilmu rahasia yang belum kau punya, nanti  sisa ilmu  rahasia yang duanya akan dilimpahkan oleh Allah kepadamu."
Guru Bihara pernah berceritera kepada kami " ketika dia pergi ke Pulau Jawa untuk menghadiri Muktamar ke- VIII di Cabean Pasuruan Jawa Timur, tanggal 1 - 5 Rabi'ul Akhir yakni 27-31 Agustus 1995 Masihi. Setelah turun dari Pesawat, di Bandara dan mengambil tas pekaiannya pada tempat penitipan barang dari Petugas Pesawat, kemudian ia ke Toelet buang air kecil, dan keluar dari tempat itu menuju halaman muka Gedung Bendara dan dia memanggil Ojek. Dia naik ojek menuju tempat Muktamar, ditengah-tengah perjalanan dia meraba-raba tali Tas Pekaiannya yang biasanya tergantung ada dibahunya, ternyata tidak ada. Kemudian ia kembali ke Bandara lagi untuk mencari Tas Pekaiannya yang tertinggal tetapi Tas itu tidak keemu. Guru ragu apakah ketinggalan Tas Pekaiannya itu sewaktu di Toelet atau saat memanggil Ojek Tas itu dilepas. Keadaan Guru saat itu tenang dan sadar betul bahwa itu adalah Ujian dan Dia berkeyakinan akan mendapat rezki yang lebih besar. Dan dia tidak menceriterakan keadaanya kepada teman-temannya kecuali setelah sampai di rumahnya. Mendengar dan menyimak ceritera dimaksud, berkata KH. Muhammad Qurthubi bin Khalid bin Thahir : "Guru Jumberi, Kau orang yang sangat penyabar." Pirasat Guru akan mendapat rezki yang lebih besar itu, ternyata benar. Taklama setelah kejadian itu, Guru Bihara berangkat naik Hajji ke Mekkah al Mukarramah.
Guru Bihara pernah cerita kepada kami bahwa "Hanya orang pilihanlah yang mendapatkan ilmu ini, (maksudnya ilmu Thariqat al Junaidiyah) oleh karenanya jangan disia-siakan, jangan sampian buang ilmu ini."
Guru Bihara pernah cerita kepada kami bahwa "Jiwa kita yang bersih ini, jangan dikotori dengan kotoran-kotoran, noda-noda dosa, dengan berbuat kesalahan-kesalahan. Kalau Jiwa kita yang bersih ini, dikotori dengan kotoran-kotoran, noda-noda dosa, dengan berbuat kesalahan-kesalahan dengan harapan nanti akan bertobat setelah tua. Apakah sama ibarat kain baju putih yang dikotori dengan kotoran-kotoran, kemudian dicuci bersih, dibandingkan dengankain baju putih yang baru ? Tentu saja berbeda, tentu saja tidak sama, kain baju yang di cuci aromanya hilang, tentu ada bekas cucian, ada bekas gintasan pada serat kain tersebut kelihatan.
Guru Bihara pernah cerita kepada kami bahwa "Ketika Beliau menghadiri majelis Abah Gr. Sakumpul di Martapura, semua tempat penuh dengan jama'ah kecuali ada beberapa shaf bagian muka yang masih kosong, kemudian Aku shalat dan duduk disana, enah mengapa aku dijemput dan disuruh duduk dekat  dengan Abah Gr. Sakumpul."Aku dipanggil Bib !Aku bukan Habib kata Guru Bihara.Aku tidak tahu, Aku bersama orang itu mendekat kepada Abah Gr. Sakumpul, kata Guru Bihara,Aku bersalaman dan berpeluk seperti dua orang shahabt yang lama tidak bertemu. Ternyata yang aku tempati shalat dan duduk itu adalah tempat duduk para Haba'ib  dari shaf pertama s/d shaf ke tujuh. Guru ceritra sambil senyum dan ketawa memandang kearah kami dan kamipun ikut senyum dan ketawa.
Pada malam tanggal 22 Agustus 2006M/27 Rajab 1427H dilaksanakan Khataman Kubra di Majelis DA'WATUL HAQ Desa Bihara, Guru melaksanakan Aqiqah untuk anaknya yang akan dibawa menunaikan ibadah haji yang ke dua kalinya ke Mekkah al Mukarramah. Kebetulan di tahun itu jatuh haji akbar atau berbaringan dengan haji akbar, 4 bulan lebih Guru berada di tanah suci Mekkah al Mukarramah pada tahun itu.
Kami pernah menanyakan kepada Guru Bihara tentang masalah riadlah. Beliau menjawab " Aku riadlah 6 kali dibawah bimbingan Tuan Guru KH. Muhammad Qurthubi bin Khalid, masuk kamar mulai hari Jum'at sehabis shalatJum'at sekitar jam 14.00 wita sampai dengan Jum'at yang akan datang, keluar kamar Riyadlah sekitar jam 10.00 wita pagi."
Kata Beliau lagi : "Orang yang riyadlah itu dijaga oleh Guru, dan tidak boleh Gurunya yang menjaga itu, lebih dari 100 depa meninggalkan muridnya."Penyusun "Kitab Umdatul Hasanah lil Jama'ah at Thariqat al Junaidiyah, mengomentari masalah keadaan lapu di dalam kamar berpariasi, kadang-kadang remang-remang, berarti Bol lampu 5 wat,kadang-kadang Bol lampu 20 watberarti disaat cuaca normal, terkadang Bol lampu 100 wat, berarti disaat cuaca dingin.
Guru Bihara pernah cerita kepada kami bahwa "Makanan orang yang suluk atau riyadlah harus dimasak oleh perempuan yang sudahberhentimasa haid atau tidak kena haid lagi."  Kalau makanan itu dimasak oleh perempuan masih puber atau masih datang haid, maka dikuatirkan timbul nafsunya lebih kuat."Nafsu birahi itu timbul dari zat-zat makanan yang dikonsumsi oleh rongga mulut hingga  perut. Supaya orang yang riyadlah itu tidak dimasuki nafsu birahi terhadapperempuan  atau teringat dengan isterinya.Maka dijaga dan makanannya dimasak oleh perempuan yang berhenti masa haidnya. Tetapi manakala kami melakukan suluk pada salah satu Mursyid Thariqat justru yang memasak untuk makan kami adalah seorang laki-laki. Ini menunjukkan bahwa laki-laki denganlaki-laki tidak minat atau tiada terbitnafsu birahi atau permpuan dengan permpuantidak ada hasratnafsu birahi.
Guru Bihara pernah cerita kepada kami bahwa orang yang selesai suluk atau riyadlahselama 7 hari dengan malamnya, tidak boleh membaca amaliahnya yang dibaca ketika suluk selama tiga hari. Saat itu Guru belum memberikan alasan, mungkin sajaalasannya untuk menghindari finahan orang awam, kebiasaannya orang yang baru keluarsuluk atau riyadlah imosi pengucapan kalimat thaibah sanagt kuat dan bisa terjadi disembarang tempat dan juga tidak terkendali, hingga sebahagian orang awam menggapnya stres. Hal ini bisa dimaklumi bahwa amaliah riyadlah pada Thariqat al Junaidiyah al Bagdadiyah 80prosen diucapkan dengan bersuara/nyaring,  untuk itu diperlukan istirahat selama tiga hari.
Guru Bihara menceritakan secara panjang – lebar tentang Habib NOOR dari Desa Waqi Kecamatan Pagat Barabai HST yang datang berkunjung menemuinya. Ketika Guru miminta kepada Habib NOOR untuk bertaujiah dihadapan murid-muridnya di Majelis Da'watul Haq. Habib NOOR menyarankan kepada Guru Bihara untuk melakukan suluk 100 hari dibawah bimbingan Habib, tetapi Guru belum bersedia memenuhi saran Habib dengan alasan murid-muridnya sering mendadak menghajadkannya dan juga Majelis Ta'lim Da'watul Haq belum selesai.
Berkata Muhammad Khaidir yaitu anak Guru Bihara : "Ayah (Abah) pernah ditasmiyahi oleh Habib NOOR ( Habib Noor asal Ds. Waqiy Kec. Pagat, HST Barabai) dengan nama  baru "Muhammad Said Abdullah Ma'shum bin H. Abu Bakar." Yang disingkat "Muhammad Said AMbin H. Abu Bakar.

SEKILAS TENTANG KHATAMAN KUBRA DI MAJELIS DA'WATUL HAQ BIHARA
Jum'at Malam ( Malam Sabtu, 10 ke 11 Agustus 2007M atau 27 Rajab1428H)
Kami berangkat dari Kandangan menju Desa Bihara sehabis shalat Isya dengan kendaraan roda dua Thundar, kami sampai di Desa Bihara kurang lebih jam 21.30 wita malam. Sebelum kami berada di Desa Bihara, KH. Jumberi menelpon kerumah aku di Kandangan. Yang mengangkat Tepon saat itu isteriku atas nama Masliana, kata Guru dalam Telpon : "Apa bapak Hasan Baseri ada di temapat ? Kata isteriku dari mana alamat telpon ini? Kata Guru : "Dari Bihara." Kata isteriku : "Bapah Hasan Baseri sudah pergi ke Bihara." Kata Guru Bihara : "Terima kasih informasinya". Setelah itu, Percakapan dengan guru dalam telpon terputus kata isteriku.
Kata isteriku waktupercakapan dengan guru dalam Telpon : "Aku rasanya berhadapan dan melihat dengan GuruBihara, walaupun aku belum pernah bertemu dengan Beliau".
Kami sampai di desa Bihara dan langsung berwudu di tempat wudu langgar seberangan rumah guru. Kata salah satu jama'ah yang datang lebih awal, Guru kita sedang sakit. Kami masuk ke Majelis Da'watul Haq, tak lama kemudian Guru pun keluar kamar istirahatnyadiganding anak Muhammad Haidir menemui jama'ah yang sedang menunggunya. Ternyata kelihatannya Guru benar-benar sakit, akan tetapi karena himmahnya yang kuat Guru dapat mengimami shalat witir tiga raka'at, setelam salam Guru merebahkan belakangnya di belakang anaknya an. Muhammad Khaidir beberapa menit, aku lihat Guru saat itu menengadah ke atas dan memohon do'a kepada Allah Swt. Akhirnya Guru dapat duduk dengan kuat kelihatannya dan dapat memimpin Khataman Kubra 27 Rajab 1428H setelah wirit selesai dibaca dilanjutkan dengan ceramah singkat Beliau.
Diantara taujiyah Guru yang dapat Penyusun tangkap adalah      :
Beliau mengupas tentang sifat-sifat atau watak manusia yang 4 macam sifat. Manusia pada asal kodratnya atau fitrahnya ditumpangi atau dikendarai oleh empat sifat kecedraan. Adapun sifat yang dimiliki manusia itu antara lain :
1.       Sifat Binatang Buas
Kata Guru terkadang kita manusia itu bersifat seperti binatang buas, seperti singa atau srigala yang tiada ada sifat rasa kasihan dengan musuhnya.
2.       Sifat Binatang Jinak, seperti Anjing dan Babi
3.       Sifat Syaithaniyah, atau sifat Syaithan yang selalu menggoda dan memperdaya musuh-musuh agar tidak berbuat kebaikan.
4.       Sifat Ketuhanan atau Malaikat.
Barangsiapa menguasai atau memiliki sifat oleh manusia itu, ada rasa marah-marah (pemarah)maka ia suka bertindak atau berperan sebagai binatang buas. Ia bagaikan seekor Singa Jantan atau seperti Srigala yang siap menerkam domba-domba para Gembala, atau mengalahkan musuh-musuhnya, bahkan mereka sangat galak, lebih ganas dan lebih buas lagi.
Apabila manusia itu dikuasai oleh syahwatnya yang kuat maka ia akan bersifat seperti binatang  jinak  yaitu bagaikan Anjing. Anjing yang kelihatannya jinak tetapi membahayakan jika Tuannya jauh darinya, atau sifat manusia itu seperti Babi yang akan merugikan manusia itu sendiri.
Bila manusia itu dikuasai oleh sifat-sifat buruk atau cela, tidak mau tunduk terhadap ajaran agamanya maka ia dikuasai oleh Syaithan.
Apabila manusia itu dikuasai  jiwanyaoleh sifat-sifat ketuhanan maka ia akan bertindak dan berperan baik, bersifat lembut dan bersifat dengan sifat Malaikat. Guru mencontohkan sifat Malaikat ini seperti yang dimiliki oleh Nabi Yusuf Alaihis Salam.
Inilah inti Nasehat Guru Bihara KH. Jumberi Ma'shum pada Khataman Kubra  Malam Sabtu, tanggal 10 ke 11 Agustus 2007M atau malam ke 27 Rajab1428H  Khataman yang akhir dihadri oleh Penyusun "Risalah Bahjatul 'Abiid lil Jama'ah at Thariqah al Junaidiyah (Benteng Pertahanan  Thariqat al Junaidiyah)" di akhir hayat  Beliau.
Tatkala selesai acara Khataman Kubra, kami pun bersalam salaman yang diiringi membaca shalawat berkeliling seperti biasanya hingga habis Jama'ah menyalami Beliau. Anehnya Guru Bihara KH. Jumberi Ma'shum waktu kelihatan sehat dan kuat berdirinya.Tetapi manakala selesai bersalam-salaman dengan Jama'ah, Guru Bihara penyakitnya kembuh lagi dan Beliau dipapah masuk kamar istirahatnya. Kamipun minta izin untuk pulang di malam itu...................!
Catatan 1. : Kitab "Risalah Bahjatul 'Abiid lil Jama'ah at Thariqah al Junaidiyah (sebagai Benteng Pertahanan  Thariqat al Junaidiyah  I )" memuat Biografi singkat 38 orang sanad silsilah Sadatina Junaidiyah yang dituangkan risalah tersebut.
Catatan  2. : Kitab "Risalah Umdatul Hasanah lil Jama'ah at Thariqah al Junaidiyah (sebagai Benteng Pertahanan  Thariqat al Junaidiyah  II )" memuat 8 macam Pak Mata Pelajaran untuk menyempunakan Syahadat Tauhid yang dituangkan risalah tersebut.
Catatan  3. : Kitab "Risalah Umdatul Hasanah lil Jama'ah at Thariqah al Junaidiyah (sebagai Benteng Pertahanan  Thariqat al Junaidiyah  III )" memuat 8 macam Pak Mata Pelajaran untuk menyempunakan Syahadat Rasul yang dituangkan risalah tersebut.  


https://naib-h-hasan-al-baseri.blogspot.com/2018/06/paham-dan-amalan-tasawuf-al-junaid-al.html
link. diatas ada 3 bab  yang dibahas yaitu ttg 1-Muraqabah, -2.Musyahadah dan 3. Muqabalah


Catatan  2. : Kitab "Risalah Umdatul Hasanah lil Jama'ah at Thariqah al Junaidiyah (sebagai Benteng Pertahanan  Thariqat al Junaidiyah  II )" memuat 8 macam Pak Mata Pelajaran untuk menyempunakan Syahadat Tauhid yang dituangkan risalah tersebut. dua diantaranya membahas ttg  :

BAB  IV.  RIYADHAH 
BAB . VIII MUKAFAHAH (PENJERNIHAN HATI)



BAB  IV. 
RIYADHAH 

1.Pengertian Riyadhah secara Harfiyah.

رَاض – يروض – رياضة او روضة

Riyadhah adalah isim masdar, berasal dari kata kerjanya yaitu “RAADHA-YARUUDHU-RIYAADHAH atau RAUDHAH. Riyadhah  yang maknanya : “Melatih ia” atau “ Olahraga ia” Riyadhah berarti melatih ia akan jiwanya atau berolahraga jiwa dan raganya untuk mengabdi  beribadah kepada Allah Swt.
Riyadhah adalah menukar dan mengganti perangai yang buruk atau perangai yang jelik/ perangai tercela dengan perangai yang baik dan membaikkan perangai Diri yang zahir dan yang batin. Sedangkan Raudhah bermakna kebun atau ladang tempat bercucuk tanam amal kebikan. Bilamana Salik sering bercucuk tanam amal kebikan yang selalu dijaga oleh seorang Mursyid, namun pasti insya Allah akan memanin buah kebaikan yang banyak atau kebikan berlipat ganda dari hasil yang ditanamnya.
2. RIYADHAH SANGAT IDENTIK DENGAN SULUK DAN KHALWAT
Para Ulama Sufi, mereka sangat membatasi pengertian Riyadhah, Suluk dan Khalwat, keduanya sangat identik atau sama digunakan pada suatu sestem tharekat sufi dan pengertian keduanya  yaitu melatih diri dan menukar dan melepaskan sifat-sifat jiwa yang tercela menukarnya dengan sifat- sifat yang terpuji
Dalam sebuah  artikel  Mimbar Islam dan Kepenghuluan tanggal  23 Januari 2014 dikatakan bahwa Khalwat secara bahasa berasal dari kata dasar khalata yaitu bercampur. Khalwat merupakan suatu bentuk pergaulan/hubungan secara bebas yang melibatkan lelaki dan perempuan yang ajnabi di tempat sunyi. Ia merupakan suatu ciri pergaulan masyarakat jahiliyyah dan juga berasaskan kepada nilai-nilai dan system hidup jahiliyyah. Bentuk pergaulan seperti ini telah ditolak oleh Islam sejak kedatangan Rasulullah SAW yang membawa system dan nilai hidup yg dipandu oleh Al-Quran dan Sunnah.

3.HUKUM  RIYADHAH, SULUK  ATAU  KHALWAT

Khalwat dalam istilah fiqh adalah laki-laki menutup pintu untuk berduaan dengan istrinya. Dengan demikian, khalwat terjadi di dalam rumah. Sedang khalwat di jalan tidak disebut khalwat. Dan sama dengan rumah adalah setiap tempat yang orang lain tidak boleh masuk. Yang dimaksud perempuan lain adalah wanita yang selain istri atau mertua, dan tidak ada hubungan keluarga (mahram). Termasuk haramnya khalwat dengan tunangan sendiri sebelum terjadinya akad nikah. Hukumnya khalwat antara laki-laki dan perempuan lain adalah haram secara mutlak.
Aku (Penyusun  Umdatul Hasanah)  pernah membaca dalam sebuah artikel menyatakan bahwa “Khalwat adalah bukanlah  ibadah baru dalam Islam, namun ia termasuk ibadah yang diperintah Allah Swt yang dihukumkan Mubah. Khalwat  (menyepikan dirinya) ini di dilakukan dalam Gua Hera di pegunungan Jabal Nuur di pinggiran kota Mekkah  dicontpohkan oleh Nabi Saw. Namun Khalwat  (menyepikan dirinya) bisa juga dilakukan ditempat keramaian adalah sesuatu yang sangat unik, misalnya di pasar dan lainya.
Abu Saud dalam komentarnya tentang penjelasan al Qur’an oleh Fakhr ad-Din al-Razi mengatakan
Makna ayat ini adalah untuk tetap berkhalwat (menyepikan diri) terhadap segala sesuatu kecuali Allah S.W.T., mengingat Nya siang dan malam, dengan tasbih, hamdalah dan tahlil, dan memutuskan dirimu dengan seluruh kemampuan yang kamu miliki, dan mendekat kepada Nya melalui tingkat-tingkat (maqam) meditasi sedemikian rupa sehingga kamu tidak melihat siapapun kecuali Dia (kamu lihat af’al-Nya, atau kamu lihat sifat-sifat-Nya atau kamu lihat Asma-Nya yang berlaku pada dirimu sendiri atau diluar dirimu) ini penerapan tauhidul af’al-sifat dan tauhidul asma, dan meninggalkan hubungan dengan selain Dia melalui meditasi itu.
Bentuk meditasi Islam didasarkan pada khalwat (menyepi). Bukti tentang ini dalam al Qur’an bisa didapatkan dalam kisah Mariam a.s., ibu Nabi Isa a.s.
Maka Tuhannya menerima (doa) nya dengan sebuah penerimaan yang pemurah, dan mengakibatkan dia tumbuh secara sempurna, dan menjdikan Nabi Zakaria sebagai walinya. Setiap kali Nabi Zakharia a.s. mengunjunginya di tempatnya menyepi, dia mendapatinya bersama dengan kebutuhannya sehari hari (rezeki - makanan minuman) nya. Dia bertanya :” Ya Mariam  dari mana engkau mendapatkan ini?” Dia menjawab :”Ini dari Allah. Sesungguhnya, Allah memberi kepada siapapun yang Dia kehendaki tanpa takaran.” (3:37)
Surat Maryan ayat 3-11 berbunyi  :

o اِذْنَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا
o قَالَ رَبِّ اِنِّيْ وهَنَ الْعَظْمُ مِنَّيْ وَاشْتَعَلَ الرَّاْسُ شَيْبًا وَلَمْ اَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا
o وَاِنِّيْ خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِيْ وَكَانَتِ امْرَاَتِيْ عَاقِرًا فَهَبْ لِيْ مِنْ وَلَدُنْكَ وِلِيًّا
o يَرِثُنِيْ وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوْبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا
o يَا زَكَرِيًّا اِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِن قَبْلُ سَمِيًّا
o قَالَ رَبِّ اَنَّى يَكُوْنُ لِيْ غُلَامٌ وَكَانَتِ امْرَاَتِيْ عَاقِرًا وَقَدْ بَلَغْتُ مِنَ الْكِبَرِ عِتِيًّا
o قَالَ كَذَالِكَقلى قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تُكَ شَيْئًا
o قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِيْ آيَةًقلى  قَالَ آيَتُكَ اَلَّا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلَاثَ لَيَالٍ سَوِيًّا
o فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَاَوْحَى اِلَيْهِمْ اَنْ سَبِّحُوْا بُكْرَةً وَعَشِيًّا
 

3.  Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.
4.  Ia Berkata "Ya Tuhanku, Sesungguhnya tulangku Telah lemah dan kepalaku Telah ditumbuhi uban, dan Aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku.
5.  Dan Sesungguhnya Aku khawatir terhadap mawaliku[898] sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah Aku dari sisi Engkau seorang putera,
6.  Yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai".
7.  Hai Zakaria, Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan Dia.
8.  Zakaria berkata: "Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan Aku (sendiri) Sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua".
9.  Tuhan berfirman: "Demikianlah". Tuhan berfirman: "Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan Sesunguhnya Telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali".
10.  Zakaria berkata: "Ya Tuhanku, berilah Aku suatu tanda". Tuhan berfirman: "Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat".
11.  Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan p
etang.

[898]  yang dimaksud oleh Zakaria dengan mawali ialah orang-orang yang akan mengendalikan dan melanjutkan urusannya sepeninggalnya.Yang dikhawatirkan Zakaria ialah kalau mereka tidak dapat melaksanakan urusan itu dengan baik, Karena tidak seorangpun diantara mereka yang dapat dipercayainva, oleh sebab itu dia meminta dianugerahi seorang anak.


Mengungkapkan kisah tentang Shahabat Gua (Kahfi), Allah bersabda dalam al Qur’an bahwa mereka diperintahkan :
Pergilah kalian ke Gua itu : Tuhanmu akan mengguyur mu dengan Rahmat Nya mengatur urusanmu menuju kemudahan. (18:16)
Demikian juga, khalwat (menyepi) ada dalilnya dalam Sunnah. Bukhari melaporkan bahwa Aisha r.a. mengatakan :
Nabi s.a.w. senang sekali berkhalwat (menyepikan dirinya). Beliau s.a.w. berkhalwat (menyepikan diri). dalam Gua Hira.
Imam  Nawawi menjelaskan Hadits Aisyah r.a. : Berkhalwat (menyepi) bersama dengan Satu yang kamu cintai adalah sebenar benar khalwat. Itu adalah jalan para shalih, dan itu adalah jalan para ‘alim.
Dia berkata, dalam penjelasannya dalam Salih Muslim :
Nabi s.a.w. berkata : “Saya dicipta untuk mencintai khalwat,” karena dengannya qalbu akan kosong dari semua kehidupan duniawi ini. Qalbu itu akan dalam keadaan damai Hal ini membantu memperdalam meditasi pada Hadhirat Ilahi. Dengannya, keterikatan seseorang dengan dunia akan berkurang.
Dengannya, pengabdiannya akan bertambah.  
Imam Zuhri berkata
Saya heran dengan orang orang, bahwa mereka tidak melaksanakan khalwat. Nabi s.a.w. melakukan banyak hal kemudian meninggalkannya, namun dia s.a.w. tidak pernah berhenti melakukan khalwat  sampai meninggalnya.
Abu Jamrah berkata bahwa ia  menjelaskan sunnah ini dari Aisha r.a.
Ketika Nabi s.a.w. menyepikan diri (khalwat), meninggalkan ummatnya dan melepaskan dirinya dari dunia, dia s.a.w. menerima wahyu dari Jibril a.s. dalam Gua Hira. Siapapun yang akan meniru Nabi s.a.w. dalam melakukan khalwat, dibawah perintah shaykhnya, akan diangkat ke maqam orang suci (awliya Allah).
Bukti pengaruh, Pentingnya  khalwat adalah bahwa Nabi s.a.w. melalui khalwatnya dalam Gua Hira, diangkat kepada  maqam di mana beliau s.a.w. menerima wahyu. Dalam khalwatnya buah pertamanya adalah mimpi yang benar, dan dari maqam ini beliau s.a.w. diangkat pada Malam Mi’raj, sampai beliau mencapai Hadhirat Ilahiah ke maqam “dua busur jaraknya atau lebih dekat.” (53:9)
Semua maqam maqam ini adalah hasil dari khalwatnya dalam Gua Hira. Kita belajar dari sini, jika kita mengikuti jejak langkah Nabi s.a.w. , kita akan diangkat dari maqam satu ke maqam lainnya sampai kita  mencapai maqam awliya Allah yang tinggi, dan kita akan mendapati diri kita dalam Hadhirat Ilahiah.
Shaykh Abd al-Qadir berkata  :
Dari  Gua Hira, dimana Nabi s.a.w. ber-khalwat, cahaya mamancar, fajar menyingsing, dan matahari terbit. Gemerlap pertama cahaya Sufisme Islam telah menyambar. Tak pernah Nabi s.a.w. meninggalkan  khalwatnya, bahkan setelah meninggalkan Gua Hira. Sepanjang hidupnya beliau s.a.w. meneruskan latihan khalwat (‘itikaf) nya selama sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Ini memperagakan bahwa sepanjang hidupnya, Nabi s.a.w.  meneruskan khalwatnya secara tetap. Tentu saja tugas maha berat menyampaikan Risalah Allah kepada ummat manusia dan membangun  masyarakat beriman membuat beliau s.a.w. harus mengurangi jumlah waktu kesendiriannya. Namun untuk para pengikutnya, tetap saja empat puluh hari adalah jumlah minimumnya.


4. PENGERTIAN  RIYADHAH  SECARA BAHASA  SYARI’AH

Maksud Riyadhah menurut bahasa Syari’ah bagi Pengamal Thariqat al Junaidiyah adalah melatih diri dan menukar dan melepaskan sifat-sifat jiwa yang tercela zahir dan batin dengan menghiasi akhlak yang mulia dalam hubungan dengan Allah Swt, dan hubungan dengan sesama manusia dan   begitu juga hubungan sesama makhluk lainnya binatang dan tumbuh-tumbuhan dan lainnya. Bahkan hubungan diri sendiri dibawah bimbingan seorang Guru Mursyid atau Badal Guru Mursyidnya.. Akhlak yang mulia itu seperti sifat siddiq, Amanah, Jujur, Tablik, juhud, qana’ah dan lainnya
5, PENGERTIAN  RIYADHAH  SECARA BAHASA  HAKEKAT
Maksud Riyadhah secara bahasa Hakekat  adalah pelatihan dan pencurahan hati dan jiwa atau pengosongan hati kecuali dicurahkan kepada Allah Swt semata, tiada ada latihan jiwa yang semacam itu yang bagus kecuali dengan jalan berkhalwat atau Riyadhah yakni duduk di tempat yang gelap, jika tidak bisa ditempat yang agak gelap, maka membungkus kepalanya atau menyelimuti kepalanya dengan kain, atau menyelimuti – menutup kepalanya dengan kain ringan atau kain kasa (sorban tipis ) atau kain buruk/kain kasar. Karena sesungguhnya yang demikian itu contoh disaat keadaan riyadhah. Hal keadaan begitu akan di dengar panggilan Allah Swt akan jiwanya hingga akhirnya (Salik  Pengamal Thariqat al Junaidiyah) akan menyaksikan akan ke Agung an  Tuhannya.
Setiap orang yang memasuki khalwat di istilahkan Salik itu adalah Ahlullah, ia telah mengenal sesuatu yang diucapkannya (ia mengerti betul yang diamalkannya. Ia mengerti benar maksud dan makna yang dibacanya). Dan orang yang tidak memasuki khalwat, maka orang itu mengudzurkan (dirinya) di dalam keingkaran, sebab ia tidak punya perasaan hatinya (suka citanya).”
6. TUJUAN  RIYADHAH SALIK PENGAMAL THARIQAT AL JUNAIDIYAH
Penyusun  Umdatul Hasanah ...... berpendapat Tujuan  Riyadhah bagi Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah adalah Melatih jiwa dan raga Salik untuk mengekalkan hakekat tawajjuh muthlaq dengan Muraqabah bil Bathin secara berkepenjangan terus menerus. Disini Salik  PTJ dawam selalu berkepenjangan melenyapkan tiga unsur yaitu Batang Tubuh, Hati dan Rohnya, agar ketiga unsur tersebut dirasakan benar-benar, lenyap - tidak ada, sirna pada pengintaiannya.
Diharapkan Keadaan Batinnya saat Hal Riyadhah atau dalam kamar dan juga sesudah Riyadhah atau  diluar kamar, Salik Pengamal - Thariqat al Junaidiyah benar-benar merasakan keadaan Batin  ghaibah lenyap  ketiga unsur dimaksud  dalam pandangan mata batinnya, ia tidak dapat menghadirkan dirinya. Ia benar-benar tidak dapat mengenali dirinya berkepenjangan terus menerus, yang memandang dan yang dipandang hanya Dia dirasa, inilah yang terjadi pada Sadatina Al Junaid Radiyallahu anhu. Hal ini berarti Salik PTJ telah mengalami Baqa’u billah kekal bersama Tuhannya. Hal keadaan inilah hal ma’rifat yang tertinggi yang diidam-idamkan para Salik.
Riyadhah bagi Salik  Pengamal Thariqat al Junaidiyah Pemula dikhususkan tujuh hari dan malamnya yaitu sepekan. Yang dihitung setelah shalat Jum’atan kurang lebih sekitar jam 14.30 wita memulai masuk kamar pariyadhahan hingga Jum’at mendatang sekitar jam 09.00 wita. Pagi itu sudah keluar dari kamar pariyadhahan.
Riyadhah Musyahadah dilakukan 1 hari 1 malam,  Riyadhah dimaksud boleh dilakukan di rumah masing-masing dan harus ada izin guru Mursyidnya jika masih hidup, jika ia meninggal cukup dengan menziarahihi dan minta izin secara sirr tak mengapa.
Pengarang kitab Hazinatul Asrar mengomentari tentang Salik yang terpaut hatinya dengan Penguasa dan kekuasaan ...
.....
وإن كان همك تحت سلطانك فخذ الخلوة ولاتبالى وعليك بالرياضة قبل الخلوة. والرياضة عبارة عن تهذيب الأخلاق وتحمل الأذى. فإن الإنسان إذا تقدم فتحه قبل رياضته فلن يجئ منه رجل أبدا إلا فى حكم النادر فاحذر إختلاطهم  ...كذا خزينة الاسرار رقم191

Maksudnya : Dan jika himmahmu-nafsumu-keinginanmu terpaut dengan penguasa, maka ambillah olehmu akan khalwat atau suluk, itu tidak mengapa-sangat bagus. Dan mesti atasmu, mengerjakan suluk memasuki kamar Riyadhah untuk bersunyi-sunyi menekan himmahmu. Riyadhah adalah sarana latihan jiwa untuk menghilangkan akhlak buruk dan mengangkut kotoran-kotoran jiwa. Maka sesungguhnya manusia apabila telah terdahulu terbuka himmah buruknya sebelum ia  suluk memasuki kamar Riyadhah tidak akan datang sifat-sifat Rijal keteguhan hati  darinya selamanya. Terkeluali pada hukum  an nadir yaitu akan datang sifat-sifat Rijal tersebut tapi  jarang terjadi, Oleh karena itu hati-hatilah kamu akan percampuran (pergaulan) dengan mereka itu. 



