7. MENFA’AT RIYADHAH, SULUK ATAU KHALWAT
Imam Qastaliani dalam menjelaskan sunnah ini mengatakan :
Khalwat akan membawa qalbu kepada kedamaian dan terbukalah di dalamnya mata air (sumber) hikmah, karena itu akan memutuskan sang murid dari kehidupan material dan membuat dia mampu mengingat Allah S.W.T. Dalam khalwat nya dia juga harus mengisolasi dirinya dan menyepikan dirinya
Dari dirinya. Hanya memandang Allah S.W.T. Pada saat tersebut itulah dia akan menerima ilmu ghaib, dan qalbunya akan menjadi landasan bagi keperluan tersebut.
Dalam hubungannya dengan khalwat, Abul Hasan ash-Shadhili berkata
Terdapat sepuluh manfa’at dari khalwat :
v Selamat dari semua adab buruk lidah, karena tidak ada siapapun yang dapat diajak
bicara dalam khalwat
v Selamat dari semua adab buruk mata, karena tidak seorang manusiapun untuk
dilihat dalam khalwat.
v Qalbu selamat dari segala macam pamer dan penyakit sejenisnya yang lain.
v Itu akan mengangkat kamu kepada maqam zuhd (berfokus ke langit, membelakangi
dunia).
v Itu akan menyelamatkan kamu dari berteman dengan orang jahat.
v Itu akan membuat kamu memiliki waktu bebas untuk melakukan dzikr.
v Itu akan memberi kamu rasa manisnya beribadah/mengabdi, shalat dan berdoa
dalam Hadhirat Ilahiah.
v Itu akan memberikan kepuasan dan kedamaian kepada qalbu.
v Itu akan menghindarkan egomu dari jatuh ke dalam adab yang buruk.
v Itu akan memberi kamu waktu untuk bermeditasi, membuat perhitungan neraca diri dan
mengejar sasaran menuju Hadhirat Ilahiah.
Itu adalah yang disebutkan Nabi s.a.w. dalam sunnahnya, diriwayatkan Bukhori dalam kitabnya Riqaq
Abu Hurayrah r.a. melaporkan bahwa Nabi s.a.w. berkata,”Terdapat tujuh yang akan berada di bawah Naungan Allah pada Hari di mana tidak terdapat naungan kecuali Naungan Allah. Salah satunya adalah seorang yang melantunkan dzikr dalam khalwat dan air mata meleleh dari matanya.”
8. ADAB-ADAB SEBELUM MELAKUKAN RIYADHAH YANG PERLU DIPERHATIKAN
Ketahuilah hai Pengamal Thariqat al Junaidiyah, Syekh Dr. Jalaluddin mengatakan bahwa “Adab sebelum memasuki suluk atau kamar riyadhah itu ada enam macam adab yang harus dipenuhi Salik antara lain :
1. Adab Pertama : Carilah Guru Mursyid yang akan memimpin riyadhah atau suluk itu yang mempunyai tenaga ahli.
2. Adab Kedua : Hendaklah diselesaikan apa-apa dari pada pekerjaan yang membimbangkan Riyadhah atau suluk, baik itu masalah dunia ataupun pekerjaan akhirat.
3. Adab Ketiga : Hendaklah ada bekal/ongkos dalam suluk yang halal/suci.
4. Adab Kempat : Hendaklah dii’tikatkan dirinya selama pergi Riyadhah atau suluk kembali kepada Allah, pergi mati atau masuk kubur serta dilakukannya kelakuan orang yang hendak mati, seperti taubat, minta izin kepada Ibu dan Bapaknya, atau kaum Keluarganya serta anak dan isterinya.
5. Adab Kelima : Hendaklah diakuinya dirinya menanggung beberapa dosa dan taqshir (kekurangan) yang tida hingganya dan selalu mengharap akan ampunan Allah yang sangat Pengasih dan Penyayang kepada hambanya yang taubat.
6. Adab Keenam : Hendaklah menyediakan nafakah untuk anak isterinya menurut kadar patutnya selama dia dalam Riyadhah atau suluk itu.
9. TEMPAT MELAKSANAKAN RIYADHAH THARIQAT AL JUNAIDIYAH
a. Tempat Tertutup dan sunyi jauh dari keramaian.
Riyadhah Thariqat al Junaidiyah bisa juga dilakukan oleh seorang Murid di tempat tertutup dan sunyi jauh dari keramaian misalnya di Bilik, Ruang Kamar, Gua. Riyadhah semacam ini bisa dilaksanakan atas kesepakatan Guru dan Muridnya. dan Riyadhah di tempat Tertutup dan sunyi jauh dari keramaian di contohkan oleh Nabi Muhammad Saw di Gua Hera, sebagaimana keterangan terdahulu.
b. Tempat Keramaian.
Riyadhah Thariqat al Junaidiyah bisa juga dilakukan oleh seorang Murid di tempat keramaian seperti di pasar dan lainnya untuk menguji keimanannya, apakah hatinya tetap bersama Allah Swt dan apakah batinnya tetap berdzikir mengingat Allah Swt. Firman Allah pada surat Jumuat, ayat 10 ‘’.
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْأَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرُوااللهَ كَثِيْرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. الجمعة 10
..
.Maksudnya : “ Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan (berdzikirlah kepada Allah Swt) ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.”QS Jumuat, ayat 10.
10. RIYADHAH, KHALWAT DAN SULUK
Ketiga suku kata pada bab ini diartikan sinonim atau sama saja maksud dan tujuannya para Ahli Sufi untuk melatih jiwa dan raga agar taqarrub dekat dengan Allah, bersama Allah Swt melalui metode dan sistem tertentu.
هذا فصل فى الخلوة إعلم أنه لايمكن الوصول إلى معرفة الأصول وتنوير القلوب لمشاهدة المحبوب إلا بالخلوة أى الرياضة خصوصا لمن أراد ارشاده عباد الله إلى المقصود* وقد كان النبي صلى الله عليه وسلم يتخلى بغار حراء حتى جائه الأمر بالدعوة كما فى صحيح البخارى* وأقل الخلوة هى يوم بليلها ثم ثلاثة أيام بليالها وهو الذى اتفق النبي صلى الله عليه وسلم* وأكثرالخلوة هى سبعة أيام وليالها ثم عشرة يوم وليالها ثم شهر وليالها وأكملها لمن أراد السير والسلوك أربعين يوما* وهى الحاصلة من جميع الأيام المتقدمة لقوله صلى الله عليه وسلم : من أخلص لله أربعين صباحا تفجرت ينابيع الحكمة من قلبه على لسانه* رواه أحمد فى الزهد وابن عدى*
Maksudnya “Ini fasal khalwat yaitu riyadhah atau suluk, ketahui olehmu, bahwasanya tidaklah mungkin seseorang wusul atau sampai marifatil usul kekhadirat Allah Swt yang menyinari hati Salik untuk bermusyahadah kepada Allah yang dicintainya, kecuali seseorang Salik itu dengan menjalankan khalwat, suluk atau riyadhah. Khususnya bagi orang yang selalu menghendaki petunjuk untuk beribadah kepada Allah Swt yang diingininya.
Sesungguihnya Nabi kita Muhammad Saw sering melakukan khalwat di pegunungan Jabal Nuur dalam Gua Hera, hingga datang kepadanya perintah berdakwah agama Islam, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari.
Paling sedikit waktu-masa berkhalawat itu, sehari semalam, kemudian tiga hari tiga malam, Begitulah yang telah disepekati bagi Nabi Muhammad Saw. Dan paling banyak khalwat itu tujuh hari dengan malamnya, kemudian sepuluh hari dengan malamnya kemudian satu bulan dengan malamnya. Paling sempurna riyadhah atau suluk bagi orang menghandaki dan menjalaninya adalah 40 hari dengan malamnya. Insa Allah ia akan menjalani hari-hari selama suluk akan hasil, sebagaimana hadist yang diriwayatkan Abu Nuaim dari Abu Ayyub al Anshari yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa yang mengikhlaskan amalnya selama 40 hari, maka akan terpancarlah kelahiran hikmah dari hati atas lidahnya.HR.Ahmad.
11. BATAS DAN WAKTU RIYADHAH THARIQAT AL JUNAIDIYAH
Batas Waktu yang disepakati sebelum Riyadhah, sebagaimana dijelaskan diatas bahwa
Kitab Umdatul Hasanah lil Jama’ah Thariqat al Junaidyah .adalah Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidyah oleh Ustadz Al Habib H.Hasan Baseri,S.Ag Bin H.M. Barsih Bin Ahmad Baderi Assegaf
Riyadhah bagi Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah Pemula dikhususkan tujuh hari dan malamnya yaitu seminggu. Dan Riyadhah satu hari dan malamnya yang dinamakan Riyadhah Musyahadah. Inilah yang sering dilaksanakan oleh Sadatina Junaidiyah Syekh KH. Kasful Anwar Firdaus bin Muhammad Shaleh dan Para Muridnya.....
Saya Penyusun Umdatul Hasanah ..........sebagai Pengikut Syekh KH. Kasful Anwar Firdaus berpendapat bahwa Batas Waktu Riyadhah bagi Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah Pemula boleh dilakukan sebatas kemempuan Sang Murid dan disepekati oleh Mursyidnya.
1. Riyadhah Setengah Hari, ....Masuk Kamar Ba’da Zuhur hingga Ba’da Magrib selesai riyadhahnya. Riyadhah semacam ini hukumnya boleh seperti orang sedang wukuf melaksanakan amal ibadah haji di Arafah yang dimulai Ba’da Zuhur hingga Ba’da Magrib..
2. Riyadhah Musyahadah yaitu Riyadhah satu hari satu malam
3. Riyadhah Tiga hari tiga malam juga hukumnya boleh dengan menggambil dalil :
Qishah Nabi Zakaria, disebutkan dalam kitab suci Al Qur’an pada surah Ali Imran, tatkala Nabi Zakaria minta penjelasan kepada Allah Swt tentang tanda-alamat atau ciri-ciri atas kehamilan isterinya yang bernama Khannah. Setelah Nabi Zakaria mendengar (ia akan mendapatkan keturunan) jawaban itu yang disampaikan oleh Malaikat Jibril :
قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِى آيَةً قَالَ آيَتُكَ أَنْ لَا تُكَلِّمَ النَّا سَ ثَلَاثَةَ اَيَّامٍ اِلَّا رَمْزًا وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيْرًا وَّسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالْاِبْكَارِ
maka Nabi Zakaria berkata, “Tuhanku berilah aku suatu tanda (bahwa istriku akan hamil)”.Allah berfirman : “Tanda bagimu, adalah bahwa engkau tidak berbicara dengan manusia selama tiga hari kecuali dengan isyarat, dan Sebutlah nama Tuhanmu banyak-banyak, dan bertasbihlah (memuji-Nya) di waktu petang dan pagi hari.(QS.Ali Imran ayat 41)
Menurut Hasan al Basri, Nabi Zakaria bertanya demikian adalah untuk segera memperoleh kegembiraan hatinya atau untuk menyambut nikmat dengan syukur, tanpa menunggu sampai anak itu lahir.
Kemudian Allah menjelaskan bahwa tanda isterinya sudah mengandung adalah dia sendiri tidak berbicara dengan orang lain selama tiga hari, kecuali dengan mempergunakan isyarat tangan, kepala dan lainnya, dan beliau berdzikir dan bertasbih kepada Allah. Allah menyuruh Zakaria tidak berbicara selama tiga hari, agar seluruh waktunya digunakan untuk dzikir dan bertasbih kepada-Nya, sebagai pernyataan syukur yang hakiki.
Menurut Al Qurtubi, sebahagian mufasir mengatakan bahwa tiga hari Zakaria menjadi bisu, itu adalah sebagai hukuman Allah terhadapnya, karena dia minta pertanda kepada Malaikat sehabis pecakapan mereka.
Salah seorang Mufassir yang bernama Syekh Ahmad Ash Shawi al Maliki dalam kitabnya Tafsir Shawi menjelaskan :
(قوله اى بليا ليها) أخذ ذلك مما يأتى فى سورة مريم جمعا بين المو ضعين والقصتين ومن ذلك اختار بعض أكابر الصّوفية أن الخلوة مع الرياضة لبلوغ المراد ثلاثة ايام بلياليها يجعل ذكرالله فيها شعاره ودثاره ولا يتكلّم فيها (قوله إلّا رمزا) استثناء منقطع على التّحقيق لأ ن الرمز لا يقال له كلام اصطلا حا وإن كان كلاما لغة لكن ليس مرادا هنا
Maksudnya : Perkataannya “BILAYAALIYIHA” Yakni tiga malam serta siang harinya . Telah mengambil dalil pelajaran dari sesuatu yang ada terjadi dalam Surat Maryam secara keseluruhan antara dua pokok bahasan ceritera Nabi Zakaria dan Maryam. Bahwa dari dua pokok bahasan ceritera tersebut telah memilih oleh beberapa Pembesar Sufi bahwasanya Khalwat beserta riyadhah untuk mencapai yang diinginkan yaitu selama tiga hari dengan malamnya menjadikan dzikir kepada Allah. . Allah menyuruh Zakaria tidak berbicara selama tiga hari dan malamnya, agar seluruh waktunya dimaksud digunakan untuk dzikir dan bertasbih kepada-Nya. Perkataannya ILLA RAMZAA adalah istisna pengecualian yang diputuskan sebagai ucapan yang benar,AL RAMZA (Isyarat-romoz) bukan ucapan secara Istlah, dan jika Isyarat-romoz itu ucapan secara bahasa maka tidak dalam pembahasan disini
:
4. Riyadhah Tujuh hari dan malamnya yaitu 1 minggu
Suluk selama Tujuh hari dan malamnya yaitu 1 pekan yaitu masalah yang sedang kita bahas pada Bab ini, Insya Allah
5. Riyadhah Sepuluh Hari dan malamnya di 10 akhir Ramadhan
6. Riyadhah Tiga Puluh hari dan malamnya yaitu 1 Bulan seperti orang berpuasa Ramadhan.
7. Riyadhah 40 hari dan malamnya yaitu yang pertama kali dilakukan oleh Nabi Musa AS ketika ia ingin melihat Allah Swt.
Kitab Umdatul Hasanah lil Jama’ah Thariqat al Junaidyah .adalah Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidyah oleh Ustadz Al Habib H.Hasan Baseri,S.Ag Bin H.M. Barsih Bin Ahmad Baderi Assegaf
12. TIDAK ADA LARANGAN PENGAMAL PEMULA THARIQAT AL JUNAIDIYAH UNTUK MEMASUKI KAMAR RIYADHAH.
a. Pertanyaan :
1. Bolehkan Mursyid memberikan bimbingan Riyadhah kurang dari 7 hari dan malamnya kepada Murid Pemulanya ?
2. Misalnya Riyadhah kuarang dari 1 hari, atau 1hari dan Malamnya, atau 3 hari dan malamnya.
b. Jawabya :
Aku Penyusun Umdatul Hasanah dalam Hal Riyadhah ini menjawab dan ber pendapat bahwa Hukumnya BOLEH. Dengan mengambil Dalil sepotong dari ayat Al Qur’an yang berbunyi :
لَايُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Paling sedikit Riyadhah sehari semalam boleh dilaksanakan oleh Salik Pemula Pengamal Thariqat al Junaidiyah dibawah bimbingan Guru Mursyidnya atau bimbingan Badal Guru Mursyidnya
(و أقل الرياضة يوم وليلته )
Kami beralasan bahwa “Thariqat al Junaidiyah disebut Thariqat al Qaum atau Jalan Thariqat Orang Banyak atau Thariqat Orang Umum.” Thariqat al Junaidiyah adalah subuah tarekat yang tidak akan mempersulit Para Pengamalnya untuk Wusul kepada ALLAH SWT.
Thariqat al Junaidiyah ini adalah terekat kita, tarekat yang mudah, tarekat yang jauh dari kepicikan, mudah untuk diamalkan, selalu berjalan seiring dengan fitrah manusia. Thariqat ini mengambil dan menggunakan kaidah Ushul Fiqih yang berbunyi :
" لَاحَرَجَ فِى الدِّيْنِ "
Maksudnya : “Tidak ada kepicikan dalam beragama yakni mengamalkan thariqat"
مَايُرِيْدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ ..... المائدة 7
Artinya :”Tiadalah Allah menghendaki (akan) menjadikan kepicikan (kesulitan) atas kamu itu.”
Penjelasan bahwa tujuan dari melakukan Suluk-Riyadhah bagi Salik Pemula dikhususkan Tujuh Hari dan Malamnya, ini adalah ter-afdhal bagi yang kuat himmahnya, akan tetapi bagi Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah yang tida kuat himmahnya (kuat pisik dan kemauannya) atau Para Pegawai, PNS, Guru yang masih terikat dengan Instansi lainnya atau aktif, mereka ini mungkin boleh meninggalkan pekerjaannya dalam 1 Pekan, ini menurut UU Pemerintah sekarang, walaupun mereka cuti. maka hukumnya BOLEH Riyadhah kurang dari 1 Pekan.