7. MENFA’AT RIYADHAH, SULUK  ATAU  KHALWAT

Imam Qastaliani dalam menjelaskan sunnah ini mengatakan :
Khalwat akan membawa qalbu kepada kedamaian dan terbukalah di dalamnya mata air (sumber) hikmah, karena itu akan memutuskan sang murid dari kehidupan material dan membuat dia mampu mengingat Allah S.W.T. Dalam khalwat nya dia juga harus mengisolasi dirinya  dan menyepikan dirinya
Dari dirinya. Hanya memandang Allah S.W.T. Pada saat tersebut itulah dia akan menerima ilmu ghaib, dan qalbunya akan menjadi landasan bagi keperluan tersebut.
Dalam hubungannya dengan khalwat, Abul Hasan ash-Shadhili berkata
Terdapat sepuluh manfa’at dari khalwat :
v     Selamat dari semua adab buruk lidah, karena tidak ada siapapun yang dapat diajak  
      bicara dalam khalwat
v     Selamat dari semua adab buruk mata, karena tidak seorang manusiapun untuk 
       dilihat  dalam khalwat.
v     Qalbu selamat dari segala macam pamer dan penyakit sejenisnya yang lain.
v     Itu akan mengangkat kamu kepada maqam zuhd (berfokus ke langit, membelakangi  
      dunia).
v     Itu akan menyelamatkan kamu dari berteman dengan orang jahat.
v     Itu akan membuat kamu memiliki waktu bebas untuk  melakukan dzikr.
v     Itu akan memberi kamu rasa manisnya beribadah/mengabdi, shalat dan berdoa  
      dalam  Hadhirat Ilahiah.
v     Itu akan memberikan kepuasan dan kedamaian kepada qalbu.
v     Itu akan menghindarkan egomu dari jatuh ke dalam adab yang buruk.
v     Itu akan memberi kamu waktu untuk bermeditasi, membuat perhitungan neraca diri dan  
mengejar  sasaran  menuju Hadhirat Ilahiah.
Itu adalah yang disebutkan Nabi s.a.w. dalam sunnahnya, diriwayatkan Bukhori dalam kitabnya Riqaq
Abu Hurayrah r.a. melaporkan bahwa Nabi s.a.w. berkata,”Terdapat tujuh yang akan berada di bawah Naungan Allah pada Hari di mana tidak terdapat naungan kecuali Naungan Allah. Salah satunya adalah seorang yang melantunkan dzikr dalam khalwat dan air mata meleleh dari matanya.”

8. ADAB-ADAB SEBELUM  MELAKUKAN  RIYADHAH YANG PERLU DIPERHATIKAN

Ketahuilah hai Pengamal Thariqat al Junaidiyah,  Syekh Dr. Jalaluddin mengatakan bahwa “Adab sebelum memasuki suluk atau kamar riyadhah itu ada enam macam adab yang harus dipenuhi Salik antara lain :
1. Adab  Pertama : Carilah Guru Mursyid yang akan memimpin riyadhah atau suluk itu yang mempunyai tenaga ahli.
2. Adab  Kedua : Hendaklah diselesaikan apa-apa dari pada  pekerjaan  yang membimbangkan Riyadhah atau suluk, baik itu masalah dunia ataupun pekerjaan akhirat.
3. Adab  Ketiga : Hendaklah ada bekal/ongkos dalam suluk yang halal/suci.
4. Adab Kempat : Hendaklah dii’tikatkan dirinya selama pergi Riyadhah atau suluk kembali kepada Allah, pergi mati atau masuk kubur serta dilakukannya  kelakuan orang yang hendak mati, seperti taubat, minta izin kepada Ibu dan Bapaknya, atau kaum Keluarganya serta anak dan isterinya.
5. Adab  Kelima : Hendaklah diakuinya dirinya menanggung beberapa dosa dan taqshir (kekurangan)  yang tida hingganya dan selalu mengharap akan ampunan Allah yang sangat Pengasih dan Penyayang kepada hambanya yang taubat.
6. Adab Keenam  : Hendaklah  menyediakan nafakah untuk anak isterinya menurut kadar patutnya selama dia dalam Riyadhah atau suluk itu.

9. TEMPAT MELAKSANAKAN RIYADHAH THARIQAT AL JUNAIDIYAH

a. Tempat  Tertutup dan sunyi  jauh  dari keramaian.
Riyadhah  Thariqat  al Junaidiyah bisa juga dilakukan oleh seorang Murid di tempat  tertutup dan sunyi  jauh  dari keramaian misalnya di Bilik, Ruang Kamar, Gua. Riyadhah semacam ini bisa dilaksanakan atas kesepakatan Guru dan Muridnya. dan Riyadhah di tempat  Tertutup dan sunyi  jauh  dari keramaian di contohkan oleh Nabi Muhammad Saw di Gua Hera, sebagaimana keterangan terdahulu.

b. Tempat Keramaian.
Riyadhah  Thariqat  al Junaidiyah bisa juga dilakukan oleh seorang Murid di tempat keramaian  seperti di pasar  dan lainnya  untuk menguji keimanannya, apakah hatinya tetap bersama Allah Swt dan apakah batinnya tetap berdzikir mengingat Allah Swt. Firman Allah pada surat Jumuat, ayat 10 ‘’.

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْأَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرُوااللهَ كَثِيْرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. الجمعة 10
..
.Maksudnya : “ Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan (berdzikirlah kepada Allah Swt) ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.”QS Jumuat, ayat 10.


10. RIYADHAH, KHALWAT DAN  SULUK 

Ketiga suku kata pada bab ini diartikan  sinonim atau sama saja maksud dan tujuannya para  Ahli Sufi untuk melatih jiwa dan raga agar  taqarrub dekat dengan Allah, bersama Allah Swt melalui metode dan sistem tertentu.

هذا فصل فى الخلوة إعلم أنه لايمكن الوصول إلى معرفة الأصول وتنوير القلوب لمشاهدة المحبوب إلا بالخلوة أى الرياضة خصوصا لمن أراد ارشاده عباد الله إلى المقصود* وقد كان النبي صلى الله عليه وسلم يتخلى بغار حراء حتى جائه الأمر بالدعوة كما فى صحيح البخارى* وأقل الخلوة هى يوم بليلها ثم ثلاثة أيام بليالها وهو الذى اتفق النبي صلى الله عليه وسلم* وأكثرالخلوة هى سبعة أيام وليالها ثم عشرة يوم وليالها ثم شهر وليالها وأكملها لمن أراد السير والسلوك أربعين يوما* وهى الحاصلة من جميع  الأيام المتقدمة لقوله صلى الله عليه وسلم : من أخلص لله أربعين صباحا تفجرت ينابيع الحكمة من قلبه على لسانه* رواه أحمد فى الزهد وابن عدى*

Maksudnya “Ini fasal khalwat yaitu riyadhah atau suluk, ketahui olehmu, bahwasanya tidaklah mungkin seseorang wusul atau sampai marifatil usul kekhadirat Allah Swt yang menyinari hati Salik untuk bermusyahadah kepada Allah yang dicintainya, kecuali seseorang Salik itu dengan menjalankan khalwat, suluk atau riyadhah. Khususnya bagi orang yang selalu menghendaki petunjuk untuk beribadah kepada Allah Swt yang diingininya.
Sesungguihnya Nabi kita Muhammad Saw sering melakukan khalwat di pegunungan Jabal Nuur  dalam Gua Hera, hingga datang kepadanya perintah berdakwah agama Islam, sebagaimana hadis yang  diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari.
Paling sedikit waktu-masa berkhalawat itu, sehari semalam, kemudian tiga hari tiga malam, Begitulah yang telah disepekati bagi Nabi Muhammad Saw. Dan paling banyak khalwat itu tujuh hari dengan malamnya, kemudian sepuluh hari dengan malamnya kemudian satu bulan dengan malamnya. Paling sempurna riyadhah atau suluk bagi orang menghandaki dan menjalaninya  adalah 40 hari dengan malamnya. Insa Allah  ia akan menjalani hari-hari selama suluk akan hasil, sebagaimana hadist yang diriwayatkan Abu Nuaim dari Abu Ayyub al Anshari yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa yang mengikhlaskan  amalnya selama 40 hari, maka akan terpancarlah kelahiran hikmah dari hati atas lidahnya.HR.Ahmad.


11. BATAS  DAN WAKTU RIYADHAH THARIQAT AL JUNAIDIYAH

Batas Waktu yang disepakati  sebelum  Riyadhah, sebagaimana dijelaskan diatas bahwa 

Kitab Umdatul Hasanah  lil Jama’ah  Thariqat al Junaidyah .adalah Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidyah oleh Ustadz Al Habib H.Hasan Baseri,S.Ag Bin H.M. Barsih Bin Ahmad Baderi Assegaf

Riyadhah bagi Salik  Pengamal Thariqat al Junaidiyah Pemula dikhususkan tujuh hari dan malamnya yaitu seminggu. Dan  Riyadhah satu hari dan malamnya yang dinamakan Riyadhah Musyahadah. Inilah yang sering dilaksanakan oleh Sadatina Junaidiyah Syekh KH. Kasful Anwar Firdaus bin Muhammad Shaleh  dan Para Muridnya.....
Saya Penyusun  Umdatul Hasanah ..........sebagai Pengikut Syekh KH. Kasful Anwar Firdaus berpendapat bahwa  Batas Waktu Riyadhah bagi Salik  Pengamal Thariqat al Junaidiyah Pemula boleh dilakukan sebatas kemempuan  Sang  Murid dan disepekati oleh Mursyidnya.
1. Riyadhah Setengah Hari, ....Masuk Kamar Ba’da Zuhur  hingga  Ba’da Magrib selesai riyadhahnya. Riyadhah semacam ini hukumnya  boleh seperti orang  sedang  wukuf melaksanakan  amal ibadah haji di Arafah yang dimulai Ba’da Zuhur  hingga  Ba’da Magrib..
2. Riyadhah Musyahadah  yaitu Riyadhah satu hari satu malam
3. Riyadhah Tiga hari  tiga malam juga hukumnya boleh dengan menggambil dalil :
Qishah Nabi Zakaria, disebutkan dalam kitab suci Al Qur’an pada surah Ali Imran,  tatkala Nabi Zakaria  minta penjelasan kepada Allah Swt tentang tanda-alamat atau ciri-ciri atas kehamilan isterinya yang bernama Khannah. Setelah Nabi Zakaria mendengar (ia akan mendapatkan keturunan) jawaban itu yang disampaikan oleh  Malaikat Jibril :

قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِى آيَةً قَالَ آيَتُكَ أَنْ لَا تُكَلِّمَ النَّا سَ ثَلَاثَةَ اَيَّامٍ اِلَّا رَمْزًا وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيْرًا وَّسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالْاِبْكَارِ                                                                                                                                                                                                                                                                                      
 maka Nabi Zakaria  berkata, “Tuhanku berilah aku suatu tanda (bahwa istriku akan hamil)”.Allah berfirman : “Tanda bagimu, adalah bahwa engkau tidak berbicara dengan manusia selama tiga hari kecuali dengan isyarat, dan Sebutlah nama Tuhanmu banyak-banyak, dan bertasbihlah (memuji-Nya) di waktu petang dan pagi hari.(QS.Ali Imran ayat 41)
Menurut Hasan al Basri, Nabi Zakaria bertanya demikian adalah untuk segera memperoleh kegembiraan hatinya atau untuk menyambut nikmat dengan syukur, tanpa menunggu sampai anak itu lahir. 
Kemudian Allah menjelaskan bahwa  tanda isterinya sudah mengandung adalah dia sendiri tidak berbicara dengan orang  lain selama tiga hari, kecuali dengan mempergunakan isyarat tangan, kepala dan lainnya, dan beliau berdzikir dan bertasbih kepada Allah. Allah menyuruh Zakaria tidak berbicara selama tiga hari, agar seluruh waktunya digunakan untuk dzikir dan bertasbih kepada-Nya, sebagai pernyataan syukur yang hakiki.
Menurut Al Qurtubi, sebahagian mufasir mengatakan bahwa tiga hari Zakaria menjadi bisu, itu adalah sebagai hukuman Allah terhadapnya, karena dia minta pertanda kepada Malaikat sehabis pecakapan mereka. 
Salah seorang Mufassir yang bernama Syekh Ahmad Ash Shawi al Maliki dalam kitabnya Tafsir Shawi menjelaskan :

(قوله اى بليا ليها) أخذ ذلك مما يأتى فى سورة مريم جمعا بين المو ضعين والقصتين ومن ذلك اختار بعض أكابر الصّوفية أن الخلوة مع الرياضة لبلوغ المراد ثلاثة ايام بلياليها يجعل ذكرالله فيها شعاره ودثاره ولا يتكلّم فيها (قوله إلّا رمزا) استثناء منقطع على التّحقيق لأ ن الرمز لا يقال له كلام اصطلا حا وإن كان كلاما لغة لكن ليس مرادا هنا

Maksudnya  : Perkataannya  “BILAYAALIYIHA” Yakni  tiga  malam  serta siang harinya . Telah mengambil dalil pelajaran dari sesuatu yang ada terjadi dalam Surat Maryam secara keseluruhan antara dua pokok bahasan ceritera Nabi Zakaria dan Maryam.  Bahwa dari dua pokok bahasan ceritera tersebut telah memilih oleh beberapa Pembesar Sufi  bahwasanya Khalwat beserta riyadhah  untuk mencapai yang diinginkan yaitu selama tiga hari dengan  malamnya menjadikan dzikir kepada Allah. . Allah menyuruh Zakaria tidak berbicara selama tiga hari dan malamnya, agar seluruh waktunya dimaksud digunakan untuk dzikir dan bertasbih kepada-Nya. Perkataannya  ILLA  RAMZAA  adalah istisna pengecualian yang diputuskan sebagai ucapan yang benar,AL RAMZA (Isyarat-romoz) bukan ucapan secara Istlah, dan jika Isyarat-romoz itu  ucapan secara bahasa maka tidak dalam pembahasan disini

:
4. Riyadhah Tujuh hari dan malamnya yaitu 1 minggu
Suluk selama Tujuh hari  dan  malamnya   yaitu 1 pekan  yaitu masalah yang sedang kita bahas pada  Bab  ini, Insya Allah
5. Riyadhah Sepuluh Hari dan malamnya  di 10 akhir Ramadhan
6. Riyadhah Tiga Puluh  hari dan malamnya yaitu 1 Bulan seperti orang berpuasa Ramadhan. 
7. Riyadhah 40 hari dan malamnya yaitu  yang pertama kali dilakukan oleh Nabi Musa AS ketika  ia  ingin melihat Allah Swt.
Kitab Umdatul Hasanah  lil Jama’ah  Thariqat al Junaidyah .adalah Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidyah oleh Ustadz Al Habib H.Hasan Baseri,S.Ag Bin H.M. Barsih Bin Ahmad Baderi Assegaf


12. TIDAK ADA LARANGAN  PENGAMAL PEMULA THARIQAT AL JUNAIDIYAH UNTUK MEMASUKI  KAMAR RIYADHAH.

a. Pertanyaan :
1. Bolehkan Mursyid memberikan bimbingan Riyadhah  kurang dari 7 hari dan malamnya kepada Murid Pemulanya ?
2. Misalnya Riyadhah kuarang dari 1 hari, atau 1hari dan Malamnya, atau 3 hari dan malamnya.
b. Jawabya :
Aku  Penyusun Umdatul Hasanah dalam Hal Riyadhah ini menjawab dan ber pendapat  bahwa Hukumnya BOLEH. Dengan mengambil Dalil sepotong dari ayat  Al Qur’an yang berbunyi :

 لَايُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

Paling sedikit Riyadhah sehari semalam boleh dilaksanakan oleh Salik Pemula  Pengamal Thariqat al Junaidiyah dibawah bimbingan Guru Mursyidnya atau bimbingan Badal  Guru Mursyidnya
(و أقل الرياضة  يوم وليلته )

Kami beralasan bahwa “Thariqat al Junaidiyah disebut  Thariqat al Qaum atau Jalan Thariqat  Orang Banyak atau Thariqat  Orang Umum.” Thariqat al Junaidiyah adalah subuah tarekat  yang tidak  akan mempersulit Para  Pengamalnya untuk Wusul  kepada ALLAH SWT.
Thariqat al Junaidiyah ini adalah terekat kita, tarekat yang mudah, tarekat yang jauh dari kepicikan,  mudah untuk  diamalkan,  selalu berjalan seiring dengan fitrah manusia. Thariqat ini mengambil dan menggunakan kaidah Ushul Fiqih  yang berbunyi  : 

" لَاحَرَجَ فِى الدِّيْنِ "

Maksudnya : “Tidak ada kepicikan dalam beragama yakni mengamalkan thariqat"
  مَايُرِيْدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ .....  المائدة 7

Artinya :”Tiadalah Allah menghendaki (akan) menjadikan kepicikan (kesulitan) atas kamu itu.”
Penjelasan bahwa tujuan dari melakukan Suluk-Riyadhah bagi Salik Pemula dikhususkan Tujuh Hari dan Malamnya, ini adalah ter-afdhal  bagi  yang kuat  himmahnya, akan tetapi bagi  Salik Pengamal  Thariqat al Junaidiyah  yang tida kuat himmahnya (kuat pisik dan kemauannya) atau Para Pegawai,  PNS, Guru yang masih terikat dengan Instansi lainnya atau  aktif, mereka ini mungkin boleh meninggalkan pekerjaannya dalam 1 Pekan, ini  menurut UU Pemerintah sekarang, walaupun mereka cuti. maka hukumnya  BOLEH  Riyadhah kurang dari  1 Pekan. 
Dalam masalah  ini salah seorang ulama Sufi yang mahjub pernah berkata  :

ليس الرجل من يشق على مريده يأمرهم بالرياضة المجاهدة الشاقة ولكن الرجل من ذالك من يدلك على راحتك0 –الخزينة الأسرار0

“Bukanlah dikatakan Guru Yang Kamil baik, Guru yang selalu menyusahkan para Muridnya, Dia menyuruh para Muridnya untuk riyadhah (dalam waktu yang lama) yang tujuannya memerangi nafsu, akwan-agyar yang sulit. Akan tetapi yang dikatakan Guru yang baik kamil  itu adalah Guru yang dapat menunjukkan jalan  kepada Muridnya yang hampir-dekat kepada Allah Swt.”
Sebagaimana kita ketahui bahwa Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur tujuannya mudah menghafalnya, mudah melaksanakan hukum yang dikandungnya dan tidak merasa berat orang menerimanya. Demikian juga halnya  dengan Riyadhah bagi kita Salik Pemula, kalau langsung  banyak  hari yang diambil akan merasa sulit......... 
Hadis Nabi Saw (Qudsi)  Allah berfirman :

إِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُبَشِّرِيْنَ وَلَنْ تُبْعَثُوْا مُعَسِّرِيْنَ   -الحديث القدسى

“Hanyasanya Engkau (Ya Muhammad) dibangkitkan untuk memudahkan ummatmu (Jin-Manusia) menuju Allah Ta’ala, sekali-kali Engkau diutus untuk menyusahkan mereka.”
13. PERSIAPAN  MEMASUKI  RIYADHAH-SULUK
Adapun persiapan Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah sebelum masuk kamar pariyadhan antara lain :
Mandi Taubat,  Cara Mandi yang dianjurkan oleh hukum Fiqih kita yaitu pertama Mencuci Kubul - Dubur dan Kemeluan, kemudian  berwudhu, kemudian mengubui kepala (lubang hidung, lubang telinga), Belahan Badan  Kanan hingga Kaki Kanan dan kemudian Belahan  Badan Kiri hingga Kaki  Kiri.

1. Mandi Taubat
Mandi Taubat adalah mandi untuk Inabah kembali kepada Allah Swt.  Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah sunat mandi Inabah, jika waktu Bai’at belum Mandi Inabah, tetapi jika memperbaharui atau mau mengulangnya tidak mengapa, itu sangat baik.

Sebelum Salik Mandi terlebih dahulu, Salik menghadap ke arah Kiblad dengan dadanya memandang ke tanah. Lalu dikenang-kenang dosa-dosanya selama hidupnya, setelah  dirasakannya bahwa ia karam dilautan dosa dan kekurangan-kekurangan, kemudian berniat Mandi Inabah.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِلتَّوْبَةِ عَنْ جَمِيْعِ الذُّنُوْبِ  لِلّهِ تَعَالَى

Artinya : “Sahajaku mandi taubat dari segala  dosa zahir-batin untuk kembali kepada Allah, karena Allah  Ta’ala.”
Kata Ahli Shufiyah, Cara Mandi  Taubat meluncurkan air empat,  keseluruh anggota badan  yaitu : 
a. Mandi dengan Air Dunia. 
Adapun mandi dengan Air Dunia mensucikan anggota badan dari Hadast Besar dan Hadast Kecil. Sewaktu mandi itu mengata kalimat “Astagfirullah” أستغفر الله lima kali atau lebih pada bilangan Ganjil atau dua puluh lima kali. Baik saat menggosok-gosok badan dengan limau, bidara atau juga sabun, maka setelah keluar dari air/ selesai mengubui dengan Air Dunia kemudian ia membaca Surah Al Insyirah  satu kali. Yaitu berbunyi :

بسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, اَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ, وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ, اَلَّذِيْ انْقَضَ ظَهْرَكَ. وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ, فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا, اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا, فَاِذَافَرَغْتَ فَانْصَبْ, وَاِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ,

Diteruskan lagi ...........
b. Mandi dengan Air Zamzam Mekkah
Kedua Mandi dengan air yang tadi juga tetapi cuman diniatkan dan dihakekatkan seolah-olah mendi dengan Air Zamzam Mekkah. Modah-modahan dengan mandi air yang kedua ini dihapus Allah Swt kesalahan dan dosa yang delapan yaitu “Mata, Telinga, Lidah, Tangan, Kaki, Perut, Hidung dan Kemaluan. Diwaktu mandi yang Kedua itu, dibacanya kalimat أستغفر الله “Astagfirullah” lima kali atau lebih pada bilangan Ganjil atau dua puluh lima kali. Setelah keluar dari air/ selesai mengubui dengan Air Dunia kemudian ia membaca Surah Al Insyirah  satu kali. Yaitu berbunyi :

بسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, اَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ, وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ, اَلَّذِيْ انْقَضَ ظَهْرَكَ. وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ, فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا, اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا, فَاِذَافَرَغْتَ فَانْصَبْ, وَاِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ... الانشراح 

Diteruskan lagi ...........
c. Mandi dengan Air Telaga Kausar
Mandi yang ketiga dengan air yang tadi juga tetapi cuman diniatkan dan dihakekatkan seolah-olah mendi dengan Air Telaga Kausar Nabi Muhammad Saw. Yang boleh meminum Air Telaga Kausar itu hanya orang yang beriman, dan terdahulu masuk sorga. Penyusun Umdatul Hasanah .... menyukai dibaca terlebih dahulu surat Al Kausar itu, sekali atau lebih, 

بسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, اِنَّا اَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ, فَصَلِّ  لِرَبِّكَ وَانْحَرْ, اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ..... الْكَوْثَرَ

seterusnya dibaca pada Mandi Ketiga ini أستغفر الله :”Astagfirullah” lima kali atau lebih pada bilangan Ganjil atau dua puluh lima kali. Sambil memohon dan mengharaf akan ampunan Allah segala dosa di Hati, Keluar dari dalam air (Sungai) dibacanya pula Surat  Al Insyirah  ( Alam Nasyrah .....). Sewaktu membaca Alam Nasyrah ..... dia sangat mengharapkan disucikan serta dibersihkan Allah akan dosa-dosanya dan hatinya seperti Hati Rasulullah Saw.

بسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, اَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ, وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ, اَلَّذِيْ انْقَضَ ظَهْرَكَ. وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ, فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا, اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا, فَاِذَافَرَغْتَ فَانْصَبْ, وَاِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ... الانشراح 

d. Mandi dengan Air Mahfudl atau Air Nurullah
Mandi Keempat dengan air yang tadi juga cuman diniatkan dan dihakekatkan pula  seolah-olah mendi dengan Air Mahfudl atau Air Nur Allah yang sangat terpelihara disisih Allah Swt. Seterusnya dibacanya pula أستغفر الله  “Astagfirullah” lima kali atau lebih pada bilangan Ganjil atau dua puluh lima kali. Kita mengharapkan kepada Allah  agar dibukakan segala Dinding atau Akwan atau Aghyar antara Roh kita dengan Allah Swt.
Aku (Penyusun Umdatul Hasanah) .... sangat menyukai bila dibacanya sesudah keluar dalam air atau selesai mandi seayat nomor 35 dari QS. An Nur yang berbunyi : 
اَللهُ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ والْاَرْضِقلى مَثَلُ نُوْرِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيْهَا مِصْبَاحٌقلى    اَلْمِصْبَاحُ فِى زُجَجَةٍ  الزُّجَجَةُ كَاَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوْقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُوْنَةٍ لَاشَرْقِيَّةٍ وَلَاغَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُنًهَا يُضِيْئُ وَلَوْلَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌقلى نُوْرٌ عَلَى نُوْرٍ يَهْدِى اللهُ لِنُوْرِهِ مَنْ يَشَاءُقلى وَيَضْرِبُ اللهُ الْاَمْثَالَ لِلنَّاسِقلى واللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ... النور 35

2. Berpakaian rapi dan menutup aurat serta sunat berpakaian warna putih atau warna hijau
3. Memperbanyak Shalat Sunnat, yaitu . Shalat Sunnat Wudlu, Shalat Sunnat Taubat, Shalat Sunnat Hajat, Shalat Sunnat Tasbih dan Shalat Sunnat lainnya.
4. Masuk Kamar Khusus, dihat syarat Khalwat-Suluk Nomor 04. Dari 20 syaratnya.
5. Masuk ke Kelambu atau menduduki Sajadah dan menutup kepalanya dengan kain Sorban Tipis bagi yang tidak pakai Kelambu. Kemudian Duduk Thariqat yakni Duduk Taqdim, Duduk Derajat dan Duduk Khidmad. Dan membaca kalimat “ YA FATTAAH”  500 kali . يا فتاح  500 كالى   kemudian  ia sibuk membaca  wirid yang disuruh oleh Guru Mursyidnya untuk dibaca  .........
sebanyak  mungkin.



14. BEBERAPA SYARAT  RIYADHAH YANG HARUS DIPENUHI SALIK

Ada  beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Salaik ketika melakukan Riyadhah-Suluk atau Khalwat, sebagaimana yang disebut kitab Tanwirul Qulub antara  lain  :

وقد أخطأ من الحكم عليه بالوضع ولها عشرون شرطا. الأول هو إخلاص النية بقطع مادة الرياء والسمعة ظاهرا وباطنا* الثانى هو إستئذان شيخه وطلب الدعاء منه0 ولا يدخل بلا إذن مادام فى حجر التربية* الثالث : تقديمه عليها العزلة وتعود السهر والجوع والذكر بحيث تألف نفسه هذه الأشياء قبل ذخولة* الرابع : أن يدخل برجله اليمنى مستعيذا بالله من الشيطان مبسلا0 وأن يقرأ سورة الناس ثلاث مرات ثم ليسرى قائلا :" أللهم ولي فى الدنيا والأخرة كن لى كما كنت لسيدنا محمد صلى الله عليه وسلم وارزقنى محبتك0 أللهم ارزقنى حبك0 واشغلنى بجمالك واجعلنى من المخلصين0 أللهم امح نفسى محذبات ذاتك يا أنيس من لاأنيس له0 رب لاتذرنى فردا وأنت خير الوارثين* فيقوم على المصلى ويقول : إنى وجهت وجهي للذي فطر السموات والأرض حنيفا مسلما وما أنا من المشركين 21 كالى0 ثم يصلى ركعتين يقرأ فى الأولى الفاتحة أية الكرسي0 الثانى الفاتحة وأمن الرسول000  وبعد السلام يقول يا فتاح  خمسمائة مرة0 )اى للطريق الجنيدي هو جلوس الطريقة وتوسل  ثم مرابطة ثم وتوجه مطلق ثم تلقين ذكر(0 ويشتغل بالذكر الذى لقنه له شيخه )اى تسبيحا وتحميدا وتهليلا وتكبيرا0(
الخامس: ملازمة الوضوء* السادس: أن لايعلق همته بالكرامات* السابع: أن لايسند ظهره إلى جدار* الثامن: أن لازم صورة شيخه بين عينيه* التاسع: أن يكون صائما* العاشر: السكوت إلا عن ذكر الله أو مادعت إليه ضرورة شرعية وماعدا ذلك مضيع للخلوة مذهب لنور القلب* الحادى عشر: أن يكون مستيقظا لأعدائه الأربعة هى الشيطان والدنيا والهوى والنفس بأن يذكر كل ما يراه لشيخه * الثانى عشر: أن يكون بعيدة حس الأصوات* الثالث عشر: المحافظة على الجمعة والجماعة0 فإن المراد الأعظم متابعة النبي صلى الله عليه وسلم*
الرابع عشر: إذا خرج لضرورة غطى رأسه إلى رقبته ناظرا إلى الأرض* الخامس عشر:أن لاينام إلا عن غلبة نوم مع الطهارة ولاينام  لراحة  البدن بل إن قدر إن لايضع جنبه على الأرض وينام جالسا فعل* السادس عشر:  المحافظة على الأمر الأوسط بين الجوع والشبع* السالع عشر: أن لا يفتح الباب لمن يريد التبرك به إلا شيخه* الثامن عشر: أن يرى كل نعمة حصلت له إنما هى من شيخه وهو عن النبي صلى الله عليه وسلم* التاسع عشر: نفى الخواطر كلها خيرا كانت أو شرا0 لان تفرق القلوب عن الجمعية الحاصلة بالذكر* العشرون: دوام الذكر والتوجه المطلق بالكيقية التى أمره بها شيخه إلى أن يأمره بالخروج*

Maksudnya : Sungguh telah menyalahi dari pada Hukum dengan kejelasan tentang Khalwat/Suluk dan Riyadhah. Melakukan Khalwat/Suluk dan Riyadhah itu ada dua puluh syarat yang harus dipenuhi oleh Salik yaitu :
1. Mengikhlaskan niatnya dengan memutuskan sifat Riya dan Sum’ah zahir batin.
2. Minta izin kepada Guru Mursyidnya dan memohon do’a dari padanya. Ia tidak akan memasuki khalwat sebelum ada izin Gurunya masuk dalam kamar atau ruang pendidikan,
3. Didahuluinya atas berkhalwat yaitu uzlah dan kembali berjaga malam dan tidak tidur, menahan lapar, selalu dzikir dengan sekira-kira menjadi jinak akan nafsunya. Inilah perkara-perkara sebelum memasuki kamar Khalwat/Suluk dan Riyadhah.
4. Memasuki kamar Khalwat/Suluk dan Riyadhah harus mendahulukan kaki kanan, memohon perlindungan dengan Allah dari ganguan syaithan, dan membaca surat an Nas tiga kali, berbunyi :

بسم الله الرحمن الرحيم* قل أعوذ برب الناس* ملك الناس* إله الناس* من شر الوسواس الخناس* الذى يوسوس فى صدور الناس* من الجنات والناس* 3 كالى
Kemudian diikuti kaki kirinya sambil membaca kalimat
:
أللهم ولي فى الدنيا والأخرة كن لى كما كنت لسيدنا محمد صلى الله عليه وسلم وارزقنى محبتك. أللهم ارزقنى حبك. واشغلنى بجمالك واجعلنى من المخلصين. أللهم امح نفسى محذبات ذاتك يا أنيس من لاأنيس له. رب لاتذرنى فردا وأنت خير الوارثين*

Kemudian Salik berdiri atas shalat (seperti  mau shalat menghadap Kiblat) kemudian ia membaca kalimat ini 21 kali berbunyi :

إنى وجهت وجهي للذي فطر السموات والأرض حنيفا مسلما وما أنا من المشركين 21 كالى
Kemudian ia mengarjakan shalat dua raka’at, pada raka’at pertama sesudah Alfatihah membaca Ayat Kursi, dan pada raka’at kedua sesudah Alfatihah membaca Amanar Rasul...... Sesudah salam, dilanjutkan membaca : YA  FATTAAH” 500 KALI.Bagi Salik Pengamal Thariqat Al Junaidiyah Duduk  Thariqat yakni Duduk Taqdim, Duduk Darrajat dan Duduk  Khidmat. Kemudian ia Tawassul, Kemudian ia Mubithah kepada Gurunya,  Kemudian ia Tawajjuh Mutlak, Kemudian ia Talqin Dzikir, Kemudian ia sibuk berdzikir yang dianjurkan oleh Guru Mursyidnya berupa Tasbih, Tahmid, Tahlil, takbit khusus Thariqat Al Junaidiyah. 
سورة الفاتحة
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ, بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ, الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, مَلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ, اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَ اِيَّاكَ نَسْتَعِيْنَ, اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْنَ, صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ  عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّيْنَ, آمِيْنَ !