Dalam masalah ini salah seorang ulama Sufi yang mahjub pernah berkata :
ليس الرجل من يشق على مريده يأمرهم بالرياضة المجاهدة الشاقة ولكن الرجل من ذالك من يدلك على راحتك0 –الخزينة الأسرار0
“Bukanlah dikatakan Guru Yang Kamil baik, Guru yang selalu menyusahkan para Muridnya, Dia menyuruh para Muridnya untuk riyadhah (dalam waktu yang lama) yang tujuannya memerangi nafsu, akwan-agyar yang sulit. Akan tetapi yang dikatakan Guru yang baik kamil itu adalah Guru yang dapat menunjukkan jalan kepada Muridnya yang hampir-dekat kepada Allah Swt.”
Sebagaimana kita ketahui bahwa Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur tujuannya mudah menghafalnya, mudah melaksanakan hukum yang dikandungnya dan tidak merasa berat orang menerimanya. Demikian juga halnya dengan Riyadhah bagi kita Salik Pemula, kalau langsung banyak hari yang diambil akan merasa sulit.........
Hadis Nabi Saw (Qudsi) Allah berfirman :
إِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُبَشِّرِيْنَ وَلَنْ تُبْعَثُوْا مُعَسِّرِيْنَ -الحديث القدسى
“Hanyasanya Engkau (Ya Muhammad) dibangkitkan untuk memudahkan ummatmu (Jin-Manusia) menuju Allah Ta’ala, sekali-kali Engkau diutus untuk menyusahkan mereka.”
13. PERSIAPAN MEMASUKI RIYADHAH-SULUK
Adapun persiapan Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah sebelum masuk kamar pariyadhan antara lain :
Mandi Taubat, Cara Mandi yang dianjurkan oleh hukum Fiqih kita yaitu pertama Mencuci Kubul - Dubur dan Kemeluan, kemudian berwudhu, kemudian mengubui kepala (lubang hidung, lubang telinga), Belahan Badan Kanan hingga Kaki Kanan dan kemudian Belahan Badan Kiri hingga Kaki Kiri.
1. Mandi Taubat
Mandi Taubat adalah mandi untuk Inabah kembali kepada Allah Swt. Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah sunat mandi Inabah, jika waktu Bai’at belum Mandi Inabah, tetapi jika memperbaharui atau mau mengulangnya tidak mengapa, itu sangat baik.
Sebelum Salik Mandi terlebih dahulu, Salik menghadap ke arah Kiblad dengan dadanya memandang ke tanah. Lalu dikenang-kenang dosa-dosanya selama hidupnya, setelah dirasakannya bahwa ia karam dilautan dosa dan kekurangan-kekurangan, kemudian berniat Mandi Inabah.
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِلتَّوْبَةِ عَنْ جَمِيْعِ الذُّنُوْبِ لِلّهِ تَعَالَى
Artinya : “Sahajaku mandi taubat dari segala dosa zahir-batin untuk kembali kepada Allah, karena Allah Ta’ala.”
Kata Ahli Shufiyah, Cara Mandi Taubat meluncurkan air empat, keseluruh anggota badan yaitu :
a. Mandi dengan Air Dunia.
Adapun mandi dengan Air Dunia mensucikan anggota badan dari Hadast Besar dan Hadast Kecil. Sewaktu mandi itu mengata kalimat “Astagfirullah” أستغفر الله lima kali atau lebih pada bilangan Ganjil atau dua puluh lima kali. Baik saat menggosok-gosok badan dengan limau, bidara atau juga sabun, maka setelah keluar dari air/ selesai mengubui dengan Air Dunia kemudian ia membaca Surah Al Insyirah satu kali. Yaitu berbunyi :
بسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, اَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ, وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ, اَلَّذِيْ انْقَضَ ظَهْرَكَ. وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ, فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا, اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا, فَاِذَافَرَغْتَ فَانْصَبْ, وَاِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ,
Diteruskan lagi ...........
b. Mandi dengan Air Zamzam Mekkah
Kedua Mandi dengan air yang tadi juga tetapi cuman diniatkan dan dihakekatkan seolah-olah mendi dengan Air Zamzam Mekkah. Modah-modahan dengan mandi air yang kedua ini dihapus Allah Swt kesalahan dan dosa yang delapan yaitu “Mata, Telinga, Lidah, Tangan, Kaki, Perut, Hidung dan Kemaluan. Diwaktu mandi yang Kedua itu, dibacanya kalimat أستغفر الله “Astagfirullah” lima kali atau lebih pada bilangan Ganjil atau dua puluh lima kali. Setelah keluar dari air/ selesai mengubui dengan Air Dunia kemudian ia membaca Surah Al Insyirah satu kali. Yaitu berbunyi :
بسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, اَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ, وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ, اَلَّذِيْ انْقَضَ ظَهْرَكَ. وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ, فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا, اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا, فَاِذَافَرَغْتَ فَانْصَبْ, وَاِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ... الانشراح
Diteruskan lagi ...........
c. Mandi dengan Air Telaga Kausar
Mandi yang ketiga dengan air yang tadi juga tetapi cuman diniatkan dan dihakekatkan seolah-olah mendi dengan Air Telaga Kausar Nabi Muhammad Saw. Yang boleh meminum Air Telaga Kausar itu hanya orang yang beriman, dan terdahulu masuk sorga. Penyusun Umdatul Hasanah .... menyukai dibaca terlebih dahulu surat Al Kausar itu, sekali atau lebih,
بسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, اِنَّا اَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ, فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ, اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ..... الْكَوْثَرَ
seterusnya dibaca pada Mandi Ketiga ini أستغفر الله :”Astagfirullah” lima kali atau lebih pada bilangan Ganjil atau dua puluh lima kali. Sambil memohon dan mengharaf akan ampunan Allah segala dosa di Hati, Keluar dari dalam air (Sungai) dibacanya pula Surat Al Insyirah ( Alam Nasyrah .....). Sewaktu membaca Alam Nasyrah ..... dia sangat mengharapkan disucikan serta dibersihkan Allah akan dosa-dosanya dan hatinya seperti Hati Rasulullah Saw.
بسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, اَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ, وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ, اَلَّذِيْ انْقَضَ ظَهْرَكَ. وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ, فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا, اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا, فَاِذَافَرَغْتَ فَانْصَبْ, وَاِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ... الانشراح
d. Mandi dengan Air Mahfudl atau Air Nurullah
Mandi Keempat dengan air yang tadi juga cuman diniatkan dan dihakekatkan pula seolah-olah mendi dengan Air Mahfudl atau Air Nur Allah yang sangat terpelihara disisih Allah Swt. Seterusnya dibacanya pula أستغفر الله “Astagfirullah” lima kali atau lebih pada bilangan Ganjil atau dua puluh lima kali. Kita mengharapkan kepada Allah agar dibukakan segala Dinding atau Akwan atau Aghyar antara Roh kita dengan Allah Swt.
Aku (Penyusun Umdatul Hasanah) .... sangat menyukai bila dibacanya sesudah keluar dalam air atau selesai mandi seayat nomor 35 dari QS. An Nur yang berbunyi :
اَللهُ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ والْاَرْضِقلى مَثَلُ نُوْرِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيْهَا مِصْبَاحٌقلى اَلْمِصْبَاحُ فِى زُجَجَةٍ الزُّجَجَةُ كَاَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوْقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُوْنَةٍ لَاشَرْقِيَّةٍ وَلَاغَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُنًهَا يُضِيْئُ وَلَوْلَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌقلى نُوْرٌ عَلَى نُوْرٍ يَهْدِى اللهُ لِنُوْرِهِ مَنْ يَشَاءُقلى وَيَضْرِبُ اللهُ الْاَمْثَالَ لِلنَّاسِقلى واللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ... النور 35
2. Berpakaian rapi dan menutup aurat serta sunat berpakaian warna putih atau warna hijau
3. Memperbanyak Shalat Sunnat, yaitu . Shalat Sunnat Wudlu, Shalat Sunnat Taubat, Shalat Sunnat Hajat, Shalat Sunnat Tasbih dan Shalat Sunnat lainnya.
4. Masuk Kamar Khusus, dihat syarat Khalwat-Suluk Nomor 04. Dari 20 syaratnya.
5. Masuk ke Kelambu atau menduduki Sajadah dan menutup kepalanya dengan kain Sorban Tipis bagi yang tidak pakai Kelambu. Kemudian Duduk Thariqat yakni Duduk Taqdim, Duduk Derajat dan Duduk Khidmad. Dan membaca kalimat “ YA FATTAAH” 500 kali . يا فتاح 500 كالى kemudian ia sibuk membaca wirid yang disuruh oleh Guru Mursyidnya untuk dibaca .........
sebanyak mungkin.
14. BEBERAPA SYARAT RIYADHAH YANG HARUS DIPENUHI SALIK
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Salaik ketika melakukan Riyadhah-Suluk atau Khalwat, sebagaimana yang disebut kitab Tanwirul Qulub antara lain :
وقد أخطأ من الحكم عليه بالوضع ولها عشرون شرطا. الأول هو إخلاص النية بقطع مادة الرياء والسمعة ظاهرا وباطنا* الثانى هو إستئذان شيخه وطلب الدعاء منه0 ولا يدخل بلا إذن مادام فى حجر التربية* الثالث : تقديمه عليها العزلة وتعود السهر والجوع والذكر بحيث تألف نفسه هذه الأشياء قبل ذخولة* الرابع : أن يدخل برجله اليمنى مستعيذا بالله من الشيطان مبسلا0 وأن يقرأ سورة الناس ثلاث مرات ثم ليسرى قائلا :" أللهم ولي فى الدنيا والأخرة كن لى كما كنت لسيدنا محمد صلى الله عليه وسلم وارزقنى محبتك0 أللهم ارزقنى حبك0 واشغلنى بجمالك واجعلنى من المخلصين0 أللهم امح نفسى محذبات ذاتك يا أنيس من لاأنيس له0 رب لاتذرنى فردا وأنت خير الوارثين* فيقوم على المصلى ويقول : إنى وجهت وجهي للذي فطر السموات والأرض حنيفا مسلما وما أنا من المشركين 21 كالى0 ثم يصلى ركعتين يقرأ فى الأولى الفاتحة أية الكرسي0 الثانى الفاتحة وأمن الرسول000 وبعد السلام يقول يا فتاح خمسمائة مرة0 )اى للطريق الجنيدي هو جلوس الطريقة وتوسل ثم مرابطة ثم وتوجه مطلق ثم تلقين ذكر(0 ويشتغل بالذكر الذى لقنه له شيخه )اى تسبيحا وتحميدا وتهليلا وتكبيرا0(
الخامس: ملازمة الوضوء* السادس: أن لايعلق همته بالكرامات* السابع: أن لايسند ظهره إلى جدار* الثامن: أن لازم صورة شيخه بين عينيه* التاسع: أن يكون صائما* العاشر: السكوت إلا عن ذكر الله أو مادعت إليه ضرورة شرعية وماعدا ذلك مضيع للخلوة مذهب لنور القلب* الحادى عشر: أن يكون مستيقظا لأعدائه الأربعة هى الشيطان والدنيا والهوى والنفس بأن يذكر كل ما يراه لشيخه * الثانى عشر: أن يكون بعيدة حس الأصوات* الثالث عشر: المحافظة على الجمعة والجماعة0 فإن المراد الأعظم متابعة النبي صلى الله عليه وسلم*
الرابع عشر: إذا خرج لضرورة غطى رأسه إلى رقبته ناظرا إلى الأرض* الخامس عشر:أن لاينام إلا عن غلبة نوم مع الطهارة ولاينام لراحة البدن بل إن قدر إن لايضع جنبه على الأرض وينام جالسا فعل* السادس عشر: المحافظة على الأمر الأوسط بين الجوع والشبع* السالع عشر: أن لا يفتح الباب لمن يريد التبرك به إلا شيخه* الثامن عشر: أن يرى كل نعمة حصلت له إنما هى من شيخه وهو عن النبي صلى الله عليه وسلم* التاسع عشر: نفى الخواطر كلها خيرا كانت أو شرا0 لان تفرق القلوب عن الجمعية الحاصلة بالذكر* العشرون: دوام الذكر والتوجه المطلق بالكيقية التى أمره بها شيخه إلى أن يأمره بالخروج*
Maksudnya : Sungguh telah menyalahi dari pada Hukum dengan kejelasan tentang Khalwat/Suluk dan Riyadhah. Melakukan Khalwat/Suluk dan Riyadhah itu ada dua puluh syarat yang harus dipenuhi oleh Salik yaitu :
1. Mengikhlaskan niatnya dengan memutuskan sifat Riya dan Sum’ah zahir batin.
2. Minta izin kepada Guru Mursyidnya dan memohon do’a dari padanya. Ia tidak akan memasuki khalwat sebelum ada izin Gurunya masuk dalam kamar atau ruang pendidikan,
3. Didahuluinya atas berkhalwat yaitu uzlah dan kembali berjaga malam dan tidak tidur, menahan lapar, selalu dzikir dengan sekira-kira menjadi jinak akan nafsunya. Inilah perkara-perkara sebelum memasuki kamar Khalwat/Suluk dan Riyadhah.
4. Memasuki kamar Khalwat/Suluk dan Riyadhah harus mendahulukan kaki kanan, memohon perlindungan dengan Allah dari ganguan syaithan, dan membaca surat an Nas tiga kali, berbunyi :
بسم الله الرحمن الرحيم* قل أعوذ برب الناس* ملك الناس* إله الناس* من شر الوسواس الخناس* الذى يوسوس فى صدور الناس* من الجنات والناس* 3 كالى
Kemudian diikuti kaki kirinya sambil membaca kalimat
:
أللهم ولي فى الدنيا والأخرة كن لى كما كنت لسيدنا محمد صلى الله عليه وسلم وارزقنى محبتك. أللهم ارزقنى حبك. واشغلنى بجمالك واجعلنى من المخلصين. أللهم امح نفسى محذبات ذاتك يا أنيس من لاأنيس له. رب لاتذرنى فردا وأنت خير الوارثين*
Kemudian Salik berdiri atas shalat (seperti mau shalat menghadap Kiblat) kemudian ia membaca kalimat ini 21 kali berbunyi :
إنى وجهت وجهي للذي فطر السموات والأرض حنيفا مسلما وما أنا من المشركين 21 كالى
Kemudian ia mengarjakan shalat dua raka’at, pada raka’at pertama sesudah Alfatihah membaca Ayat Kursi, dan pada raka’at kedua sesudah Alfatihah membaca Amanar Rasul...... Sesudah salam, dilanjutkan membaca : YA FATTAAH” 500 KALI.Bagi Salik Pengamal Thariqat Al Junaidiyah Duduk Thariqat yakni Duduk Taqdim, Duduk Darrajat dan Duduk Khidmat. Kemudian ia Tawassul, Kemudian ia Mubithah kepada Gurunya, Kemudian ia Tawajjuh Mutlak, Kemudian ia Talqin Dzikir, Kemudian ia sibuk berdzikir yang dianjurkan oleh Guru Mursyidnya berupa Tasbih, Tahmid, Tahlil, takbit khusus Thariqat Al Junaidiyah.
سورة الفاتحة
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ, بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ, الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, مَلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ, اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَ اِيَّاكَ نَسْتَعِيْنَ, اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْنَ, صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّيْنَ, آمِيْنَ !
آية الكرسي سورة البقرة 255 :
اللهُ لَا اِلهَ اِلَّا هُوَ الْحَيٌّ الْقَيُّوْمُج لَا تَأْخُذُه سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌج لَه مَا فِى السَّمَاوَاتِ وَ مَا فِى الْأَرْضِج مَنْ ذَا الَّذِى يَشْفَعُ عِنْدَه اِلَّا بِاِذْنِهج يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَ مَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْئٍ مِنْ عِلْمِه اِلَّا بِمَا شَآءَح وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضَصلى وَلَا يَؤُوْدُه حِفْظُهُمَاج وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ(1) البقرة 255
آمن الرسول سورة البقرة 285-286
-آمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَا اُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُوْنَ كُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَانُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُط لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَاتُؤَا خِذْنَا اِنْ نَسِيْنَا اَوْ اَخْطَئْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَاط رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ..... ( 33 مَرَّةً) وَعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ
5. Melajimi Berwudlu (Tidak putus Air Wudlu)
6. Jangan berharap atau berkeinginan mendapatkan Keramat
7. Jangan menyandarkan diri, atau menyandarkan belakangnya kedinding
8. Melajimi atau membayangkan wajah Guru Mursyidnya diantara kedua matanya
9. Hendaklah dalam keadaan berpuasa
10. Keadaan diam kecuali berdzikir kepada Allah, atau sesuatu yang mengajak darurat Syar’iyah dan itupun tidak mempengaruhi Khalwat.
11. Jaga (bangun) untuk mengalahkan musuh-musuhnya yang empat yaitu : Syaithan, Dunia, Hawa dan Nafsu dengan cara mengingati setiap sesuatu melihat kepada Gurunya.
12. Hendaklah (kamar khalwat itu) jauh dari keributan dan kebisingan
13. Hendaklah memelihara shalat berjama’ah, karena seafdal – afdal atau seagung-agung dari pada Khalwat adalah mengikuti / Mataba’ah kepada Nabi besar Muhammad Saw.