آية الكرسي  سورة البقرة  255 :
اللهُ لَا اِلهَ اِلَّا هُوَ الْحَيٌّ الْقَيُّوْمُج لَا تَأْخُذُه سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌج لَه مَا فِى السَّمَاوَاتِ وَ مَا فِى الْأَرْضِج مَنْ ذَا الَّذِى يَشْفَعُ عِنْدَه اِلَّا بِاِذْنِهج يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَ مَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْئٍ مِنْ عِلْمِه اِلَّا بِمَا شَآءَح وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضَصلى وَلَا يَؤُوْدُه حِفْظُهُمَاج وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ(1) البقرة 255
 
آمن الرسول  سورة البقرة 285-286 

-آمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَا اُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُوْنَ كُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَانُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُط لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَاتُؤَا خِذْنَا اِنْ نَسِيْنَا اَوْ اَخْطَئْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَاط رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ  ..... ( 33 مَرَّةً)  وَعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ

5. Melajimi Berwudlu (Tidak putus Air Wudlu)
6. Jangan berharap atau berkeinginan mendapatkan Keramat
7. Jangan menyandarkan diri, atau  menyandarkan belakangnya kedinding
8. Melajimi atau membayangkan wajah Guru Mursyidnya diantara kedua matanya
9. Hendaklah dalam keadaan berpuasa
10. Keadaan diam kecuali berdzikir kepada Allah, atau sesuatu yang mengajak darurat Syar’iyah dan itupun tidak mempengaruhi Khalwat.
11. Jaga (bangun) untuk mengalahkan musuh-musuhnya yang empat yaitu : Syaithan, Dunia, Hawa dan Nafsu  dengan cara mengingati setiap sesuatu melihat kepada Gurunya.
12. Hendaklah (kamar khalwat itu) jauh dari keributan dan kebisingan
13. Hendaklah memelihara shalat berjama’ah, karena seafdal – afdal atau seagung-agung dari pada Khalwat adalah mengikuti / Mataba’ah kepada Nabi besar  Muhammad Saw.
14. Apabila keluar kamar Khalwat  karena darurat syar’iyah hendaklah menutup kepala hingga lehernya, kalau berjalan melihat ke tanah.
15. Jangan tidur kecuali ngantuk sekali, itupun dalam keadaan suci, (tidur diniatkan dzikir kepada Allah).Usahakan tidur tidak merebahkan badan, tetapi jika tidak mampu, usahakan jangan melatakkan pipinya ke tanah, Tidurlah dalam keadaan berduduk.
16. Memelihara urusan perkara Perut kecuali pertengan antara lapar dan kenyang.
17. Tidak membuka pintu (Kamar Khalwat) atau Tidak melayani bagi orang yang menghendaki Tabarruk/Berkah dengannya kecuali Gurunya.
18. Ia selalu melihat nikmat yang telh hasil baginya, bahwasanya sesuatu ( hasil ) itu dari Gurunya yakni Nabi Saw.
19. Menghilangkan rasa khawatir, meniadakan lintasan-lintasan hati.  Yaitu segala kebaikan dan kejahatan bahwasanya untuk menghilangkan   rasa kekhawatiran, dan melenyapkan lintasan-lintasan hati dari semua hal dimaksud dengan dzikir.
20. Berkekelan Tawajjuh Muthlaq dan dzikir dengan cara yang disarankan oleh Gurunya hingga Salik  diperintahkannya keluar kamar Riyadhah
Sesuai dengan Ta’rif Thariqat al Junaidiyah al Bagdadiyah yaitu :

دوام العبودية ظاهرا وباطنا مع مراقبة الله تعالى بالباطن*

Maksudnya : “Berkepanjangan (kontinyu) memperhambakan diri zahir-batin  
                          serta berkekalan muraqabah kepada Allah dengan batin yakni  
                          Tawajjuh Muthlaq”.


15. MEMASUKI KAMAR  PERIYADHAHAN PADA KAMAR KHUSUS

Orang yang memasuki kamar Khalwat-riyadhah dikatakan  Ahlullah, ia telah mengenal apa saja yang telah diucapkannya. Sebagaimana kata Ahli Sufiah berikut ini :
وكل من دخل الرياضة على مصطلع أهل الله عرق ما أقول ومن لم يدخل فهو معذور فى إنكاره لعدم وجدانه.

“Setiap Murid/Salik yang memasuki Kamar Riyadhah diistilahkan AHLULLAH, ia mengetahui sesuatu yang sedang / akan  diucapkannya, dan  Murid/Salik yang  tidak suka memasuki  Kamar Riyadhah  maka ia mengudzurkan dirinya di dalam keingkaran, sebab ketiadaan perasaan hatinya rasa suka cita.
Sadatina  Guru  Maskur  bin Abbas  menjelaskan  kepadaku (Penyusun Umdatul Hasanah)  bahwa  “Yang penting dimantapkan  seorang murid sebelum memasuki kamar Riyadhah adalah Tawajjuhnya dahulu, bila sudah mantap Tawajjuh baru masuk kamar Riyadhah.”

1. Memasuki Khalwat Siang dan Malam Perdana

Riyadhah memasuki Siang dan Malam Perdana bagi Salik Pengamal Thariqat al Junidiyah, setelah wudlu, lalu mengerjakan adab-adab Khalwat, Suluk dan Riyadhah seperti yang tercantum pada Nomor 4 dari 20 adab Khalwat yang kami sebutkan diatas. Kemudian shalat sunnat Wudlu 2 raka’at, dan  kemudian shalat sunnat Taubat 2 raka’at, dan juga shalat sunnat Hajat 2 raka’at. Kemudian Salik Duduk Thariqat al Junaid, baik Duduk Taqdim, Khidmad atau Darajat,  lalu mengerjakan :
a. Tawassul  5 kali membaca al Ftihah,
b. Murabithah kepada Guru Mursyidnya,
c. Tawajjuh Muthlaq,
d. Membaca Talqin Dzikir yaitu kalimat yang berbunyi 

 لاإله إلا الله *  إلا الله-إلاالله*  الله-الله* والذكر خفي وأخفى* ثم يقرأ الأسماء الحسنى* ثم الدعاء*
يقرأ الأسماء الحسنى:
نسألك (أسألك) الرحمة والعافية والرضى  يا من هو الله الذى لاإله إلا هو الرحمن الرحيم*  الملك القدوس السلام المؤمن المهيمن العزيز الجبار* المتكبر الخالق البارئ المصور الغفار القهار* الوهاب الرزاق الفتاح العليم  القابض الباسط الخافض الرافع المعز المذل السميع البصير* الحكم العدل اللطيف الخبير الحليم العظيم الغفور الشكور العلى الكبير* الحفيظ المقيت الحسيب الجليل الكريم الرقيب المجيب الواسع الحكيم* الودود المجيد الباعث  الشهيد الحق الوكيل القوى المتين الولى الحميد المحصى المبدئ  المعيد* المحي المميت الحي القيوم  الواجد  الماجد   الواحد  الأحد الصمد. القادر المقتدر المقدم  المؤخر الأول الأخر الظاهر الباطن الولى المتعال* البر التواب المنتقم العفو الرؤوف مالك الملك ذو الجلال والإكرام* المقسط الجامع الغنى المغنى المانع   الضار النافع النور الهادى البديع الباقى الوارث  الرشيد الصبور*
الدعاء
أللهم ولي فى الدنيا والأخرة كن لى كما كنت لسيدنا محمد صلى الله عليه وسلم وارزقنى محبتك0 أللهم ارزقنى حبك0 واشغلنى بجمالك واجعلنى من المخلصين0 أللهم امح نفسى محذبات ذاتك يا أنيس من لاأنيس له0 رب لاتذرنى فردا وأنت خير الوارثين*
إله أنت مقصودى ورضاك مطلوبي أعطنى محبتك ومعرفتك يا الله* اللهم إنا نسألك التوبة والإنابة على شريعة الغراء وطريقة البيضاء برحمتك يا أرحم الراحمين والحمد لله رب العالمين*
Artinya :
“Ya Allah Engkau Wali-penguasa dunia dan akhirat, jadikan untukku sebagaimana  Engkau jadikan  bagi Sayyidina Muhammadin Saw. Anugrahi akandaku rasa cinta dengan-Mu, Ya Allah, Anugrahi akandaku kecintaan-Mu dan sibukkan daku dengan keindahan-Mu. Dan jadikanlah daku dari golongan orang ikhlas. Ya Allah bukulah hijab penutup-dinding Zat Engkau bagiku wahai Yang Lembut  Orang yang Melembutkan baginya. Ya Allah bukanlah aku meminta sendiri, dan Engkau sebaik-baik orang yang memberi”. 
 “Ya Allah Engkau Jua yang aku maksud, dan keridhaan Engkaulah yang aku cari,  oleh karenanya curahkanlah kepadaku akan cinta-Mu, Ya Allah,  Aku mohon kepada-Mu jalan menuju pintu taubat dan juga langkah untuk kembali kepadaMu serta berpendirian yang teguh dalam menelusuri syari’at yang indah dan menjalani thariqat yang bersih, dengan rahmatMu jua wahai Orang yang Maha Pengasih dan Penyayang.”
Keterangan : “Setiap Do’a  harus didahului membaca  Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin dan Shalawat atas Nabi Muhammad Saw .......... dan diakhiri  Shalawat atas Nabi Muhammad Saw dan  Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin”
Guru Mursyidnya menyuruh Muridnya agar banyak-banyak membaca TASBIH. Adapun yang dimaksud Tasbih yang akan dibaca yakni :”SUBHANALLAH” Artinya :”Maha Suci Allah”
اى المقصود التسبيح يقول:"سبحان الله"

Penyusun UMDATUL HASANAH ........ sangat menyukai Salik yang dalam Hal Riyadhah didahului membaca kalimat ini ......
....... :
اللهم أعني على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك إلهي يا رب .... "سبحان الله"

Sadatina  Guru  Maskur  bin Abbas  menjelaskan  kepadaku (Penyusun Umdatul Hasanah)  bahwa  “Kemudian disambung dengan mengucap kalimat Tasbih sebanyak-banyaknya yang berbunyi   “SUBHANALLAH” : :"سبحان الله" 
Menurut riwayat Sadatina Junaidiyah bahwa kalimat Tasbih dimaksud adalah  kalimat Tasbih yang selalu di ucapkan dan diamalkan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq RA sahabat Nabi Muhammad Saw.

INI  PENJELASAN :  Thariqat al Junaidiyah adalah thariqat induk, terikat utama, tarekat tua, dari tarekat yang ada,  oleh karena itu tarekat ini punya cara duduk  thariqat yang berbeda-beda, walaupun begitu Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah tidak diperbolehkan disaat berjamaah /bersama-sama mengamalkan Thariqat al Junaidiyah dengan DUDUK THARIQAT yang berbeda-beda atau berlainan, kalau waktu sendirian tidak mengapa.
Adapun cara  duduk Thariqat al Junaidiyah  yang dimaksud adalah ada tiga cara :
1. Duduk Thariqat Taqdim   جلوس التقديم 
Duduk Taqdim yaitu Duduk Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah berhadap-hadapan dengan cara Kedua Kaki bersila, yaitu kaki kanan berada diatas kaki yang kiri, dan kedua talpak tangan terbuka berada diatas diantara paha dan tu’ut kakinya. Duduk Thariqat Taqdim    ini adalah duduk Thariqat yang sangat disukai oleh Sadatina  al Junaidiyah,.karena sukanya seolah-olah  Duduk Thariqat al Junaidiyah ini hanya satu cara.
2. Duduk Thariqat Darrajat  جلوس الدرجة  
Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah duduk seperti duduk tahaiyat akhir dalam shalat tetapi duduk  terbalik. Disini kaki kanan yang diduduki dan kaki kiri yang ditugiskan kebalakang. Duduk tahaiyat akhir terbalik ini tujuannya membuka hati si Salik.
3. Duduk Thariqat Khidmatجلوس الخدمة  
Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah duduk thariqat seperti duduk tahaiyat akhir dalam shalat. Jadi . Duduk Thariqat Khidmat ini duduk kebalikannya Duduk Thariqat Darrajat.
Ketika Aku menghadiri di Majelis An Nabawiah, Aku dengar Guru Syekh Syairazi bin H. Pandi Makeri Kandangan berkata bahwa  “Suluk atau Riyadhah dimulai sesudah shalat Ashar dan nanti berakhir . sesudah shalat Ashar pula.” Dan tidur  bagi orang Suluk atau  Riyadhah itu tiga jam dimalam hari dan satu jam di siang  hati. Di malam hari dari jam 23.00 wita  hingga  jam 02  malam dan di siang hari dari jam 11  hingga jam  12.00 wita, sedangkan amaliyah yang dibaca  Insya Allah  :
a. Al Qur’an al Karim
b. Shalawat atas Nabi Saw
c. Shalat  Sunnat
d. Amaliyah yang diberikan Mursyidnya
Guru besar Syekh Syairazi bin H. Pandi Makeri adalah murid Guru Syekh Zani Ghani (Gr.Sakumpul) Beliau lama belajar di Mekkah al Mukarramah hingga mendapatkan Gelar SYEKH disana.

2..RIYADHAH MEMASUKI HARI KEDUA SIANG DAN MALAMNYA
Modah-modahan Allah Swt menganugrahkan kepada kita sifat-sifat yang dimiliki oleh Shahabat Nabi Abu Bakar RA berkat banyak mengucap kalimat Tasbih yang selalu diamalkan Shahabat Nabi ini.
Sedangkan memasuki hari kedua untuk  sing dan malamnya, setelah mengerjkan shalat sunnat  Rawatip dan Sunnat Nafilah lainnya dan membaca Al Qur’an dan Shalawat dan Wiridan-wiridan yang selalu diamalkan sehari-hari, diruangan tempat berjama’ah Shalat Fardlu.
Salik masuk kamar lagi, boleh shalat sunnat pula atau langsung duduk thariqat al Junaidiyah kemudian memperbaharui Tawajjuh Muthlaqnya  : 
a. Tawassul  5 kali membaca al Fatihah,
b. Murabithah kepada Guru Mursyidnya,
c. Tawajjuh Muthlaq,
d. Membaca Talqin Dzikir
e. Membaca Asma’ul Husna
f. Membaca Shalawat berulang-ulang
g. Berdo’a
h. Membaca TAHMID sebanyak-banyaknya.
Sadatina  Guru  Maskur  bin Abbas  menjelaskan  kepadaku (Penyusun Umdatul Hasanah)  bahwa  memasuki hari kedua untuk  sing dan malamnya membaca Tahmid yakni : “ALHAMDULILLAH  ”    sebanyak-banyaknya. 
اى المقصود التحميد يقول:" الحمد لله" 
Adapun maksud pembicaraan Tahmid “ALHAMDULILLAH” Maknanya “Maha Puji Allah” 
Penyusun UMDATUL HASANAH ........ sangat menyukai Salik yang dalam Hal Riyadhah sebelum  didahului membaca kalimat Tahmid  ini ............mengata :
. سبحان الله العلي العظيم وبحمده دائما الحمد لله
Seterusnya diucapkan oleh Salik :” ALHAMDULILLAH  ”      الحمد لله     sebanyak-banyaknya.
Dalam riwayat ada disebutkan bahwa bahwa Rasul  Saw  pernah bersabda :
قال عليه الصاة والسلام : "أفضل الذكر الحمد لله "
Maksudnya :” Seafdal-seutama dzikir mengucapkan kalimat Al Hamdulillah”.
Mengucapkan  kalimat Tahmid “ALHAMDULILLAH adalah jalan tarekat yang diberikan Nabi Muhammad Saw  kepada Shahabat Umar Bin Khattab al Faruq, oleh karenanya Sayyidina Umar Bin Khattab al Faruq sangat banyak membaca dan mengamalkan kalimat Tahmid ini.
Semoga Allah Swt dan Insya Allah, Allah akan menganugrahkan sifat-sifat yang dimiliki Shahabat Nabi Saw ini, dan Allah akan mewariskan sifat-sifat Sayyidina  Umar Bin Khattab al Faruq RA Insya Allah kepada  Salik PTJ yang selalu mengucapkan kalimat Tahmid “ALHAMDULILLAH”.

3.RIYADHAH  MASUKI  SIANG KETIGA DAN  MALAMNYA
Adapun memasuki siang ketiga dan malamnya, setelah Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) mengerjakan shalat sunnat, sunnat Rawatib dan sunnat Nafilah, dan mengerjakan wiridan-wiridan yang selalu dibacanya selesai shalat wajib dan ini dikerjakan juga ditempat shalat berjama’ah.   Istirahat, makan – minum, mandi dan lainnya dilakukan seperti apa yang disunnahkan oleh Rasulullah Saw,  maksudnya jaga adabnya dan apa saja do’a  yang sunnat dibaca. Kemudian Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) masuk kamar lagi, shalat sunnat dan Duduk Thariqat al Junaidiyah kemudian memperbaharui TAWAJJUH MUTHLAQ yang didahului Tawassul, Murabithah kepada Guru, Tawajjuh, Talqin Dzikir  Thariqat al Junaidiyah,  Asma ul Husna dan Do’a. Kemudian membaca kalimat yang diperintahkan Gurunya, yakni kalimat  “Tahlil atau kalimat Thaibah atau  kalimat Tauhid”  sebanyak-banyaknya secara zihar ayitu pelan-pelan dan nyaring.
Sadatina  Guru  Maskur  bin Abbas  menjelaskan  kepadaku (Penyusun Umdatul Hasanah)  bahwa  memasuki hari ketiga untuk  sing dan malamnya membaca  kalimat Tahlil  sebanyak-banyaknya. “ LAA-ILAAHA-ILLALLAH “
اى المقصود التهليل  أو كلمة التوحيد  يقول "لاإله إلا الله"
Adapun kalimat Tahlil  atau  kalimat Tauhid atau kalimat Thaibah  yang akan dibaca Salik adalah “ LAA-ILAAHA-ILLALLAH “
لاإله إلا الله
Kalimat TAHLIIL atau kalimat TAUHID, inilah jalan  Thariqat  yang diberikan oleh Rasulullah Saw kepada Shahabatnya Sayyidina Usman bina Affan. Shahabat  ini sangat banyak mengucapkan kalimat Tahliil  atau  kalimat Tauhid atau kalimat Thaibah , oleh sebsb  ini bagi Salik  Pengamal  Thariqat al Junaidiyah yang sedang dalam Riyadhah  harus banyak-banyak mengucapkannya.
Penyusun Umdatul Hasanah ........ sangat menyukai Salik, sebelum ia mengucap Kalimat TAHLIIL atau kalimat TAUHID atau kalimat Thaibah  ini, didahuluinya  mengucap kalimat sepotong ayat Al Qur’an Surat Ar Radu ayat 28 sebanyak satu kali berbunyi : 
اَلَّذِّيْنَ آمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللهِ اَلَا بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ
Artinya :  (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.QS. Ar Ra'du 28

Seterusnya  Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ)  mengata kalimat : “ LAA-ILAAHA-ILLALLAH “     لاإله إلا الله  sebanyak mungkin  mengucapkannya..
Di dalam kitab Hasyiyah Ad Dasuki disebutkan tentang  kalimat Tahlil atau  kalimat Tauhid  atau kalimat Thaibah  bahwa  :
الطيبة وهى دعوة الحق وهى العروة الوثقى وهى ثمن الجنة وفيه وقال تعالى هل جزاء الإحسان  إلا الإحسان فقيل الإحسان فى الدنيا قول : لاإله إلا الله  وفى الأخرة الجنة لمن قالها
قال عليه والصلاة والسلام: أفضل الدعاء لاإله إلا الله  
روى الترمذى أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: التسبيح نصف الإيمان والحمد لله تملأ الميزان ولاإله إلا الله ليس لها دون الله حجاب حتى تخلص إليه0 كما قاله حاشية الدسوقى 227
قال الشيخ محمد الدسوقى فى شرح أم البراهين قال صلى الله عليه وسلم : ما قال أحد لاإله إلا الله  مخلصا من قلبه إلا فتحت السماء حتى يفضى إلى العرش ما اجتنبي الكبائر.
Maksudnya  : Syaikh Muhammad al-Desuqi berkata dalam Syarah Umm al-Baraheen : Nabi Muhammad  Saw  bersabda bahwa sesuatu yang telah dikatakan seseorang bahwa: "Tidak ada Tuhan kecuali Allah, hal keadaan  dari hatinya ikhlas, melainkan dibukakan langit hingga  diselamatkan  sampai hatinya menuju takhta Aarsy.............karena/ sebab maujauhi  dosa-dosa besar.


Kitab Syarah Umm al-Baraheen al-Desuqi juga menyebutkan bahwa Imam Hadist An Nasa’i meriwayatkan sebuah hadist Nabi Saw yang berbunyi : Telah bersabda oleh Rasulullah Saw :
قال موسى عليه الصلاة والسلام: يا رب علمنى مااذكرك وادعوك به0 فقال تعالى ياموسى قل:لاإله إلا الله قال موسى عليه الصلاة والسلام:يارب كل عبادك يقولون هذا قال قل:لاإله إلا الله0 قال موسى لاإله إلا أنت إنماأريد شيئ تحصنى به0قال ياموسى لو أن السموات السبع  وعامرهن غيرى والأرضين السبع في كفة  و لاإله إلا الله لمالت بهن لاإله إلا الله... الدسوقى رقم226
 
4.RIYADHAH  MASUKI  SIANG KEEMPAT DAN  MALAMNYA
Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) memasuki siang keempat dan malamnya, setelah mengerjakan shalat sunnat, sunnat Rawatib dan sunnat Nafilah, dan mengerjakan wiridan-wiridan yang selalu dibacanya selesai shalat wajib dan ini dikerjakan juga ditempat shalat berjama’ah.   Istirahat, makan – minum, mandi dan lainnya dilakukan seperti apa yang disunnahkan oleh Rasulullah Saw,  maksudnya jaga adabnya dan apa saja do’a  yang sunnat dibaca. Kemudian Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) masuk kamar lagi, shalat sunnat dan Duduk Thariqat al Junaidiyah kemudian memperbaharui TAWAJJUH MUTHLAQ yang didahului Tawassul, Murabithah kepada Guru, Tawajjuh, Talqin Dzikir  Thariqat al Junaidiyah,  Asma ul Husna dan Do’a. Kemudian membaca kalimat yang diperintahkan Gurunya, yakni kalimat  “TAKBIIR”  yaitu “ALLAHU AKBAR” ”   الله أكبر”  " الله أكبر"  الله أكبرsebanyak-banyaknya secara zihar ayitu pelan-pelan dan nyaring didengar oleh telinganya..
Sadatina  Guru  Maskur  bin Abbas  menjelaskan  kepadaku  bahwa  memasuki hari keempat untuk  sing dan malamnya membaca   الله أكبر   الله أكبر  sebanyak-banyaknya.
Menurut Sadatina Junaidiyah bahwa kalimat Takbir adalah salah satu Jalan Thariqat yang diajarkan oleh Rasulullah untuk Shahabatnya yang bernama Sayyidina “Ali Bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu. Oleh karena itu Riyadhah Thariqat al Junaidiyah siang dan malamnya yang keempat, Salik PTJ diharuskan banyak-banyak mengata Kalimat “Allahu Akbar” ”   الله أكبر” agar nanti Salik dianugrakhan dan diwariskan sifat-sifat Sayyidina “Ali Bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah.

Adapun maksud Takbir yang akan dibacanya adalah “ALLAHU AKBAR” yang artinya “Allah itu Maha Besar”.
Penyusun Umdatl Hasanah ......... lebih menyukai Salik jikalau didahului membaca kalimat di bawah ini satu kali.......

الحمد لله رب العالمين على كل حال وفى كل حال ونعمة لاإله إلا الله و الله أكبر ......" الله أكبر" الله أكبر" الله أكبر"

5.RIYADHAH  MASUKI  SIANG KELIMA, ENAM, TUJUH DAN  MALAMNYA
Adapun memasuki siang kelima, keenam dan kejuh dan juga malamnya, 
Sadatina  Guru  Maskur  bin Abbas  menjelaskan  kepadaku  bahwa  memasuki hari kelima, keenam dan kejuh dan juga malamnya Gabungan dari  hari pertama sampai hari keempat yakni  membaca  sebanyak-banyaknya. Kalimat :

" سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر"

setelah Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) mengerjakan shalat sunnat, sunnat Rawatib dan sunnat Nafilah, dan mengerjakan wiridan-wiridan yang selalu dibacanya selesai shalat wajib dan ini dikerjakan juga ditempat shalat berjama’ah.   Istirahat, makan – minum, mandi dan lainnya dilakukan seperti apa yang disunnahkan oleh Rasulullah Saw,  maksudnya jaga adabnya dan apa saja do’a  yang sunnat dibaca. Kemudian Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) masuk kamar lagi, shalat sunnat dan Duduk Thariqat al Junaidiyah kemudian memperbaharui TAWAJJUH MUTHLAQ yang didahului Tawassul, Murabithah kepada Guru, Tawajjuh, Talqin Dzikir  Thariqat al Junaidiyah,  Asma ul Husna dan Do’a. Kemudian membaca kalimat yang diperintahkan Gurunya, yakni kalimat  “Tasbih, Tahmid, Tahlil dan Takbir”  sebanyak-banyaknya secara zihar ayitu pelan-pelan dan nyaring dalam artian di dengar oleh telinganya.

اى المقصود التسبيح والتحميد والتهليل والتكبير يقول " سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر"

Adapun kalimat  dimaksud  yang akan dibaca Salik adalah “ SUBHAANALLAAH WAL HAMDU LILLAAH WA LAA-ILAAHA-ILLALLAAH WALLAAHU AKBAR “
Nabi kita Muhammad Rasulullah Saw telah bersabda :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لأن أقول" سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر" أحب إلي مما طلعت عليه الشمس0 رواه الترمذى

Artinya : Bersada Nabi kita Muhammad Rasulullah Saw bahwa “Aku ucapkan Subhaanallaah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu Akbar, empat kalimat tersebut lebih aku sukai dari sesuatu yang terbit diatasnya oleh matahari.(HR.At Termuji).
Sebenarnya penggabungan dari ke empat kalimat diatas yakni Subhaanallaah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu Akbar, yang harus dibaca sebanyak-banyaknya oleh Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) ketika dalam hal Riyadhah. Saya baca ada sebagian riwayat  yang mengetakan bahwa Keempat Kalimat  tsb “Subhaanallaah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu Akbar”  adalah ucapan dari Para Malaikat untuk menyambut dan menyungsung datang dan lahirnya Pemimpin Dunia dan Akhirat yaitu Nabi Besar Muhammad Saw  ke alam dunia ini, sebagai Nabi dan Rasul terakhir zaman, pembawa rahmat untuk semesta alam. Saat itu semua Malaikat diperintahkan oleh Allah Swt membaca Empat Kalimat  ini :

" سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر"

Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) yang dalam keadaan Riyadhah atau  isterinya dalam Hamil sangat dianjurkan  agar banyak-banyak penggabungan kalimat tsb khususnya selalu mengerjakan shalat  TASBIH minimal 1 kali siang hari dan 1 kali dimalam hati.
Semoga Allah Swt menganugrahkan kepada Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) akan sifat-sifat ke Nabian yaitu sifat-sifat yang dimilik Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw Bersabda :

قال النبي صلى الله عليه وسلم : العلماء ورثة الأنبياء

Artinya : Nabi Muhammad Saw Bersabda bahwa “Ulama itu mewarisi sifat-sifat Para Nabi”.
Dalam Kamar Riyadhah atau Kamar Khalwat  Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) hendaklah seakan-alan ia berada di dalam perut Sang Ibu, ia tidak bekerja cari nafkah, tak ada makanan kecuali yang dibrikan  Gurunya, tidak tampak kesenangan duniawi, tidak ada yang menghubungi kecuali Gurunya ( Fana u fi syikh ) القناء فى الشيخ  terus fana .......hingga ia Fana pada Diri Rasulullah.
Di dalam Kitab Dardir tentang Isra walmi’raj Nabi Muhammad Saw, dikatakan bahwa Nabi Saw ketika sedang Mi’raj dilangit ke tujuh Nabi Ibrahim AS berpesan kepada Nabi kita  Muhammad Saw agar  supaya Ummatmu menanam tanaman dari Sorga

 يا محمد مر أمتك فلتكثر من غراس الجنة

“Ya Muhammad, Suruh Ummatmu, agar banyak-banyak menanam tanaman dari Sorga” Nabi Muhammad Saw bertanya, apakah yang dimaksud dengan tanaman dari Sorga itu
 ?
ما غراس الجنة ؟

Jawab Nabi Ibrahim AS sesungguhnya yang dimaksud dengan tanaman dari Sorga itu yaitu kalimat “Subhaanallaah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu Akbar”  
 
وإن غراسها سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر

Modah-modahan Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) yang  Riyadhah (Berada dalam Rahim Ibunya) ini ketika ia lahir ( Keluar Kamar Riyadhah} akan membawa kesucian dan mewarisi sifat-sifat Kenabian atau mewarisi sifat-sifat Shahabat Nabi yang Empat : Sayyidina Abu Bakar RA, Sayyidina  Umar Bin Hattab al Faruq, Sayyidina Usman Bin Affan dan Sayyidina “Ali Bin Abi Thalib.
Aku dengar salah satu Widiswara (Guru Pengajar)  berceritra  ketika Aku mengikuti Diklat Pembinaan Kepenghuluan katanya bahwa “Nabi Daud AS ketika ia berada di kebun di siang hari, Ia melihat seekor Ulat berada di ranting kayu pada sebatang pohon. Ulat itu merayap-rayap, tiba-tiba Ulat itu berhenti seakan-akan memandang Nabi Daud AS, entah mengapa terpetik atau terlintas di hatinya : “Untuk apa Ulat ini diciptakan Allah Swt” Dengan ijin Allah Swt seekor Ulat itu menjawab bahwa “Saya mengucap Tasbih : Subhaanallaah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu Akbar”    

سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر

Satu hari semalam sebanyak Serbu kali, Dalam Ceritra ini Nabi Daud AS telah dikaruniakan ilmu laduni sehingga ia mengerti Bahasa Ulat terseburt, Oleh karena itulah apabila ia membaca Kitab Zabur maka anginpun berhenti, burung di udara berhenti dan binatang lainpun mendekat kepadanya untuk mendengarkan keindahan suaranya. Masya Allah ilmu ini diwarisi oleh anaknya Nabi Sulaiman.
Dan diriwayatkan juga bahwa Rasulullah Saw menyuruh Siti Aisyah RA untuk mengucapkan kalimat Tasbih ini 4 kali sebelum tidur maka nilai Pahalanya sama dengan ibadah Haji dan Umrah.

سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر

Aku Penyusun Umdatul Hasanah ......... berangan-angan untuk Guru Mursyid dan Muridnya Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) yang  Riyadhah “Alangkah Baiknya diberitahukan Asma’a Allah yang Akhir lagi dirahasiakan” Di Malam Kelima atau Malam Ketujuh dari Sembilan Puluh Sembilan Nama Allah yang sudah diamalkannya ketika sesudah shalat dan ditambah Satu Nama yang sangat dirahasiakan. Bila nama tsb dibuka di depan Umum  maka Najis, Ia akan marah, dibenci orang dan dikatakan orang kafir, yang dibicarakan bukan Dzat-Nya tetapi Nama-Nya.
Pemberitahuan ini dilakukan sesudah Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah di Bai’at Khusus oleh Guru Mursyidnya agar Salik dapat  merahasiakan Nama yang satu itu. Dan agar tidak terjadi fitnah di kemudia hari yang menyusahkan kita bersama.
 Penyusun Umdatul Hasanah .........beralasan bahwa Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah, merekalah yang cucuk,  merekalah yang pantas mengetahui dan memegang Amanah Rahasia tentang Ketuhanan ini, sebab sehari semalam mereka sudah mengucapkan 99 Nama Allah tersebut setelah shalat 5 waktu.
Aku dengar Sadatina al Junaidiyah Guru Masykur (Murid termuda dari Guru Syekh KH.Kasyful Anwar Firdaus bin Muhammad Shalih)  yang Penyusun temui bahwa “Sebelum kita berkhalwat atau Riyadhah yang penting kita mantapkan dan diresapi terlebih dahulu adalah Tawajjuh Muthlaq”.
Aku berharap semoga Allah Swt selalu mencurahkan Taufik, Hidayah dan Rahmat-Nya serta Minnah kepada kita semua PTJ, Semoga apa saja yang Penyusun paparkan dalam Risalah UMDATUL HASANAH AL JAMA’AH  AL THARIQAT AL JUNAIDIYAH sebagai Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidiyah dapat membantu Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah itu sendiri  dalam mendalami dan memahami serta mengamalkan isi dan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari yang penuh dengan Sorga Ma’rifat, Amiin, amiin ya rabbal ‘alamin.


MEMPERBANYAK  MEMBACA   SHALAWAT (PILIHAN)  ATAS  NABI  SAW

ممباج : صَلَاوَة عَلَى النًّبِيّ مُحَمَّدٍ صلعم

1. Shalawat Jibril AS/Shalawat Awwal atau Shalawat Rahmat

Membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw adalah perintah  Allah Swt kepada kita ummat Islam yang cinta dan sayang kepada Nabinya, Diceriterakan orang tentang sejarah adanya Shalawat Jibril atau Shalawat Awwal atau ada juga yang menyebutnya Shalawat Rahmat bahwa Dalam Sorga semuanya berpasang-pasangan, Nabi Adam merasa kesendirian di Sorga belum ada pasangannya, Allah Swt lebih tahu keadaan batin hamba-Nya.  Ketika Adam tertidur, ia bermimpi didatangi seorang wanita yang sangat cantic rupawan, kemudian ia terbangun ternyata memang ada seorang wanita disampingnya, yaitu Siti Hawa  yang diciptakan Allah Swt sebagai calon  pendamping atau pasangan  Nabi Adam Alaihis Salam untuk menghuni-mendiami bumi ini beserta anak-anak cucunya nanti, maka Nabi Adam dilarang ketika itu menjamah untuk memperisteri Siti Hawa, sebelum ada mahar sebagai tali pengikat perkawinan saat itu, Padahal Emas, Permata sudah tersedia, tapi semuanya tiada berharga disaat Nabi Adam dalam Sorga, tiada bisa untuk dijadikan mahar. Tiada ada yang dimiliki Nabi Adam  untuk diberikan kepada calon isterinya,  maharnya.mempelai lelaki  adalah wajib diterima oleh wali atau calon isterinya maka Jibril turun menemui Nabi Adam dan mengajarkan shalawat ini sebagai mahar untuk memperisteri Siti Hawa Karena Jibril yang pertama kali mengucapkan shalawat ini maka shalawat ini dinamai Shalawat Jibril

 "صَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ"

Ada yang mengatakan bahwa Syekh Sunan Apel mengamalkan Shalawat Awwal ini 100 kali sehabis tiap shalat fardlu.

2ز Shalawat Ummi

 اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِالنَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ  


3. Shalawat Dzurriyat Nabi Saw


-اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّاَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ 


4. Shalawat Asyghil

Yang pertama membaca shalawat Asyghil ini adalah Imam Ja'far as Shadiiq (w.138H) Beliau membaca shalawat Asyghil ini saat melakukan  do'a qunut shalat subuh

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ  ﺻَﻞِّ ﻋَﻠﻰَ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ، ﻭَﺃَﺷْﻐِﻞِِ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﺑِﺎﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﻭَﺃَﺧْﺮِﺟْﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﺑَﻴْﻨِﻬِﻢْ ﺳَﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﻭَﻋﻠَﻰ ﺍﻟِﻪِ ﻭَﺻَﺤْﺒِﻪ.اَجْمَعِيْن


5. Shalawat Nur al Anwar

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى نُوْرِ اْلأَنْوَارِ وَسِرِّ الأَسْرَارِ وَتِرْيَاقِ اْلاَغْيَارِ وَمِفتَاحِ بَابِ الْيَسَارِ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدِ نِ الْمُخْتَارِ وَآلِهِ اْلأَطْهَارِ وَاَصْحَابِهِ اْلاَخْيَارِ عَدَدَ نِعَمِ اللهِ وَاِفضَالِهِ

Barangsiapa membaca shalawat ini akan mendapatkan apa yang menjadi hajat, menghilangkan problem yang menghimpit, menolak godaan hawa nafsu, setan, dan musuh-musuh manusia lainnya, serta jalan untuk bertemu nabi dalam mimpi.
Sayyid Ahmad al Badwi juga mengatakan jika dibaca setiap selesai shalat fardhu, maka akan terhindar dari segala mara bahaya dan memperoleh rizki dengan mudah. Jika dibaca 7 kali sebelum tidur, insya Allah akan terhindar dari sihir yang dilakukan orang jahat. Jika dibaca 100 kali sehari semalam, akan memperoleh cahaya Illahi, menolak bencana, mendapat rizki lahir batin.


6. Shalawat PENDINGIN MATA 

مَرْحَبًا بِذِكْرِ اللهِ تَعَالَى قُرَّةَ عَيْنِ بِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ -اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا قُرَّةُ عَيْنِ قَتَدَةَ

Dibaca dua kali saat MUAZIN Mengata :
Asyhadu anna muhammadar rasulullah (1 x baca shalawat diatas)
Sejarahnya Shahabat Nabi Saw yang bernama Qatadah ini buta sesaat/setelah  ikut berperang dengan Nabi, entah apa sebabnya hingga ia selalu bershalawat atas Nabi Saw dengan shalawat tersebut saat/sesudah Muazzin mengata “Asyhadu anna muhammadar rasulullah “(lalu 1 x baca shalawat diatas) lalu mengecup kedua kuku ibu jarinya dan diusakan ke dua matanya. Dan begitu pula Muazzin mengata “Asyhadu anna muhammadar rasulullah “(yang kedua).


7. Shalawat Fulus

-اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ مُحْيِ النُّفُوْسِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ الْخَلُوْسِ اَعْطِنِي الرِّزْقَ وَالْفُلُوْسَ

1)H.Hasan Baseri mengamil shalawat fulus dari KH.Muhammad Ilyas (Kabid Bimas Islam Kanwil Bjm), Beliau mengambil dari Guru Sakumpul (Alm Gr. Ijai)


8. Ayat Penyembuh penyakit lahir dan batin 

1. al Qur'an Surat Yunus  57 dan Al Isra 82 berbunyi

يَاأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَائَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِى الصُّدُوْرِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ. سورة يونس 57

Artinya :"Hai manusia, sungguh telah datang kepadamu pelajaran  (al Qur,an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petujuk serta rahmat bagi orang-orang beriman.

  وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ  إِلَّا خَسَارًا     الاسراء 

Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian (al Isra 82)


9. Shalawat Thibb al Qulub

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا وَعَافِيَةِ الأَبْدَانِ وَشِفَائِهَا وَنُوْرِ الأَبْصَارِ وَضِيَائِهَا وَعَلٰى آَلِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ


10. Shalawat Mukhathab Bentuk Sighat berbunyi ;

اَلصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ  عَلَيْكَ يَا سَيِّدِيْ يَا رَسُوْلَ اللهِ خُذْ بِيَدِيْ قَلَّتْ حِيْلَتِيْ أَدْرِكْنِيْ     

Faedah membaca shalawat ini adalah untuk meminta pertolongan kepada Allah dengan wasilah Rasulullah SAW untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berat, susah, dan sangat memperihatinkan yang tidak bisa dijangkau oleh pikiran dan tenaga manusia


11,.Shalawat al Nur al Dzati

Adalah Shalawat  dari SAYYIDI  ABIL HASAN AS SYADZILI RA 
   :
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ نِ النُّوْرِ الذَّاتِيْ وَالسِّرِّ السَّارِيْ فِيْ سَائِرِ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ  

Imam al Shawi Mengatakan bahwa shalawat yang disusun oleh Syaikh Abu Hasan al Sadzily ini nilainya seperti membaca 100.000 shalawat untuk menghilangkan susah, sedih, dan problem yang berat.
Diriwayatkan ada seorang pemuda yg suka membaca shalawat nur dzat setiap hari tanpa hitungan semata-mata hendak mencintai Nabi Saw maka pemuda tsb berkali kali bertemu Rasulullah di dalam mimpinya,, .dia dalam mimpi juga dapat memeluk Rasulullah,. dan Rasulullah tersenyum mencium bibirnya... Dikisahkan juga bahwa ada seseorang yg mengamalkan shalawat ini secara istiqomah maka bila malam hari ia selalu bermimpi dg para wali yg masyhur dan yg mastur...dan ada lagi seorang kiai yg mengamalkan shalawat ini di daerah Jawa Barat.. beliau diberi Allah ilmu mengerti banyak bahasa meskipun sebelumnya tidak pernah belajar,,. di daerah Lamongan , Jawa Timur, seorang kiai didatangi banyak orang yg meminta air putih atau doa kesembuhan, banyak yg sembuh total dari penyakitnya berkat kiai tsb gemar mengamalkan Shalawatnur dzat...(4)


12. Shalawat  Ibrahimiyah
 
ممباج : صَلَاوَة اِبْرَاهِيْمِيّة 1 مرة اى اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمِ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ و عَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ. كَمَابَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.



الصلاة الكبري للامام جنيد البغدادي
13زSHALAWAT KUBRA IMAM  JUNAID  AL BAGDADI

Ada yang mengatakan  bahwa "Shalawat Kubra adalah Shalawat Syaikh Imam Junaidi Al-Bagdadi RA ahli tasawuf dari Baghdad. Adapun faedah dan khasiatnya sangat banyak dan sangat besar sekali bahkan Kanjeng Syekh Abdul Qadir Jailani pun selalu membaca shalawat Kubra ini dan ditambah dengan membaca Asma'ul Husna dan 201 Asma'un Nabi Saw sebanyak 1000 kali setiap harinya".
Saya kutip dari sebuah Artikel  "Shalawat Kubra Imam Junaid Al-Bagdadi" bahwa Shalawat Kubra ini dinukil dari Alfiyatu Shalawat yang dihimpun oleh Syaikh Muslih bin Abdurrahman Al-Muraqy, dan Shalawat itu dinamakan Shalawat Kubra, menurut beliau fadhilah Shalawat ini sangat banyak, antara lain yaitu  baik sekali bagi orang yang sedang menunaikan Ibadah Haji ke Mekah dan Madinah untuk memperbanyak membaca Shalawat Kubra itu di mana saja yang pantas
Fadhilah dan faedah Shalawat Kubra : fadhilah dan khasiyat Shalawat Kubra itu besar dan banyak sekali, yang diantaranya barang siapa yang membaca secara  istiqamah sehari satu kali, insya Allah orang tersebut akan diberi pahala dan kenikmatan yang besar sekali dari Allah, yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar telinga orang dan belum pernah terlintas di benak seseorang. Dan juga akan mendapat ketentraman hati cukup sandang pangan serta dikabulkan hajatnya.
Insya Allah :
Shahibul Artikel berkata bahwa "Alfaqir ijazahkan Shalawat Kubra tersebut dibawah bagi siapa saja yang mau mengamalkannya,shalawat tersebut dibacanya 1x atau 3x atau sekuatnya dalam setiap harinya dengan istiqamah atau dibaca minimal setiap malam Jum’at atau Hari Jum’at"..Jawab qabiltu ………
Sejarah Shalawat Kubra di Nusantara
Saya kutip dalam sebuah Artikel bahwa  shahibul Artikel berkata : “Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah Swt yang telah mengutus kekasihNya termulia Rasulullah Muhammad Saw sebagai pembawa cahaya kebenaran hidayah Iman dan Islam bagi seluruh umat manusia. Sebagai bukti cinta pada  Rasulullah Saw, maka seharusnya kita mengikuti sunnah beliau dan memperbanyak Shalawat  dan salam. Sebagai penambah kecintaan kita pada Rasulullah Saw
Berikut kami sampaikan amaliah Shalawat  Kubra yang sangat agung dan besar manfaatnya sekaligus kami ijazah kan kepada siapapun umat Rasulullah Saw Shalawat ini telah diamalkan para auliya dan ulama salafus shalih dan shiddiqin dari generasi ke generasi, antara lain : Imam Junaed Al Bagdadi, Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, syaikh Ibnu Muhyidin Al Irbili dan Walisongo.
Dikisahkan pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit datang Syaikh Maulana Maghribi dari Andalus (Spanyol) ke Tanah Jawa menyebarkan ajaran Islam Syaikh Maulana Maghribi mempunyai tujuh orang murid yang menjadi ulama penyebar agama Islam di tanah Jawa yang senantiasa mengamalkan Shalawat Kubra. Satu diantara ketujuh ulama tersebut adalah Kyai Songgo Langit yang memiliki ilmu sangat tinggi yang mampu mengalahkan orang – orang sakti melalui keistimewaan Shalawat Kubra. Pada masa Kesultanan Islam pertama di Jawa yaitu Kesultanan Demak Bintoro, Shalawat Kubra telah banyak diamalkan oleh para pejabat Kesultanan, para Ulama maupun masyarakat pada umumnya. Dengan amalan Shalawat Kubra, Kesultanan Demak dapat meruntuhkan Kerajaan Majapahit dan mengalahkan musuh – musuh Negara sehingga pada saat itu Kesultanan Demak Mencapai kejayaan dan kemakmuran. Dari kenyataan sejarah membuktikan bahwa Shalawat Kubra telah diamalkan oleh kaum muslimin sejak zaman dahulu sehingga menghantarkan kemuliaan, kesejahteraan dan kejayaan kaum muslimin pada zamannnya.
  Fadlillah Shalawat Kubra
Selanjutnya shahibul Artikel juga menyebutkan beberapa Fadlillah Shalawat Kubra   :
1. Dari Sayyidina Abbas RA bahwa pada saat Rasulullah SAW sedang duduk di Masjid Nabawi datang Malaikat Jibril menghadiahkan Shalawat (Alfu Alfi Shalatin wa Alfu Alfi Salaamin’ alaika yaa sayyidal Mursaliin ... dst).Kemudian Malaikat Jibril berkata “Barangsiapa membaca Shalawat ini maka Allah SWT akan menciptakan 70.000 malaikat dimana setiap malaikat mempunyai 80.000 kepala dan setiap kepala mendoakan orang yang membaca Shalawat tersebut. Sedangkan doa malaikat dikabulkan Allah SWT. (HR An Nasai).

2. Dalam kitab Tafrikhul Khotir Shofhah 27 susunan Syaikh Imam Ibnu Muhyiddin Al Irbili dikatakan bahwa Shalawat ini diamalkan oleh Syaikh Imam Junaid Al Baghdadi Waliyullah dan oleh Sulthonal Auliya Al Ghouts Quthbir-rabbani Syaikh Muhyiddin Abdul Qodir Al Jailani Waliyullah beliau mengamalkan Shalawat ini 1000x sehari semalam ditambah Asmaul Husna dan Asma Nabi. Sehingga beliau memperoleh karunia berupa karomah/kemuliaan yang sangat tinggi dari Allah SWT.

3. Barang siapa membaca Shalawat Kubra secara rutin minimal 1x sehari semalam maka akan diberikan ketenangan dan ketentraman dalam keluarga, diberikan kecukupan rezeki (sandang pangan) dan dikabulkan semua hajat yang diinginkan.

4. Barang siapa membaca Shalawat Kubra akan diselamatkan dari 600.000 (enam ratus ribu) macam bala’ dunia dan akhirat.

5. Barang siapa membaca Shalawat Kubra secara rutin maka akan diberikan ketenteraman hati, tercapai tujuan dunia dan akhirat, selalu dipelihara Allah SWT iman dan islamnya.

6. Barangsiapa mengharap dimudahkan dapat berziarah ke tanah suci Makkah dan Madinah (Haramain Syarifain) maka hendaknya memperbanyak membaca Shalawat 
Kubra dengan rasa ikhlas dan mahabbah (cinta) pada Rasulullah SAW


 Berikut Lafadz Shalawat Kubra Imam Junaid al Bagdadi
:اَلْفَاتِحَةُ إِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ   وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَتَابعِيْنَ وَتَابعِيِ التَّابعِيْنَ مِنْ اَوْلِيَاءِ اللهِ تَعَالَى وَوَالِدِيْنَ وَمَشَائِخِنَا وَاَوْلَادِنَا وَذُرِّيَّتِنَا وَاَزْوَاجِنَا وَطُلّابِنَا وَمُرِيْدِنَا وَجِرَانِنَا وَجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ خُصُوْصًا إِلَى رُوْحِ وَلِيِّ اللهِ سَيِّدِنَا الْإِمَامِ جُنَيْدِ الْبَغْدَادِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَ نَفَعَنَا بِهِ وَ بِعُلُوْمِهِ وَ اَسْرَارِهِ فِى الدِّيْنِ وَ الدُّنْيَا وَ الْآخِرَةِ  (لهم الفاتحة)

بسم الله الرحمن الرحيم

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ الْمُرْسَلِيْنَ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ النَّبِيِّيْنَ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ الصِّدِّيْقِيْنَ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ الرَّاكِعِيْنَ

 

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ الْقَاعِدِيْنَ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ السَّاجِدِيْنَ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ الذَّاكِرِيْنَ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ الْمُكَبِّرِيْنَ


أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ الطَّاهِرِيْنَ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ الظَّاهِرِيْنَ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ الشَّاهِدِيْنَ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ الْاَوَّلِيْنَ

 

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ الْآخِرِيْنَ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدِيْ يَارَسُوْلَ الله

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا نَبِـيَّ الله

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدِيْ يَاحَبِيْبَ الله

 

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا مَنْ اَكْرَمَهُ الله

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا مَنْ عَظَّمَهُ الله

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا مَنْ شَرَّفَهُ الله

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا مَنْ اَظْهَرَهُ الله


أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا مَنِ اخْتَارَهُ الله

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا مَنْ صَوَّرَهُ الله

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا مَنْ عَبَدَ الله

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا خَيْرَ خَلْقِ الله

 

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا خَاتِمَ رُسُلِ الله

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سُلْطَانَ الْأَنْبِيَاءْ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا بُرْهَانَ الْأَصْفِيَاءْ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا مُـصْـطَـفٰى

 

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا مُـــعْــلٰى

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا مُـجْـتَـبٰى

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا مُــزَكَّـى

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا مَــكِّــيُّ


أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا مَــدَنِـيُّ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا عَـرَبِـيُّ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا قُرَشِيُّ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا هَاشِمِيُّ


أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا اَبْطَحِيُّ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا زَمْزَمِيُّ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا تِهَامِيُّ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا اُمِّـيُّ


أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ وَلَدِ آدَمَ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا أَحْمَدُ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا مُـحَمَّدُ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا طٰـهٰ


أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا يٰس

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا مُدَثِّرُ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا صَاحِبَ الْكَوْثَرِ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا شَفِيْعُ يَوْمَ الْمَحْشَرِ


أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا صَاحِبَ التَّاجِ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا صَاحِبَ الْمِعْرَاجِ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَالْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَالْمُحْسِنِيْنُ


أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَالْكَوْنَيْنِ وَالثَّقَلَيْنِ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا صَاحِبَ النَّعْلَيْنِ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدِيْ يَا رَسُوْلَ الله، يَاخَاتِمَ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ

أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدِيْ يَا نَبِيَّ الله، إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَالْـحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن



14. Shalawat al-Fatih

Shalawat Al Fatih ini Susunan Syeikh Muhammad Syamsuddin Bin Abil Hasan Al Bakri ra. Berkata  KH. Husain Kadri Dalam Pagar pada Risalahnya  “Senjata  Mu’min” bahwa shalawat ini sangat baik dibaca tiap malam sebarapa suka banyaknya yaitu :

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ لِمَا اُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ، اَلنَّاصِرِ الْحَقّ بِالْحَقِّ، وَالْهَادِيْ إِلَى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيْمِ(1) 

Allahumma Sholli Ala Sayyidina Muhammaddinil Fatihi Lima Ughliqo Wal
 Khotimi Lima Sabaqo, an-Nashiril Haqqa Bil Haqqi Wal Hadi Ila Shirotikal Mustaqim shallalahu alaihi Wa Ala Alihi wa Shahbihi Haqqo Qodrihi Wa Miq Darihil Adzim...
Artinya“Ya Allah curahkanlah rahmat dan keselamatan serta berkah atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang dapat membuka sesuatu yang terkunci, penutup dari semua yang terdahulu, penolong kebenaran dengan jalan yang benar, dan petunjuk kepada jalanmu yang lurus. Semoga Allah mencurahkan rahmat kepada beliau, kepada keluarganya dan kepada semua sahabatnya dengan sebenar - benar kekuasaannya yang Maha Agung. ”(2).
Syekh Ahmad at Tijany berkata: ”Keistimewaan sholawat al-Fatih sangat sulit di terima oleh akal, karena ia merupakan rahasia Allah SWT yang tersembunyi. Seandainya ada 100.000 bangsa, yang setiap bangsa itu terdiri dari 100.000 kaum, dan setiap kaum terdiri dari 100.000 orang, dan setiap orang diberi umur panjang oleh Allah SWT sampai 100.000 tahun, dan setiap orang bersholawat kepada nabi setiap hari 100.000x, semua pahala itu belum dapat menandingi pahala membaca sholawat al-Fatih 1x.”
Adapun Syaikh Muhammad al Budairi al Qudsi mengatakan bahwa siapa yang membacanya setiap hari setelah membaca al-Musabbi’at al-Asyr (sepuluh bacaan yang dibaca tujuh kali), yaitu Ayat Kursy, al Fatihah, al Ikhlas, al Falaq, al Naas, al Kafirun, tasbih-tahmid-tahlil-takbir-hauqalah, shalawat Ibrahimiyah, dan doa.
..........................................................
(1)Risalah  Senjata  Mu’min disusun oleh KH. Husain Kadri Martapura  tahun 1962M cetakan ke Empat halaman 150
(2)Ust. Muhammad Amiruddin berkata pada “Artikel Shalawat Pilihan“(Gr Sakumpul) Selasa, 20 Februari 2018
Maka akan mendapatkan beberapa faidah di antaranya adalah mendapatkan perlindungan dari bahaya di dunia dan di hari dikumpulkan di padang mahsyar, menjadi benteng dari segala keburukan dan celaka.

اللّهُمّ اغْفِرْ لِيْ وَالِوَالِدَىَّ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَاب

Serta doa:

 اللّهُمَّ افْعَلْ بِيْ وَبِهِمْ عَاجِلاً وَاجِلاً فِيْ الدِّيْنِ وَالدُّنْياَ وَاْلآخِرَةِ مَآ أَنْتَ لَهُ أَهْلٌ وَلَا تَفْعَلُ بِنَا ياَ مَوْلَانَا مَا نَحْنُ لَهُ أَهْلٌ إِنَّكَ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ جَوَّادٌ كَرِيْمٌ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Berkata Syeikh.Ahmad Showi ra:
"Barang siapa membaca Shalawat  ini walaupun sekali saja seumur hidup nya, Niscaya ia tidak akan masuk neraka".  dan berkata Sebagian Ulama-ulama Besar di Maroko :

اِنَّهُ اُنْزِلَتْ عَلَيْهِ فِى صَحِيْفَةٍ مِنَ الله :

"Sesungguhnya ini Shalawat  langsung di turunkan di sebuah kertas dari Allah ta'ala kepada nya (Pemilik ini Shalawat  Syeikh Syamsuddin)".
"Satu kali membaca ini Shalawat  yaitu sebanding (sama) dgn 1000X bersholawat,ada yang mengatakan 600.000X"
"Apabila dibaca 1x sehari maka tidak akan mati su'ul khotimah"
"Barangsiapa membacanya 1 kali setiap selesai sholat fardhu maka akan dilapangkan kehidupannya dan kelak dibangkitkan bersama para Nabi, Syuhada'. Auliya dan orang-orang soleh"
Berkata lagi Sebagian Ulama: -Barang siapa mengekalkan membaca nya selama 40 hari,Niscaya Allah terima taubat nya dan Allah ampuni sgl dosa-dosanya".
Berkata Syekh Amad Zaini Dahlan, "Shalawat  al fatih bersumber dari Syekh Abdul Qodir al Jilani sangat bermanfaat bagi orang yg berada di permulaan suluk, pertengahan maupun penghabisan, di dalamnya terdapat asror dan keajaiban yg mencengangkan akal dan barang siapa mengekalkan membaca nya setiap hari sebanyak 100X, niscaya dibukakan bagi nya HIJAB dan di anugrahkan ANWAR dan di tunaikan segala hajat nya.
Shalawat  I




RIYADHAH  MUSYAHADAH  THARIQAT  AL JUNAIDIYAH

Riyadhah Musyahadah adalah Suluk latihan kerohaniaan yang dilakukan Pengamal Thariqat al Junaidiyah dalam Kamar Rumahnya sendiri. Guru Mursyidnya hanya memantau dengan kecamata kesufiannya, ia dapat  melihat-mengawasi Muridnya secara sirriyah/rohaniyah, waktunya sehari semalam atau boleh tiga hari dengan malamnya.
Sadatina  Guru  Maskur  bin Abbas  menjelaskan  kepadaku (Penyusun Umdatul Hasanah)  bahwa  Riyadhah Musyahadah lamanya 1 hari satu  malam yang dilaksanakan dirumah si Murid, sedangkan Guru Mursyid mengawasinya dari rumahnya saja dengan kacamata kesufiannya.
Sebelum masuk kamar riyadhah Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah minta izin dahulu kepada Guru Mursyidnya, jika ia masih hidup. Jika Guru Mursyidnya sudah wafat, Aku berpendapat murid mengunjungi kuburnya jika mampu, jika tidak  Murid cukup menziarahi Gurunya lewat mata batennya dan minta untuk khalwat masuk kamar periadhahan seolah-olah Guru Mursyidnya memberi izin. Dengan Cara berikut :
1. Membaca  surat al Fathah 1 kali
2. Membaca  surat al Ikhas  11 kali
3. Membaca  surat al Falaq 1 kali
4. Membaca  surat al Naas  1 kali
5. Membaca  Shalawat atas Nabi Saw, kemudian dihadiahkan untuk Gurunya
6. Mengucap  Salam  3 kali yakni :
Sadatina  Guru KH. Muhammad Subli bin  Saberi  menjelaskan  kepadaku (Penyusun Umdatul Hasanah)  bahwa  Ketika kami ingin memziarahi  makam Tuan Guru KH. Muhammad Qurtuby bin Khalid bin Thahir di Kota Pelangkaraya ketika dimakam nanti ucapkan Salam  3 kali yakni :

- السلام عليكم يا روح فى العالمين
- السلام عليكم يا ملائكات الله
- السلام عليكم يا شيخي .....
.
Memajamkan kedua matanya, hatinya berjalan menziarahi Gurunya lewat mata batennya seolah-olah berjumpa Guru Mursyidnya dan  memberi izin dengannya.
Tatacara masuk Kamar Periadhahan sama-saja seperti masuk kamar  Riyadhah tujuh hari dan malamnya. Tengah malamnya kurang lebih jam   02.00 wita malam ke bawah mengerjakan shalat  Tahajjud dan shalat  Witir  tiga raka’at sebagai penutupnya.
6. Mandi Taubat
Mandi Taubat adalah mandi untuk Inabah kembali kepada Allah Swt.  Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah sunat mandi Inabah, jika waktu Bai’at belum Mandi Inabah, tetapi jika memperbaharui atau mau mengulangnya tidak mengapa, itu sangat baik. Lihat keterangan terdahulu.
7. Memasuki Khalwat Siang dan Malamnya
Memasuki kamar Khalwat/Suluk dan Riyadhah harus mendahulukan kaki kanan, memohon perlindungan dengan Allah dari ganguan syaithan, dan membaca surat an Nas tiga kali, berbunyi :

بسم الله الرحمن الرحيم* قل أعوذ برب الناس* ملك الناس* إله الناس* من شر الوسواس الخناس* الذى يوسوس فى صدور الناس* من الجنات والناس* 3 كالى

Kemudian diikuti kaki kirinya sambil membaca kalimat :

أللهم ولي فى الدنيا والأخرة كن لى كما كنت لسيدنا محمد صلى الله عليه وسلم وارزقنى محبتك. أللهم ارزقنى حبك. واشغلنى بجمالك واجعلنى من المخلصين. أللهم امح نفسى محذبات ذاتك يا أنيس من لاأنيس له. رب لاتذرنى فردا وأنت خير الوارثين*

Kemudian Salik berdiri atas shalat (seperti  mau shalat menghadap Kiblat) kemudian ia membaca kalimat ini 21 kali berbunyi :

إنى وجهت وجهي للذي فطر السموات والأرض حنيفا مسلما وما أنا من المشركين 21 كالى

Kalimat tersebut  diatas, kalau  Salik Pemula  boleh  dibimbing membacanya oleh Mursyidnya. Kemudian ia mengarjakan shalat dua raka’at, pada raka’at pertama sesudah Alfatihah membaca Ayat Kursi, atau surat  Alfalaq, dan pada raka’at kedua sesudah Alfatihah membaca Amanar Rasul...... atau  Surat Annaas.  Sesudah salam, dilanjutkan membaca : YA  FATTAAH” 500 KALI.Bagi Salik Pengamal Thariqat Al Junaidiyah Duduk  Thariqat yakni Duduk Taqdim, Duduk Darrajat dan Duduk  Khidmat. .

,  lalu mengerjakan :
e. Tawassul  5 kali membaca al Ftihah,
f. Murabithah kepada Guru Mursyidnya,
g. Tawajjuh Muthlaq,
h. Membaca Talqin Dzikir yaitu kalimat yang berbunyi 

 لاإله إلا الله *  إلا الله-إلاالله*  الله-الله* والذكر خفي وأخفى* ثم يقرأ الأسماء الحسنى* ثم الدعاء*
يقرأ الأسماء الحسنى:
نسألك (أسألك) الرحمة والعافية والرضى  يا من هو الله الذى لاإله إلا هو الرحمن الرحيم*  الملك القدوس السلام المؤمن المهيمن العزيز الجبار* المتكبر الخالق البارئ المصور الغفار القهار* الوهاب الرزاق الفتاح العليم  القابض الباسط الخافض الرافع المعز المذل السميع البصير* الحكم العدل اللطيف الخبير الحليم العظيم الغفور الشكور العلى الكبير* الحفيظ المقيت الحسيب الجليل الكريم الرقيب المجيب الواسع الحكيم* الودود المجيد الباعث  الشهيد الحق الوكيل القوى المتين الولى الحميد المحصى المبدئ  المعيد* المحي المميت الحي القيوم  الواجد  الماجد   الواحد  الأحد الصمد. القادر المقتدر المقدم  المؤخر الأول الأخر الظاهر الباطن الولى المتعال* البر التواب المنتقم العفو الرؤوف مالك الملك ذو الجلال والإكرام* المقسط الجامع الغنى المغنى المانع   الضار النافع النور الهادى البديع الباقى الوارث  الرشيد الصبور*

الدعاء
أللهم ولي فى الدنيا والأخرة كن لى كما كنت لسيدنا محمد صلى الله عليه وسلم وارزقنى محبتك. أللهم ارزقنى حبك. واشغلنى بجمالك واجعلنى من المخلصين. أللهم امح نفسى محذبات ذاتك يا أنيس من لاأنيس له. رب لاتذرنى فردا وأنت خير الوارثين*
إله أنت مقصودى ورضاك مطلوبي أعطنى محبتك ومعرفتك يا الله* اللهم إنا نسألك التوبة والإنابة على شريعة الغراء وطريقة البيضاء برحمتك يا أرحم الراحمين والحمد لله رب العالمين*

Adapun wirid yang dianjurkan untuk dibaca pada Riyadhah Musyahadah  yaitu harus banyak-banyak  membaca  kalimat  : 

" سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر" 

“ SUBHAANALLAAH WAL HAMDU LILLAAH WA LAA-ILAAHA-ILLALLAAH WALLAAHU AKBAR “
Ketika Aku menghadiri di Majelis An Nabawiah Abah Guru Syekh Syairazi bin H. Pandi Makeri Kandangan, Aku dengar Beliau berkata bahwa  “Suluk atau Riyadhah dimulai sesudah shalat Ashar dan nanti berakhir . sesudah shalat Ashar pula.” 
Dan tidur  bagi orang Suluk atau  Riyadhah itu tiga jam dimalam hari dan satu jam di siang  hati. Di malam hari dari jam 23.00 wita  hingga  jam 02  malam dan di siang hari dari jam 11  hingga jam  12.00 wita, sedangkan amaliyah yang dibaca  Insya Allah  :
e. Al Qur’an al Karim
f. Shalawat atas Nabi Saw
g. Shalat  Sunnat (Sunnat Wudlu, Sunnat Hajat, Sunnat  Tasbih, Sunnat  Witir, Sunnat  Isyraq, Sunnat  Dhuha, Sunnat  Adzan, Sunnat  Tahajjud,  Sunnat  Taubat. Sunnat Ba’diyah, Sunnat Qabliyah dan Sunnat lainnya.)
h. Amaliyah yang diberikan Mursyidnya.
Riyadhah Musyahadah dianjurkan yaitu Hari Senin dan Kamis seperti anjuran puasa Senin dan Kamis, Kalau Riyadhah Musyahadah dilaksanakan tiga hari usahakan hari yang tidak ada hari Jum’atnya, andai itu terjadi  Salik harus ke Masjid untuk shalat Jum’at, ia berjalan muka menunduk ke  tanah dan kepala tertutup kain.

Kami pernah menanyakan kepada Guru Bihara tentang masalah riadlah. Beliau menjawab " Aku riadlah 6 kali dibawah bimbingan Tuan Guru KH. Muhammad Qurthubi bin Khalid, masuk kamar mulai hari Jum'at sehabis shalat Jum'at  sekitar jam 14.00 wita sampai dengan Jum'at yang akan datang, keluar kamar Riyadlah sekitar jam 10.00 wita pagi."
Kata Beliau lagi : "Orang yang riyadlah itu dijaga oleh Guru, dan tidak boleh Gurunya yang menjaga itu, lebih dari 100 depa meninggalkan muridnya."Penyusun "Kitab Umdatul Hasanah lil Jama'ah at Thariqat al Junaidiyah, mengomentari masalah keadaan lapu di dalam kamar berpariasi, kadang-kadang remang-remang, berarti Bol lampu 5 watt, kadang-kadang Bol lampu 20 watt berarti disaat cuaca normal, terkadang Bol lampu 100 wat, berarti disaat cuaca dingin. Hal jarak  100 depa adalah batasan minimal yang bisa dijaga oleh Guru Mursyid kepada Muridnya yang suluk lebih dari itu dikuatirkan diganggu oleh segolong JIN.
Guru Bihara pernah cerita kepada kami bahwa "Makanan orang yang suluk atau riyadlah harus dimasak oleh perempuan yang sudah  berhenti  masa haid atau tidak kena haid lagi."  Kalau makanan itu dimasak oleh perempuan masih puber atau masih datang haid, maka dikuatirkan timbul nafsunya lebih kuat."Nafsu birahi itu timbul dari zat-zat makanan yang dikonsumsi oleh rongga mulut hingga  perut. Supaya orang yang riyadlah itu tidak dimasuki nafsu birahi terhadap  perempuan  atau teringat dengan isterinya.  Maka dijaga dan makanannya dimasak oleh perempuan yang berhenti masa haidnya. Tetapi manakala kami melakukan suluk pada salah satu Mursyid Thariqat justru yang memasak untuk makan kami adalah seorang laki-laki berumur. Ini menunjukkan bahwa laki-laki dengan  laki-laki tidak minat atau tiada terbit  nafsu birahi atau permpuan dengan permpuan  tidak ada hasrat  nafsu birahi.
Guru Bihara pernah cerita kepada kami bahwa orang yang selesai suluk atau riyadlah  selama 7 hari dengan malamnya, Salik  tidak bolehkan  dan  tidak diperkenankan  membaca amaliahnya yang dibaca ketika dalam kamar suluk, yakni amaliah tidak dibaca selama tiga hari. Saat itu Guru belum memberikan alasan, mungkin sajaalasannya untuk menghindari finahan orang awam, kebiasaannya orang yang baru keluarsuluk atau riyadlah imosi pengucapan kalimat thaibah sanagt kuat dan bisa terjadi disembarang tempat dan juga tidak terkendali, hingga sebahagian orang awam menggapnya stres. Hingga orang-orang maujauhi Thariqat al Junaidiyah kita, hal ini hal yang tidak benar. Tetapi hal ini bisa dimaklumi bahwa amaliah riyadlah pada Thariqat al Junaidiyah al Bagdadiyah 80 prosen diucapkan dengan bersuara lembut dan nyaring, didengar oleh kedua  telinganya  untuk itu diperlukan istirahat selama tiga hari.


PENGAWASAN  GURU MURSYID KEPADA MURID SA’AT RIYADHAH

A. Pengawasan dan Pemeriksaan Kesehatan terhadap  Salik
Salik sehat jiwa raga, mampu berjalan sendiri, mandi sendiri, wudlu sendiri, Salik tidak dalam keadaan sakit, haidh bagi wanita atau nifas dllnya.
B. Guru Mursyid mengawasi dan memeriksa para Muridnya melalui kecamata kesufiannya, ia melihat dan memantau keadaan  Muridnya dari awal masuk kamar riyadhah  hingga keluar kamar riyadhah. Ia tidak boleh meninggalkan Muridnya dalam keadaan riyadhah terlalu jauh, misalnya  lebih dari 100 depa.
Pernah aku baca dalam sebuah lagenda, bahwa “ada  seorang Murid Imam al Junaid al Bagdadi yang memisahkan diri dari Imam al Junaid tanpa sepengatahuan sang Imam. Sang Murid ini menyendiri, dan ia  mendirikan sebuah gubuk ditempat yang sunyi berada  ditepi hutan,  tujuannya ingin melebihi Gurunya dalam hal ilmu batinnya. Kemudian Sang Murid ini melakukan suluk, khalwat atau riyadhah ditempat ini dalam  kesendiriannya, seiring waktu berjalan  siang dan malampun beberapa hari telah berlalu. Ia tetap dalam keadaan  kesendiriannya, Di suatu senja hari datanglah  dua orang pemuda  penunggang kuda dan kuda yang lain membawa pakaian yang mampir didepan Gubuknya. Kata salah satu orang penunggang kuda itu bahwa mereka ingin menjemputnya untuk dibawa ke Sorga. Maka Setelah mengganti pakaiannya dengan pakaian yang dibawa orang itu, berangkatlah mengendarai kuda Pemuda Gubuk tadi, yang diapit kedua penjemputnya menuju tempat yang jauh.Diperjalanan ia melihat negeri yang indah dan makmur, banyak gedung yang tinggi, para penduduknya ramah dan gentang-gentang lelakinya dan para wanitanya cantik-cantik. Takterasa sampailah ia di depan pintu gerbang  gedung yang dituju kedua penjemputnya, ia disambut dengan sambutan hangat dan meriah, laksana seorang Raja yang dilayani para wanita cantik menawan dan memikat hati dan harum baunya. Para pelayan wanita cantik yang menggairahkan nafsu sex,  mereka menyudurkan makanan   yang enak-enak dan minuman anggur yang  menyegarkan tenggurukan dengan suasana udara  anginnya yang sepoi-sepoi basah. “Ooh alangkah enak dan lezatnya berada ditempat itu ditemani para pelayan wanita cantik dimaksud, hingga aku terbuai  dan tidur pulas”. Manakala  aku terbangun dipagi hari, aku berada didepan bilik gubukku. Kejadian yang menyengkan itu terus berulang-ulang aku merasa bangga  dan  hebat  hingga aku tak bisa  menyembunyikan kegembiraan  dari temen-temanku, hingga sampai  berita  ini  kepada telinga Imam al Junaid.
Imam al Junaid.pun penasaran dan  ......berkunjung ke gubuk tersebut untuk menemui  Sang pemuda yang menyendiri  itu, Sang murid itupun menceriterakan semua peristiwa yang dialaminya yang berulang-ulang itu kepada Imam al Junaid, ia mendengar dan menyimak semua kejadian yang dialami muridnya, hingga al Junaid menyuruh muridnya, nanti malam bila sudah selesai memenuhi hajatnya makan-minum dan lainnya  agar membaca kalimat  ini  tiga kali  :
"لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم "
Maka  senja haripun tiba, datanglah dua orang pemuda  penunggang kuda dan kuda yang lain membawa pakaian sudah  mampir didepan Gubukku.dan  menjemputku untuk dibawa ke Sorga.seperti malam-malam sebelumnya, aku dibawa yang diapit kedua penjemputku menuju tempat yang jauh. Tak  terasa sampailah aku di depan pintu gerbang  gedung yang dituju kedua penjemputku, aku disambut dengan sambutan hangat dan meriah, laksana seorang Raja yang pulang  dari medan peperangan yang  memperoleh  kemenangan. Para pelayan wanita cantik yang menggairahkan nafsu sexku,  mereka menyudurkan makanan   yang enak-enak dan minuman anggur yang  menyegarkan tenggurukan dengan suasana udara  anginnya yang sepoi-sepoi basah. “Ooh alangkah lezatnya aku rasakan berada ditempat ini ditemani para pelayan wanita cantik, hingga aku terbuai  dan ingin  tidur bersama mereka”.tetapi ingat pesan Guruku Imam al Junaid, aku merasa berat dan ragu untuk mengucapkannya,  akhirnya aku  coba-coba mengucapkan pelan-pelan kalimat  ini  tiga kali  :
"لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم "
Tiba-tiba terdengar  suara teriak  hesteris  dari  para  pelayan  wanita itu, dan semuanya lenyap  dan hilang dari pandangan mata dan  akupun   tersadar berada  dalam tumpukan sampah  tulang - belulang berbau amis berada disudut pasar. Hingga akupun taubat  dan tidak ingin lagi menyendiri  dan bergabung kembali Guru Imam al Junaid.
C. Guru Mursyid menanyai keadaan Muridnya, pada hal-hal yang dialami para Muridnya sa’at  dalam  kamar riyadhah, baik mimpi atau perasaan murid sat tidur, saat dzikir dan lainnya dalam malam  awal hingga akhir riyadhah. Misalnya siang-malam pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima dan keenam atau malam ketujuh ditanyai pagi-paginya.
D. Sikap Guru Mursyid menanggapi hal ihwal yang dialami para  Muridnya
Apabila seorang murid menceritrakan hal ihwalnya sesuatu mimpi yang dilihatnya, atau tersingkapnya hal ihwal gaib yang terbuka  baginya, atau menyaksikan  hal ihwal  yang  gaib yang dialami  muridnya. Maka dalam  keadaan semua hal ihwalnya  itu ada terdapat hal-hal yang istimewa. Hendaklah Sikap Guru Mursyid berhati-hati menanggapinya.
Hendaklah Guru Mursyid berdiam diri, yaitu menyuruh murid-muridnya untuk menyembunyikan dan  merahasiakan hal-ihwal peristiwa yang dialaminya. Jangan mengatakan kepada muridnya atas  sesuatu  tersebut, atau Sikap Guru Mursyid.tidak banyak  menanggapinya tentang hal di maksud. Sebaiknya  Guru Mursyid memberikan  amalan-amalan dan do’a-do’a yang dapat menolak  sesuatu yang tidak benar. Sebab jika Guru Mursyid menanggapinya dikhawatirkan justru akan terjadi sesuatu, yang sesuatu itu akan dapat  merusak jiwa dan hati para Muridnya.
Memang wajar  karena bagi seorang Murid/Salik yang masuk kamar Riyadhah atau Pengamal Thariqat Al Junaidiyah yang masuk kamar Riyadhah bisa sewaktu-waktu mengalami keadaan peningkatan Rohani, tetapi sering juga terjadi hal-hal yang tidak  benar yang berakibat menurunkan martabat murid itu kembali. Pengamal Thariqat Al Junaidiyah yang masuk kamar Riyadhah 7 hari dan malamnya atau Riyadhah Musyahadah harus banyak shalat sunnat tahajjud, shalat sunnat tasbih dan shalat sunnat witir jangan sampai dilupakan, kalau tertidur segera dibangunkan kalau sudah tengah malam



CONTOH  IZAJAH  THARIQAT  AL JUNAIDIYAH  ATAU
THARIQAT  AL QAUM  SETELAH  RIYADHAH

بسم الله الرحمن الرحمن
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله 
صلى الله عليه وسلم  أما بعد

Berkata  Hamba yang  sangat Faqir kepada Allah Swt  dan mengarapkan  ridla-Nya, nama Al Habib H.Hasan Baseri, S.Ag bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi  bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhamma Jamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shafy bin Abdurrahman bin Muhammad bin Aly bin Sayyid Abdurahman Assegaf yang mana Hamba teleh menerima Bai’at dan Izajah dari Guru hamba KH.Jumberi bin H.Ma’shum bin H.Abu Bakar Kecamatan Awaian Kabupaten Balangan. Pada hari ini telah Hamba beri pula Bai’at dan Izajah kepada Saudara pada jalan Allah Swt, nama : Al Habib Muhammad  Ibnu  Mubarak bin  H.Hasan Baseri, S.Ag bin H.Muhammad Barsih Assegaf, Umur : 15 tahun, Alamat Jalan Alfalah, Rt.05-Rw.02 Kelurahan Kandangan Kota, HSS, Kalsel. Saudara tersebut telah diberikan hak sepenuhnya untuk mengamalkan dan mengajarkan  segala hukum yang ta’alluq di dalam Thariqat  al Junaidiyah  AL Bagdadiyah, dan diberikan haq  mendirikan dan juga memimpin Khalwat, Suluk dan Riyadhah  dibarang tempat yang dikehendakinya dan dilindungi oleh Undang-undang RI Tahun 1945 pasal 29.
Modah-modahan Allah Swt selalu memberikan Taufiq dan Hidayah-Nya   dan juga menjadikan Tangannya dan Qalbunya seperti Tangan dan Qalbunya Muhammad Rasulullah Saw. Insya Allah Saudaraku ini diberikan Taufiq dan Hidayah mengerjakan yang diridlai-Nya  dan diakhirai dengan ucapan :
آمين  آمين  والحمد لله رب العالمين

                                                                      Kandangan, Rabu, 19 Desember 2007H
                                                      10 Dzul Hijjah 1428H

Hamba yang memberikan Izajah
                                                          Gambar
                                                            Salik             Stempel

                                       Yang Menerima  Izajah      ( Naib H.Hasan Baseri, S.Ag)

              Muhammad  Ibnu  Mubarak







BAB . VIII
MUKAFAHAH (PENJERNIHAN HATI)


A.Pengertian Mukafahah

Mukafahah adalah dari bahasa arabnya 
كَافَحَ – يُكَافِحُ – فَهُوَ  مُكَافَحَةً* كَافَحَ عَنْهُ = ممراثى اي اكندى (المربوى)
Kaafaha – Yukaafihu Mukaafahatan. Mukaafahatan  adalah ism masdar dari Kaafaha. Mukaafahatan menurut bahasa  Kamus Marbawi Kaafaha anhu berarti  “Memerangi ia akan dia” atau  Mukafahatan berarti “Perlawanan”. Jadi pengertian Mukafahah dalam pokok pembahasan disini adalah Memerangi dan melawan oleh hati akan akwan dan aghyar hingga tersisihlah akwan dan aghyar dimaksud, dan tercipta –terbit penjernihan atau keheningan dalam hati Salik yang ada adalah Mukawwin”.

B. Mukafahah menurut istilah
Menurut istilah mukafahah dipakai Kaum Sufi dalam kegiatan rohani yang tinggi , Ahli Thariqat Sufi memakai dan menggunakan istilah kata Mukafahah, maknanya penjernihan hati atau keheningan jiwa.
Mukafahah berarti penjernihan atau keheningan. istilah Mukafahah digunakan untuk mencapai tingkat tertinggi dalam bertafwiedh (penyerahan-pelenyapan diri), sehingga peletakan beban terhantar penuh. Dengan demikian bersih dan beninglah diri si Sufi, sebab diikhlaskan Allah dari padanya yakni mukhlisien. Ada perbedaan antara ikhlas yakni khaalish dan mukhlish. Khaalish adalah pridekat yang disandang dari hasil mujahadah, sedangkan mukhlish ialah pridekat yang diberikan dari hasil ifadah (Syukri,HS 1989M)
Terdapat riwayat menyebutkan bahwa Musa  as seorang yang diikhlaskan, Allah Swt telah berfirman pada surat Maryam ayat 51 berbunyi :

وَاذْكُرْ فِى الْكِتَابِ مُوْسَى إِنَّهُ كَانَ مُخْلَصًا وَكَانَ رَسُوْلًا وَنَبِيًّا* مريم 51

Artinya :”Dan diceritakan dalam al Qur’an ini (tentang Musa As), sesungguhnya dia seorang yang diikhlaskan, dan jadilah ia seorang Rasul dan Nabi.”
Tafwied berarti pelimpahan atau penaungan, dan peletakan. Maksudnya ialah pelimpahan sesuatu atau hal kepada sesuatu atau orang agar sesuatu yang dilimpahkan itu dapat terjaga dan terpelihara dari gangguan dan kerusakan (Sukeri,S 1989M)  

Tafwied berarti pelimpahan atau penaungan beban. khataran – goresan hati kepada Allah SWt. Dalam kitab Sirajutthalibun dikatakan bahwa :
اَلتَّفْوِيْضُ اي سَلِيْمُ الْأُمُوْرِ إِلَى اللهِ تَعَالَى فِى مَوْضِعِ الْخَطَرِ

 Tafwied adalah : “Menyerahkan semua perkara (urusan) kepada Allah Swt pada saat terjadi lintasan-lintasan goresan pada hati seseorang.
Tafwied   ini terjadi sesudah tawakkal, misal si Amat menyerahkan sepeda motor dan uang kepada Ali untuk anaknya yang sekolah di Banjarmasin, Ali seorang Sopir yang tidak begitu dikenal.... Si Amat berdo’a “Modah-modahan Allah Swt memelihara sepeda motor dan uang yang dititipkannya tersebut.” Ini disebut tawakkal, sebab disini terjadi masih ada goresan-goresan hati si Amat, kata hatinya “Bagaimana kalau tidak diserahkannya kepada anakku ! Bursiah begitu dan lainnya berkecamuk dalam hati si Amat. Inilah yang disebut goresan-goresan dan hantaran untuk menuju tafwied, bilamana goresan-goresan dan hantaran hati si Amat tsb telah hilang tidak muncul lagi disebut tafwied, karena ia merasa tidak memiliki apa-apa, gerak dan diampun ia tak punya, bahkan dia tidak mengenal dirinya, tidak tahu yang mana dinamakan dirinya maka disebutlah taslim. Disini si Amat benar-benar punya jiwa yang bersih, jiwa yang selamat. Allah telah menganugrahkan kepada si Amat punya hati yang bersih, sebagaimana Firman Allah Swt  yang berbunyi :
إِلَّا مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ* الشعراء 89
Artinya :”Kecuali orang-orang yang didatangkan Allah dengan hati yang selamat.”


Kitab Umdatul Hasanah lil Jama’ah at Thariqah al Junaidiyah.....adalah Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidyah
(Thariqatul Qaum)  disusun  Al Habib  H.Hasan Baseri Bin H.Muhammad Barsih Bin Ahmad Baderi Assegaf


C. Rohani Manusia Mesera dengan Tuhannya.

Yang dimaksud Mukafahah disini adalah terbukanya tirai atau hijab penutup mata batin kepada Ketuhanan, karena ada hening, jernih dan beningnya dari Fana Fillah menuju Baqa billah. Ibarat air sungai yang jernih – hening maka tampaklah semua yang ada di air di dasar sungai itu semata-tama bayang-bayang bukan yang aslinya.
Sebenarnya pada tingkat Mukafahah disini Rohaniyah telah berkasih-kasihan dan sangat mesera dengan Tuhannya yakni Allah Swt. Roh kita sudah merasakan mesranya dengan Allah Swt, Dzat yang wajubul wujud meliputi seluruh alam. 

Salik yang diberikan dan medapatkan rasa 
Mukafahah, dengan sendirinya ia merasa tenang, maka ketika menghadapi sesuatu, melihat atau mendengar, imosi dapat terkendali.
Firman Allah Swt pada surat al Baqarah ayat 163 berbunyi :
هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ*   البقرة 163 
Artinya :”Dialah Dzat yang Maha Pengasih lagi Penyayang.”

Firman Allah Swt lagi surat al Hajji ayat  65 berbunyi :
وَإِنَّ اللهَ بِالنَّاسِ لَرَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ*  الحج  65
Artinya :”Sesungguhnya Allah itu terhadap Manusia itu sangat kasi lagi amat sayang.”
Mukafahah disini semata-mata memasrakan bagi Pengamal Thariqat al Junaidiyah dengan Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Dimana rasa kecintaan terhadap yang lain sudah hilang sama sekali, rasa mahabbah telah terpadu, telah mesra ke dlam Dzat Wajibal Wujud semata. Saya katakan tiada jenis yang dicintai, tiada jenis yang dikasihi melainkan Allah semata.
لامحبوب إلا الله
Nabi Saw telah bersabda :

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "مَنْ أَحَبَّ شَيْئًا كَثُرَ ذِكْرَهُ."

Artinya :“Barangsiapa mencintai sesuatu, maka ia telah banyak menyebutnya.”
Bagitu pula mereka selalu mempertebal dan meningkatkan rasa cinta kasih serta rindunya kepada Allah Swt dan Rasul, tekun dalam ibadat mereka lahir dan batin. Mereka amat menekankan masalah perasaan zauq terutama perasaan dalam bercinta kasih kepada Allah Swt. Menurut ceritra bersambung dari masa kemasa … di Kalimantan ada seorang Datu mencapai tingkat Aulia yang bernama Datu Muning. Beliau ini apabila hendak sholat, kadang-kadang berpantun/bersyair lebih dahulu :
Riu-riu padang sibundan,
Padang sitamu-tamu,
Aku rindu kadangan Tuhan
Sabarang tampat kawa batamu.
Pantun ini jelas menggambarkan rasa cinta kasih yang mendalam. Oleh sebab itu janganlah kita bersalah sangka (suuzzhon) terhadap mereka. Yang nyata mereka telah mendapat sinar terang dalam hati dan perasaannya, karunia dari pada Allah Swt yang bernilai tinggi yakni “Mahabbatun ilallah” cinta kepada Allah. Semoga kita juga mendapat karunia demikian (Haderanie,HN)
Salah satu bahasan yang harus dilalui dan dilazimi oleh PTJ adalah Hal 
Mukafahah, di Bab ini Penyusun Umdatul Hasanah membahas tentang : Mukafahah Rububiyah, Dokterin Thariqat al Junaidyah, Fana Fillah dan Baqa Billah.
TENTANG MITSAQ / PERJANJIAN PRIMORDIAL
Perjanjian primordial secara sederhana diakatakan sebagai perjanjian yang bersifat privat antara sang makhluk dan khaliqnya, antara manusia dengan Tuhannya. Tidak ada pihak lain yang mengintervensi perjanjian itu.
Melalui perjanjian primordial ini setiap diri manusia berada dalam kesaksian mengenai suatu wujud yang mengatur segala tatanan sebab dan akibat, yang menjadi Tuhan bagi setiap manusia, hingga jiwa manusia berada dalam ketundukan, ketaatan serta terus menerus menyembah dan mencintai Sang Wujud kekal. Hasrat untuk tunduk dan taat ini menjadi naluri asasi dalam jiwa manusia. Dari awal penciptaan tersebut manusia dianugerahi cukup ketajaman naluri untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk melalui logika dan pemikiran yang dengannya menjadi istimewa dari segi penciptaan begitupun manusia memiliki hasrat religius yang tak dimiliki makhluk manapun. Akan tetapi Tuhan memahami kelemahan-kelemahan manusia akan ketidak mampuannya untuk menyalurkan hasrat mendasarnya menyembah Tuhan, dalam perjalanan hidupnya manusia bisa melupakan perjanjian primordial yang telah tertanam.
Imam al-Junaid mengutip surah al-A’raf ayat 172, ayat yang terkenal dengan mitsaq (perjanjian primordial). Ali Hasan Abd al-Qadir (editor), bukunya “Kitab Mitsaq” dalam Rasail al-Junaid, dikutip  Ali Thaufan DS bahwa  Allah berfirman   :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آَدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ. الاعراف 172
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).
Dengan menggunakan ayat mitsaq tersebut, al-Junaid juga menjelaskan konsep awal ruh sebelum diciptakannya tubuh / jasad. Atau dengan kata lain tentang keadaan ruh di alam lain. Ia berkata:
Allah mempunyai hamba pilihan yang menjadi kekasihnya. Menjadikan jasad mereka duniawi dan ruhnya nur. Pemahamannya bersifat arasyi, akalnya menjadi hijab, tidak mempunyai tempat berlindung kecuali kepada Allah, tidak punya tempat kecuali di sisi Allah. Mereka adalah yang diwujudkan dan didudukkan di sisi Allah sejak zaman azali. Ketika Allah memanggil mereka sebagai tanda penghormatan, mereka segera datang. Mereka paham panggilan itu dan Allah mengenalkan diri kepada mereka di saat belum ada. Allah memindahkan mereka dengan kehendakNya. Mereka dijadikan seperti atom (sangat kecil sekali). Diwujudkan menjadi makhluk. Kemudian dimasukkan dalam tulang rusuk Adam. Lalu Allah berfirman: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. Allah mengabarkan bahwa dia berbicara dengan mereka. Padahal mereka belum ada kecuali diwujudkan olehNya. Mereka wujud karena Allah, bukan karena dirinya. Maka disanalah al-Haq bertemu dengan al-Haq, betul-betul wujud yang tidak mampu dimengerti kecuali oleh Allah sendiri.
Anwar Syarifuddin, bukunya “Memaknai Alam Semesta: Simbolisasi Kosmik dalam Ontologi Mistik Sahl ibn Abd Allah al-Tustari”,  dikutip  Ali Thaufan DS bahwa  “Selain konsep awal ruh sebelum penciptaan tubuh, menurut penulis terdapat ungkapan yang cukup menarik
إذ كانوا واجدين للحق من غير وجودهم لأنفسهم, فكان الحق بالحق في ذلك موجودا بالمعنى الذي لا يعلمه غيره ولا يجده سواه
“Maka disanalah al-Haq bertemu dengan al-Haq, betul-betul wujud yang tidak mampu dimengerti kecuali oleh Allah sendiri”. Ungkapan ini seakan menunjukkan kemanunggalan antara Allah hambaNya. Tetapi, hal tersebut tidak akan pernah dimengerti kecuali oleh Allah. 
Konsep tersebut di atas –awal ruh sebelum penciptaan tubuh- yang diusung oleh al-Junaid memberi pengaruh bagi sufi-sufi selanjutnya. Sufi-sufi tersebut antara lain, Muhammad ibn al-Husain al-Jurairy (w. 311 H) dan Muhammad Muzayin (w. 328 H). Konsep ini pada perkembangan selanjutnya melahirkan teori tentang “Nur Muhammad”. Meski beberapa penulis tasawuf menyebut Sahl al-Tustari sebagai penggagasnya
Adapun artikel Alfit Lyceum dalam mengomentari tentang perjanjian primordial bahwa  menurut Jawadi Amuli, terdapat dua makna yang mungkin berkenaan dengan perjanjian primordial yang diisyaratkan di ayat 172 surat al-a’rof, sebagai berikut:
Pertama, makna simbolik.
Kendatipun di ayat tersebut dijelaskan dialog antara Tuhan dan manusia, akan tetapi, dialog tersebut tidak bersifat hakiki, melainkan majasi. Dengan kata lain, pada hakikatnya, Tuhan tidak mengambil perjanjian dari manusia. Akan tetapi, dikarenakan masalah kehambaan manusia dan ketuhanan Tuhan adalah masalah yang teramat jelas, Tuhan “seolah-olah” telah mengambil perjanjian dari manusia akan ketuhanan Tuhan dan kehambaan manusia.
Dalam qur’an terdapat beberapa dialog simbolik yang dimaksudkan agar manusia berfikir (surat 59 ayat 21). Seperti halnya dialog antara Tuhan dengan langit dan bumi yang dijelaskan dalam surat al-fushilat ayat 11 yang pada hakikatnya hanya merupakan penjelasan simbolik (tamtsil) semata.
Kedua, makna hakiki.
Menurut makna yang kedua ini, perjanjian primordial antara Tuhan dan manusia merupakan peristiwa hakiki yang benar-benar terjadi di realitas eksternal. Yakni, Tuhan mengambil perjanjian ketuhanan kepada manusia melalui lisan akal dan wahyu. Dengan kata lain, Tuhan menganugrahkan dua nabi pada Tuhan dimana kedua nabi tersebut memperlihatkan (mengenalkan) Tuhan serta menjelaskan rububiyyah-Nya kepada manusia. Dua nabi yang dianugrahkan Tuhan pada setiap manusia tersebut adalah wahyu sebagai nabi eksternal dan akal sebagai nabi internal. Dengan adanya dua nabi ini pada manusia, kelak manusia tidak bisa lagi mencari alasan akan kelalaian mereka … {kami berikan akal dan wahyu pada kalian}, agar kelak kalian tidak mengatakan kami lalai akan hal ini {ketuhanan Tuhan}, al-a’rof 172 (Lyceum 2017)



Kitab Umdatul Hasanah lil Jama’ah at Thariqah al Junaidiyah.....adalah Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidyah
(Thariqatul Qaum)  disusun  Al Habib  H.Hasan Baseri Bin H.Muhammad Barsih Bin Ahmad Baderi Assegaf


D. Mukafahah Rububiyah
Mukafahah berarti penjernihan, keheningan dan beningan hati si Sufi tentang Ketuhanan. Istilah ini dipakai dalam kegiatan Rohaniyah yang tinggi. Memang salah satu keberadaan  Thariqat Junaidyah  adalah untuk melihat dan mengawasi keadaan Spritual atau Hati seseorang Pengamalnya seperti apada adanya. 
Ajaran ma’rifat  dapat ditempuh melalui Kacamta Fana’sehingga terjadi dan didapat Mukafahah Rububiyah. Menurut Al-Junaid,” ma’rifat adalah kesadaran akan adanya ketidaktahuan (kebodohan) ketika pengetahuan tentang Allah datang.” Sedang  Makrifat menurut Al-Junaid merupakan milik Allah, yang hanya didapatkan melalui Dia dan akan ada bersama dengan-Nya sendiri.
Melalui definisi ini, Beliau  ingin menyatakan bahwa pada hakikatnya manusia itu berada pada ketidaktahuan tentang hakikat Allah. Dimana keadaan yang demikian ini, baru disadarinya  ketika  datang  makrifat  kepadanya. Pada saat itu, dia akan mendapatkan pengetahuan tentang hal-hal yang berkenaan dengan Allah yang sebelumnya tidak pernah diketahuinya.
Makrifat atau pengetahuan tentang Allah, akan dapat dicapai oleh seorang sufi, dalam keadaan fana tertinggi. Dimana pada saat itu, segala sifat kemanusiaan yang ada dalam dirinya hilang seketika. Semua keinginannya pada benda-benda duniawi terhapus. Kesadaran akan dirinya lenyap, digantikan oleh kesadaran akan kedekatannya pada Tuhan. Sedangkan yang masih tinggal pada dirinya hanyalah perasaan akan bersatunya ruh dirinya dalam Allah. Dan pada titik itulah sesungguhnya makrifat ini muncul menguasai dirinya. Di mana Allah dengan segala rahmat-Nya telah berkenan menganugerahkan makrifat itu kepadanya.