14. Apabila keluar kamar Khalwat karena darurat syar’iyah hendaklah menutup kepala hingga lehernya, kalau berjalan melihat ke tanah.
15. Jangan tidur kecuali ngantuk sekali, itupun dalam keadaan suci, (tidur diniatkan dzikir kepada Allah).Usahakan tidur tidak merebahkan badan, tetapi jika tidak mampu, usahakan jangan melatakkan pipinya ke tanah, Tidurlah dalam keadaan berduduk.
16. Memelihara urusan perkara Perut kecuali pertengan antara lapar dan kenyang.
17. Tidak membuka pintu (Kamar Khalwat) atau Tidak melayani bagi orang yang menghendaki Tabarruk/Berkah dengannya kecuali Gurunya.
18. Ia selalu melihat nikmat yang telh hasil baginya, bahwasanya sesuatu ( hasil ) itu dari Gurunya yakni Nabi Saw.
19. Menghilangkan rasa khawatir, meniadakan lintasan-lintasan hati. Yaitu segala kebaikan dan kejahatan bahwasanya untuk menghilangkan rasa kekhawatiran, dan melenyapkan lintasan-lintasan hati dari semua hal dimaksud dengan dzikir.
20. Berkekelan Tawajjuh Muthlaq dan dzikir dengan cara yang disarankan oleh Gurunya hingga Salik diperintahkannya keluar kamar Riyadhah
Sesuai dengan Ta’rif Thariqat al Junaidiyah al Bagdadiyah yaitu :
دوام العبودية ظاهرا وباطنا مع مراقبة الله تعالى بالباطن*
Maksudnya : “Berkepanjangan (kontinyu) memperhambakan diri zahir-batin
serta berkekalan muraqabah kepada Allah dengan batin yakni
Tawajjuh Muthlaq”.
15. MEMASUKI KAMAR PERIYADHAHAN PADA KAMAR KHUSUS
Orang yang memasuki kamar Khalwat-riyadhah dikatakan Ahlullah, ia telah mengenal apa saja yang telah diucapkannya. Sebagaimana kata Ahli Sufiah berikut ini :
وكل من دخل الرياضة على مصطلع أهل الله عرق ما أقول ومن لم يدخل فهو معذور فى إنكاره لعدم وجدانه.
“Setiap Murid/Salik yang memasuki Kamar Riyadhah diistilahkan AHLULLAH, ia mengetahui sesuatu yang sedang / akan diucapkannya, dan Murid/Salik yang tidak suka memasuki Kamar Riyadhah maka ia mengudzurkan dirinya di dalam keingkaran, sebab ketiadaan perasaan hatinya rasa suka cita.
Sadatina Guru Maskur bin Abbas menjelaskan kepadaku (Penyusun Umdatul Hasanah) bahwa “Yang penting dimantapkan seorang murid sebelum memasuki kamar Riyadhah adalah Tawajjuhnya dahulu, bila sudah mantap Tawajjuh baru masuk kamar Riyadhah.”
1. Memasuki Khalwat Siang dan Malam Perdana
Riyadhah memasuki Siang dan Malam Perdana bagi Salik Pengamal Thariqat al Junidiyah, setelah wudlu, lalu mengerjakan adab-adab Khalwat, Suluk dan Riyadhah seperti yang tercantum pada Nomor 4 dari 20 adab Khalwat yang kami sebutkan diatas. Kemudian shalat sunnat Wudlu 2 raka’at, dan kemudian shalat sunnat Taubat 2 raka’at, dan juga shalat sunnat Hajat 2 raka’at. Kemudian Salik Duduk Thariqat al Junaid, baik Duduk Taqdim, Khidmad atau Darajat, lalu mengerjakan :
a. Tawassul 5 kali membaca al Ftihah,
b. Murabithah kepada Guru Mursyidnya,
c. Tawajjuh Muthlaq,
d. Membaca Talqin Dzikir yaitu kalimat yang berbunyi
لاإله إلا الله * إلا الله-إلاالله* الله-الله* والذكر خفي وأخفى* ثم يقرأ الأسماء الحسنى* ثم الدعاء*
يقرأ الأسماء الحسنى:
نسألك (أسألك) الرحمة والعافية والرضى يا من هو الله الذى لاإله إلا هو الرحمن الرحيم* الملك القدوس السلام المؤمن المهيمن العزيز الجبار* المتكبر الخالق البارئ المصور الغفار القهار* الوهاب الرزاق الفتاح العليم القابض الباسط الخافض الرافع المعز المذل السميع البصير* الحكم العدل اللطيف الخبير الحليم العظيم الغفور الشكور العلى الكبير* الحفيظ المقيت الحسيب الجليل الكريم الرقيب المجيب الواسع الحكيم* الودود المجيد الباعث الشهيد الحق الوكيل القوى المتين الولى الحميد المحصى المبدئ المعيد* المحي المميت الحي القيوم الواجد الماجد الواحد الأحد الصمد. القادر المقتدر المقدم المؤخر الأول الأخر الظاهر الباطن الولى المتعال* البر التواب المنتقم العفو الرؤوف مالك الملك ذو الجلال والإكرام* المقسط الجامع الغنى المغنى المانع الضار النافع النور الهادى البديع الباقى الوارث الرشيد الصبور*
الدعاء
أللهم ولي فى الدنيا والأخرة كن لى كما كنت لسيدنا محمد صلى الله عليه وسلم وارزقنى محبتك0 أللهم ارزقنى حبك0 واشغلنى بجمالك واجعلنى من المخلصين0 أللهم امح نفسى محذبات ذاتك يا أنيس من لاأنيس له0 رب لاتذرنى فردا وأنت خير الوارثين*
إله أنت مقصودى ورضاك مطلوبي أعطنى محبتك ومعرفتك يا الله* اللهم إنا نسألك التوبة والإنابة على شريعة الغراء وطريقة البيضاء برحمتك يا أرحم الراحمين والحمد لله رب العالمين*
Artinya :
“Ya Allah Engkau Wali-penguasa dunia dan akhirat, jadikan untukku sebagaimana Engkau jadikan bagi Sayyidina Muhammadin Saw. Anugrahi akandaku rasa cinta dengan-Mu, Ya Allah, Anugrahi akandaku kecintaan-Mu dan sibukkan daku dengan keindahan-Mu. Dan jadikanlah daku dari golongan orang ikhlas. Ya Allah bukulah hijab penutup-dinding Zat Engkau bagiku wahai Yang Lembut Orang yang Melembutkan baginya. Ya Allah bukanlah aku meminta sendiri, dan Engkau sebaik-baik orang yang memberi”.
“Ya Allah Engkau Jua yang aku maksud, dan keridhaan Engkaulah yang aku cari, oleh karenanya curahkanlah kepadaku akan cinta-Mu, Ya Allah, Aku mohon kepada-Mu jalan menuju pintu taubat dan juga langkah untuk kembali kepadaMu serta berpendirian yang teguh dalam menelusuri syari’at yang indah dan menjalani thariqat yang bersih, dengan rahmatMu jua wahai Orang yang Maha Pengasih dan Penyayang.”
Keterangan : “Setiap Do’a harus didahului membaca Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin dan Shalawat atas Nabi Muhammad Saw .......... dan diakhiri Shalawat atas Nabi Muhammad Saw dan Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin”
Guru Mursyidnya menyuruh Muridnya agar banyak-banyak membaca TASBIH. Adapun yang dimaksud Tasbih yang akan dibaca yakni :”SUBHANALLAH” Artinya :”Maha Suci Allah”
اى المقصود التسبيح يقول:"سبحان الله"
Penyusun UMDATUL HASANAH ........ sangat menyukai Salik yang dalam Hal Riyadhah didahului membaca kalimat ini ......
....... :
اللهم أعني على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك إلهي يا رب .... "سبحان الله"
Sadatina Guru Maskur bin Abbas menjelaskan kepadaku (Penyusun Umdatul Hasanah) bahwa “Kemudian disambung dengan mengucap kalimat Tasbih sebanyak-banyaknya yang berbunyi “SUBHANALLAH” : :"سبحان الله"
Menurut riwayat Sadatina Junaidiyah bahwa kalimat Tasbih dimaksud adalah kalimat Tasbih yang selalu di ucapkan dan diamalkan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq RA sahabat Nabi Muhammad Saw.
INI PENJELASAN : Thariqat al Junaidiyah adalah thariqat induk, terikat utama, tarekat tua, dari tarekat yang ada, oleh karena itu tarekat ini punya cara duduk thariqat yang berbeda-beda, walaupun begitu Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah tidak diperbolehkan disaat berjamaah /bersama-sama mengamalkan Thariqat al Junaidiyah dengan DUDUK THARIQAT yang berbeda-beda atau berlainan, kalau waktu sendirian tidak mengapa.
Adapun cara duduk Thariqat al Junaidiyah yang dimaksud adalah ada tiga cara :
1. Duduk Thariqat Taqdim جلوس التقديم
Duduk Taqdim yaitu Duduk Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah berhadap-hadapan dengan cara Kedua Kaki bersila, yaitu kaki kanan berada diatas kaki yang kiri, dan kedua talpak tangan terbuka berada diatas diantara paha dan tu’ut kakinya. Duduk Thariqat Taqdim ini adalah duduk Thariqat yang sangat disukai oleh Sadatina al Junaidiyah,.karena sukanya seolah-olah Duduk Thariqat al Junaidiyah ini hanya satu cara.
2. Duduk Thariqat Darrajat جلوس الدرجة
Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah duduk seperti duduk tahaiyat akhir dalam shalat tetapi duduk terbalik. Disini kaki kanan yang diduduki dan kaki kiri yang ditugiskan kebalakang. Duduk tahaiyat akhir terbalik ini tujuannya membuka hati si Salik.
3. Duduk Thariqat Khidmatجلوس الخدمة
Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah duduk thariqat seperti duduk tahaiyat akhir dalam shalat. Jadi . Duduk Thariqat Khidmat ini duduk kebalikannya Duduk Thariqat Darrajat.
Ketika Aku menghadiri di Majelis An Nabawiah, Aku dengar Guru Syekh Syairazi bin H. Pandi Makeri Kandangan berkata bahwa “Suluk atau Riyadhah dimulai sesudah shalat Ashar dan nanti berakhir . sesudah shalat Ashar pula.” Dan tidur bagi orang Suluk atau Riyadhah itu tiga jam dimalam hari dan satu jam di siang hati. Di malam hari dari jam 23.00 wita hingga jam 02 malam dan di siang hari dari jam 11 hingga jam 12.00 wita, sedangkan amaliyah yang dibaca Insya Allah :
a. Al Qur’an al Karim
b. Shalawat atas Nabi Saw
c. Shalat Sunnat
d. Amaliyah yang diberikan Mursyidnya
Guru besar Syekh Syairazi bin H. Pandi Makeri adalah murid Guru Syekh Zani Ghani (Gr.Sakumpul) Beliau lama belajar di Mekkah al Mukarramah hingga mendapatkan Gelar SYEKH disana.
2..RIYADHAH MEMASUKI HARI KEDUA SIANG DAN MALAMNYA
Modah-modahan Allah Swt menganugrahkan kepada kita sifat-sifat yang dimiliki oleh Shahabat Nabi Abu Bakar RA berkat banyak mengucap kalimat Tasbih yang selalu diamalkan Shahabat Nabi ini.
Sedangkan memasuki hari kedua untuk sing dan malamnya, setelah mengerjkan shalat sunnat Rawatip dan Sunnat Nafilah lainnya dan membaca Al Qur’an dan Shalawat dan Wiridan-wiridan yang selalu diamalkan sehari-hari, diruangan tempat berjama’ah Shalat Fardlu.
Salik masuk kamar lagi, boleh shalat sunnat pula atau langsung duduk thariqat al Junaidiyah kemudian memperbaharui Tawajjuh Muthlaqnya :
a. Tawassul 5 kali membaca al Fatihah,
b. Murabithah kepada Guru Mursyidnya,
c. Tawajjuh Muthlaq,
d. Membaca Talqin Dzikir
e. Membaca Asma’ul Husna
f. Membaca Shalawat berulang-ulang
g. Berdo’a
h. Membaca TAHMID sebanyak-banyaknya.
Sadatina Guru Maskur bin Abbas menjelaskan kepadaku (Penyusun Umdatul Hasanah) bahwa memasuki hari kedua untuk sing dan malamnya membaca Tahmid yakni : “ALHAMDULILLAH ” sebanyak-banyaknya.
اى المقصود التحميد يقول:" الحمد لله"
Adapun maksud pembicaraan Tahmid “ALHAMDULILLAH” Maknanya “Maha Puji Allah”
Penyusun UMDATUL HASANAH ........ sangat menyukai Salik yang dalam Hal Riyadhah sebelum didahului membaca kalimat Tahmid ini ............mengata :
. سبحان الله العلي العظيم وبحمده دائما الحمد لله
Seterusnya diucapkan oleh Salik :” ALHAMDULILLAH ” الحمد لله sebanyak-banyaknya.
Dalam riwayat ada disebutkan bahwa bahwa Rasul Saw pernah bersabda :
قال عليه الصاة والسلام : "أفضل الذكر الحمد لله "
Maksudnya :” Seafdal-seutama dzikir mengucapkan kalimat Al Hamdulillah”.
Mengucapkan kalimat Tahmid “ALHAMDULILLAH adalah jalan tarekat yang diberikan Nabi Muhammad Saw kepada Shahabat Umar Bin Khattab al Faruq, oleh karenanya Sayyidina Umar Bin Khattab al Faruq sangat banyak membaca dan mengamalkan kalimat Tahmid ini.
Semoga Allah Swt dan Insya Allah, Allah akan menganugrahkan sifat-sifat yang dimiliki Shahabat Nabi Saw ini, dan Allah akan mewariskan sifat-sifat Sayyidina Umar Bin Khattab al Faruq RA Insya Allah kepada Salik PTJ yang selalu mengucapkan kalimat Tahmid “ALHAMDULILLAH”.
3.RIYADHAH MASUKI SIANG KETIGA DAN MALAMNYA
Adapun memasuki siang ketiga dan malamnya, setelah Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) mengerjakan shalat sunnat, sunnat Rawatib dan sunnat Nafilah, dan mengerjakan wiridan-wiridan yang selalu dibacanya selesai shalat wajib dan ini dikerjakan juga ditempat shalat berjama’ah. Istirahat, makan – minum, mandi dan lainnya dilakukan seperti apa yang disunnahkan oleh Rasulullah Saw, maksudnya jaga adabnya dan apa saja do’a yang sunnat dibaca. Kemudian Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) masuk kamar lagi, shalat sunnat dan Duduk Thariqat al Junaidiyah kemudian memperbaharui TAWAJJUH MUTHLAQ yang didahului Tawassul, Murabithah kepada Guru, Tawajjuh, Talqin Dzikir Thariqat al Junaidiyah, Asma ul Husna dan Do’a. Kemudian membaca kalimat yang diperintahkan Gurunya, yakni kalimat “Tahlil atau kalimat Thaibah atau kalimat Tauhid” sebanyak-banyaknya secara zihar ayitu pelan-pelan dan nyaring.
Sadatina Guru Maskur bin Abbas menjelaskan kepadaku (Penyusun Umdatul Hasanah) bahwa memasuki hari ketiga untuk sing dan malamnya membaca kalimat Tahlil sebanyak-banyaknya. “ LAA-ILAAHA-ILLALLAH “
اى المقصود التهليل أو كلمة التوحيد يقول "لاإله إلا الله"
Adapun kalimat Tahlil atau kalimat Tauhid atau kalimat Thaibah yang akan dibaca Salik adalah “ LAA-ILAAHA-ILLALLAH “
لاإله إلا الله
Kalimat TAHLIIL atau kalimat TAUHID, inilah jalan Thariqat yang diberikan oleh Rasulullah Saw kepada Shahabatnya Sayyidina Usman bina Affan. Shahabat ini sangat banyak mengucapkan kalimat Tahliil atau kalimat Tauhid atau kalimat Thaibah , oleh sebsb ini bagi Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah yang sedang dalam Riyadhah harus banyak-banyak mengucapkannya.
Penyusun Umdatul Hasanah ........ sangat menyukai Salik, sebelum ia mengucap Kalimat TAHLIIL atau kalimat TAUHID atau kalimat Thaibah ini, didahuluinya mengucap kalimat sepotong ayat Al Qur’an Surat Ar Radu ayat 28 sebanyak satu kali berbunyi :
اَلَّذِّيْنَ آمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللهِ اَلَا بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ
Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.QS. Ar Ra'du 28
Seterusnya Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) mengata kalimat : “ LAA-ILAAHA-ILLALLAH “ لاإله إلا الله sebanyak mungkin mengucapkannya..
Di dalam kitab Hasyiyah Ad Dasuki disebutkan tentang kalimat Tahlil atau kalimat Tauhid atau kalimat Thaibah bahwa :
الطيبة وهى دعوة الحق وهى العروة الوثقى وهى ثمن الجنة وفيه وقال تعالى هل جزاء الإحسان إلا الإحسان فقيل الإحسان فى الدنيا قول : لاإله إلا الله وفى الأخرة الجنة لمن قالها
قال عليه والصلاة والسلام: أفضل الدعاء لاإله إلا الله
روى الترمذى أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: التسبيح نصف الإيمان والحمد لله تملأ الميزان ولاإله إلا الله ليس لها دون الله حجاب حتى تخلص إليه0 كما قاله حاشية الدسوقى 227
قال الشيخ محمد الدسوقى فى شرح أم البراهين قال صلى الله عليه وسلم : ما قال أحد لاإله إلا الله مخلصا من قلبه إلا فتحت السماء حتى يفضى إلى العرش ما اجتنبي الكبائر.
Maksudnya : Syaikh Muhammad al-Desuqi berkata dalam Syarah Umm al-Baraheen : Nabi Muhammad Saw bersabda bahwa sesuatu yang telah dikatakan seseorang bahwa: "Tidak ada Tuhan kecuali Allah, hal keadaan dari hatinya ikhlas, melainkan dibukakan langit hingga diselamatkan sampai hatinya menuju takhta Aarsy.............karena/ sebab maujauhi dosa-dosa besar.
Kitab Syarah Umm al-Baraheen al-Desuqi juga menyebutkan bahwa Imam Hadist An Nasa’i meriwayatkan sebuah hadist Nabi Saw yang berbunyi : Telah bersabda oleh Rasulullah Saw :
قال موسى عليه الصلاة والسلام: يا رب علمنى مااذكرك وادعوك به0 فقال تعالى ياموسى قل:لاإله إلا الله قال موسى عليه الصلاة والسلام:يارب كل عبادك يقولون هذا قال قل:لاإله إلا الله0 قال موسى لاإله إلا أنت إنماأريد شيئ تحصنى به0قال ياموسى لو أن السموات السبع وعامرهن غيرى والأرضين السبع في كفة و لاإله إلا الله لمالت بهن لاإله إلا الله... الدسوقى رقم226
4.RIYADHAH MASUKI SIANG KEEMPAT DAN MALAMNYA
Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) memasuki siang keempat dan malamnya, setelah mengerjakan shalat sunnat, sunnat Rawatib dan sunnat Nafilah, dan mengerjakan wiridan-wiridan yang selalu dibacanya selesai shalat wajib dan ini dikerjakan juga ditempat shalat berjama’ah. Istirahat, makan – minum, mandi dan lainnya dilakukan seperti apa yang disunnahkan oleh Rasulullah Saw, maksudnya jaga adabnya dan apa saja do’a yang sunnat dibaca. Kemudian Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) masuk kamar lagi, shalat sunnat dan Duduk Thariqat al Junaidiyah kemudian memperbaharui TAWAJJUH MUTHLAQ yang didahului Tawassul, Murabithah kepada Guru, Tawajjuh, Talqin Dzikir Thariqat al Junaidiyah, Asma ul Husna dan Do’a. Kemudian membaca kalimat yang diperintahkan Gurunya, yakni kalimat “TAKBIIR” yaitu “ALLAHU AKBAR” ” الله أكبر” " الله أكبر" الله أكبرsebanyak-banyaknya secara zihar ayitu pelan-pelan dan nyaring didengar oleh telinganya..
Sadatina Guru Maskur bin Abbas menjelaskan kepadaku bahwa memasuki hari keempat untuk sing dan malamnya membaca الله أكبر الله أكبر sebanyak-banyaknya.
Menurut Sadatina Junaidiyah bahwa kalimat Takbir adalah salah satu Jalan Thariqat yang diajarkan oleh Rasulullah untuk Shahabatnya yang bernama Sayyidina “Ali Bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu. Oleh karena itu Riyadhah Thariqat al Junaidiyah siang dan malamnya yang keempat, Salik PTJ diharuskan banyak-banyak mengata Kalimat “Allahu Akbar” ” الله أكبر” agar nanti Salik dianugrakhan dan diwariskan sifat-sifat Sayyidina “Ali Bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah.
Adapun maksud Takbir yang akan dibacanya adalah “ALLAHU AKBAR” yang artinya “Allah itu Maha Besar”.
Penyusun Umdatl Hasanah ......... lebih menyukai Salik jikalau didahului membaca kalimat di bawah ini satu kali.......
الحمد لله رب العالمين على كل حال وفى كل حال ونعمة لاإله إلا الله و الله أكبر ......" الله أكبر" الله أكبر" الله أكبر"
5.RIYADHAH MASUKI SIANG KELIMA, ENAM, TUJUH DAN MALAMNYA
Adapun memasuki siang kelima, keenam dan kejuh dan juga malamnya,
Sadatina Guru Maskur bin Abbas menjelaskan kepadaku bahwa memasuki hari kelima, keenam dan kejuh dan juga malamnya Gabungan dari hari pertama sampai hari keempat yakni membaca sebanyak-banyaknya. Kalimat :
" سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر"
setelah Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) mengerjakan shalat sunnat, sunnat Rawatib dan sunnat Nafilah, dan mengerjakan wiridan-wiridan yang selalu dibacanya selesai shalat wajib dan ini dikerjakan juga ditempat shalat berjama’ah. Istirahat, makan – minum, mandi dan lainnya dilakukan seperti apa yang disunnahkan oleh Rasulullah Saw, maksudnya jaga adabnya dan apa saja do’a yang sunnat dibaca. Kemudian Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) masuk kamar lagi, shalat sunnat dan Duduk Thariqat al Junaidiyah kemudian memperbaharui TAWAJJUH MUTHLAQ yang didahului Tawassul, Murabithah kepada Guru, Tawajjuh, Talqin Dzikir Thariqat al Junaidiyah, Asma ul Husna dan Do’a. Kemudian membaca kalimat yang diperintahkan Gurunya, yakni kalimat “Tasbih, Tahmid, Tahlil dan Takbir” sebanyak-banyaknya secara zihar ayitu pelan-pelan dan nyaring dalam artian di dengar oleh telinganya.
اى المقصود التسبيح والتحميد والتهليل والتكبير يقول " سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر"
Adapun kalimat dimaksud yang akan dibaca Salik adalah “ SUBHAANALLAAH WAL HAMDU LILLAAH WA LAA-ILAAHA-ILLALLAAH WALLAAHU AKBAR “
Nabi kita Muhammad Rasulullah Saw telah bersabda :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لأن أقول" سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر" أحب إلي مما طلعت عليه الشمس0 رواه الترمذى
Artinya : Bersada Nabi kita Muhammad Rasulullah Saw bahwa “Aku ucapkan Subhaanallaah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu Akbar, empat kalimat tersebut lebih aku sukai dari sesuatu yang terbit diatasnya oleh matahari.(HR.At Termuji).
Sebenarnya penggabungan dari ke empat kalimat diatas yakni Subhaanallaah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu Akbar, yang harus dibaca sebanyak-banyaknya oleh Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) ketika dalam hal Riyadhah. Saya baca ada sebagian riwayat yang mengetakan bahwa Keempat Kalimat tsb “Subhaanallaah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu Akbar” adalah ucapan dari Para Malaikat untuk menyambut dan menyungsung datang dan lahirnya Pemimpin Dunia dan Akhirat yaitu Nabi Besar Muhammad Saw ke alam dunia ini, sebagai Nabi dan Rasul terakhir zaman, pembawa rahmat untuk semesta alam. Saat itu semua Malaikat diperintahkan oleh Allah Swt membaca Empat Kalimat ini :
" سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر"
Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) yang dalam keadaan Riyadhah atau isterinya dalam Hamil sangat dianjurkan agar banyak-banyak penggabungan kalimat tsb khususnya selalu mengerjakan shalat TASBIH minimal 1 kali siang hari dan 1 kali dimalam hati.
Semoga Allah Swt menganugrahkan kepada Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) akan sifat-sifat ke Nabian yaitu sifat-sifat yang dimilik Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw Bersabda :
قال النبي صلى الله عليه وسلم : العلماء ورثة الأنبياء
Artinya : Nabi Muhammad Saw Bersabda bahwa “Ulama itu mewarisi sifat-sifat Para Nabi”.
Dalam Kamar Riyadhah atau Kamar Khalwat Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) hendaklah seakan-alan ia berada di dalam perut Sang Ibu, ia tidak bekerja cari nafkah, tak ada makanan kecuali yang dibrikan Gurunya, tidak tampak kesenangan duniawi, tidak ada yang menghubungi kecuali Gurunya ( Fana u fi syikh ) القناء فى الشيخ terus fana .......hingga ia Fana pada Diri Rasulullah.
Di dalam Kitab Dardir tentang Isra walmi’raj Nabi Muhammad Saw, dikatakan bahwa Nabi Saw ketika sedang Mi’raj dilangit ke tujuh Nabi Ibrahim AS berpesan kepada Nabi kita Muhammad Saw agar supaya Ummatmu menanam tanaman dari Sorga
يا محمد مر أمتك فلتكثر من غراس الجنة
“Ya Muhammad, Suruh Ummatmu, agar banyak-banyak menanam tanaman dari Sorga” Nabi Muhammad Saw bertanya, apakah yang dimaksud dengan tanaman dari Sorga itu
?
ما غراس الجنة ؟
Jawab Nabi Ibrahim AS sesungguhnya yang dimaksud dengan tanaman dari Sorga itu yaitu kalimat “Subhaanallaah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu Akbar”
وإن غراسها سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر
Modah-modahan Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) yang Riyadhah (Berada dalam Rahim Ibunya) ini ketika ia lahir ( Keluar Kamar Riyadhah} akan membawa kesucian dan mewarisi sifat-sifat Kenabian atau mewarisi sifat-sifat Shahabat Nabi yang Empat : Sayyidina Abu Bakar RA, Sayyidina Umar Bin Hattab al Faruq, Sayyidina Usman Bin Affan dan Sayyidina “Ali Bin Abi Thalib.
Aku dengar salah satu Widiswara (Guru Pengajar) berceritra ketika Aku mengikuti Diklat Pembinaan Kepenghuluan katanya bahwa “Nabi Daud AS ketika ia berada di kebun di siang hari, Ia melihat seekor Ulat berada di ranting kayu pada sebatang pohon. Ulat itu merayap-rayap, tiba-tiba Ulat itu berhenti seakan-akan memandang Nabi Daud AS, entah mengapa terpetik atau terlintas di hatinya : “Untuk apa Ulat ini diciptakan Allah Swt” Dengan ijin Allah Swt seekor Ulat itu menjawab bahwa “Saya mengucap Tasbih : Subhaanallaah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu Akbar”
سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر
Satu hari semalam sebanyak Serbu kali, Dalam Ceritra ini Nabi Daud AS telah dikaruniakan ilmu laduni sehingga ia mengerti Bahasa Ulat terseburt, Oleh karena itulah apabila ia membaca Kitab Zabur maka anginpun berhenti, burung di udara berhenti dan binatang lainpun mendekat kepadanya untuk mendengarkan keindahan suaranya. Masya Allah ilmu ini diwarisi oleh anaknya Nabi Sulaiman.
Dan diriwayatkan juga bahwa Rasulullah Saw menyuruh Siti Aisyah RA untuk mengucapkan kalimat Tasbih ini 4 kali sebelum tidur maka nilai Pahalanya sama dengan ibadah Haji dan Umrah.
سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر
Aku Penyusun Umdatul Hasanah ......... berangan-angan untuk Guru Mursyid dan Muridnya Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah (PTJ) yang Riyadhah “Alangkah Baiknya diberitahukan Asma’a Allah yang Akhir lagi dirahasiakan” Di Malam Kelima atau Malam Ketujuh dari Sembilan Puluh Sembilan Nama Allah yang sudah diamalkannya ketika sesudah shalat dan ditambah Satu Nama yang sangat dirahasiakan. Bila nama tsb dibuka di depan Umum maka Najis, Ia akan marah, dibenci orang dan dikatakan orang kafir, yang dibicarakan bukan Dzat-Nya tetapi Nama-Nya.
Pemberitahuan ini dilakukan sesudah Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah di Bai’at Khusus oleh Guru Mursyidnya agar Salik dapat merahasiakan Nama yang satu itu. Dan agar tidak terjadi fitnah di kemudia hari yang menyusahkan kita bersama.
Penyusun Umdatul Hasanah .........beralasan bahwa Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah, merekalah yang cucuk, merekalah yang pantas mengetahui dan memegang Amanah Rahasia tentang Ketuhanan ini, sebab sehari semalam mereka sudah mengucapkan 99 Nama Allah tersebut setelah shalat 5 waktu.
Aku dengar Sadatina al Junaidiyah Guru Masykur (Murid termuda dari Guru Syekh KH.Kasyful Anwar Firdaus bin Muhammad Shalih) yang Penyusun temui bahwa “Sebelum kita berkhalwat atau Riyadhah yang penting kita mantapkan dan diresapi terlebih dahulu adalah Tawajjuh Muthlaq”.
Aku berharap semoga Allah Swt selalu mencurahkan Taufik, Hidayah dan Rahmat-Nya serta Minnah kepada kita semua PTJ, Semoga apa saja yang Penyusun paparkan dalam Risalah UMDATUL HASANAH AL JAMA’AH AL THARIQAT AL JUNAIDIYAH sebagai Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidiyah dapat membantu Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah itu sendiri dalam mendalami dan memahami serta mengamalkan isi dan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari yang penuh dengan Sorga Ma’rifat, Amiin, amiin ya rabbal ‘alamin.
MEMPERBANYAK MEMBACA SHALAWAT (PILIHAN) ATAS NABI SAW
ممباج : صَلَاوَة عَلَى النًّبِيّ مُحَمَّدٍ صلعم
1. Shalawat Jibril AS/Shalawat Awwal atau Shalawat Rahmat
Membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw adalah perintah Allah Swt kepada kita ummat Islam yang cinta dan sayang kepada Nabinya, Diceriterakan orang tentang sejarah adanya Shalawat Jibril atau Shalawat Awwal atau ada juga yang menyebutnya Shalawat Rahmat bahwa Dalam Sorga semuanya berpasang-pasangan, Nabi Adam merasa kesendirian di Sorga belum ada pasangannya, Allah Swt lebih tahu keadaan batin hamba-Nya. Ketika Adam tertidur, ia bermimpi didatangi seorang wanita yang sangat cantic rupawan, kemudian ia terbangun ternyata memang ada seorang wanita disampingnya, yaitu Siti Hawa yang diciptakan Allah Swt sebagai calon pendamping atau pasangan Nabi Adam Alaihis Salam untuk menghuni-mendiami bumi ini beserta anak-anak cucunya nanti, maka Nabi Adam dilarang ketika itu menjamah untuk memperisteri Siti Hawa, sebelum ada mahar sebagai tali pengikat perkawinan saat itu, Padahal Emas, Permata sudah tersedia, tapi semuanya tiada berharga disaat Nabi Adam dalam Sorga, tiada bisa untuk dijadikan mahar. Tiada ada yang dimiliki Nabi Adam untuk diberikan kepada calon isterinya, maharnya.mempelai lelaki adalah wajib diterima oleh wali atau calon isterinya maka Jibril turun menemui Nabi Adam dan mengajarkan shalawat ini sebagai mahar untuk memperisteri Siti Hawa Karena Jibril yang pertama kali mengucapkan shalawat ini maka shalawat ini dinamai Shalawat Jibril
"صَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ"
Ada yang mengatakan bahwa Syekh Sunan Apel mengamalkan Shalawat Awwal ini 100 kali sehabis tiap shalat fardlu.
2ز Shalawat Ummi
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِالنَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ
3. Shalawat Dzurriyat Nabi Saw
-اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّاَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ
4. Shalawat Asyghil
Yang pertama membaca shalawat Asyghil ini adalah Imam Ja'far as Shadiiq (w.138H) Beliau membaca shalawat Asyghil ini saat melakukan do'a qunut shalat subuh
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠﻰَ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ، ﻭَﺃَﺷْﻐِﻞِِ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﺑِﺎﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﻭَﺃَﺧْﺮِﺟْﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﺑَﻴْﻨِﻬِﻢْ ﺳَﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﻭَﻋﻠَﻰ ﺍﻟِﻪِ ﻭَﺻَﺤْﺒِﻪ.اَجْمَعِيْن
5. Shalawat Nur al Anwar
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى نُوْرِ اْلأَنْوَارِ وَسِرِّ الأَسْرَارِ وَتِرْيَاقِ اْلاَغْيَارِ وَمِفتَاحِ بَابِ الْيَسَارِ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدِ نِ الْمُخْتَارِ وَآلِهِ اْلأَطْهَارِ وَاَصْحَابِهِ اْلاَخْيَارِ عَدَدَ نِعَمِ اللهِ وَاِفضَالِهِ
Barangsiapa membaca shalawat ini akan mendapatkan apa yang menjadi hajat, menghilangkan problem yang menghimpit, menolak godaan hawa nafsu, setan, dan musuh-musuh manusia lainnya, serta jalan untuk bertemu nabi dalam mimpi.
Sayyid Ahmad al Badwi juga mengatakan jika dibaca setiap selesai shalat fardhu, maka akan terhindar dari segala mara bahaya dan memperoleh rizki dengan mudah. Jika dibaca 7 kali sebelum tidur, insya Allah akan terhindar dari sihir yang dilakukan orang jahat. Jika dibaca 100 kali sehari semalam, akan memperoleh cahaya Illahi, menolak bencana, mendapat rizki lahir batin.