1.KEMAMPUAN SUFI MELIHAT WUJUD TUHAN  DI ALAM KUBRA
Keberadaan Spritual atau Hati seseorang tersebut harus dalam keadaan rasa tawajjuh, rasa berdzikir, aurad, muqarrabah, Musyahadah, Riyadhah, Muqabalah dan Mukafahah. Rasulullah Saw pernah berdo’a yang maksudnya :”Ya Allah tunjukkan kepada kami segala sesuatu seperti apa adanya, karena orang yang  melihat sebagaimana adanya akan tenang”
Penglihatan seperti itu tidak bisa diicapai sebagaimana lanyaknya  kecuali dalam keadaan tenang,dan hati yang mabuk tidak memiliki pengetahuan. Misalnya dalam kasus ini, Nabiyullah Musa Alaihis Salam, saat belum dianugrahkan rasa Mukafahah terhadap wujud  Allah, sehingga kecintaannya dan ghairahnya, ketika dalam keadaan mabuk, maka Beliau tdak bisa bersabar atas menisfestasi (suatu pernyataan perasaan) terdalamnya, ketika berada di Gunung Batu untuk melihat wujud Tuhannya, untuk melihat tajalli wujud Tuhannya, untuk melirik madzhar wujud Tuhannya. Beliau berdoa’ untuk melihat wujud Tuhannya, Jawab Allah, “Engkau tidak bisa melihat wujud-Ku, karena kemabukannya yang begitu dalam, maka Nabi Musa mendesaknya terus-menerus,  hingga Allah bertajalli (bertampak) pada sebuah bukit. Beliau jatuh pingsan. Hal ini diabadikan dalam Al Qur’an yang dapat dilihat dari Firman Allah Swt pada Surat Al A’raf ayat 143  :
وَلَمَّا جَاءَ مُوْسَى لِمِقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ أرِنِى اُنْظُرْ اِلَيْكَط قَالَ لَنْ تَرَانِى وَلَكِنْ اُنْظُرْ اِلَى الْجَبَلِ فَاِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانُهُ فَسَوْفَ تَرَانِىج فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكَّا وَخَرَّ مُوْسَى صَعِقًاج  فَلَمَّا اَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِيْنَ.
Artinya :”Setelah sampailah Musa akan waktu Perjanjian, Tuhan berfirman (-berkata-kata dengan Musa, lalu Musa meminta, Katanya: “Hai Tuhanku! Perlihatkan dzat Engkau kepadaku, boleh aku memandang Engkau.” Jawab Tuhan  ““Engkau tiada sanggup melihat Aku, tetapi (jika kau berkeras untuk melihat-Ku) pandanglah bukit ini, jia ia (bukit) tetap ditempatnya, barulah kau dapat melihat-Ku. “Manakala Tajalli, terang sebagian kecil di bukit itu oleh Nur Tuhannya, bukit itu hancur, lenyap, dan Musa jatuh pingsan tersungkur ke tanah. Tatkala ia bangun dari pingsannya, lalu ia berkata : “Maha suci Engkau, Ya Allah, saya bertaubat kepada Mu dan saya orang yang mula-mula beriman.” QS.Al A’raf 143.
 Tetapi keadaan yang jauh berbeda dengan Muhammad  Rasulullah Saw yang berada dalam keadaan tenang, jiwa dalam keadaan jernih, jiwa dalam keadaan hening, hati dalam keadaan bening, sehingga Beliau bisa melihat keagungan yang sama seperti (Nabi Musa Alaihis Salam),  secara terus menerus dengan kesadaran yang semakin lama semakin meningkat, hingga Rasulullah Saw berdiri diruangan yang hanya berjarak dua ujung busur panah dari kehadiran Ilahi Tuhannya. Inilah hal keadaan Mukafahah Rububiyah yang dialami oleh Baginda Rasulullah Saw, seorang insan yang sempurna (Insan Kamil) yang tiada semua Nabi mengalaminya. Hal semacam ini  juga diabadikan Allah Swt dalam Al Qur’an yang dapat dilihat dari Firman Allah Swt pada Surat Surat an Najam ayat 8, 9, 10 dan 11.
ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى. فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ اَوْاَدنَى. فَاَوْحَى اِلَى عَبْدِهِ مَااَوْحَى. مَاكَذَبَ الْفُؤَادُ مَارَآى... النجم 8-11 
Artinya : Kemudian Dia mendekat (pada Muhammad) lalu bertambah dekat.Sehingga jaraknya (sekitar) dua busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu disampaikannya wahyu kepada hambaNya (Muhammad) apa yang telah diwahyukan Allah. Hatinya tidak endustakan apa yang telah dilihatnya.
Seorang yang berjiwa Sufi bila membaca atau mendengar Al Qur’an surat Al A’raf ayat 143 ini, merenung akan tersentuh hatinya, tetapi merasa bahagia, bermanik-manik air matanya, suaranya terdengar lirih. ‘Betapa bahagianya wahai bukit batu, betapa kerasnya engkau, betapa besarnya engkau, betapa tegarnya engkau, namun engkau rela menerima kehancuran, engkau rela menerima kefana’an, engkau rela menerima kesirnaan dihadapan Shahibul Wujud, yakni Allah Swt. ……. Dikefanaanmu kau rasakan keindahan, dikesirnaan kau rasakan kenikmatan  yang tiada tara, Kapan, kapankah DIRI ini dapat merasakan sebagaimana yang Engkau  rasakan itu, wahai Bukit Batu.” 
Mukafahah adalah ketenangan jiwa, kejernihan qalbu, keheningan hati yang dimiliki Rasulullah dan Ummatnya yang beriman dan beramal saleh. Mukafahah Rububiyah ini Allah limpahkan juga kepada  Ummat Rasulullah hingga mersasakan dan melihat kekhadiran Shahibul Wujud, yakni Allah Swt seperti yang dialami Rasulullah Saw. Kalau boleh dikata, “Adanya wujud diri kita ini dinamakan Alam Sugra, dan adanya Alam Dunia ini disebut Alam Kubra.”Lalu diumpamakan kedua wujud alam ini seperti bayang bayang yang ada di dalam Air Tawar yang jernih, pada sebuah kolam, maka terlihat jelas, tampak semuanya, keduanya tidak mempunyai ain hakekat wujudnya. Manakala kita merabanya yang ada terasa Air saja,  sebab wujud kedua alam itu yang tampak dalam air hening itu adalah bayang-bayang semata.  Begitulah adanya si Hamba adalah bayang-bayang, si Hamba khayali atau sangka-sangka saja. Diri kita laksana pata Morgana yang sifatnya dipandang dari kejauhan tampak jelas ada, tapi manakala dipandang lebih dekat lenyap atau tidak ada keberadaannya. Bagi Pengamal Thariqat Junaidiyah yakni thariqatul Qaum yang sudah menjalani tahapan demi tahapan dari : Bai’at, Tawajjuh Muthlaq, Talqin Dzikir, Pengamalan Aurad, Riyadhah, Muraqabah, Musyahadah, Muqabalah dan Mukafahah, benar-benar keberadaan wujud al Haq telah terasa, wujud dirinya sudah lenyap dan sudah tiada bias mengenali Dirinya lagi.
Mukafahah Rububiyah disini adalah ketenangan jiwa, kejernihan qalbu, keheningan hati, dan beningan rohani seseorang PTJ dengan anugrah Allah Swt yang terhunjam didada mampu menangkap dan melihat keagungan Allah, dan mampu menyaksikan keindahan dan kekhadiran Allah Swt.  Ia dapat merasakan pada dirinya kekhadiran af’al, Sifat asma dan wujudnya Allah Swt pada setiap sa’at dan keadaan dengan tahqiq.
Tahapan demi tahapan telah dilalui  oleh Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah hingga tahapan Mukafahah ini maka akan timbul Muayyanah (….) melihat dengan nyata melalui kacamata syuhud bathiniyah akan segala sesuatu yang dilihat-disaksikan. Mata tidak punya kemampuan melihat, hati rasa tidak memiliki  apapun jua, semuanya lenyap, luluh seluruh dirinya dibawah iradah Allah Swt, maka yang terjadi yang dirasakan mata hati dirinya adalah Syuhudul malikul haq semata, yakni pandangan Malikul Haq yang ada. Maka fanalah semua yang ada karena dari-Nya semua sebab. Syuhudul musabbibil asbaab. Saat ini – saat itu tak ada kata yang dapat bira, tak da lisan yang dapat ceritera, tak ada akal yang dapat berpentasi, tak ada rasa yang dapat menikmati dan tak ada khathar dalam hati insani, bahkan taka da goresan dalam qalbu insani. Tetapi semua itu telah ada tersedia untuk hamba-hamba-Nya yang shalih. Hal senada disebutkan oleh Rasul Saw dalam hadis qudsi bahwa Allah Swt berfirman :  
 قَالَ النَّبِيُّ (ص) قَوْلُهُ تَعَالَى :  اَعْدَدْتُ لِعِبَادِيَ الصًّالِحِيْنَ مَالَا  عَيْنٌ رَاَتْ وَلَا اُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ (روأه الشيخان)
Artinya Berkata Nabi Saw bahwa Allah Swt berfirman : “Telah Aku sediakan untuk Hamba-hamba-Ku ang saleh sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata, dan belum pernah terdengar oleh telinga dan belum pernah tergores dalam benak hati manusia” HR Bukhari-Muslim. 
Kalau boleh dikata dengan seizing-Nya,
                                          “ Fanalah wajah si Salik dalam wajhullah,
Lenyaplah Tubuh dalam Af’al  Allah,
                                       L enyap hati dalam Asma-Nya, 
                                                               Lenyaplah Roh dalam Sifat-Nya (Sukeri,HS 1989M)

Firman Allah pada Surat al Qashash ayat 88 berbunyi  :
كُلُّ شَيْئٍ هَالِكٌ اِلَى وَجْهَهُ   القصص : 88
Artinya : “Setiap  sesuatu  hancur  kecuali wajhullah” 
Oleh karenanya  Sadatina Syekh  wal Imam Junaid al Bagdadi pernah berkata bahwa  : “Hakekat Tauhit (sebenar-benarnya Tauhid itu) tiada lagi Tanya, kenapa dan bagaimana”. Tentang Kefanaan Alam Kubra (Alam Dunia) dan Alam Sugra (Alam Insan) ini Allah Swt telah beriman Surat ar Rahman ayat 26-27 :
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُواالْجَلَالِ وَالْاِكْرَامِ ... الرحمن 26-27
Artinya : “Semua (yang ada di alam ini)  pasti lenyap, sirna hancur, sedang yang kekal abadi hanya Wajah Tuhanmu yang memiliki Kebesaran dan Kemuliaan.”
Pada Surat  lain  Swt  juga  berfirman an. Nahal  96   :
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَذُ وَمَا عِنْدَ اللهِ بَاقٍقلى ......... النحل 96
Artinya : “Apa yang ada disisimu akan lenyap dan apa yang ada disisi Allah adalah kekal.”
    QS. An-Nahal 96.

Kitab Umdatul Hasanah lil Jama’ah at Thariqah al Junaidiyah.....adalah Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidyah
(Thariqatul Qaum)  disusun  Al Habib  H.Hasan Baseri Bin H.Muhammad Barsih Bin Ahmad Baderi Assegaf






   2. TENTANG  MAHABBAH 
Al-Junaid berkata, “Suatu hari Siri al-Saqati bertanya kepadaku tentang al-mahabbah. Lalu aku menjawab, sebahagian orang mengatakan bahwa al-mahabbah adalah keserasian (perasaan); dan yang lain pula mengatakan bahwa al-mahabbah adalah mengutamakan orang lain daripada diri sendiri. Sedangkan yang lain mengatakan begini dan begitu.” Lalu Sari al-Saqati memegang dan menarik kulit lengannya yang begitu kencang dan kering sehingga tidak boleh ditarik, sambil berkata, “Demi Tuhan, jika aku berkata bahwa kulit ini menjadi kering melekat pada tulang-tulang ini disebabkan oleh (usaha-usaha pelaksanaan amal demi) kecintaan kepada-Nya, maka itu aku sedang menjelaskan tentang kebenaran.”
Ali Thaufan DS berkata bahwa Dr.Ali Hasan Abd al-Qadir (editor), “Kitab Tauhid” dalam Rasail al-Junaid , h. 58. Imam Junaid berkata: “Ketahuilah sesungguhnya awal ibadah kepada Allah adalah makrifat kepadaNya. Pokok dari makrifat kepada Allah adalah mentauhidkanNya. Prinsip mentauhidkan Allah adalah menafikan sifat dariNya. Allah adalah dalil atas wujudNya. Sarana untuk mecapai dalil atas wujud Allah hanyalah taufik dariNya. Hanya dengan taufik dari Allah seseorang mampu mentauhidkanNya. Setelah tauhid, orang tersebut akan mencapai tasdik (pengakuan). Dari tasdik menuju tahkik (penetapan) sesudah tahkik maka terjadi makrifat kepada Allah. Dari makrifat kepada Allah akan muncul ketaatan kepadaNya. Dari ketaatan akan meningkat naik kepada Allah. Dari tangga naik akan terjadi ketersambungan kepada Allah. Dari ketersambungan terjadilah transparan. Dari transparan terjadi kebingungan. Setelah bingung, hilang transparasi. Akibat kehilangan transparasi maka tidak mampu melukiskan Allah. Setelah itu dia akan mencapai hakikat wujudNya. Lalu masuk kepada hakikat syuhud dengan hilang wujudnya. Dengan kehilangan wujudnya maka wujudnya menjadi murni. Dengan kemurnian wujud, hilang sifatNya. Dari hilangnya tersebut, ia hadir secara total. Dia antara ada dan tiada, antara tiada dan ada. Ia ada tapi disisi lain tiada, ia tiada tapi disisi lain ada. Kemudian dia menjadi ada setelah tiada. Lalu dia pun akan menjadi dia setelah tiada. Setelah dia tiada, maka dia menjadi ada dan ada, setelah ada dan tiada”.
Kalimat (ومن الترقي اليه وقع الإتصال به) atau yang berarti “Dari tangga naik akan terjadi ketersambungan kepada Allah” menarik untuk dicermati. Ungkapan penuh makna tersebut dapat dipahami memiliki kemiripan dengan konsep menyatunya hamba dengan Allah. Sangat besar kemungkinan para sufi sesudah al-Junaid –seperti al-Hallaj dan juga Ibn Arabi- mengadopsi kalimat di atas sebagai landasan pemikiran kebersatuan hamba dengan Tuhan.
Ungkapan al-Junaid di atas menggambarkan bagaimana tingkatan menuju ketauhidan yang “hakiki”. Cukup sulit mencerna ungkapan al-Junaid yang mempunyai nilai bahasa sufi yang tinggi. Tetapi penulis menggarisbawahi kalimat “Hanya dengan taufik dari Allah seseorang mampu mentauhidkanNya”, yang dapat diartikan bahwa sebesar apapun usaha hamba mencapai ketauhidan tidak akan berarti tanpa taufik Allah. Artinya, hidayah Allah sangat dibutuhkan untuk mendekat kepada Allah. 
Abi al-Qasim Abd al-Karim al-Qusairi, bukunya Al-Risalah al-Qusairi, menyatakan bahwa “Pandangan al-Junaid tentang tauhid juga diutarakan oleh al-Qusyairi. Ketika al-Junaid ditanya tentang tauhid, ia menjelaskan bahwa tauhid adalah mengesakan Allah dengan sebenar-benarnya dan sesempurna mungkin. Allah adalah maha esa, tidak beranak dan diperanakkan. Allah tidak dapat diserupakan, diurakan dan digambarkan.”
 Selanjutnya Ali Hasan Abd al-Qadir (editor),bukunya “Kitab Tauhid” dalam Rasail al-Junaid, dikutp Ali Taufan DS bahwa Al-Junaid lalu menukil sebuah/potongan ayat
لَيْسَ كَمِثْلِهِج وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ* الشُّوْراء 11 
“...Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” QS as-Syura 11
Dalam risalah tauhidnya, al-Junaid juga membagi tauhid sang makhluk menjadi empat, pertama tauhid orang-orang awam, kedua tauhid orang-orang alim dan berilmu, serta ketiga dan keempat adalah tauhidnya orang-orang yang telah mencapai tingkat ma’rifah. Tauhid bagi orang awam adalah pengakuan atas keesaan Allah serta tidak mengakui adanya tuhan selain Dia. Tauhid bagi orang-orang alim dan berilmu adalah pengakuan atas keesaan Allah, tidak mengakui adanya tuhan selain Dia serta menjalankan segala perintahnya dan menjauhi larangannya. 
Sedangkan tauhid orang yang mencapai tingkat ma’rifah ada dua. Pertama, pengakuan atas keesaan Allah, tidak mengakui adanya tuhan selain Dia serta menjalankan segala perintahnya dan menjauhi larangannya. Tidak takut dan tidak senang melainkan karena Allah. Selalu melihat Allah dan taat kepadaNya. Kedua, seperti bayangan yang berada dihadapan Allah tanpa ada yang ketiga. Berlaku semua kehendak Allah , di dalam ombak dan lautan tauhid. Dengan fana yang ada pada dirinya dan dakwah. Ia kembali menjadi seperti tiada.
Dipandang secara zahir, kita manusia ini adalah seorang Hambayang Ahli Sunnah, dia melaksanakan perintah shalat, puasa, zakat,  hajji,  Dzikir, bekerja, kawin. Bergaul dengan sesame dan lainnya. Dipandang pada batinnya namun Allah yang tahu, karena hakekatnya manusia itu adalah bayang-bayang,  pata morgana atau tidak ada, atau dia sudah mati Hissi yakni yelah lenyap wujud dirinya. Maka Allah sebagai gantinya.
Mati Hissi bagi Pengamal Thariqat al Junaidiyah (Thariqatul Qaum) adalah Ghaibnya (tidak hadirnya) pada perasaannya yakni Batang tubuh, Hati dan Rohaniayahnya maka yang hadir atau yang ada dirasanya hanya Allah semata. Jadi boleh dikatakan bahwa “Mati Hissi “ yaitu di dalam perasaannya telah lenyap kalimah seluruh alam yang zahir dan yang batin, lenyap kalimah Allah-Allah, atau Huu – Allah, lenyap Nur yang gemilang, hanya yang dirasanya yang ada Dzat Allah Swt semata-mata  لَا مَوْجُوْدَ بِحَقٍّ اِلَّا اللهُ   Wujud dirinya Zahir-Batin  telah lenyap, fana pada ke Baqaan Allah. Kamanakah wujud dirinya ? Wujud Dirinya telah dibunuh atau di fanakan atau dilenyapkan, maka Allah lah sebagai gantinya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Firman Allah dalam hadis qudsi yang berbunyi  :
قَالَ النَّبِيُّ (ص) قَوْلُهُ تَعَالَى : اِنَّ الْعَبْدَ اِذَا حَبَبْتُهُ فَاَقْتُلُهُ فَاِذَا قَتَلْتُهُ فَاَنَا دِيَّتُهُ فَبِيْ يَسْمَعُ وَبِيْ يُبْصِرُ وَبِيْ يَمْشِي* الحديث القدسي
Artinya : “Sesungguhnya HambaKU, apabila dia telah AKU kasihi, maka Aku bunuh (perasaan)  dia, apabila telah Aku lenyapkan (perasaan) akan dia, mak Aku lah sebagai ganti (perasaan)nya.  Seolah-olah pendengaranya (pendengaran Aku) dan Seolah-olah penglihatannya (penglihatan Aku) dan Seolah-olah langkahnya (langkah Aku).”
Manakala Pengamal Thariqat al Junaidiyah (Thariqatul Qaum) telah mendapatkan mati hissi maka Batang tubuh, Hati dan Rohaniayahnya telah ghaib dirasakannya. Disini tampaklah dengan jelas Wujud Al Haq semata. Maka tahulah dan kenallah maksud firman Allah pada surat al Baqarah ayat 115 yang berbunyi  :
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ  فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِط اِنَّ اللهَ وَاسِعُ عَلِيْمٌ* البقرة 115
Artinya : “Dan kepunyaan Allah lah apa saja di Timur hingga Barat, oleh karenanya kemana saja kamu memalingkan mukamu, maka disanalah Wujud Allah, sesunguhnya Allah amat luas karunia-Nya dan ilmu-Nya”. QS. Al Baqarah 115.
وَلِلَّهِ مَا فِى السَّمَاوَاتِ ومَا فِى الْاَرْضِط  وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْئٍ مُحِيْطًا*   النساء 126
Artinya : “Dan kepunyaan Allah lah apa saja di Langit dan di Bumi. Dan adalah Allah itu meliputi (mesra) dengan tiap-tiap sesuatu.” QS. An Nisa 111
Pengamal Thariqat al Junaidiyah (Thariqatul Qaum) yang sampai melalui Bab Al Mukafahah.  Mereka akan merasa berada pada makam Fana fillah menuju makam Baqa Billah. Disini mereka telah fana, karam atau lebur pada Dzat Allah, seluruh alam Sugra dan alam Kubra dirasakan tiada ada lagi. Segala yang di dengar, segala yang dilihat, segala yang dikatakannya, segala yang kuasa atau kehendak dan juga hidupnya atau kalimah Allah-Allah, atau kalimah Huu … Allah, atau Nur Muhammad yang gemilang pun telah lenyap. Sekiranya Pengamal Thariqat al Junaidiyah (Thariqatul Qaum) ada merasa hadir dirinya atau sesuatu yang lain, maka dikatakan Syirik Khafi. 
وَلَوْ خَطَرَتْ لِيْ فِى سِوَاكٍ اِرَادَةٌ*
عَلَى خَاطِرِيْ سَهْوًا قَضَيْتُ بِرَدَّتِيْ
Artinya :  “Andaikata terhantar  satu kehendak di dalam  hatiku, selain dari pada Mu,  ya Tuhan karena lalai dan lupa, kuhukumkan diriku  ini ke lembah murtad.”
Bila terbetik dan terhantar dalam jiwa kita atau dalam qalbu kita, terbetik ada rasa kehendak, terbetik  punya ilmu, terbetik punya kehidupan, terbetik ada rasa melihat dan terbetik ada rasa mendengar  dan lainnya dihukumkan  riya dan syirik khafi. Allah Swt  menjadikan manusia termasuk bangsa Jin untuk beribadah kepada-Nya. Oleh karenanya pada surat al Kahfi  ayat 111 Allah berfirman :
وَلَا يُشْرِكُ بِعِبَادَةِ  رَبِّهِ اَحَدًا*  الكهف 111
Artinya :  “Janganlah ia memperserikatkan-Nya  dengan  menyembah  Tuhannya  akan seseorang.”
Untuk  menghindarkan  supaya kita  terhindar  dari pada Syerik Khafi, maka kita mengambil jalan  atau  terus berkekalan ber  TAWAJJUH  MUTHLAQ 
Cara Tawajjuh Muthlaq yang sudah diajarkan oleh Guru Mursyid atau Badal Guru Mursyid itu banyak sekali nilai-nilai  yang dikandung di dalamnya  diantaranya  :
1. Istighfar Pertama membunyikannya tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek (sedang saja). Menurut bahasa Syari’atnya “ Ya Allah, aku ridla bahwa Engkaulah Tuhanku.” Arti  bahasa hakekatnya : “Ya Allah. Aku serahkan Batang Tubuhku.” Disa’at  itulah  kita tidak punya Batang Tubuh secara hakekat.
اَسْتغْفِرُ اللهَ ......... اى الْاِنَابَةِ اِلَى اللهِ
2. Istighfar Kedua ini  membunyikannya (اَسْتغْفِرُ اللهَ).agak panjang dari yang pertama.. Menurut bahasa Syari’atnya “ Ya Allah, aku ridla bahwa Islam itu agamaku, Sedangkan  bahasa hakekatnya : “Ya Allah. Aku serahkan Hati kalbuku”  Disa’at  itulah  kita tidak punya Hati secara hakekat. Yang menghubungkan alam nyata dan alam ghaib atau alam zahir dan alam batin.
اَسْتغْفِرُ اللهَ ......... اى التَّفْوِيْضُ اِلَى اللهِ
3. Istighfar Ketiga membunyikannya agak pendek (اَسْتغْفِرُ اللهَ). Menurut bahasa Syari’atnya “ Ya Allah, aku ridla bahwa Muhammad Saw  sebagai Nabi dan Rasulku”  atau sebagai  bahasa hakekatnya :bahwa  “Ya Allah. Aku serahkan Rohaniyahku”  kepada Engkau.  Disa’at itu Sailk merasa tiada punya Ruh lagi secara hakekat.  Atau dengan kata lain,  pandangan mata kepala, mata hati bahwasanta :
اَسْتغْفِرُ اللهَ ......... اى التَّسْلِيْمُ اِلَى اللهِ
لَافَاعِلَ اِلَّا الله* قَوْلُه تَعَالَى : وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ*
لأ صِفَاةَ اِلَّا الله* لَا حَيٌّ وَ لَا عَالِمٌ وَ لَا قَادِرٌ وَ لَا مُرِيْدٌ وَ لَا سَمِي‘ٌ وَ لَا بَصِيْرٌ وَ لَا مُتَكَلِّمٌ اِلَّا اللهُ* وَ لَا اِسْمًا الَّا اَسْمَاءُ اللهِ*

Menurut  pendapat Ibnu Arabi, rahimahullah dalam pendangannya  bahwa “Al Haq yakni Allah dari segi Ketuhanannya (Uluhiyah) terhadap makhluk, dan bukan dari segi Dzat-Nya yang terbebas dari sifat dan nisbah. Ia mengatakan bahwa “Sesungguhnya Al Haq bertajalli (memanifestasi) pada bentu sesuatu di alam ini, apapun tak akan tampak kecuali dengan –Nya. Oleh karenanya seoramg A’rif akan mengetahui, bahwa ia tidak melihat apapun kecuali yang Al Haq.” Yang al Haq ini tegasnya adalah Allah yang bertajalli pada bentuk segala sesuatu yang disaksikan oleh segenap makhluk.
Tidaklah mustahil  kalau Tuhan itu bertahwil kepada segala sesuatu, itu sah-sah saja.
Berkata seorang Ahli Sufi dalam Syairnya bahwa :
قَالَ اَهْلُ الصُّوْفِيَّةِ : تَجَلَّى حَبِيْبِيْ فِى مَرَائيْ جَمَالَهُ* فَفِى كُلِّ مَرْءٍ لِلْحَبِيْبِ طَلَائِعَ* فَلَمَّا تَجَلَّى حُسْنُهُ مُتَنَوِّعًا* تُسَمَّى بِاَسْمَاءٍ فَهُنَّ مُطَالِعَ*
Artinya :  “Telah menampakkan oleh kekasihku akan keindahan-Nya pada penglihatanku kepada setiap orang. Ia menampakkan dirinya. Manakala ia bernampak dengan segala keindahannya yang beraneka ragam. (Maka) bernamalah ia dengan nama  menurut wujudnya akan keindahan itu.”
Pada Bab Al Mukafahah ini diuraikan juga contoh-contoh untuk mendekatkan pemahaman atau pengertian bagi Pengamal thariqat al Junaidiyah (thariqatul qaum) tentang kemesraan, kasih dan saying  Allah Swt dengan hamba-Nya dan makhluk-Nya. Allah Swt berfirman yang berbunyi :
قَوْلُهُ تَعَالَى :وللهِ مَافِى السَّمَاوَاتِ وَمَافِى الْاَرْضِقلى وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْئٍ مُحِيْطًا* النساء 126 
Artinya :  “Dan milik Allah lah apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi. Dan pengetahuan Allah meliputi (mesra) pada segala sesuatu.” QR An Nisa 126
Untuk mendekatkan pemahaman kita sebagaimana yang dikatakan bahwa. Allah adalah Dzat yang Maha Esa meliputi (mesra) bagi seluruh alam, yaitu mari kita lihat Lautan yang luas, ada air laut,  ombak dan buih  “Laut, Ombak dan Buih itu adalah Mazharnya AIR (kenyataan air juga).dan tiadalah yang ada hanya semata-mata AIR juga. Mana kala bergerak-gerak Air itu, maka bernama lah ia “Ombak – Gelombang”. Tatkala Ombak- Gelombang itu bergulung-gulung ditiup angina, maka tampaklah Ombak itu seperti Buih (buih berwarna putih) seolah-olah Bunga Air. Maka tatkala luas gerak Ombak, Buih dan Air itulah yang dinamai ia dengan Lautan. Tetapi  hakekat  Laut, Ombak dan Buih itu ialah AIR semata-mata. Kalau tiada ada Air, tidak akan ada Buih, kalau tidak ada Air maka tidak  ada Ombak.  Kalau tiada ada Air idak akan  ada Lautan.
Air itulah yang meliputi Laut, Ombak dan Buih, jika air tidak bergerak-gerak dan tiada berbuih-buih dan jika air itu tidak bertempat yang luas, tidak akan  ada yang nama Lautan. Maka apa yang ada maka  tidak  lain ialah Air  semata-mata. Bagitulah untuk mendapatkan pemahaman, bahwa Allah itu Dzat yang Maha Suci.  Dia telah  meliputi atau mesera kepada tiap-tiap sesuatu yakni meliputi seluruh alam Sugra dan alam Kubra dan telah Mesera  dengan sifat-sifat Ketuhanan yang Maha Esa.
Mari kita lihat contoh lain ; Lihatlah sehelai kain. Kain itu terdiri dari Benang dan benang itu terdiri dari Kapas. Kalau tidak ada Kapas maka benang pun tidak ada. Kalau tidak ada Benang maka kapaspun tidak ada. Mengenal diri adalah batu loncatan atau tangga untuk engenal Allah Swt. Sudah dijelaskan bahwa wujud ada empat unsur yaitu unsur Thurabiyah, unsur Rohaniyah, unsur Nuraniyah dan unsur Rabbaniyah, itulah diri pribadi Manusia.
Diri itu terdiri terbagi terbagi tiga macam, yaitu yang pertama yang dinamakan :
1. SEBENAR  DIRI
2. DIRI TERPERI  DAN
3. DIRI TERDIRI
SEBENAR  DIRI itu laksana Kapas, umpama DIRI TERPERI  itulah laksana keadaan Benang, sedangkan DIRI TERDIRI itu umpama Kain. Kain itu umpama Adam (Batang Tubuh) kita, Benang itu umpama Muhammad (Roh kita) dan Allah itu umpama Kapas. Untuk mendekatkan faham bahwa “Allah meliputi atau mesera dengan Muhammad dan Adam.  Adam adalah Diri Terdiri, Muhammad adalah Diri Terperi, dan Allah meliputi sebenar-benar diri.
Awas, perhatian ini contoh saja, tetapi Allah lah yang lebih tahu.
Penyusun Umdatul Hasanah lil Jama’ah Thariqah al Junaidiyah disusun sebagai Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidiyah menyimpulkan tentang Mukafahah bahwa Salik yang sampai pada hal Mukafahah ini, Rohaniyahnya selalu berkasih-kasihan dan cinta kasih kepada Af’al  Allah Swt, Rohaniyahnya selalu berkasih dan saying kepada Asma Allah dan Rohaniyahnya selalu berkasih dan saying kepada Sifat-sifat Allah Swt bahkan sangat kasih kepada Dzat Allah Swt. Oelh karenanya Salik yang mengelami dan sampai kepada Hal Mukafahah ini, apapun yang terjadi pada dirinya. Ia selalu tersenyum dan banyak bersyukur kepada Allah, dan juga selalu ridla dengan kadar Allah dan juga Imosinya selalu terkendali.
Timbul satu pertanyan, “Mengapa Salik bias  bersikap  begitu ?  Jawabannya adalah karena Rohaniyahnya berkasih-kasihan dan cinta kasih dengan Af’al, Asma dan Sifat-sifat  Allah bahkan  kasih dan cinta dengan Dzat Allah Swt.




E. DOKTERN  AJARAN THARIQAT AL JUNAIDIYAH (THARIQATUL QAUM)
Imam Al Junaid nama panjangnya adalah Abul Qasim al Junaid Ibnu Muhammad (اَبُوْ الْقَاسِمِ الْجُنَيْدُ اِبْنُ مُحَمَّدٍ) yang masanya dipanggil Merak Ulama (تَعُسُّ الْعُلَمَاءِ) Dia adalah pimpinan Aliran Thariqat Sufi dan Imam dari Imamnya. Dokterin aliran thariqat al Junaid didasarkan kepada “Ketenangan”. Dokterin ini adalah dokterin yang paling terkenal. Hampir semua Syekh Tasawuf mengadopsinya (mengambilnya). Meskipun banyak terdapat perbedaan dalam ungkapan-ungkapan mengenai Ethika Tasawuf.
Dokterin aliran al Junaid ini bertolak belakang dengan aliran Taypuri Syekh Abu Yazid al Bustami  yang lebih  menyukai kegairahan (غَلَبَةً)  dan Kemabukan (سُكْرُا)  sedangkan Syekh Al Junaid lebih menyukai “Ketenangan” (نَجْوًا).
Al Junaid dan para Pengikutnya lebih  menyukai “Ketenangan” (نَجْوًا) dari pada “Kemabukan” (سُكْرُا). Mereka  melihat dan memandang bahwa kemabukan adalah kejahatan. Karena kemabukan akan menimbulkan gangguan kepada keadaan Normal seseorang dan akan kehilangan kewalian dan juga aakan kehilangan control diri.
Sudah menjadi prinsif bahwa semua hal haeus dicari melalui cara pelanyapan  (الْفَنَاءُ) dan cara kekalan (الْبَقَاءُ) atau penghapusan dan penegasan. Semua prinsif Verifikasi ini tdak bia Syekh Al Junaid.s di capai kecuali yang berpikiran waras atau normal.
Dalam Hikayat diceritakan bahwa ketika Husain Bin Masshur (حُسَيْن اِبْنُ مَنْصُوْر) yaitu Al Halajj dalam kegairahan dan kemabukannya memutuskan seluruh hubungannya dengan (Gurunya) Syekh Amir bin Usman (عَامِر اِبْنُ عُثَمَان) di Mekkah, dan pada akhirnya Al Halajj datang kepada Syekh Al Junaid. Kemudian Syekh Al Junaid menanyakan tujuannya dating sehingga ia menemuinya. Al Halajj menjawab bahwa “Saya  ingin bergaul – berteman dengan Syekh Al Junaid.”  Al Junaid menjawab : “Saya  tidak ingin bergaul dengan orang gila (sepertimu). Pergaulan membutuhkan kesehatan jiwa, jika kesehatan jiwa itu tidak ada, maka  hasilnya adalah sikap Engkau terhadap Syekh Sahl Ibnu Abdullah al Tustari dan Syekh Amir bin Usman.”
Al Halajj menjawab : “Wahai Syekh Al Junaid, Ketenangan dan Kemabukan adalah dua sifat manusia yang berbeda, dan manusia akan terhijab dari Tuhannya sehingga sifat-sifatnya difanakan.”  Wahai putera Manshur kata Al Junaid “ Engkau keliru memahami Ketenangan dan Kemabukan.” Ketenangan menunjukkan Validitas (keadaan yang sah) spiritual seseorang dalam hubungannya dengan Allah, sementara Kemabukan menunjukkan berlebihannya kerinduan dan butanya cinta, dan keduanya (berlebihan kerinduan dan butanya cinta) tidak bisa dicapai oleh maanusia.” Hai Putera Manshur! Dalam perkataanmu saya mendapati keboduhan dan omong kosong”. 
Kebutaan tidak akan membebaskan manusia dari perbudakan dan penyelewengan Fenomena.  Kenyataannya bahwa manusia tetap dalam Fenomena dan melupakan Allah dikarenakan  mereka tidak melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Sebab jika mereka  melihat sebagaimana adanya maka  mereka akan lari.
Bentuk melihat terbagi dua macam  yaitu :
1. Kecamata Penghapusan atau Pelenyapan Diri  (الْفَنَاءُ)
2. Kecamata Penegasan (Klaim) atau Kekekalan (الْبَقَاءُ)
Bentuk melihat melalui Kecamata Penghapusan atau Pelenyapan Diri atau Kecamata Penegasan (Klaim) atau Kekekalan.  Dia yang melihat apapun melihatnya baik dengan Kecamata Penghapusan atau Pelenyapan Diri atau Kecamata Penegasan (Klaim) atau Kekekalan.  Jika dia melihat dengan Kecamata Kekekalan, maka berarti dia melihat bahwa seluruh alam semesta ini tidaklah semporna dibandingkan dengan kekekalan-NYA (Allah) sendiri, karena dia tidak melihat fenomena sebagaimana kekekalan dengan sendirinya. 
Jika  dia melihat dengan kecamata Kefanaan, dia akan melihat bahwa seluruh makhluk tidaklah wujud (tidak ada) disisi kekekalan Allah. Dalam semua kejadian Dia berpaling dari makhluk. Rasulullah Saw pernah berdo’a : “Ya Allah, tunjukkan kepada Kami segala sesuatu seperti apa adanya, karena orang yang melihat sebagaimana adanya akan tenang"
Arti Arabnya menurut google translate
قَوْلُهُ النَّبِيُّ (ص)  : " اَللَّهُمَّ اَرِنَاا لْاَشْيَاءَ عَلَى حَقِيْقَتِهَا لِاَنَّ مَنْ يَرَى عَلَى حَقِيْقَتِهِ سَيَكُوْنُ فِى سَلَامٍ" اى هَادِئٍ
Penglihatan seperti  itu tidak bias  dicapai  sebagaimana layaknya kecuali dalam keadaan tenang.  Rasulullah Saw  dalam  keadaan tenang  sehingga  ia  bias  melihat keagungan yang  sama secara terus-menerus. Dengan kesadaran yang semakin lama semakin meningkat, hingga Rasulullah Saw  berdiri  diruangan  yang  hanya berjarak  dua ujung busur panah dari kekhadiran Ilahi (Tuhannya). Hal ini telah diabadikan  dalam Kitab Suci Al Qur’an, lihat pada Surat An Najam ayat ke- 9 – 11 yang berbunyi :

فَكَانَ  قَابَ قَوْسَيْنِ اَوْ اَدْنَى* فَاَوْحَى اِلَى عَبْدِهِ مَا اَوْحَى* مَاكَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى* النجم  9-11

Artinya  : “Maka adalah jaraknya  dari pada  Nabi Saw sekedar dua ujung busur panah atau  lebih dekat  lagi dari pada itu. Kemudian Ia (Allah) mewahyukan kepda Hamba-Nya  (Muhammad)  apa-apa yang diwahyukan-Nya. Tidaklah meningkari hati Nabi Saw terhadap apa-apa yang  dilihatnya.” QS. An Najam 9-11.
Berbicara mengenai dua macam  Kecamata  cara memandang baik  memandang  dengan Kecamata KEKEKALAN atau  cara melihat  dengan Kecamata  KEFANAAN, Insya Allah akan kita  bahas kedua Pandangan atau Penglihatan dimaksud.

F. AL JUNAID DAN PENGIKUTNYA LEBIH MENYUKAI GHAIBAH DARI PADA HUDUR

Berbicara  berbicara mengenai “HUDUR” yakni “ Kekhadiran   Diri” (الْحُضُوْرُ)  dan  “GHAIBAH” yakni “Ketidakkhadiran Diri” (الْغَيْبَةُ) yang dirasakan  oleh Pengamal Thariqat. Syekh Imam Al Junaid Rahimahullah pada masalah Hudur dan Ghaibah yakni  Kekhadiran   Diri dan Ketidakkhadiran Diri, Beliau Syekh al Junaid lebih menyukai “GHAIBAH” yakni “Ketidakkhadiran Diri” (الْغَيْبَةُ) 
Al Imam Al Junaid lebih  menyukai  “GHAIBAH” yakni “Ketidakkhadiran Diri” (الْغَيْبَةُ) katimbang “HUDUR” yakni “ Kekhadiran   Diri” (الْحُضُوْرُ)   Menurutnya Ghaibah adalah ketidakkhadiran Hati dari segala sesuatu kecuali Allah yang hadir. Hingga  titik  tertentu menjadi  tidak khadir dari ketidakhadirannya. Bahkan tidak hadir dari Dirinya sendiri. Sehingga  ia  tidak  lagi  menganggap dirinya sendiri  ada.  Tanda dari keadaan  ini adalah Penarikan Diri atau Pelenyapan Diri atau Penyerahan Diri dari Batang Tubuh, Hati dan  Rohaniyah  dari  semua  kekuasaan formal,  maka  ketidakhadiran Diriny (الْغَيْبَةُ) adalah kehadiran  Allah.

Diriwayatkan  bahwa “Seseorang pernah  datang  kepada Syekh Al Junaid Rahimahullah, dan  orang (tamu) itu berkata : “Wahai Syekh Hadirlah Engkau dengan saya walau  sejenak,  sehingga saya  dapat berbicara  dengan Engkau.” Syekh al Junaid menjawab : “Wahai  anak muda, Engkau  menuntut dari  saya  akan sesuatu  yang sudah lama saya  cari  ( yakni kekhadiran diri saya). Selama bertahun tahun  saya berharap bisa hadir dengan diri  saya sendiri barang sejenak, tetapi  saya  tidak  bisa. Dan  bagaimana mungin saya bisa hadir dengan Engkau sekarang.  Ceritera  ini  menunjukkan bahwa Imam Al Junaid benar-benar Ghaibah (الْغَيْبَةُ)  tidak  bisa  menghadirkan dirinya  walau sebentar, ia benar-benar berada dalam keadaan Fana ul fana dan Baqa Billah.
Diceriterakan pula bahwa “ Pada suatu hari seorang laki-laki datang  kepada Syekh dan Imam Al Junaid radliyalluhu anhu dan ia bertanya, ujar laki-laki itu, “Ya Abal Qasim, apakan Tuan  melihat Tuhan waktu Tuan menyembah-Nya ? Al Junaid berkata, memberikan jawaban kepada orang itu : “Wahai penanya yang terhormat ! Kami tidak pernah menyembah Tuhan yang kami tidak melihat dan kami tidak mensucikan apa-apa yang tidak jelas.”  Orang itu bertanya lagi : “Bagaimana caranya Tuan melihat Tuhan ? al Junaid Radliyallahu anhu berkata termaktub dalam kitab Iaqazul Himam ……..
اَلْكَيْفِيَةُ مَعْلُوْمَةٌ فِى حَقِّ الْبَشَرِ مَجْهُوْلَةٌ فِى حَقِّ الرَّبِّ* لَنْ تَرَاهُ الْاَبْصَارُ  فِى هَاذِهِ الدَّارِ بِمُشَاهَدَةِ الْعِيَانِ* وَلَكِنْ تَعْرِفُهُ الْقُلُوْبَ بِحَقَائقِ الْاِيْمَانِ ثُمَّ تَتَرَقَّى مِنَ الْمَعْرِفَةِ اِلَى الرُّؤْيَةِ بِمُشَاهَدَةِ نُوْرِ الْاِمْتِنَانِ*  كِتَاب ايْقَاظُ الْهِمَمِ
Maksudnya : Adapun caranya diketahui  dari Sifat-sifat ke Insanan itu (حَقُّ الْبَشَرِيَّةِ) fositif. (Fositif adalah mata kepala dapat melihat dan meraba). Sedangkan sifat-sifat pada hakekat Ketuhanan (حَقُّ الرَّبِّ) itu negative. Maksudnya mata kepala tidak bisa melihat di negeri dunia ini dengan penglihatan mata kepala. Akan tetapi hati dapat melihat Tuhan dengan kekuatan Iman. Selanjutnya kita jejaki, kita telusuri dari pada pertolongan “Marifat” kearah penglihatan (رُاْيَةٌ) ru’yat dengan pandangan Nur karunia  dari Tuhan. ………
Keadaan Orang tersebut, setelah mendengarkan  dan memperhatikan uraian dari Syekh – Imam al Junaid Radliyallahu anhu maka berdirilah orang itu seraya mencium tangan Syekh al Junaid. Kemudian ia bertaubat, inabah terus-menerus dan kemudian ia selalu bersama-sama Gurunya Syekh al Junaid hingga akhir hayatnya.
Perlu Penyusun Umdatul Hasanah Lil Jama’ah Thariqat al Junaidiyah tekankan sekali  lagi bahwa ta’rif Thariqat al Junaidiyah adalah :
دَوَامُ مُرَاقَبَةِ اللهِ تَعَالَى بِالْبَاطِنُ
Maksudnya : “Berkepanjangan – berkekalan mengawasi jiwanya (agar tidak lupa-lalai) dengan Allah (lahir – batin)”.
Jadi berkepanjangan mengawasi hatinya agar tidak lalai dengan Tuhannya yaitu Allah Ta’ala.  Disini Pengamal Thariqat al Junidiyah (thariqatul Qaum) senantiasa terikat jiwa-raganya dengan Allah semata.. ia tidak ada kesempatan memikirkan nikmat dunia dan nikmat akhirat. Maka ia terlepas dan keluar dari pengaruh nafsu dan tipu daya Syaithan. Dengan demikian jiwa raga Pengamal Thariqat al Junidiyah (thariqatul Qaum)  bagaikan para Malaikat yang dapat melihat keagungan Tuhannya setiap sa’at.

G. AL FANA’U FILLAH  (فَنَاءٌ فِى اللهِ)
Salah satu Kecamata Pandang yang dibahas pada Bab Al Mukafahah ini adalah “Memandang melalalui Kecamata Kefanaan.”  Bila ketenangan jiwa telah sempurna, kejernihan dan keheningan hati telah didapat oleh Salik, maka dengan Anugrah Allah Swt ia mampu  melihat dan menangkap  keagungan Allah Swt.  Dia akan merasakan lenyapnya af’alnya digantikan oleh kehadiran af’al-Nya Allah. Begutu pula Dia akan merasakan lenyapnya asmanya digantikan oleh kehadiran asma-Nya Allah dan Dia akan merasakan lenyapnya sifat-sifatnya digantikan oleh kehadiran sifat-sifat-Nya Allah pada setiap hembusan nafas dan tarikan nafasnya. Inilah yang dinamakan al Mukafahah Zauqiyah.
Ada yang mengatakan bahwa dalam kitab Rasa’il al Junaid telah menyebutkan bahwa fana’ dibagi menjadi 3 yang pertama adalah fana’ dari sifat, sebai berikut :
كِتَابُ رَسَائِل الْجُنَيْدِ
وَالْفَنَاءُ الْاُوْلَى  فَنَاءٌ عَنِ الصِّفَاتِ وَالْاَخْلَاقِ وَالطِّبَاعِ بِقِيَامِكَ بِدَلَائِلِ عَمَلِكَ بِبَذْلِ الْمَجْهُوْدِ وَمُخَالَفَةُ النَّفْسِ وَحَبَسُهَا بِالْمَكْرُوْهِ عَنْ مُرَادِهَا 
Artinya : Terdapat tiga macam fana’. Yang pertama adalah fana’ dari sifat, kualitas serta kecenderungan, fana’ ini terjadi melalui pengalaman akan bukti dari kerjamu, melalui upayah yang diperluas, melalui keberagaman dirimu sendiri dengan mencela hasrat. Dalam tingkatan fana’ dari sifat ini seorang sufi dituntut untuk menghilangkan semua sifat kemakhlukkan dan nafsunya. Semua sifat yang berhubungan dengan keduniawian dang menghiasinya dengan sifat-sifat Tuhan. 
Dalam kondisi seperti ini seorang sufi telah/akan mentransfer sifat-sifat Tuhan kedalam dirinya, dengan menghilangkan sifat-sifat yang tercela dan mengantikannya dengan sifat-sifat yang terpuji yang dalam bahasa tasawuf disebut takhalli (Pebersihan dan pengosongan diri dari sifat buruk dan tercela) dan tahalli (mengisi tempat yang kosong itu dengan sifat terpuji dan mulia). Dan ketika al Junaid di tanya apakah sifat itu sifat manusia atau sifat Tuhan? Al  Junaid menjawab “Esensinya memang merupakan sifat Tuhan, namun gambaran Lahiriahnya adalah disebut sifat manusia.” Melalui definisi ini, al Junaid ingin menggambarkan bahwa sesungguhnya dalam diri manusia telah dihiasi dengan sifat Tuhan. Sehingga kondisi tertinggi dari pengalaman sufistik yang dicapai seorang sufi berupa persatuannya dengan Tuhan.
Macam fana’ yang kedua adalah fana’ dari perhatian terdapat ganjaran yang manis dan kepuasan ibadah, sebagai berikut :
وَالْفَنَاءُ الثّانِى  فَنَاءُكَ عَنْ مُطَالَعَةِ حُظُوْظٍ مِنْ ذُوْقِ الْحَلَاوَاتِ واللّذَاتِ فِى
الطَّاعَاتِ لِمَوَاَفَقَةِ مُطَالَبَةِ الْحَقِّ لَكَ لَا نُقِطَائِكَ اِلَيْهِ لِيَكُوْنَ بِلَا وَاسِطَةٍ بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ. 
Artinya : Dan fana’ yang kedua adalah fana’mu dari perhatian terdapat ganjaran yang manis dan kepuasan ibadah, melalui keserasian yang sempurna atas pencarian akan al-Haqq untuk dirimu sendiri dalam memangkasmu untuk Dia, bahwa bisa jadi tidak ada perantara antara engkau dan Dia. 
Dalam tingkatan ini seorang sufi dituntut untuk tidak lagi beribadah mengharapkan pahala dan surga dari Tuhan, namum semua ibadahnya semua amal baiknya dan semua perbuatannya hanya untuk bisa dekat dengan-Nya dan mendapatkan ridha-Nya, dengan demikian maka manusia tak lagi beribadah karena kewajiban untuk menjalankan perintah -Nya dan menjauhi larangan-Nya atau beribadah hanya sekedar hanya untuk gugur tanggung jawab, akan tetapi dalam tingkatan ini seorang sufi menjadikan ibadah dan amal baiknya sebagai kebutuhan dan kepentingan dia untuk mendekatkan diri dan menyatu dengan Tuhan-nya.
Dan yang terakhir adalah fana’ dari dirimu sendiri atas pandangan hakikat, seperti yang tertulis dalam kitab Rasa’il Junaid sebagai berikut :
وَالْفَنَاءُ الثّالِثُ  فَنَاءُكَ عَنْ رُؤْيَةِ الْحَقِيْقَةِ مِنْ مَوَاجيْدِكَ بِغَلَبَاتٍ شَاهِدَ الْحَقِّ 
عَلَيْكَ فَاَنْتَ حِيْنَئِذٍ فَانٍ و بَاقٍ وَمَوْجُوْدٌ مُحَفَّقٌ لِفَنَائِكَ  بِوُجُوْدِ غَيْرِكَ عِنْدَ بَقَاءِ رَسْمِكَ بِذِهَابِ اِسْمِك
Artinya: Yang ketiga, adalah fana’ dari dirimu sendiri atas pandangan akan hakikat. Fana’ dari muwajid-mu yang hanya al-Haqq yang menguasaimu. Pada saat kalian berdua fana’ dan baqa’, dan menemukan keberadaan yang sebenarnya dalam fana’-mu, melalui wujud yang lain dalam dirimu, di ke-baqa’-an akan jejak-jejakmu dalam menghilangkan nama-Mu 
Pada tingkatan ini, seorang sufi akan kehilangan perhatiannya dengan yang lain, tidak lagi merasa memiliki hubungan dengan lingkungannya. Bahkan semua yang ada di sekitarnya tidak lagi menjadi obyek pemikirannya, lantaran seluruh perhatiannya hanya tertuju kepada Tuhan semata. Sementara dengan hilangnya semua perhatian dan dengan kesadaran penuh itu, maka dia otomatis sedang berada ditangan Tuhan. Fana’ dan Baqa’ ini merupakan sesuatu yang kembar dan datang secara bersamaan pada seorang sufi, sehingga jika seseorang mengalami fana’ (rasa keinsanan diri hilang dan lenyap), maka bersamaan dengan itu muncul baqa’ (munculnya kesadaran akan kehadirannya di sisi Tuhan). Namun manusia dengan segala sifatnya yang cinta akan duniawi, merupakan penghalang bagi seorang sufi untuk mencapai persatuannya dengan Tuhan.
Sebenarnya seorang Sadatina dari golongan Shahabat yang memperkatakan tentang ajaran  Al  Fana’u  ()  adalah Amirul Mu’minin  Khalifat Sayyidina ‘Ali bin Abi  Thalib karramallahu wajhahu pernah berkata  :
وَفِى فَنَائِيْ وَفِى فَنَائِيْ وَفِى فَنَائِيْ وَجَدْتُ اَنْتَ
 Artinya : “Di dalam fana’ku (lebur  aku) leburlah kefanaanku, tetapi di dalam kefanaanku  itulah, aku mendapatkan Engkau (Wahai  Allah).
Dikala  itu Salik Pengamal Thariqat….  dikatakan Fana,u Fillah wal Baqa’u Billah (فَنَاءٌ فِى اللهِ وَ بَقَاءٌ بِاللهِ).    Pada keadaan begitu yang bisa mengungkap keadaanya perasaan dzauqiyahnya (rasa lezatnya).  Didalam Kitab Sirajut Thalibin pada Zus Pertama  Syekh Dahlan telah menukil perkataan Aulia yakni  :
مَااَعْرِفُ اِلَّا اللهُ  وَلَا اَدْرِي اِلَّا اللهُ  وَهَذَا مَعْنَى قَوْلُ الْمُصَنِّفِ اي الْغَزَالِي : فَمَنْ رَاَى الْحَقَّ رَآهُ فِى كُلِّ شَيْئٍ  الخ * وَلَوْ تَصَوَّرَ شَخْصٌ لَا يَرَى اِلَّا الشَّمْسَ وَنُوْرَهَا الْمُنْتَشَرَ  فِى الْاَفَاقِ يَصِحُّ اَنْ يَقُوْلَ : مَا اَرَى اِلَّا الشَّمْسَ,  فَاِنَّ النُّوْرَ الْفَائِضَ مِنْهَا هُوَ  مِنْ جُمْلَتِهَا  لَيْسَ خَارِجًأ عَنْهَا وَكُلُّ مَا فِى الْوُجُوْدِ نُوْرٌ مِنْ اَنْوَارِ الْقُدْرَةِ الْاَزَلِيَّةِ وَآثَرٌ مِنْ آثَارِهَا وَكَمَا اَنَّ الشَّمْسَ  يَنْبُوْعُ النُّوْرَ الْفَائِضَ عَلَى كُلِّ مَوْجُوْدٍ* فَلَيْسَ فِى الْوُجُوْدِ  اِلَّا اللهُ, وَمَنْ عَرَفَهُ عَرَفَ اَنَّ كُلَّ شَيْئٍ مَاخَلَا اللهُ بَاطِلٌ وَاِنَّ كُلَّ شَيْئٍ هَالِكٌ اِلَّا وَجْهَهُ, لَا اَنَّهُ سَيُبْطِلَ وَيَهْلِكَ فِى حَالٍ ثَانٍ اى فِى وَقْتٍ مِنَ الْاَوْقَاتِ  بَلْ هُوَ اَلْآنَ بَاطِلٌ وَهَالِكٌ اَزَلًا وَاَبَدًا لَا يَتَصَوَّرُ اِلَّا كَذَالِكَ* سراج الطالبين جرء الاول
Maksudnya : “Aku tidak kenal (yang lain) kecuali  Allah (semata), aku tidak tahu (yang lain) kecuali Allah (semata). Inilah pengertian atas ucapan Pengarang (Imam  Al Ghazali) : “Siapa yang melihat Al Haq (Allah) maka melihatlah ia kepada Allah pada segala sesuatu ……… seterusnya.” Dan  andaikata  seseorang tersawur (tergambar) pada kata-katanya bahwa ia tidak melihat disegala ufuq atau penjuru.”  Benarlah apa yang dikatakan  bahwa “Sesungguhnya cahaya matahari melimpah dari matahari itu sendiri, padahal  cahaya itu  sendiri termasuk  matahari  itu  sendiri, bukan berarti cahaya itu  keluar  dari  pada maatahari. 
Seluruh yang wujud  adalah NUR  (نُوْرٌ)  dari  ANWARUL QUDRATIL AZALIYAH   (اَنْوَارِ الْقُدْرَةِ الْاَزَلِيَّةِ) Yakni cahaya qudrat yang azali dan asat dari pada asar  Anwarul qudratil azaliyah (وَآثَرٌ مِنْ آثَارِهَا) seperti matahari  yang mengalirkan  cahaya  atas  semua yang ada ini.  Maka tidak ada pada wujud  ini  kecuali (yang ada) Allah semata. Si siapa yang mengenal-Nya,  ia akan mengerti bahwa segala sesuatu ini yang selain Allah adalah Batil.
Sesungguhnya  segala sesuatu  ini adalah batil  kecuali Dzat  Allah Swt. Tidaklah yang dimaksudkan  batil  atau binasanya atau lenyapnya sesuatu hanya  pada sesuatu waktu saja atau yang akan datang. Bahkan  sesuatu  itu, sekarangpun adalah Bathil dan Binasa dalam arti  “AZALI” dan  selama-lamanya. Tidak ada gambaran atau contoh atau penjelasan selain seperti hal itu.”
1. Hakekat  Fana’u Fillah  (حَقِيْقَةُ الْفَنَاءِ فِى اللهِ). Sebagaimana  telah  kita  ketahui bahwa Hakekat Fana’u Fillah tersebut telah tercantum  dalam sebuah kitab klasik yang bernama “ Jami’ul Ushul Fil Aulia halaman  172  yang berbunyi
وَاَمَّا حَقِيْقَةُ الْفَنَاءِ هِيَ سُقُوْطُ الْاَوْصَافِ الْمَذْمُوْمَةِ  وَالْبَقَاءُ وُجُوْدُ الْاَوْصَافِ الْمَحْمُوْدَةِ* اَلْفَنَاءُ اِثْنَانِ  اَحَدُهُمَا مَاذُكِرْنَاهُ وَهُوَ بِكَثْرَةِ الرِّيَاضَةِ* وَالثَّانِي : عَدَمُ الْاِحْسَاسِ بِعَالَمِ الْمَلَكُوْتِ وَهُوَ بِالاِسْتِغْرَاقِ فِى عُظْمَةِ الْبَارِي وَمُشَاهَدَةِ الْحَقِّ* وَاِلَيْهِ اَشَارَ بَعْضُ الْمَشَايِخِ بِقَوْلِهِ  : الْفَقْرُ سَوَّادُ الْوَجْهِ فِى الدَّارَيْنِ يَعْنِى الْفَنَاءُ فِى الدَّارَيْنِ(1) جامع الاصول فى الاولياء  رقم  172
Jadi,  adapun yang dimaksudkan Hakekat  al Fana’I  itu adalah  gugurnya (hilangnya) sifat-sifat tercela pada  diri kita. Dan adanya (terbitnya) sifat-sifat mahmudah (yang terpuji) pada diri kita. Dan Fana itu  ada dua  macam : Pertama yakni  kita sebutkan seperti  sering atau banyaknya melakukan Riyadah (latihan-latihan) kerohanian. Kedua  : Menghilangkan  perasaan  terhadap alam Malakut  yaitu dengan  jalan Istigraq (pelenyapan keinsanan) pada Kebesaran Tuhan serta memandang Al Haq (Allah Swt). Dan  padanya  itu suatu  isyarat oleh sebagian Syekh dengan ucapannya  :  “Kefakiran  itu  adalah melenyapkan wajah (bertawajjuh) pada  dua negeri yakni negeri dunia dan negeri akhirat.  Maksudnya  kita Salik sebagai  Pengamal Thariqat Sufi  selalu /senantiasa berkepanjangan  bertawajjuh meniadakan dua negeri dunia dan akhirat ini. Kalau  dikecilkan lagi kita  selalu bertawajjuh memfanakan  meniadakan dua alam yaitu alam Sugra dan alam Kubra.






2.Contoh Pengertian Fana si Hamba dengan  Allah Swt.