6. Shalawat PENDINGIN MATA
مَرْحَبًا بِذِكْرِ اللهِ تَعَالَى قُرَّةَ عَيْنِ بِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ -اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا قُرَّةُ عَيْنِ قَتَدَةَ
Dibaca dua kali saat MUAZIN Mengata :
Asyhadu anna muhammadar rasulullah (1 x baca shalawat diatas)
Sejarahnya Shahabat Nabi Saw yang bernama Qatadah ini buta sesaat/setelah ikut berperang dengan Nabi, entah apa sebabnya hingga ia selalu bershalawat atas Nabi Saw dengan shalawat tersebut saat/sesudah Muazzin mengata “Asyhadu anna muhammadar rasulullah “(lalu 1 x baca shalawat diatas) lalu mengecup kedua kuku ibu jarinya dan diusakan ke dua matanya. Dan begitu pula Muazzin mengata “Asyhadu anna muhammadar rasulullah “(yang kedua).
7. Shalawat Fulus
-اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ مُحْيِ النُّفُوْسِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ الْخَلُوْسِ اَعْطِنِي الرِّزْقَ وَالْفُلُوْسَ
1)H.Hasan Baseri mengamil shalawat fulus dari KH.Muhammad Ilyas (Kabid Bimas Islam Kanwil Bjm), Beliau mengambil dari Guru Sakumpul (Alm Gr. Ijai)
8. Ayat Penyembuh penyakit lahir dan batin
1. al Qur'an Surat Yunus 57 dan Al Isra 82 berbunyi :
يَاأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَائَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِى الصُّدُوْرِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ. سورة يونس 57
Artinya :"Hai manusia, sungguh telah datang kepadamu pelajaran (al Qur,an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petujuk serta rahmat bagi orang-orang beriman.
وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارًا الاسراء
Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian (al Isra 82)
9. Shalawat Thibb al Qulub
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا وَعَافِيَةِ الأَبْدَانِ وَشِفَائِهَا وَنُوْرِ الأَبْصَارِ وَضِيَائِهَا وَعَلٰى آَلِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ
10. Shalawat Mukhathab Bentuk Sighat berbunyi ;
اَلصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ يَا سَيِّدِيْ يَا رَسُوْلَ اللهِ خُذْ بِيَدِيْ قَلَّتْ حِيْلَتِيْ أَدْرِكْنِيْ
Faedah membaca shalawat ini adalah untuk meminta pertolongan kepada Allah dengan wasilah Rasulullah SAW untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berat, susah, dan sangat memperihatinkan yang tidak bisa dijangkau oleh pikiran dan tenaga manusia
11,.Shalawat al Nur al Dzati
Adalah Shalawat dari SAYYIDI ABIL HASAN AS SYADZILI RA
:
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ نِ النُّوْرِ الذَّاتِيْ وَالسِّرِّ السَّارِيْ فِيْ سَائِرِ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ
Imam al Shawi Mengatakan bahwa shalawat yang disusun oleh Syaikh Abu Hasan al Sadzily ini nilainya seperti membaca 100.000 shalawat untuk menghilangkan susah, sedih, dan problem yang berat.
Diriwayatkan ada seorang pemuda yg suka membaca shalawat nur dzat setiap hari tanpa hitungan semata-mata hendak mencintai Nabi Saw maka pemuda tsb berkali kali bertemu Rasulullah di dalam mimpinya,, .dia dalam mimpi juga dapat memeluk Rasulullah,. dan Rasulullah tersenyum mencium bibirnya... Dikisahkan juga bahwa ada seseorang yg mengamalkan shalawat ini secara istiqomah maka bila malam hari ia selalu bermimpi dg para wali yg masyhur dan yg mastur...dan ada lagi seorang kiai yg mengamalkan shalawat ini di daerah Jawa Barat.. beliau diberi Allah ilmu mengerti banyak bahasa meskipun sebelumnya tidak pernah belajar,,. di daerah Lamongan , Jawa Timur, seorang kiai didatangi banyak orang yg meminta air putih atau doa kesembuhan, banyak yg sembuh total dari penyakitnya berkat kiai tsb gemar mengamalkan Shalawatnur dzat...(4)
12. Shalawat Ibrahimiyah
ممباج : صَلَاوَة اِبْرَاهِيْمِيّة 1 مرة اى اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمِ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ و عَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ. كَمَابَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
الصلاة الكبري للامام جنيد البغدادي
13زSHALAWAT KUBRA IMAM JUNAID AL BAGDADI
Ada yang mengatakan bahwa "Shalawat Kubra adalah Shalawat Syaikh Imam Junaidi Al-Bagdadi RA ahli tasawuf dari Baghdad. Adapun faedah dan khasiatnya sangat banyak dan sangat besar sekali bahkan Kanjeng Syekh Abdul Qadir Jailani pun selalu membaca shalawat Kubra ini dan ditambah dengan membaca Asma'ul Husna dan 201 Asma'un Nabi Saw sebanyak 1000 kali setiap harinya".
Saya kutip dari sebuah Artikel "Shalawat Kubra Imam Junaid Al-Bagdadi" bahwa Shalawat Kubra ini dinukil dari Alfiyatu Shalawat yang dihimpun oleh Syaikh Muslih bin Abdurrahman Al-Muraqy, dan Shalawat itu dinamakan Shalawat Kubra, menurut beliau fadhilah Shalawat ini sangat banyak, antara lain yaitu baik sekali bagi orang yang sedang menunaikan Ibadah Haji ke Mekah dan Madinah untuk memperbanyak membaca Shalawat Kubra itu di mana saja yang pantas
Fadhilah dan faedah Shalawat Kubra : fadhilah dan khasiyat Shalawat Kubra itu besar dan banyak sekali, yang diantaranya barang siapa yang membaca secara istiqamah sehari satu kali, insya Allah orang tersebut akan diberi pahala dan kenikmatan yang besar sekali dari Allah, yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar telinga orang dan belum pernah terlintas di benak seseorang. Dan juga akan mendapat ketentraman hati cukup sandang pangan serta dikabulkan hajatnya.
Insya Allah :
Shahibul Artikel berkata bahwa "Alfaqir ijazahkan Shalawat Kubra tersebut dibawah bagi siapa saja yang mau mengamalkannya,shalawat tersebut dibacanya 1x atau 3x atau sekuatnya dalam setiap harinya dengan istiqamah atau dibaca minimal setiap malam Jum’at atau Hari Jum’at"..Jawab qabiltu ………
Sejarah Shalawat Kubra di Nusantara
Saya kutip dalam sebuah Artikel bahwa shahibul Artikel berkata : “Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah Swt yang telah mengutus kekasihNya termulia Rasulullah Muhammad Saw sebagai pembawa cahaya kebenaran hidayah Iman dan Islam bagi seluruh umat manusia. Sebagai bukti cinta pada Rasulullah Saw, maka seharusnya kita mengikuti sunnah beliau dan memperbanyak Shalawat dan salam. Sebagai penambah kecintaan kita pada Rasulullah Saw
Berikut kami sampaikan amaliah Shalawat Kubra yang sangat agung dan besar manfaatnya sekaligus kami ijazah kan kepada siapapun umat Rasulullah Saw Shalawat ini telah diamalkan para auliya dan ulama salafus shalih dan shiddiqin dari generasi ke generasi, antara lain : Imam Junaed Al Bagdadi, Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, syaikh Ibnu Muhyidin Al Irbili dan Walisongo.
Dikisahkan pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit datang Syaikh Maulana Maghribi dari Andalus (Spanyol) ke Tanah Jawa menyebarkan ajaran Islam Syaikh Maulana Maghribi mempunyai tujuh orang murid yang menjadi ulama penyebar agama Islam di tanah Jawa yang senantiasa mengamalkan Shalawat Kubra. Satu diantara ketujuh ulama tersebut adalah Kyai Songgo Langit yang memiliki ilmu sangat tinggi yang mampu mengalahkan orang – orang sakti melalui keistimewaan Shalawat Kubra. Pada masa Kesultanan Islam pertama di Jawa yaitu Kesultanan Demak Bintoro, Shalawat Kubra telah banyak diamalkan oleh para pejabat Kesultanan, para Ulama maupun masyarakat pada umumnya. Dengan amalan Shalawat Kubra, Kesultanan Demak dapat meruntuhkan Kerajaan Majapahit dan mengalahkan musuh – musuh Negara sehingga pada saat itu Kesultanan Demak Mencapai kejayaan dan kemakmuran. Dari kenyataan sejarah membuktikan bahwa Shalawat Kubra telah diamalkan oleh kaum muslimin sejak zaman dahulu sehingga menghantarkan kemuliaan, kesejahteraan dan kejayaan kaum muslimin pada zamannnya.
Fadlillah Shalawat Kubra
Selanjutnya shahibul Artikel juga menyebutkan beberapa Fadlillah Shalawat Kubra :
1. Dari Sayyidina Abbas RA bahwa pada saat Rasulullah SAW sedang duduk di Masjid Nabawi datang Malaikat Jibril menghadiahkan Shalawat (Alfu Alfi Shalatin wa Alfu Alfi Salaamin’ alaika yaa sayyidal Mursaliin ... dst).Kemudian Malaikat Jibril berkata “Barangsiapa membaca Shalawat ini maka Allah SWT akan menciptakan 70.000 malaikat dimana setiap malaikat mempunyai 80.000 kepala dan setiap kepala mendoakan orang yang membaca Shalawat tersebut. Sedangkan doa malaikat dikabulkan Allah SWT. (HR An Nasai).
2. Dalam kitab Tafrikhul Khotir Shofhah 27 susunan Syaikh Imam Ibnu Muhyiddin Al Irbili dikatakan bahwa Shalawat ini diamalkan oleh Syaikh Imam Junaid Al Baghdadi Waliyullah dan oleh Sulthonal Auliya Al Ghouts Quthbir-rabbani Syaikh Muhyiddin Abdul Qodir Al Jailani Waliyullah beliau mengamalkan Shalawat ini 1000x sehari semalam ditambah Asmaul Husna dan Asma Nabi. Sehingga beliau memperoleh karunia berupa karomah/kemuliaan yang sangat tinggi dari Allah SWT.
3. Barang siapa membaca Shalawat Kubra secara rutin minimal 1x sehari semalam maka akan diberikan ketenangan dan ketentraman dalam keluarga, diberikan kecukupan rezeki (sandang pangan) dan dikabulkan semua hajat yang diinginkan.
4. Barang siapa membaca Shalawat Kubra akan diselamatkan dari 600.000 (enam ratus ribu) macam bala’ dunia dan akhirat.
5. Barang siapa membaca Shalawat Kubra secara rutin maka akan diberikan ketenteraman hati, tercapai tujuan dunia dan akhirat, selalu dipelihara Allah SWT iman dan islamnya.
6. Barangsiapa mengharap dimudahkan dapat berziarah ke tanah suci Makkah dan Madinah (Haramain Syarifain) maka hendaknya memperbanyak membaca Shalawat
Kubra dengan rasa ikhlas dan mahabbah (cinta) pada Rasulullah SAW
Berikut Lafadz Shalawat Kubra Imam Junaid al Bagdadi
:اَلْفَاتِحَةُ إِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَتَابعِيْنَ وَتَابعِيِ
التَّابعِيْنَ مِنْ اَوْلِيَاءِ اللهِ تَعَالَى وَوَالِدِيْنَ وَمَشَائِخِنَا
وَاَوْلَادِنَا وَذُرِّيَّتِنَا وَاَزْوَاجِنَا وَطُلّابِنَا وَمُرِيْدِنَا
وَجِرَانِنَا وَجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اِلَى يَوْمِ
الدِّيْنِ خُصُوْصًا إِلَى رُوْحِ وَلِيِّ اللهِ سَيِّدِنَا الْإِمَامِ
جُنَيْدِ الْبَغْدَادِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَ نَفَعَنَا بِهِ وَ بِعُلُوْمِهِ وَ
اَسْرَارِهِ فِى الدِّيْنِ وَ الدُّنْيَا وَ الْآخِرَةِ (لهم الفاتحة)
بسم الله الرحمن الرحيم
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَ الْمُرْسَلِيْنَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَ النَّبِيِّيْنَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَ الصِّدِّيْقِيْنَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَ الرَّاكِعِيْنَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَ الْقَاعِدِيْنَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَ السَّاجِدِيْنَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَ الذَّاكِرِيْنَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَ الْمُكَبِّرِيْنَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَ الطَّاهِرِيْنَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَ الظَّاهِرِيْنَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَ الشَّاهِدِيْنَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَ الْاَوَّلِيْنَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَ الْآخِرِيْنَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدِيْ يَارَسُوْلَ الله
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
نَبِـيَّ الله
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدِيْ يَاحَبِيْبَ الله
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
مَنْ اَكْرَمَهُ الله
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
مَنْ عَظَّمَهُ الله
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
مَنْ شَرَّفَهُ الله
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
مَنْ اَظْهَرَهُ الله
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
مَنِ اخْتَارَهُ الله
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
مَنْ صَوَّرَهُ الله
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
مَنْ عَبَدَ الله
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
خَيْرَ خَلْقِ الله
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
خَاتِمَ رُسُلِ الله
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سُلْطَانَ الْأَنْبِيَاءْ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
بُرْهَانَ الْأَصْفِيَاءْ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
مُـصْـطَـفٰى
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
مُـــعْــلٰى
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
مُـجْـتَـبٰى
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
مُــزَكَّـى
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
مَــكِّــيُّ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
مَــدَنِـيُّ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
عَـرَبِـيُّ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
قُرَشِيُّ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
هَاشِمِيُّ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
اَبْطَحِيُّ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
زَمْزَمِيُّ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
تِهَامِيُّ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
اُمِّـيُّ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَ وَلَدِ آدَمَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
أَحْمَدُ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
مُـحَمَّدُ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
طٰـهٰ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
يٰس
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
مُدَثِّرُ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
صَاحِبَ الْكَوْثَرِ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
شَفِيْعُ يَوْمَ الْمَحْشَرِ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
صَاحِبَ التَّاجِ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
صَاحِبَ الْمِعْرَاجِ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَالْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَالْمُحْسِنِيْنُ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدَالْكَوْنَيْنِ وَالثَّقَلَيْنِ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
صَاحِبَ النَّعْلَيْنِ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا
سَيِّدِيْ يَا رَسُوْلَ الله، يَاخَاتِمَ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ
أَلْفُ أَلْفِ صَلَاةٍ وَ أَلْفُ أَلْفِ سَلَامٍ عَلَيْكَ يَا سَيِّدِيْ يَا
نَبِيَّ الله، إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَالْـحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن
14. Shalawat al-Fatih
Shalawat Al Fatih ini Susunan Syeikh Muhammad Syamsuddin Bin Abil Hasan Al Bakri ra. Berkata KH. Husain Kadri Dalam Pagar pada Risalahnya “Senjata Mu’min” bahwa shalawat ini sangat baik dibaca tiap malam sebarapa suka banyaknya yaitu :
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ لِمَا اُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ، اَلنَّاصِرِ الْحَقّ بِالْحَقِّ، وَالْهَادِيْ إِلَى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيْمِ(1)
Allahumma Sholli Ala Sayyidina Muhammaddinil Fatihi Lima Ughliqo Wal
Khotimi Lima Sabaqo, an-Nashiril Haqqa Bil Haqqi Wal Hadi Ila Shirotikal Mustaqim shallalahu alaihi Wa Ala Alihi wa Shahbihi Haqqo Qodrihi Wa Miq Darihil Adzim...
Artinya“Ya Allah curahkanlah rahmat dan keselamatan serta berkah atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang dapat membuka sesuatu yang terkunci, penutup dari semua yang terdahulu, penolong kebenaran dengan jalan yang benar, dan petunjuk kepada jalanmu yang lurus. Semoga Allah mencurahkan rahmat kepada beliau, kepada keluarganya dan kepada semua sahabatnya dengan sebenar - benar kekuasaannya yang Maha Agung. ”(2).
Syekh Ahmad at Tijany berkata: ”Keistimewaan sholawat al-Fatih sangat sulit di terima oleh akal, karena ia merupakan rahasia Allah SWT yang tersembunyi. Seandainya ada 100.000 bangsa, yang setiap bangsa itu terdiri dari 100.000 kaum, dan setiap kaum terdiri dari 100.000 orang, dan setiap orang diberi umur panjang oleh Allah SWT sampai 100.000 tahun, dan setiap orang bersholawat kepada nabi setiap hari 100.000x, semua pahala itu belum dapat menandingi pahala membaca sholawat al-Fatih 1x.”
Adapun Syaikh Muhammad al Budairi al Qudsi mengatakan bahwa siapa yang membacanya setiap hari setelah membaca al-Musabbi’at al-Asyr (sepuluh bacaan yang dibaca tujuh kali), yaitu Ayat Kursy, al Fatihah, al Ikhlas, al Falaq, al Naas, al Kafirun, tasbih-tahmid-tahlil-takbir-hauqalah, shalawat Ibrahimiyah, dan doa.
..........................................................
(1)Risalah Senjata Mu’min disusun oleh KH. Husain Kadri Martapura tahun 1962M cetakan ke Empat halaman 150
(2)Ust. Muhammad Amiruddin berkata pada “Artikel Shalawat Pilihan“(Gr Sakumpul) Selasa, 20 Februari 2018
Maka akan mendapatkan beberapa faidah di antaranya adalah mendapatkan perlindungan dari bahaya di dunia dan di hari dikumpulkan di padang mahsyar, menjadi benteng dari segala keburukan dan celaka.
اللّهُمّ اغْفِرْ لِيْ وَالِوَالِدَىَّ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَاب
Serta doa:
اللّهُمَّ افْعَلْ بِيْ وَبِهِمْ عَاجِلاً وَاجِلاً فِيْ الدِّيْنِ وَالدُّنْياَ وَاْلآخِرَةِ مَآ أَنْتَ لَهُ أَهْلٌ وَلَا تَفْعَلُ بِنَا ياَ مَوْلَانَا مَا نَحْنُ لَهُ أَهْلٌ إِنَّكَ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ جَوَّادٌ كَرِيْمٌ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Berkata Syeikh.Ahmad Showi ra:
"Barang siapa membaca Shalawat ini walaupun sekali saja seumur hidup nya, Niscaya ia tidak akan masuk neraka". dan berkata Sebagian Ulama-ulama Besar di Maroko :
اِنَّهُ اُنْزِلَتْ عَلَيْهِ فِى صَحِيْفَةٍ مِنَ الله :
"Sesungguhnya ini Shalawat langsung di turunkan di sebuah kertas dari Allah ta'ala kepada nya (Pemilik ini Shalawat Syeikh Syamsuddin)".
"Satu kali membaca ini Shalawat yaitu sebanding (sama) dgn 1000X bersholawat,ada yang mengatakan 600.000X"
"Apabila dibaca 1x sehari maka tidak akan mati su'ul khotimah"
"Barangsiapa membacanya 1 kali setiap selesai sholat fardhu maka akan dilapangkan kehidupannya dan kelak dibangkitkan bersama para Nabi, Syuhada'. Auliya dan orang-orang soleh"
Berkata lagi Sebagian Ulama: -Barang siapa mengekalkan membaca nya selama 40 hari,Niscaya Allah terima taubat nya dan Allah ampuni sgl dosa-dosanya".
Berkata Syekh Amad Zaini Dahlan, "Shalawat al fatih bersumber dari Syekh Abdul Qodir al Jilani sangat bermanfaat bagi orang yg berada di permulaan suluk, pertengahan maupun penghabisan, di dalamnya terdapat asror dan keajaiban yg mencengangkan akal dan barang siapa mengekalkan membaca nya setiap hari sebanyak 100X, niscaya dibukakan bagi nya HIJAB dan di anugrahkan ANWAR dan di tunaikan segala hajat nya.
Shalawat I
RIYADHAH MUSYAHADAH THARIQAT AL JUNAIDIYAH
Riyadhah Musyahadah adalah Suluk latihan kerohaniaan yang dilakukan Pengamal Thariqat al Junaidiyah dalam Kamar Rumahnya sendiri. Guru Mursyidnya hanya memantau dengan kecamata kesufiannya, ia dapat melihat-mengawasi Muridnya secara sirriyah/rohaniyah, waktunya sehari semalam atau boleh tiga hari dengan malamnya.
Sadatina Guru Maskur bin Abbas menjelaskan kepadaku (Penyusun Umdatul Hasanah) bahwa Riyadhah Musyahadah lamanya 1 hari satu malam yang dilaksanakan dirumah si Murid, sedangkan Guru Mursyid mengawasinya dari rumahnya saja dengan kacamata kesufiannya.
Sebelum masuk kamar riyadhah Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah minta izin dahulu kepada Guru Mursyidnya, jika ia masih hidup. Jika Guru Mursyidnya sudah wafat, Aku berpendapat murid mengunjungi kuburnya jika mampu, jika tidak Murid cukup menziarahi Gurunya lewat mata batennya dan minta untuk khalwat masuk kamar periadhahan seolah-olah Guru Mursyidnya memberi izin. Dengan Cara berikut :
1. Membaca surat al Fathah 1 kali
2. Membaca surat al Ikhas 11 kali
3. Membaca surat al Falaq 1 kali
4. Membaca surat al Naas 1 kali
5. Membaca Shalawat atas Nabi Saw, kemudian dihadiahkan untuk Gurunya
6. Mengucap Salam 3 kali yakni :
Sadatina Guru KH. Muhammad Subli bin Saberi menjelaskan kepadaku (Penyusun Umdatul Hasanah) bahwa Ketika kami ingin memziarahi makam Tuan Guru KH. Muhammad Qurtuby bin Khalid bin Thahir di Kota Pelangkaraya ketika dimakam nanti ucapkan Salam 3 kali yakni :
- السلام عليكم يا روح فى العالمين
- السلام عليكم يا ملائكات الله
- السلام عليكم يا شيخي .....
.
Memajamkan kedua matanya, hatinya berjalan menziarahi Gurunya lewat mata batennya seolah-olah berjumpa Guru Mursyidnya dan memberi izin dengannya.
Tatacara masuk Kamar Periadhahan sama-saja seperti masuk kamar Riyadhah tujuh hari dan malamnya. Tengah malamnya kurang lebih jam 02.00 wita malam ke bawah mengerjakan shalat Tahajjud dan shalat Witir tiga raka’at sebagai penutupnya.
6. Mandi Taubat
Mandi Taubat adalah mandi untuk Inabah kembali kepada Allah Swt. Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah sunat mandi Inabah, jika waktu Bai’at belum Mandi Inabah, tetapi jika memperbaharui atau mau mengulangnya tidak mengapa, itu sangat baik. Lihat keterangan terdahulu.
7. Memasuki Khalwat Siang dan Malamnya
Memasuki kamar Khalwat/Suluk dan Riyadhah harus mendahulukan kaki kanan, memohon perlindungan dengan Allah dari ganguan syaithan, dan membaca surat an Nas tiga kali, berbunyi :
بسم الله الرحمن الرحيم* قل أعوذ برب الناس* ملك الناس* إله الناس* من شر الوسواس الخناس* الذى يوسوس فى صدور الناس* من الجنات والناس* 3 كالى
Kemudian diikuti kaki kirinya sambil membaca kalimat :
أللهم ولي فى الدنيا والأخرة كن لى كما كنت لسيدنا محمد صلى الله عليه وسلم وارزقنى محبتك. أللهم ارزقنى حبك. واشغلنى بجمالك واجعلنى من المخلصين. أللهم امح نفسى محذبات ذاتك يا أنيس من لاأنيس له. رب لاتذرنى فردا وأنت خير الوارثين*
Kemudian Salik berdiri atas shalat (seperti mau shalat menghadap Kiblat) kemudian ia membaca kalimat ini 21 kali berbunyi :
إنى وجهت وجهي للذي فطر السموات والأرض حنيفا مسلما وما أنا من المشركين 21 كالى
Kalimat tersebut diatas, kalau Salik Pemula boleh dibimbing membacanya oleh Mursyidnya. Kemudian ia mengarjakan shalat dua raka’at, pada raka’at pertama sesudah Alfatihah membaca Ayat Kursi, atau surat Alfalaq, dan pada raka’at kedua sesudah Alfatihah membaca Amanar Rasul...... atau Surat Annaas. Sesudah salam, dilanjutkan membaca : YA FATTAAH” 500 KALI.Bagi Salik Pengamal Thariqat Al Junaidiyah Duduk Thariqat yakni Duduk Taqdim, Duduk Darrajat dan Duduk Khidmat. .
, lalu mengerjakan :
e. Tawassul 5 kali membaca al Ftihah,
f. Murabithah kepada Guru Mursyidnya,
g. Tawajjuh Muthlaq,
h. Membaca Talqin Dzikir yaitu kalimat yang berbunyi
لاإله إلا الله * إلا الله-إلاالله* الله-الله* والذكر خفي وأخفى* ثم يقرأ الأسماء الحسنى* ثم الدعاء*
يقرأ الأسماء الحسنى:
نسألك (أسألك) الرحمة والعافية والرضى يا من هو الله الذى لاإله إلا هو الرحمن الرحيم* الملك القدوس السلام المؤمن المهيمن العزيز الجبار* المتكبر الخالق البارئ المصور الغفار القهار* الوهاب الرزاق الفتاح العليم القابض الباسط الخافض الرافع المعز المذل السميع البصير* الحكم العدل اللطيف الخبير الحليم العظيم الغفور الشكور العلى الكبير* الحفيظ المقيت الحسيب الجليل الكريم الرقيب المجيب الواسع الحكيم* الودود المجيد الباعث الشهيد الحق الوكيل القوى المتين الولى الحميد المحصى المبدئ المعيد* المحي المميت الحي القيوم الواجد الماجد الواحد الأحد الصمد. القادر المقتدر المقدم المؤخر الأول الأخر الظاهر الباطن الولى المتعال* البر التواب المنتقم العفو الرؤوف مالك الملك ذو الجلال والإكرام* المقسط الجامع الغنى المغنى المانع الضار النافع النور الهادى البديع الباقى الوارث الرشيد الصبور*
الدعاء
أللهم ولي فى الدنيا والأخرة كن لى كما كنت لسيدنا محمد صلى الله عليه وسلم وارزقنى محبتك. أللهم ارزقنى حبك. واشغلنى بجمالك واجعلنى من المخلصين. أللهم امح نفسى محذبات ذاتك يا أنيس من لاأنيس له. رب لاتذرنى فردا وأنت خير الوارثين*
إله أنت مقصودى ورضاك مطلوبي أعطنى محبتك ومعرفتك يا الله* اللهم إنا نسألك التوبة والإنابة على شريعة الغراء وطريقة البيضاء برحمتك يا أرحم الراحمين والحمد لله رب العالمين*
Adapun wirid yang dianjurkan untuk dibaca pada Riyadhah Musyahadah yaitu harus banyak-banyak membaca kalimat :
" سبحان الله والحمد لله ولاإله إلا الله والله أكبر"
“ SUBHAANALLAAH WAL HAMDU LILLAAH WA LAA-ILAAHA-ILLALLAAH WALLAAHU AKBAR “
Ketika Aku menghadiri di Majelis An Nabawiah Abah Guru Syekh Syairazi bin H. Pandi Makeri Kandangan, Aku dengar Beliau berkata bahwa “Suluk atau Riyadhah dimulai sesudah shalat Ashar dan nanti berakhir . sesudah shalat Ashar pula.”
Dan tidur bagi orang Suluk atau Riyadhah itu tiga jam dimalam hari dan satu jam di siang hati. Di malam hari dari jam 23.00 wita hingga jam 02 malam dan di siang hari dari jam 11 hingga jam 12.00 wita, sedangkan amaliyah yang dibaca Insya Allah :
e. Al Qur’an al Karim
f. Shalawat atas Nabi Saw
g. Shalat Sunnat (Sunnat Wudlu, Sunnat Hajat, Sunnat Tasbih, Sunnat Witir, Sunnat Isyraq, Sunnat Dhuha, Sunnat Adzan, Sunnat Tahajjud, Sunnat Taubat. Sunnat Ba’diyah, Sunnat Qabliyah dan Sunnat lainnya.)
h. Amaliyah yang diberikan Mursyidnya.
Riyadhah Musyahadah dianjurkan yaitu Hari Senin dan Kamis seperti anjuran puasa Senin dan Kamis, Kalau Riyadhah Musyahadah dilaksanakan tiga hari usahakan hari yang tidak ada hari Jum’atnya, andai itu terjadi Salik harus ke Masjid untuk shalat Jum’at, ia berjalan muka menunduk ke tanah dan kepala tertutup kain.
Kami pernah menanyakan kepada Guru Bihara tentang masalah riadlah. Beliau menjawab " Aku riadlah 6 kali dibawah bimbingan Tuan Guru KH. Muhammad Qurthubi bin Khalid, masuk kamar mulai hari Jum'at sehabis shalat Jum'at sekitar jam 14.00 wita sampai dengan Jum'at yang akan datang, keluar kamar Riyadlah sekitar jam 10.00 wita pagi."
Kata Beliau lagi : "Orang yang riyadlah itu dijaga oleh Guru, dan tidak boleh Gurunya yang menjaga itu, lebih dari 100 depa meninggalkan muridnya."Penyusun "Kitab Umdatul Hasanah lil Jama'ah at Thariqat al Junaidiyah, mengomentari masalah keadaan lapu di dalam kamar berpariasi, kadang-kadang remang-remang, berarti Bol lampu 5 watt, kadang-kadang Bol lampu 20 watt berarti disaat cuaca normal, terkadang Bol lampu 100 wat, berarti disaat cuaca dingin. Hal jarak 100 depa adalah batasan minimal yang bisa dijaga oleh Guru Mursyid kepada Muridnya yang suluk lebih dari itu dikuatirkan diganggu oleh segolong JIN.
Guru Bihara pernah cerita kepada kami bahwa "Makanan orang yang suluk atau riyadlah harus dimasak oleh perempuan yang sudah berhenti masa haid atau tidak kena haid lagi." Kalau makanan itu dimasak oleh perempuan masih puber atau masih datang haid, maka dikuatirkan timbul nafsunya lebih kuat."Nafsu birahi itu timbul dari zat-zat makanan yang dikonsumsi oleh rongga mulut hingga perut. Supaya orang yang riyadlah itu tidak dimasuki nafsu birahi terhadap perempuan atau teringat dengan isterinya. Maka dijaga dan makanannya dimasak oleh perempuan yang berhenti masa haidnya. Tetapi manakala kami melakukan suluk pada salah satu Mursyid Thariqat justru yang memasak untuk makan kami adalah seorang laki-laki berumur. Ini menunjukkan bahwa laki-laki dengan laki-laki tidak minat atau tiada terbit nafsu birahi atau permpuan dengan permpuan tidak ada hasrat nafsu birahi.
Guru Bihara pernah cerita kepada kami bahwa orang yang selesai suluk atau riyadlah selama 7 hari dengan malamnya, Salik tidak bolehkan dan tidak diperkenankan membaca amaliahnya yang dibaca ketika dalam kamar suluk, yakni amaliah tidak dibaca selama tiga hari. Saat itu Guru belum memberikan alasan, mungkin sajaalasannya untuk menghindari finahan orang awam, kebiasaannya orang yang baru keluarsuluk atau riyadlah imosi pengucapan kalimat thaibah sanagt kuat dan bisa terjadi disembarang tempat dan juga tidak terkendali, hingga sebahagian orang awam menggapnya stres. Hingga orang-orang maujauhi Thariqat al Junaidiyah kita, hal ini hal yang tidak benar. Tetapi hal ini bisa dimaklumi bahwa amaliah riyadlah pada Thariqat al Junaidiyah al Bagdadiyah 80 prosen diucapkan dengan bersuara lembut dan nyaring, didengar oleh kedua telinganya untuk itu diperlukan istirahat selama tiga hari.
PENGAWASAN GURU MURSYID KEPADA MURID SA’AT RIYADHAH
A. Pengawasan dan Pemeriksaan Kesehatan terhadap Salik
Salik sehat jiwa raga, mampu berjalan sendiri, mandi sendiri, wudlu sendiri, Salik tidak dalam keadaan sakit, haidh bagi wanita atau nifas dllnya.
B. Guru Mursyid mengawasi dan memeriksa para Muridnya melalui kecamata kesufiannya, ia melihat dan memantau keadaan Muridnya dari awal masuk kamar riyadhah hingga keluar kamar riyadhah. Ia tidak boleh meninggalkan Muridnya dalam keadaan riyadhah terlalu jauh, misalnya lebih dari 100 depa.
Pernah aku baca dalam sebuah lagenda, bahwa “ada seorang Murid Imam al Junaid al Bagdadi yang memisahkan diri dari Imam al Junaid tanpa sepengatahuan sang Imam. Sang Murid ini menyendiri, dan ia mendirikan sebuah gubuk ditempat yang sunyi berada ditepi hutan, tujuannya ingin melebihi Gurunya dalam hal ilmu batinnya. Kemudian Sang Murid ini melakukan suluk, khalwat atau riyadhah ditempat ini dalam kesendiriannya, seiring waktu berjalan siang dan malampun beberapa hari telah berlalu. Ia tetap dalam keadaan kesendiriannya, Di suatu senja hari datanglah dua orang pemuda penunggang kuda dan kuda yang lain membawa pakaian yang mampir didepan Gubuknya. Kata salah satu orang penunggang kuda itu bahwa mereka ingin menjemputnya untuk dibawa ke Sorga. Maka Setelah mengganti pakaiannya dengan pakaian yang dibawa orang itu, berangkatlah mengendarai kuda Pemuda Gubuk tadi, yang diapit kedua penjemputnya menuju tempat yang jauh.Diperjalanan ia melihat negeri yang indah dan makmur, banyak gedung yang tinggi, para penduduknya ramah dan gentang-gentang lelakinya dan para wanitanya cantik-cantik. Takterasa sampailah ia di depan pintu gerbang gedung yang dituju kedua penjemputnya, ia disambut dengan sambutan hangat dan meriah, laksana seorang Raja yang dilayani para wanita cantik menawan dan memikat hati dan harum baunya. Para pelayan wanita cantik yang menggairahkan nafsu sex, mereka menyudurkan makanan yang enak-enak dan minuman anggur yang menyegarkan tenggurukan dengan suasana udara anginnya yang sepoi-sepoi basah. “Ooh alangkah enak dan lezatnya berada ditempat itu ditemani para pelayan wanita cantik dimaksud, hingga aku terbuai dan tidur pulas”. Manakala aku terbangun dipagi hari, aku berada didepan bilik gubukku. Kejadian yang menyengkan itu terus berulang-ulang aku merasa bangga dan hebat hingga aku tak bisa menyembunyikan kegembiraan dari temen-temanku, hingga sampai berita ini kepada telinga Imam al Junaid.