Memang  sulit untuk memberikan contoh yang cucuk, yang sangat  relevan tentang Pengertian Fana si Hamba dengan  Allah Swt.  Jika kita  bakar  sekerat  Besi dalam Api,  maka lama kelamaan hilanglah Besi itu, besi itu telah berubah  menjadi api semata-mata. Kalau kita pegang-pegang besi  itu tentu tangan kita akan  terbakar.  Sebab  besi itu telah fana  (lenyap ia)  dalam api.  Kemanakah Besi  itu ?  Sebab  Besi  tetap selamanya  besi  dan Api  tetap selamanya  Api. Tidak  ada  Besi menjadi Api dan sebaliknya tidak ada  api menjadi  besi.
Begitulah  kira-kira  seorang Hamba  yang dikasihinya,  maka  Hamba  itu telah fana (lenyap)  pada  sisi  Tuhannya.  Dia  tidak bisa lagi  menghadirkan dirinya, yang  mana  diri-diri  mereka dan mereka tidak mengenalnya lagi. Diri  Salik Pengamal Thariqat Sufi  telah hilang-lenyap di dalam kebaqaan Allah Swt.
Pada pembhasan yang lalu disebutkan bahwa Imam al Junaid lebih menyukai  Ghaibah  (الْغَيْبَةُ) dari  pada Hudur  (الْحُضُوْرُ).  Bila  diri kita sudah bertawajjuh muthlaq dengan benar, maka Diri kita mengalami Ghaibah berarti yang hadir hanyalah Allah Swt semata-mata. Inilah  yang  dialami oleh Imam al Junaid al Baghdadi sendiri.
Fana’un Fillah pada Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah/Thariqatul Qaum setelah melakukan Tawajjuh Muthlaq. Pada  saat  itu ia kembalikan (ia serahkan) batang tubuhnya, ia kembalikan (ia serahkan) hatinya (hati adalah raja yang dapat berhubungan dengan alam materi dan alam non materi) dan seterusnya  ia kembalikan (ia serahkan) Rohnya (Sifat Ma’anawiyah) kepada Allah Swt.  Setelah tiga  macam tadi benar-benar lepas hilang dengan melalui mujahadah yang sungguh-sungguh. Atau  melalui pertarungan Bathin melawan nafsu dan ananiyahnya.  Dari maqam taubah (تَوْبَةٌ) terus ke maqam inabah (اِنَابَةٌ) terus menuju maqam Tawakkal (تَوَكَّلٌ) terus menuju maqam Tafwidl (تَفْوِيْضٌ) terus berjalan jiwa kita menuju maqam Taslim (تَسْلِيْمٌ) hingga ke maqam Hurriyah (حُرِّيَّةٌ)sebagai batas akhirnya.  Maksudnya  ketiga unsur yakni Batang Tubuh, Hati dan Roh benar-benar telah ghaibah maka dikala itu Salik karam di lautan Nur Muhammad untuk  berhubungan dialam Ketuhanan.  Disaat  itu Salik benar-benar  mengalami :
1. Muraqabatul Haq bil Haq  (الْمُرَاقَبَةُ بِالْحَقِّ)
2. Musyahadtul Haq bil Haq  (الْمُشَاهَدَةُ بِالْحَقِّ)
3. Muqabalatul  Haq bil Haq  (الْمُقَابَلَةُ بِالْحَقِّ)
Disini  Salik benar-benar mendapatkan rasa al Mukafahah karena kejernihan mata batinnya, karena beningan mata hatinya, hingga ingatanya kealam wujud ini, benar-benar hilang lenyap, lepas sama sekali Ghaibah. Yaitu  leburnya kedalam kebaqaan Allah semata-mata.  Ada  yang sadar da nada yang tidak sadar da nada juga yang diantara keduanya. Tetapi di dalam Thariqat al Junaidiyah atau Thariqatul Qaum  semuanya terjadi dan dialami dalam  keadaan sadar, sebab thariqat kita lebih menyukai ketenangan dari pada kemabukan.
Sekali lagi kami tegaskan bahwa dengan cara tawajjuh muthlaq yang mantap atau tawajjuh muthlaq yang tahqiq, maka terjadilah Fana’ul Fana. Dikala itu lenyaplah hijab (terangkatlah dinding penutup) dari  sifat-sifat keinsanan. Tampaklah NUR yang selama itu Ghaibah ketika  rasa Mukafahah pada wajhullah Swt benar-benar tampak, yang demikian itu disebut “TAJALLI”  ().
4. Fana’ul Fana terbagi  4 Tingkatan
Al Fana’ul Fana disebut juga Tajallinya Allah Swt pada Salik  Pengamal  Thariqat al Junaidiyah atau Thariqatul Qaum.  Adapun  Al Fana’ul Fana tersebut terbagi kepada 4 tingkatan maqam atau livel    :
1. Al Fana’ul Fana maqam pertama adalah Tajalli Allah Swt pada Af’al-Nya pada Salik  Pengamal  Thariqat al Junaidiyah atau Thariqatul Qaum, maka mereka  telah/akan/sedang merasakan dengan tahqiq bahwa ia merasa bayang-bayang atau ia adalah pata morgana atau ia adalah laksana buih ditengah lautan yang sedang ditiup angina kencang  dan dihampas oleh gelombang, maka  buih itu lenyap berubah menjadi air laut, tak punya daya apa-apa. Ia mersara tak punya daya  dan kekuasaan apa-apa.

(لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللهِ)  

Lenyaplah Af’al dari Salik  Pengamal  Thariqat al Junaidiyah atau Thariqatul Qaum, digantikan Allah dan yang ada dirasakannya hanyalah Af’al Allah Swt semata-mata. (لَا فَاعِلَ اِلَّا اللهَ) Maksudnya bahwa “Tidak ada jenis perbuatan Salik yang dimilikinya (termasuk gerak dan diamnya) kecuali Af’al Allah Swt semata”.

وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ*  الصافات 96

Artinya  : “Allah jualah yang telah menciptakan kamu dan apa-apa saja yang sedang atau akan kamu perbuat.” QS. As Shafat 96.
Berkata seorang Aulia Allah  Syekh Abdul Karim al Jailani di dalam Kitabnya “Al Insanul Kamil fi Ma’rifatil Awami wal Awail tengtang Tajalli atau Mazhar Af’al  Allah pada Salik yang  aku kutip dari buku “Kunci Memahami Ilmu Tasawuf” disebutkan    :

تَجَلَّى سُبْحَانهُ وَتَعَالَى فِى اَفْعَالِهِ عِبَارَةٌ عَنْ مَشْهَدٍ يَرَى فِيْهِ الْعَبْدُ جَرْيَانَ الْقُدْرَةِ فِى الْاَشْيَاءِ فَيَشْهَدُهُ سُبْحَانهُ وَتَعَالَى مُحَرِّكَهَا وَمُسْكِنَهَا يَنْفِى الْفِعْلَ عَنِ الْعَبْدِ  وَاِسْبَاتُهُ لِلْحَقِّ*(مصطفى ظهرى 1998)

Maksudnya  : “Tajalli Allah Swt pada Af’al-Nya adalah ibarat dari pada  pandangan, dimana si Hamba (Salik) melihat padanya berlaku (kudrat) ketentuan Allah pada sesuatu. Ketika itu  ia melihat (merasakan) akan Af’al  Tuhannya. Maka tiada ada perbuatan bagi si Hamba (Salik) baik berupa gerak dan diamnya sesuatu itu isbatnya (ketetapan)  bagi Allah semata-mata.”
Berkata  Syekh Abdullah as Syarkawi  dalam kitabnya “Syarhul Hikam”  yang berbuyi sebagai berikut :

اَمَّا الْعَارِفُوْنَ فَلَا يَرَوْنَ لِاَنْفُسِهِمْ شَيْئًا حَتَّى يَعْتَمِدُوْا عَلَيْهِ* بَلْ يُشَاهِدُوْنَ اَنَّ الْفَاعِلَ الْحَقِيْقِيَّ هُوَ اللهُ تَعَالَى وَ اَنَّهُمْ مَحَلٌّ لِظُهُوْرِ ذَالِكَ فَقَدْ(2)*

Artinya  : “Adapun Para Arif Billah, mereka tidak melihat pada diri mereka akan sesuatu (mereka merasa tiada punya apa-apa). Bahkan bagi mereka tidak bias menghadirkan diri mereka sendiri. 

Sehingga mereka berpegang kepada Allah atas sesuatu, bahkan mereka menyaksikan-meresakan bahwa orang yang memperbuat sesuatu itu sesungguhnya Dial ah AllahSwt. Dan mereka adalah sebagai tempat untuk tampaknya perbuatan itu”.

Dalam kitab “Jalan Ma’rifat Melalui Nur Muhammad”  oleh Guru Supiyan, Alm bahwa Shahabat  Rasulullah yang bernama Abu Bakar   as Shiddiq, Umar bin Khatthab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.  Telah berkata Abu Bakar   as Shiddiq :

Artinya  : “Tiada  aku  melihat akan sesuatu itu, melainkan  aku lihat  akan Allah Swt sebelumnya.”
قَالَ اَبُوْ بَكْرِ ن الصِّدِّيْقُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ  : مَا رَاَيْتُ شَيْئًا اِلَّا رَاَيْتُ اللهَ قَبْلَهُ

Begitu pula Sayidina Umar bin Khatthab berkata
Artinya  : “Tiadala  aku  melihat akan sesuatu itu, melainkan  aku lihat  akan Allah Swt sesudahnya.”
قَالَ عُمَرُ ابْنُ حَطَّابٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ  : مَا رَاَيْتُ شَيْئًا اِلَّا رَاَيْتُ اللهَ بَعْدَهُ

Dan Sayyidina Usman bin Affan berkata “
Artinya  : “Tiadala  aku  melihat akan sesuatu itu, melainkan  aku lihat  akan Allah Swt besertanya.”
قَالَ عُثْمًانُ اِبْنُ عَفَّانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ  : مَا رَاَيْتُ شَيْئًا اِلَّا رَاَيْتُ اللهَ مَعَهُ

Dan  demikian juga Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib berkata “ :

قَالَ عَلِيٌّ اِبْنُ اَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ  : مَا رَاَيْتُ شَيْئًا  اِلَّا رَاَيْتُ اللهَ فِيْهِ


         Artinya  : “Tiadala  aku  melihat akan sesuatu itu, melainkan  aku lihat  akan Allah Swt padanya.”

Penyusun Umdatu Hasanah …. Hanya berdo’a  bahwa “ Semoga Allah Swt senantiasa mencurahkan rahmat-Nya  kepada kita Salik Pengamal Thariqat Sufi khususnya bagi Pengamal Thariqat al Junaidiyah ( Thariqatul Qaum) dan juga semoga dapat merasakan apa yang dirasakan tentang Ma’rifah ini oleh Sadatina kita ( Para ‘Arif Billah) setiap sa’at.” Aamiin yaa rabbal aalamiin. 
2. Tajalli Allah Swt pada Asma-Nya pada segala sesuatu.

Tajalli Allah Swt pada Asma-Nya disini adalah lenyapnya perasaan si Salik dirinya dan ia bebas dari sifat-sifat keinsanan digantikan-Nya dengan sifat-sifat Ketuhanan.  Salik  melihat  kepada sesuatu yang ada disekelilingnya atau Salik  memandang yang ada di Alam Kubra dan Alam Sugra ini semua Asma Allah Swt semata.  Bentuk kalimat AllahAllah atau kalimat  Asma  Allah Swt tersebut ditulis dengan tinta Nur Muhammad atau Nurullah semata.
Bukan  mustahil  Allah Swt itu  bertahwail  yakni (berubah keadaan dalam segala rupa). Ada  seseorang  Aulia Allah pernah bersyair tentang wujud Asma yang berubah keadaan dalam segala rupa.

تَجَلَّى حَبِيْبِيْ فِى مَرَائيْ جَمَالَهُ* فَفِى كُلِّ مَرْءٍ لِلْحَبِيْبِ طَلَائِعَ* فَلَمَّا تَجَلَّى حُسْنُهُ مُتَنَوِّعًا* تُسَمَّى بِاَسْمَاءٍ فَهُنَّ مُطَالِعَ*

Artinya :  “Telah menampakkan oleh kekasihku akan keindahan-Nya pada penglihatanku kepada setiap orang. Ia menampakkan dirinya. Manakala ia bernampak dengan segala keindahannya yang beraneka ragam. (Maka) bernamalah ia dengan nama  menurut wujudnya akan keindahan itu.”
Dzat  Allah Swt  dan  segala Sifat-Nya  tidak  pernah  berubah dan  tidak akan  berubah, namun  urusan  Allah sendiri dengan kudrat dan iradah-Nya, ia dapat bertahwil  berubah keadaan dalam segala rupa dengan Asma-Nya.

مَاشَاءَ اللهُ كَانَ وَمَالَمْ يَشْاَ لَمْ يَكُنَ

Artinya   “Sesuatu  yang  Allah kehendaki itu jadi, dan Sesuatu  yang  tiada kehendaki-Nya itu tidak  akan jadi.”
Dikutif dari Buku Kunci Memahami Ilmu Tasawuf yang ditulis oleh Dr. Mustafa Zahri bahwa  beliau menjelaskan  bahwa  Syekh  Abdul  Karim  al  Jailani  dalam  Kitabnya “Al Insanul Kamil fi Marifatil Awahir wal awail yang aku kutip dari buku Kunci Memahami Ilmu Tasawuf menyebutkan tentang Tajalli Asma Allah pada Diri Hamba :

مَنْ تَجَلَّى لَهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مِنْ حَيْثُ اسْمِهِ الظَّاهِرِ  فَكَشَفَ لَهُ عَنْ سِرِّ  ظُهُوْرِ النُّوْرِ الْاِلهِيّ فِى كَشَائِفِ الْمُحْدَثَاتِ ليَكُوْنَ طَرِيْقًا اِلَى مَعْرِفَةٍ اَنَّ اللهَ هُوَ الظَّاهِرُ * فَعِنْدَ ذَالِكَ تَجَلَّى لَهُ بِاَنَّهُ الظَّاهِرُ*  فَبَطَنَ الْعَبْدُ  بِبُطُوْنِ فَنَاءِ الْخَلْقِ فِى ظُهُوْرِ وُجُوْدِ الْحَقِّ* (مصطفى ظهرى 1998) 

Artinya  : “Siapa saja yang tajalli baginya oleh Allah Swt dari segi Asma-Nya yang Nampak, maka terbukalah  baginya  tentang rahasia ketampakan Nur Ilahi di dalam tersingkapnyasemua (nama) yang muhaddas (semua makhluk) yang bisa  dijadikan jalan (pada sesuatu). Pada ketika itu tajalli-lah  Allah baginya, karena sesungguhnya adalah Allah lah yang tampak (pada sesuatu). Maka si Hamba menempati yang batin karena fananya sifat-sifat kebaharuannya ketika nampaknya wujud al Haq yang Qadim.
3. Tajalli  Allah  Swt pada Sifat-sifat-Nya dengan Salik atau Hamba-Nya.
Tajalli  sifat-sifat Allah Swt  pada Salik atau Hamba-Nya dengan karunia Allah Swt dapat dirasakan ketika Salik mengucapkan Dzikir Ismu Dzat  (Allah, Allah) hakekat hati saat  itu sifat-sifat Ilahiyah yang ada. Penglihatan  secara lahir  telah  lenyap dan sirna pada saat fananya makhluk dan  nampaknya atau zhahirnya Al Haq, maka dirasakan bahwa :

لَا صِفَاتَ عَلَى الْاِطْلَاقِ اِلَّا اللهُ  اى صِفَاتُ اللهِ : لَا حَيَّ اِلَّا اللهُ, لَا قَادِرَ وَ لَا مُرِيْدَ وَ لَا عَالِمَ وَ لَا سَمِيْعَ وَ لَا بَصِبْرَ وَ لَا مُتَكَلِّمَ اِلَّا اللهُ*
Disini  sifat-sifat keinsanan  Salik telah lebur- sirna digantikan oleh sifat-sifat Ketuhanan, ia telah memasuki  pada sifat Fana Fillah   (فَنَاءُ الصِّفَاتِ).
Berkata  DR. Mustafa Zahri  dalam Bukunya “Kunci Memahami Ilmu  Tasawuf bahwa telah berkata Syekh Abdul Karim al Jailani tentang Fana Fillah pada sifat-sifat  Allah  :

تَجَلَّى الصِّفَاتُ عِبَارَةٌ عَنْ قَبُوْلِ ذَاتِ الْعَبْدِ الْاِتِّصَافُ بِصِفَاتِ الرَّبِّ  قَبُوْلًا اَصْلِيًّا حُكْمِيًّا قِطْعِيًا*(مصطفى ظهرى 1998)

Maksudnya  : Tajalli sifat-sifat Allah Swt, adalah ibarat penerimaan tubuh Hamba, berlaku sifat-sifat Ketuhanan. Hal keadaannya penerimaan yang asli dan ketentuanya yang pasti..
Artinya manakala Allah Swt menghendaki terjadinya tajalli sifatNya pada si Hamba, dimana si Hamba merasakan telah lebur dan lenyap sifat keinsanannya diganti oleh sifat-sifat Ketuhanan.


4.Tajalli  Allah Swt  dalam Dzatn-Nya pada Salik

KH. Kasypul Anwar Firdaus, baliau adalah pembawa masuk Thariqat al Junaidiyah ke Kalimantan Selatan, baliau menulis buku  dalam Risalahnya Umdatul Jama’ah biqalamil Firdaus, halaman 13 telah menukil  satu perkataan Imam Al Junaid sebagai berikut  :

وَكَانَ يَفُوْلُ (اى الْجُنَيْد) لَوْ كُنْتُ حَاكِمًا لَضَرَبْتُ عُنقَهُ مَنْ سَمِعْتُ يَقُوْلُ : لَا مَوْجُوْدَ اِلَّا اللهُ اَوْ لَيْسَ لِيْ فِعْلٌ مَعَ اللهِ لِاَنَ ظَاهِرَ كُلِّهِ نَفَى غَيْر اللهِ وَهَدَمَ التَّكْلِيْفَ كُلَّهَا* كذا كتاب عمدة الجماعة بقلم فرداوس

Artinya : Imam Al Junaid berkata : “Andaikata  aku seorang Hakim, pasti telah aku potong leher orang yang berkata, ketika aku dengar  baahwa ia mengatakan : “Tidak ada yang ada (maujud) kecuali Allah tidak ada yang berbuat serta Allah. Bagiku sesungguhnya yang zahir itu semuanya, ia telah pana (lenyap)  selain Allah. Sebab orang itu (kata al Junaid) telah menggugurkan sifat taklifnya semuanya.”

Menurut  pendapat Ahli shufi bahwa  fana fit Dzat Swt :

فَنَاءٌ فِى الذَّاتِ لَا مَوْجُوْدَ عَلَى الْاِطْلَاقِ اِلَّا اللهُ, وَانشُدُوْا فَيُفْنَى ثُمَّ يُفْنَى ثُمَّ يُفْنَى فَكَانَ فَنَاءٌهُ عَيْنُ الْبَقَاءِ

Fana pada Dzat yaitu “Tidak ada yang Maujud secara muthlaq  kecuali (dzat) Allah semata.”  Dan  mereka  bersanandung syair : “Maka ia fana (lebur, lenyap) kemudian ia fana, kemudian ia fana, maka adalah fananya ainnya baqa.”
Inilah yang diisyaratkan oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya
:
 عَنِ النَّبِيِّ (ص) قَوْلُهُ تَعَالَى : مُوْتُوْا قَبْلَ اَنْ تَمُوْتُوْا وَمَنْ اَرَادَ اَنْ يَنْظُرَ اِلَى الْمَيِّتِ يَمْشِى  عَلَى وَجْهِ الاْرْضِ فَلْيَنْظُرْ  اِلَى اَبِيْ بَكْرٍ* الحديث القدسى   

Artinya : Rasulullah Saw bersabda, Firman Allah Ta’ala  :”Matilah kamu sebelum engkau mati. Siapa yang ingin melihat mait yang berjalan dipermukaan bumi maka lihatlah kepada Sayyidina Abu Bakar.” Hadis Qudsi
Tajalli  Dzat Allah  disini, Salik  mengalami perasaan mati Hissi, dimana ia telah hilang sifat keinsanannya, lenyap  seluruh alam lahir dan alam bathin, hanya dirasa Dzat Allah yang ada. 
Lihat  potongan  Firman  Allah  
 :
كُوْنُوا رَبَّانِيِّبْنَ ...... 

Artinya  : “Hendaklah Engkau menjadi orang-orang Rabbani yaitu Ahlullah”. 
Dikutif dari Buku Kunci Memahami Ilmu Tasawuf yang ditulis oleh Dr. Mustafa Zahri bahwa  beliau menjelaskan  ttg Tajalli  Dzat Allah ini, seperti  yang  disebutkan oleh Syekh Abdul Karim al Jailani dalam karyanya  “Kitab Insanul Kamil fi Ma’rifatil Awahir wal Awail sebagai  berikut :

فَاعْلَمْ اَنَّ الذَّاتَ عِبَارَةُ عَمَّنْ كَانَتِ اللَّطِيْفَةُ الْاِلهِيَّةِ قَدْ تَكُوْنُ ذَاتِيَّةً, وَ قَدْ تَكُوْنُ صِفَاتِيَّةً, فَاِذَا كَانَتْ ذَاتِيَّةً كَانَ ذَالِكَ الْهَيْكَلُ الْاِنْسَانِيُّ  هُوَ الْفَرْدُ الْكَامِلُ* (مصطفى ظهرى 1998)

Maksudnya  : “Ketahui olehmu bahwasanya Dzat Allah itu, adalah satu ibarat dimana seseorang merasa  berada dialam  Ketuhanan. Bila Dia telah bernampak atau  bertajalli  atas  Hamba-Nya (dimana  keadaan Hamba) memfanakan diri  mereka,  maka bertempatlah  karunia  Tuhan pada Hamba.  Karunia yang (didapatkan) ada kalanya sebagai Dzat,  ada kalanya sebagai Sifat.  Manakala  terjadi  karunia Dzat, maka yang demikian  itu adalah keagungan insani.  Disitulah keagungan  seseorang  yang  sempurna.


Artinya dengan fana  atau leburnya  diri si Hamba, maka yang tinggal  adalah baqa atau Dzat Allah  semata. Disini  diri si Hamba  berada dibathin dalam wujud  Allah Swt  semata-mata. (مَاسِوَى اللهُ).

Dikutif dari Buku Kunci Memahami Ilmu Tasawuf yang ditulis oleh Dr. Mustafa Zahri bahwa yang beliau  kutif  dari Kitab Insanul Kamil fi Ma’rifatil Awahir wal Awail  seperti  yang  disebutkan oleh Syekh Abdul Karim al Jailani  mengemukakan  tentang  cara bertemu  atau  berhadap kepada adalah sebagai  berikut :

اِنَّ اَدْرَاكَ الذَّاتِ الْعَلِيَّةِ هُوَ  اَنْ تَعْلَمَ بِطَرِيْقِ الْكَشْفِ الْاِلهِيِّ اَنَّكَ اِيَّاهُ وَهُوَ اِيَّاكَ وَاَنْ لَا اِتِّحَادٌ وَلَا حُلُوْلٌ* اِنَّ الْعَبْدَ عَبْدٌ وَاِنَّ الرَّبَّ رَبٌّ لَا يَصِيْرَ الْعَبْدُ وَلَا الرَّبَّ عَبْدًا* وَعَلَامَةُ هذَا  الْكَشْفِ اَنْ يُفْنِيَ اَوَّلًا عَنْ نَفْسِهِ بِظُهُوْرِ رَبِّهِ ثُمَّ يُفْنَى ثَانِيًا عَنْ رَبِّهِ بِظُهُوْرِ سِرِّ الرُبُوْبِيَّةِ* ثُمَّ يُفْنَى ثَالِثًا عَنْ مُتَعَلِّقَاتِ صِفَاتِهِ بِمُتَحَقِّقَاتِ ذَاتِهِ*  فَاِذَا حَصَلَ لَكَ هَاذَا حِيْنَئِذٍ فَقَدْ اَدْرَكْتَ الذَّاتَ(2) مصطفى جهرى

Artinya : bahwa sesungguhnya soal  mencapai (menemukan ) Dzat (melihat) Dzat yang maha Agung itu. Bahwa engkau tahu dengan  jalan thariqatil kasyfi (terbukanya rahasia Ketuhanan), sesungguhnya  saat itu, Kamu adalah Dia dan Dia adalah Kamu, tetapi tidak dalam bentuk Ittihat atau dalam bentuk hulul. Karena sesungguhnya Hamba itu adalah Hamba dan juga Tuhan adalah Tuhan. Hamba tidak bias dijadikan Tuhan  atau  Hamba  menjadi Tuhan.  Adapun ciri-ciri atau alamat mendapatkan kasyaf disini ……  sesungguhnya ajaran tasawuf  mengakui bahwa pintu masuk jalan bertemu  dengan Allah itu adalah melalui cara Penghapusan (Pelenyapan Diri dari pinti Fana dan melalui penegasan – Kekekalan atau Baqa billah).



5.BAQAUN  BILLAH  ()

Disini  si Salik mencapai  taraf dimana kekhadiran  Allah Swt semata-mata yang dirasakannya. Batang Tubuh telah fana atau lenyap dirasa, Batang Tubuh telah lebur dirasa. Hatinya telah sirna ia rasakan begitu pula Rohnya, ia rasakan semata-mata  milik Allah secara muthlaq.
Kata  Ahli  Sufi
:
قَالَ اَهْلُ الصُّفِي : فَنَائُهُ عَلَى بَقَائِهِ وَغَيْبَتُهُ عَلَى حُضُوْرِهِ

Artinya  :” Fananya dalam kebaqaan Allah  dan lenyapnya dalam kekhadiran Allah Swt.”

Pada baqaun billah disini, telah nyata apa  yang dinamakan tajalli Af’al,  tajalli Sifat dan Tajalli Asma.  Bagi  thariqat  kita al Junaidiyah atau thariqatul Qaum hal ini terjadi ketika kita Tawajjuh Muthlaq dengan tahqiq. Ketika  itu dalam satu Nafas  terjadi dzikir khafi dan akhfa, saat itu juga dengan kekuatan yang ada, ia lontarkan dengan nafas yang tertahan tadi  berupa  kalimah Allah-Allah dengan mengata “Allah” kearah tubuhnya. Secara hakekat Batang Tubuh, Hati dan Rohani  kita telah diganti oleh Allah Swt.  Dengan kata lain Keinsanan  kita telah lenyap  dan Kebaqaan Allah  yang ada atau kita berada pada Makm Baqa un Billah. (مَقَامٌ بَقَاءٌ بِاللهِ) Tidak ada makam atau martabat yang lebih tinggi selain Tajalli Dzat Allah atau berada dalam Makam Baqa Billah oleh seseorang Hamba. Hal ini terjadi setelah si Salik mengalami Fana ul fana. Mula-mula Salik fana dengan Gurunya (fana fi syekh) kemudian berlanjut dari Guru ke Guru hingga fana dengan Rasulullah …… fana dengan Nur Muhammad terus … Baqa un Billah.

Sebenarnya Syekh-syekh kalangan Ilmu Tasawuf telah mengalaminya Tajalli Dzat pada makam Baqa un Billah hanya menunjukkan dalam bentuk ilmu isyarat dan gambaran saja. Mereka belum bisa  memberikan …….. belum ada yang memberikan Ta’rif dan Batasan tentang Tajalli Dzat Allah pada Hamba-Nya. Tentang  apa dan bagaimana yang dikatakan Tajalli Dzat itu pada si Hamba. 

Sadatina Syekh Imam al Junaid al Bagdadi radiyallahu anhu benar-benar telah mengalami dan merasakan Tajalli Dzat atau Baqa un Billah ini. Buktinya Beliau tidak bisa menghadirkan Dirinya Sendiri, beliau tak tau dan mencari-cari wujud dirinya. Akan tetapi tak pernah ketemu.  Disini  dapat kita simpulkan bahwa yang Beliau rasakan hanya Allah semata-mata yang hadir yakni al Hudur ( الْحُضُوْرُ) sedangkan diri Beliau sendiri fana/lenyap yakni al Ghaibah (الغَيْبَةُ).  Oleh karenanya Imam al Junaid lebih menyukai Ghaibah dari  pada Hudur.  Sangat  berbeda dengan thariqat-thariqat yang lainnya bahkan bertolak belakang,  mereka lebih menyukai al Hudur  diri ini dari pada Ghaibah.
Mengenali Ma’rifat Tajalli Dzat pada Makam Baqa un Billah ini, Rasulullah Saw telah bersabda
:
الحديث. قَالَ النَّبِيُّ (ص) : سُبْحَانَكَ مَا عَرَفْنَاكَ حَقَّ مَعْرِفَتِكَ* كذا كتاب الدر النفيس 

Artinya : Rasulullah Saw telah bersabda bahwa “Maha Suci Engkau (Ya Allah) kami tiadalah mampu mengenal Engkau dengan pengenalan yang sebenar-benarnya.”(Haderanie,HN)

Penyusun Kitab Umdatul Hasanah lil Jama’ah Thariqatil Junaidiyah yakni Benteng Petahanan Thariqat Junaidiyah “hanya berharap dan memohon do’a kepada Allah Swt. Semoga kitab ini dapat memberikan pencerahan dan memberikan kepuasan dalam memahami Thariqat Junaidiyah (Thariqatul Qaum) dan semoga dijadikan bahan Rujukan bagi Pengamal Thariqat Junaidiyah (Thariqatul Qaum) khususnya.  Aamiin, aamiin, aamiin yaa rabbal aalamiin. Keterangan Kitab ini selesai ditulis, Sabtu, 5 April 2008M /28 Rabi’ul Awal 1425H di Kandangan.




Daftar Kepustakaan

1.Kamus Idris al Marbawi Arab-Malayu Juz 2 karya Muhammad Idris Abdurrauf al Marbawi, Penerbit Syarikat al Maarif Bandung Indonesia tanpa tahun halaman 190.
2.Diktat Risalah Uqdatul Jama’ah Thariqat Junaidy bingkisan ikatan hati dalam perjalanan Tharikat Junaidy oleh Guru.Muhammad Syukri, tanpa penerbit, tahun 1989M halaman 50.
3.Al Qur’an dan Terjemahannya Juz 1- Juz 30 Departemen Agama, Penerbit Mekar Surabaya tahun          2002M
4.Kitab Jami'ul Ushul Fil Auliya,  karya : Syekh Ahmad Annaqsabandi, Penerbit Al Haromain halaman
5.Buku Kunci Memahami Ilmu Tasawuf oleh Dr. Mustafa Zahri, penerbit Bina Ilmu Surabaya tahun 1998 halaman  246
    6.Kitab Syarhul Hikam oleh Syekh Abdullah as Syarkawi cetakan Bairut
            7.Buku Kunci Memahami Ilmu Tasawuf  oleh Dr. Mustafa Zahri penerbit PT. Bina Ilmu Surabya Tahun 1998 Halaman 247
    8.Ibid……… Halaman 248
    (8).Buku Risalah Umdatul Jama’ah bi Qalami Firdaus oleh KH. Kasful Anwar Firdaus. Tanpa penerbit dan tanpa Tahun  Hal ……. 13
     (9).Buku Ilmu Ketuhanan Permata Yang Indah (Ad-darunnafis) beserta Tanya Jawab, Syekh Muhammad Nafis bin Idris Al Banjari Tahun 1200H, Penerbit Nur Ilmu Surabaya halaman 35.
                           (10)Buku Kunci Memahami Ilmu Tasawuf yang ditulis oleh Dr. Mustafa Zahri penerbit PT. Bina Ilmu Surabya Tahun 1998 Halaman 
                            (11).Risalah Jalan Ma’rifah Melalui Nur Muhammad oleh Gr. Supiyan,(alm) Pejukungan HST Barabai tanpa Penerbit.
                            (12).Kitab “Sirâjut Thâlibîn” Juz 1 Syekh Ihsân ibn Dahlân al-Jamfasî al-Kadîrî al-Jâwî seorang ulama besar Nusantara asal Jampes, Kediri (Jawa Timur), (dikenal dengan nama Syekh Ihsan Jampes, w. 1952 M), yang merupakan komentar dan penjelasan (syarh) atas kitab tasawuf “Minhâjul ‘Âbidîn” karangan Hujjah al-Islâm al-Imâm al-Ghazzâlî (w. 1111 M)
                             (13).Artikel Alfit Lyceum ttg Ayat Perjanjian Primordial (ayat al-mitsaq), Senin, 28 Agustus 2017, link http://alfinproletar.blogspot.com/2017/08/ayat-perjanjian-primordial-ayat-al.html
                              (14).Buku Kunci Memahami Ilmu Tasawuf oleh Dr. Mustafa Zahri penerbit PT. Bina Ilmu Surabya Tahun 1998 Halaman
   









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A.Historis dan Nasab Dzuriat Datu Habib Lumpangi

  Oleh H.Hasan Basri,S.Ag bin H.M.Barsih Assegaf NASAB AHLU ALBAIT NABI BESAR MUHAMMAD SAW IBN ABDULLAH IBN ABDUL MUTHALIB DARI KELUARGA A...