Imam al Junaid.pun penasaran dan ......berkunjung ke gubuk tersebut untuk menemui Sang pemuda yang menyendiri itu, Sang murid itupun menceriterakan semua peristiwa yang dialaminya yang berulang-ulang itu kepada Imam al Junaid, ia mendengar dan menyimak semua kejadian yang dialami muridnya, hingga al Junaid menyuruh muridnya, nanti malam bila sudah selesai memenuhi hajatnya makan-minum dan lainnya agar membaca kalimat ini tiga kali :
"لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم "
Maka senja haripun tiba, datanglah dua orang pemuda penunggang kuda dan kuda yang lain membawa pakaian sudah mampir didepan Gubukku.dan menjemputku untuk dibawa ke Sorga.seperti malam-malam sebelumnya, aku dibawa yang diapit kedua penjemputku menuju tempat yang jauh. Tak terasa sampailah aku di depan pintu gerbang gedung yang dituju kedua penjemputku, aku disambut dengan sambutan hangat dan meriah, laksana seorang Raja yang pulang dari medan peperangan yang memperoleh kemenangan. Para pelayan wanita cantik yang menggairahkan nafsu sexku, mereka menyudurkan makanan yang enak-enak dan minuman anggur yang menyegarkan tenggurukan dengan suasana udara anginnya yang sepoi-sepoi basah. “Ooh alangkah lezatnya aku rasakan berada ditempat ini ditemani para pelayan wanita cantik, hingga aku terbuai dan ingin tidur bersama mereka”.tetapi ingat pesan Guruku Imam al Junaid, aku merasa berat dan ragu untuk mengucapkannya, akhirnya aku coba-coba mengucapkan pelan-pelan kalimat ini tiga kali :
"لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم "
Tiba-tiba terdengar suara teriak hesteris dari para pelayan wanita itu, dan semuanya lenyap dan hilang dari pandangan mata dan akupun tersadar berada dalam tumpukan sampah tulang - belulang berbau amis berada disudut pasar. Hingga akupun taubat dan tidak ingin lagi menyendiri dan bergabung kembali Guru Imam al Junaid.
C. Guru Mursyid menanyai keadaan Muridnya, pada hal-hal yang dialami para Muridnya sa’at dalam kamar riyadhah, baik mimpi atau perasaan murid sat tidur, saat dzikir dan lainnya dalam malam awal hingga akhir riyadhah. Misalnya siang-malam pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima dan keenam atau malam ketujuh ditanyai pagi-paginya.
D. Sikap Guru Mursyid menanggapi hal ihwal yang dialami para Muridnya
Apabila seorang murid menceritrakan hal ihwalnya sesuatu mimpi yang dilihatnya, atau tersingkapnya hal ihwal gaib yang terbuka baginya, atau menyaksikan hal ihwal yang gaib yang dialami muridnya. Maka dalam keadaan semua hal ihwalnya itu ada terdapat hal-hal yang istimewa. Hendaklah Sikap Guru Mursyid berhati-hati menanggapinya.
Hendaklah Guru Mursyid berdiam diri, yaitu menyuruh murid-muridnya untuk menyembunyikan dan merahasiakan hal-ihwal peristiwa yang dialaminya. Jangan mengatakan kepada muridnya atas sesuatu tersebut, atau Sikap Guru Mursyid.tidak banyak menanggapinya tentang hal di maksud. Sebaiknya Guru Mursyid memberikan amalan-amalan dan do’a-do’a yang dapat menolak sesuatu yang tidak benar. Sebab jika Guru Mursyid menanggapinya dikhawatirkan justru akan terjadi sesuatu, yang sesuatu itu akan dapat merusak jiwa dan hati para Muridnya.
Memang wajar karena bagi seorang Murid/Salik yang masuk kamar Riyadhah atau Pengamal Thariqat Al Junaidiyah yang masuk kamar Riyadhah bisa sewaktu-waktu mengalami keadaan peningkatan Rohani, tetapi sering juga terjadi hal-hal yang tidak benar yang berakibat menurunkan martabat murid itu kembali. Pengamal Thariqat Al Junaidiyah yang masuk kamar Riyadhah 7 hari dan malamnya atau Riyadhah Musyahadah harus banyak shalat sunnat tahajjud, shalat sunnat tasbih dan shalat sunnat witir jangan sampai dilupakan, kalau tertidur segera dibangunkan kalau sudah tengah malam
CONTOH IZAJAH THARIQAT AL JUNAIDIYAH ATAU
THARIQAT AL QAUM SETELAH RIYADHAH
بسم الله الرحمن الرحمن
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله
صلى الله عليه وسلم أما بعد
Berkata Hamba yang sangat Faqir kepada Allah Swt dan mengarapkan ridla-Nya, nama Al Habib H.Hasan Baseri, S.Ag bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhamma Jamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shafy bin Abdurrahman bin Muhammad bin Aly bin Sayyid Abdurahman Assegaf yang mana Hamba teleh menerima Bai’at dan Izajah dari Guru hamba KH.Jumberi bin H.Ma’shum bin H.Abu Bakar Kecamatan Awaian Kabupaten Balangan. Pada hari ini telah Hamba beri pula Bai’at dan Izajah kepada Saudara pada jalan Allah Swt, nama : Al Habib Muhammad Ibnu Mubarak bin H.Hasan Baseri, S.Ag bin H.Muhammad Barsih Assegaf, Umur : 15 tahun, Alamat Jalan Alfalah, Rt.05-Rw.02 Kelurahan Kandangan Kota, HSS, Kalsel. Saudara tersebut telah diberikan hak sepenuhnya untuk mengamalkan dan mengajarkan segala hukum yang ta’alluq di dalam Thariqat al Junaidiyah AL Bagdadiyah, dan diberikan haq mendirikan dan juga memimpin Khalwat, Suluk dan Riyadhah dibarang tempat yang dikehendakinya dan dilindungi oleh Undang-undang RI Tahun 1945 pasal 29.
Modah-modahan Allah Swt selalu memberikan Taufiq dan Hidayah-Nya dan juga menjadikan Tangannya dan Qalbunya seperti Tangan dan Qalbunya Muhammad Rasulullah Saw. Insya Allah Saudaraku ini diberikan Taufiq dan Hidayah mengerjakan yang diridlai-Nya dan diakhirai dengan ucapan :
آمين آمين والحمد لله رب العالمين
Kandangan, Rabu, 19 Desember 2007H
10 Dzul Hijjah 1428H
Hamba yang memberikan Izajah
Gambar
Salik Stempel
Yang Menerima Izajah ( Naib H.Hasan Baseri, S.Ag)
Muhammad Ibnu Mubarak
BAB . VIII
MUKAFAHAH (PENJERNIHAN HATI)
A.Pengertian Mukafahah
Mukafahah adalah dari bahasa arabnya
كَافَحَ – يُكَافِحُ – فَهُوَ مُكَافَحَةً* كَافَحَ عَنْهُ = ممراثى اي اكندى (المربوى)
Kaafaha – Yukaafihu Mukaafahatan. Mukaafahatan adalah ism masdar dari Kaafaha. Mukaafahatan menurut bahasa Kamus Marbawi Kaafaha anhu berarti “Memerangi ia akan dia” atau Mukafahatan berarti “Perlawanan”. Jadi pengertian Mukafahah dalam pokok pembahasan disini adalah Memerangi dan melawan oleh hati akan akwan dan aghyar hingga tersisihlah akwan dan aghyar dimaksud, dan tercipta –terbit penjernihan atau keheningan dalam hati Salik yang ada adalah Mukawwin”.
B. Mukafahah menurut istilah
Menurut istilah mukafahah dipakai Kaum Sufi dalam kegiatan rohani yang tinggi , Ahli Thariqat Sufi memakai dan menggunakan istilah kata Mukafahah, maknanya penjernihan hati atau keheningan jiwa.
Mukafahah berarti penjernihan atau keheningan. istilah Mukafahah digunakan untuk mencapai tingkat tertinggi dalam bertafwiedh (penyerahan-pelenyapan diri), sehingga peletakan beban terhantar penuh. Dengan demikian bersih dan beninglah diri si Sufi, sebab diikhlaskan Allah dari padanya yakni mukhlisien. Ada perbedaan antara ikhlas yakni khaalish dan mukhlish. Khaalish adalah pridekat yang disandang dari hasil mujahadah, sedangkan mukhlish ialah pridekat yang diberikan dari hasil ifadah (Syukri,HS 1989M)
Terdapat riwayat menyebutkan bahwa Musa as seorang yang diikhlaskan, Allah Swt telah berfirman pada surat Maryam ayat 51 berbunyi :
وَاذْكُرْ فِى الْكِتَابِ مُوْسَى إِنَّهُ كَانَ مُخْلَصًا وَكَانَ رَسُوْلًا وَنَبِيًّا* مريم 51
Artinya :”Dan diceritakan dalam al Qur’an ini (tentang Musa As), sesungguhnya dia seorang yang diikhlaskan, dan jadilah ia seorang Rasul dan Nabi.”
Tafwied berarti pelimpahan atau penaungan, dan peletakan. Maksudnya ialah pelimpahan sesuatu atau hal kepada sesuatu atau orang agar sesuatu yang dilimpahkan itu dapat terjaga dan terpelihara dari gangguan dan kerusakan (Sukeri,S 1989M)
Tafwied berarti pelimpahan atau penaungan beban. khataran – goresan hati kepada Allah SWt. Dalam kitab Sirajutthalibun dikatakan bahwa :
اَلتَّفْوِيْضُ اي سَلِيْمُ الْأُمُوْرِ إِلَى اللهِ تَعَالَى فِى مَوْضِعِ الْخَطَرِ
Tafwied adalah : “Menyerahkan semua perkara (urusan) kepada Allah Swt pada saat terjadi lintasan-lintasan goresan pada hati seseorang.
Tafwied ini terjadi sesudah tawakkal, misal si Amat menyerahkan sepeda motor dan uang kepada Ali untuk anaknya yang sekolah di Banjarmasin, Ali seorang Sopir yang tidak begitu dikenal.... Si Amat berdo’a “Modah-modahan Allah Swt memelihara sepeda motor dan uang yang dititipkannya tersebut.” Ini disebut tawakkal, sebab disini terjadi masih ada goresan-goresan hati si Amat, kata hatinya “Bagaimana kalau tidak diserahkannya kepada anakku ! Bursiah begitu dan lainnya berkecamuk dalam hati si Amat. Inilah yang disebut goresan-goresan dan hantaran untuk menuju tafwied, bilamana goresan-goresan dan hantaran hati si Amat tsb telah hilang tidak muncul lagi disebut tafwied, karena ia merasa tidak memiliki apa-apa, gerak dan diampun ia tak punya, bahkan dia tidak mengenal dirinya, tidak tahu yang mana dinamakan dirinya maka disebutlah taslim. Disini si Amat benar-benar punya jiwa yang bersih, jiwa yang selamat. Allah telah menganugrahkan kepada si Amat punya hati yang bersih, sebagaimana Firman Allah Swt yang berbunyi :
إِلَّا مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ* الشعراء 89
Artinya :”Kecuali orang-orang yang didatangkan Allah dengan hati yang selamat.”
Kitab Umdatul Hasanah lil Jama’ah at Thariqah al Junaidiyah.....adalah Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidyah
(Thariqatul Qaum) disusun Al Habib H.Hasan Baseri Bin H.Muhammad Barsih Bin Ahmad Baderi Assegaf
C. Rohani Manusia Mesera dengan Tuhannya.
Yang dimaksud Mukafahah disini adalah terbukanya tirai atau hijab penutup mata batin kepada Ketuhanan, karena ada hening, jernih dan beningnya dari Fana Fillah menuju Baqa billah. Ibarat air sungai yang jernih – hening maka tampaklah semua yang ada di air di dasar sungai itu semata-tama bayang-bayang bukan yang aslinya.
Sebenarnya pada tingkat Mukafahah disini Rohaniyah telah berkasih-kasihan dan sangat mesera dengan Tuhannya yakni Allah Swt. Roh kita sudah merasakan mesranya dengan Allah Swt, Dzat yang wajubul wujud meliputi seluruh alam.
Salik yang diberikan dan medapatkan rasa
Mukafahah, dengan sendirinya ia merasa tenang, maka ketika menghadapi sesuatu, melihat atau mendengar, imosi dapat terkendali.
Firman Allah Swt pada surat al Baqarah ayat 163 berbunyi :
هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ* البقرة 163
Artinya :”Dialah Dzat yang Maha Pengasih lagi Penyayang.”
Firman Allah Swt lagi surat al Hajji ayat 65 berbunyi :
وَإِنَّ اللهَ بِالنَّاسِ لَرَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ* الحج 65
Artinya :”Sesungguhnya Allah itu terhadap Manusia itu sangat kasi lagi amat sayang.”
Mukafahah disini semata-mata memasrakan bagi Pengamal Thariqat al Junaidiyah dengan Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Dimana rasa kecintaan terhadap yang lain sudah hilang sama sekali, rasa mahabbah telah terpadu, telah mesra ke dlam Dzat Wajibal Wujud semata. Saya katakan tiada jenis yang dicintai, tiada jenis yang dikasihi melainkan Allah semata.
لامحبوب إلا الله
Nabi Saw telah bersabda :
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "مَنْ أَحَبَّ شَيْئًا كَثُرَ ذِكْرَهُ."
Artinya :“Barangsiapa mencintai sesuatu, maka ia telah banyak menyebutnya.”
Bagitu pula mereka selalu mempertebal dan meningkatkan rasa cinta kasih serta rindunya kepada Allah Swt dan Rasul, tekun dalam ibadat mereka lahir dan batin. Mereka amat menekankan masalah perasaan zauq terutama perasaan dalam bercinta kasih kepada Allah Swt. Menurut ceritra bersambung dari masa kemasa … di Kalimantan ada seorang Datu mencapai tingkat Aulia yang bernama Datu Muning. Beliau ini apabila hendak sholat, kadang-kadang berpantun/bersyair lebih dahulu :
Riu-riu padang sibundan,
Padang sitamu-tamu,
Aku rindu kadangan Tuhan
Sabarang tampat kawa batamu.
Pantun ini jelas menggambarkan rasa cinta kasih yang mendalam. Oleh sebab itu janganlah kita bersalah sangka (suuzzhon) terhadap mereka. Yang nyata mereka telah mendapat sinar terang dalam hati dan perasaannya, karunia dari pada Allah Swt yang bernilai tinggi yakni “Mahabbatun ilallah” cinta kepada Allah. Semoga kita juga mendapat karunia demikian (Haderanie,HN)
Salah satu bahasan yang harus dilalui dan dilazimi oleh PTJ adalah Hal
Mukafahah, di Bab ini Penyusun Umdatul Hasanah membahas tentang : Mukafahah Rububiyah, Dokterin Thariqat al Junaidyah, Fana Fillah dan Baqa Billah.
TENTANG MITSAQ / PERJANJIAN PRIMORDIAL
Perjanjian primordial secara sederhana diakatakan sebagai perjanjian yang bersifat privat antara sang makhluk dan khaliqnya, antara manusia dengan Tuhannya. Tidak ada pihak lain yang mengintervensi perjanjian itu.
Melalui perjanjian primordial ini setiap diri manusia berada dalam kesaksian mengenai suatu wujud yang mengatur segala tatanan sebab dan akibat, yang menjadi Tuhan bagi setiap manusia, hingga jiwa manusia berada dalam ketundukan, ketaatan serta terus menerus menyembah dan mencintai Sang Wujud kekal. Hasrat untuk tunduk dan taat ini menjadi naluri asasi dalam jiwa manusia. Dari awal penciptaan tersebut manusia dianugerahi cukup ketajaman naluri untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk melalui logika dan pemikiran yang dengannya menjadi istimewa dari segi penciptaan begitupun manusia memiliki hasrat religius yang tak dimiliki makhluk manapun. Akan tetapi Tuhan memahami kelemahan-kelemahan manusia akan ketidak mampuannya untuk menyalurkan hasrat mendasarnya menyembah Tuhan, dalam perjalanan hidupnya manusia bisa melupakan perjanjian primordial yang telah tertanam.
Imam al-Junaid mengutip surah al-A’raf ayat 172, ayat yang terkenal dengan mitsaq (perjanjian primordial). Ali Hasan Abd al-Qadir (editor), bukunya “Kitab Mitsaq” dalam Rasail al-Junaid, dikutip Ali Thaufan DS bahwa Allah berfirman :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آَدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ. الاعراف 172
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).
Dengan menggunakan ayat mitsaq tersebut, al-Junaid juga menjelaskan konsep awal ruh sebelum diciptakannya tubuh / jasad. Atau dengan kata lain tentang keadaan ruh di alam lain. Ia berkata:
Allah mempunyai hamba pilihan yang menjadi kekasihnya. Menjadikan jasad mereka duniawi dan ruhnya nur. Pemahamannya bersifat arasyi, akalnya menjadi hijab, tidak mempunyai tempat berlindung kecuali kepada Allah, tidak punya tempat kecuali di sisi Allah. Mereka adalah yang diwujudkan dan didudukkan di sisi Allah sejak zaman azali. Ketika Allah memanggil mereka sebagai tanda penghormatan, mereka segera datang. Mereka paham panggilan itu dan Allah mengenalkan diri kepada mereka di saat belum ada. Allah memindahkan mereka dengan kehendakNya. Mereka dijadikan seperti atom (sangat kecil sekali). Diwujudkan menjadi makhluk. Kemudian dimasukkan dalam tulang rusuk Adam. Lalu Allah berfirman: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. Allah mengabarkan bahwa dia berbicara dengan mereka. Padahal mereka belum ada kecuali diwujudkan olehNya. Mereka wujud karena Allah, bukan karena dirinya. Maka disanalah al-Haq bertemu dengan al-Haq, betul-betul wujud yang tidak mampu dimengerti kecuali oleh Allah sendiri.
Anwar Syarifuddin, bukunya “Memaknai Alam Semesta: Simbolisasi Kosmik dalam Ontologi Mistik Sahl ibn Abd Allah al-Tustari”, dikutip Ali Thaufan DS bahwa “Selain konsep awal ruh sebelum penciptaan tubuh, menurut penulis terdapat ungkapan yang cukup menarik
إذ كانوا واجدين للحق من غير وجودهم لأنفسهم, فكان الحق بالحق في ذلك موجودا بالمعنى الذي لا يعلمه غيره ولا يجده سواه
“Maka disanalah al-Haq bertemu dengan al-Haq, betul-betul wujud yang tidak mampu dimengerti kecuali oleh Allah sendiri”. Ungkapan ini seakan menunjukkan kemanunggalan antara Allah hambaNya. Tetapi, hal tersebut tidak akan pernah dimengerti kecuali oleh Allah.
Konsep tersebut di atas –awal ruh sebelum penciptaan tubuh- yang diusung oleh al-Junaid memberi pengaruh bagi sufi-sufi selanjutnya. Sufi-sufi tersebut antara lain, Muhammad ibn al-Husain al-Jurairy (w. 311 H) dan Muhammad Muzayin (w. 328 H). Konsep ini pada perkembangan selanjutnya melahirkan teori tentang “Nur Muhammad”. Meski beberapa penulis tasawuf menyebut Sahl al-Tustari sebagai penggagasnya
Adapun artikel Alfit Lyceum dalam mengomentari tentang perjanjian primordial bahwa menurut Jawadi Amuli, terdapat dua makna yang mungkin berkenaan dengan perjanjian primordial yang diisyaratkan di ayat 172 surat al-a’rof, sebagai berikut:
Pertama, makna simbolik.
Kendatipun di ayat tersebut dijelaskan dialog antara Tuhan dan manusia, akan tetapi, dialog tersebut tidak bersifat hakiki, melainkan majasi. Dengan kata lain, pada hakikatnya, Tuhan tidak mengambil perjanjian dari manusia. Akan tetapi, dikarenakan masalah kehambaan manusia dan ketuhanan Tuhan adalah masalah yang teramat jelas, Tuhan “seolah-olah” telah mengambil perjanjian dari manusia akan ketuhanan Tuhan dan kehambaan manusia.
Dalam qur’an terdapat beberapa dialog simbolik yang dimaksudkan agar manusia berfikir (surat 59 ayat 21). Seperti halnya dialog antara Tuhan dengan langit dan bumi yang dijelaskan dalam surat al-fushilat ayat 11 yang pada hakikatnya hanya merupakan penjelasan simbolik (tamtsil) semata.
Kedua, makna hakiki.
Menurut makna yang kedua ini, perjanjian primordial antara Tuhan dan manusia merupakan peristiwa hakiki yang benar-benar terjadi di realitas eksternal. Yakni, Tuhan mengambil perjanjian ketuhanan kepada manusia melalui lisan akal dan wahyu. Dengan kata lain, Tuhan menganugrahkan dua nabi pada Tuhan dimana kedua nabi tersebut memperlihatkan (mengenalkan) Tuhan serta menjelaskan rububiyyah-Nya kepada manusia. Dua nabi yang dianugrahkan Tuhan pada setiap manusia tersebut adalah wahyu sebagai nabi eksternal dan akal sebagai nabi internal. Dengan adanya dua nabi ini pada manusia, kelak manusia tidak bisa lagi mencari alasan akan kelalaian mereka … {kami berikan akal dan wahyu pada kalian}, agar kelak kalian tidak mengatakan kami lalai akan hal ini {ketuhanan Tuhan}, al-a’rof 172 (Lyceum 2017)
Kitab Umdatul Hasanah lil Jama’ah at Thariqah al Junaidiyah.....adalah Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidyah
(Thariqatul Qaum) disusun Al Habib H.Hasan Baseri Bin H.Muhammad Barsih Bin Ahmad Baderi Assegaf
D. Mukafahah Rububiyah
Mukafahah berarti penjernihan, keheningan dan beningan hati si Sufi tentang Ketuhanan. Istilah ini dipakai dalam kegiatan Rohaniyah yang tinggi. Memang salah satu keberadaan Thariqat Junaidyah adalah untuk melihat dan mengawasi keadaan Spritual atau Hati seseorang Pengamalnya seperti apada adanya.
Ajaran ma’rifat dapat ditempuh melalui Kacamta Fana’sehingga terjadi dan didapat Mukafahah Rububiyah. Menurut Al-Junaid,” ma’rifat adalah kesadaran akan adanya ketidaktahuan (kebodohan) ketika pengetahuan tentang Allah datang.” Sedang Makrifat menurut Al-Junaid merupakan milik Allah, yang hanya didapatkan melalui Dia dan akan ada bersama dengan-Nya sendiri.
Melalui definisi ini, Beliau ingin menyatakan bahwa pada hakikatnya manusia itu berada pada ketidaktahuan tentang hakikat Allah. Dimana keadaan yang demikian ini, baru disadarinya ketika datang makrifat kepadanya. Pada saat itu, dia akan mendapatkan pengetahuan tentang hal-hal yang berkenaan dengan Allah yang sebelumnya tidak pernah diketahuinya.
Makrifat atau pengetahuan tentang Allah, akan dapat dicapai oleh seorang sufi, dalam keadaan fana tertinggi. Dimana pada saat itu, segala sifat kemanusiaan yang ada dalam dirinya hilang seketika. Semua keinginannya pada benda-benda duniawi terhapus. Kesadaran akan dirinya lenyap, digantikan oleh kesadaran akan kedekatannya pada Tuhan. Sedangkan yang masih tinggal pada dirinya hanyalah perasaan akan bersatunya ruh dirinya dalam Allah. Dan pada titik itulah sesungguhnya makrifat ini muncul menguasai dirinya. Di mana Allah dengan segala rahmat-Nya telah berkenan menganugerahkan makrifat itu kepadanya.
1.KEMAMPUAN SUFI MELIHAT WUJUD TUHAN DI ALAM KUBRA
Keberadaan Spritual atau Hati seseorang tersebut harus dalam keadaan rasa tawajjuh, rasa berdzikir, aurad, muqarrabah, Musyahadah, Riyadhah, Muqabalah dan Mukafahah. Rasulullah Saw pernah berdo’a yang maksudnya :”Ya Allah tunjukkan kepada kami segala sesuatu seperti apa adanya, karena orang yang melihat sebagaimana adanya akan tenang”
Penglihatan seperti itu tidak bisa diicapai sebagaimana lanyaknya kecuali dalam keadaan tenang,dan hati yang mabuk tidak memiliki pengetahuan. Misalnya dalam kasus ini, Nabiyullah Musa Alaihis Salam, saat belum dianugrahkan rasa Mukafahah terhadap wujud Allah, sehingga kecintaannya dan ghairahnya, ketika dalam keadaan mabuk, maka Beliau tdak bisa bersabar atas menisfestasi (suatu pernyataan perasaan) terdalamnya, ketika berada di Gunung Batu untuk melihat wujud Tuhannya, untuk melihat tajalli wujud Tuhannya, untuk melirik madzhar wujud Tuhannya. Beliau berdoa’ untuk melihat wujud Tuhannya, Jawab Allah, “Engkau tidak bisa melihat wujud-Ku, karena kemabukannya yang begitu dalam, maka Nabi Musa mendesaknya terus-menerus, hingga Allah bertajalli (bertampak) pada sebuah bukit. Beliau jatuh pingsan. Hal ini diabadikan dalam Al Qur’an yang dapat dilihat dari Firman Allah Swt pada Surat Al A’raf ayat 143 :
وَلَمَّا جَاءَ مُوْسَى لِمِقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ أرِنِى اُنْظُرْ اِلَيْكَط قَالَ لَنْ تَرَانِى وَلَكِنْ اُنْظُرْ اِلَى الْجَبَلِ فَاِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانُهُ فَسَوْفَ تَرَانِىج فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكَّا وَخَرَّ مُوْسَى صَعِقًاج فَلَمَّا اَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِيْنَ.
Artinya :”Setelah sampailah Musa akan waktu Perjanjian, Tuhan berfirman (-berkata-kata dengan Musa, lalu Musa meminta, Katanya: “Hai Tuhanku! Perlihatkan dzat Engkau kepadaku, boleh aku memandang Engkau.” Jawab Tuhan ““Engkau tiada sanggup melihat Aku, tetapi (jika kau berkeras untuk melihat-Ku) pandanglah bukit ini, jia ia (bukit) tetap ditempatnya, barulah kau dapat melihat-Ku. “Manakala Tajalli, terang sebagian kecil di bukit itu oleh Nur Tuhannya, bukit itu hancur, lenyap, dan Musa jatuh pingsan tersungkur ke tanah. Tatkala ia bangun dari pingsannya, lalu ia berkata : “Maha suci Engkau, Ya Allah, saya bertaubat kepada Mu dan saya orang yang mula-mula beriman.” QS.Al A’raf 143.
Tetapi keadaan yang jauh berbeda dengan Muhammad Rasulullah Saw yang berada dalam keadaan tenang, jiwa dalam keadaan jernih, jiwa dalam keadaan hening, hati dalam keadaan bening, sehingga Beliau bisa melihat keagungan yang sama seperti (Nabi Musa Alaihis Salam), secara terus menerus dengan kesadaran yang semakin lama semakin meningkat, hingga Rasulullah Saw berdiri diruangan yang hanya berjarak dua ujung busur panah dari kehadiran Ilahi Tuhannya. Inilah hal keadaan Mukafahah Rububiyah yang dialami oleh Baginda Rasulullah Saw, seorang insan yang sempurna (Insan Kamil) yang tiada semua Nabi mengalaminya. Hal semacam ini juga diabadikan Allah Swt dalam Al Qur’an yang dapat dilihat dari Firman Allah Swt pada Surat Surat an Najam ayat 8, 9, 10 dan 11.
ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى. فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ اَوْاَدنَى. فَاَوْحَى اِلَى عَبْدِهِ مَااَوْحَى. مَاكَذَبَ الْفُؤَادُ مَارَآى... النجم 8-11
Artinya : Kemudian Dia mendekat (pada Muhammad) lalu bertambah dekat.Sehingga jaraknya (sekitar) dua busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu disampaikannya wahyu kepada hambaNya (Muhammad) apa yang telah diwahyukan Allah. Hatinya tidak endustakan apa yang telah dilihatnya.
Seorang yang berjiwa Sufi bila membaca atau mendengar Al Qur’an surat Al A’raf ayat 143 ini, merenung akan tersentuh hatinya, tetapi merasa bahagia, bermanik-manik air matanya, suaranya terdengar lirih. ‘Betapa bahagianya wahai bukit batu, betapa kerasnya engkau, betapa besarnya engkau, betapa tegarnya engkau, namun engkau rela menerima kehancuran, engkau rela menerima kefana’an, engkau rela menerima kesirnaan dihadapan Shahibul Wujud, yakni Allah Swt. ……. Dikefanaanmu kau rasakan keindahan, dikesirnaan kau rasakan kenikmatan yang tiada tara, Kapan, kapankah DIRI ini dapat merasakan sebagaimana yang Engkau rasakan itu, wahai Bukit Batu.”
Mukafahah adalah ketenangan jiwa, kejernihan qalbu, keheningan hati yang dimiliki Rasulullah dan Ummatnya yang beriman dan beramal saleh. Mukafahah Rububiyah ini Allah limpahkan juga kepada Ummat Rasulullah hingga mersasakan dan melihat kekhadiran Shahibul Wujud, yakni Allah Swt seperti yang dialami Rasulullah Saw. Kalau boleh dikata, “Adanya wujud diri kita ini dinamakan Alam Sugra, dan adanya Alam Dunia ini disebut Alam Kubra.”Lalu diumpamakan kedua wujud alam ini seperti bayang bayang yang ada di dalam Air Tawar yang jernih, pada sebuah kolam, maka terlihat jelas, tampak semuanya, keduanya tidak mempunyai ain hakekat wujudnya. Manakala kita merabanya yang ada terasa Air saja, sebab wujud kedua alam itu yang tampak dalam air hening itu adalah bayang-bayang semata. Begitulah adanya si Hamba adalah bayang-bayang, si Hamba khayali atau sangka-sangka saja. Diri kita laksana pata Morgana yang sifatnya dipandang dari kejauhan tampak jelas ada, tapi manakala dipandang lebih dekat lenyap atau tidak ada keberadaannya. Bagi Pengamal Thariqat Junaidiyah yakni thariqatul Qaum yang sudah menjalani tahapan demi tahapan dari : Bai’at, Tawajjuh Muthlaq, Talqin Dzikir, Pengamalan Aurad, Riyadhah, Muraqabah, Musyahadah, Muqabalah dan Mukafahah, benar-benar keberadaan wujud al Haq telah terasa, wujud dirinya sudah lenyap dan sudah tiada bias mengenali Dirinya lagi.
Mukafahah Rububiyah disini adalah ketenangan jiwa, kejernihan qalbu, keheningan hati, dan beningan rohani seseorang PTJ dengan anugrah Allah Swt yang terhunjam didada mampu menangkap dan melihat keagungan Allah, dan mampu menyaksikan keindahan dan kekhadiran Allah Swt. Ia dapat merasakan pada dirinya kekhadiran af’al, Sifat asma dan wujudnya Allah Swt pada setiap sa’at dan keadaan dengan tahqiq.
Tahapan demi tahapan telah dilalui oleh Salik Pengamal Thariqat al Junaidiyah hingga tahapan Mukafahah ini maka akan timbul Muayyanah (….) melihat dengan nyata melalui kacamata syuhud bathiniyah akan segala sesuatu yang dilihat-disaksikan. Mata tidak punya kemampuan melihat, hati rasa tidak memiliki apapun jua, semuanya lenyap, luluh seluruh dirinya dibawah iradah Allah Swt, maka yang terjadi yang dirasakan mata hati dirinya adalah Syuhudul malikul haq semata, yakni pandangan Malikul Haq yang ada. Maka fanalah semua yang ada karena dari-Nya semua sebab. Syuhudul musabbibil asbaab. Saat ini – saat itu tak ada kata yang dapat bira, tak da lisan yang dapat ceritera, tak ada akal yang dapat berpentasi, tak ada rasa yang dapat menikmati dan tak ada khathar dalam hati insani, bahkan taka da goresan dalam qalbu insani. Tetapi semua itu telah ada tersedia untuk hamba-hamba-Nya yang shalih. Hal senada disebutkan oleh Rasul Saw dalam hadis qudsi bahwa Allah Swt berfirman :
قَالَ النَّبِيُّ (ص) قَوْلُهُ تَعَالَى : اَعْدَدْتُ لِعِبَادِيَ الصًّالِحِيْنَ مَالَا عَيْنٌ رَاَتْ وَلَا اُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ (روأه الشيخان)
Artinya Berkata Nabi Saw bahwa Allah Swt berfirman : “Telah Aku sediakan untuk Hamba-hamba-Ku ang saleh sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata, dan belum pernah terdengar oleh telinga dan belum pernah tergores dalam benak hati manusia” HR Bukhari-Muslim.
Kalau boleh dikata dengan seizing-Nya,
“ Fanalah wajah si Salik dalam wajhullah,
Lenyaplah Tubuh dalam Af’al Allah,
L enyap hati dalam Asma-Nya,
Lenyaplah Roh dalam Sifat-Nya (Sukeri,HS 1989M)
Firman Allah pada Surat al Qashash ayat 88 berbunyi :
كُلُّ شَيْئٍ هَالِكٌ اِلَى وَجْهَهُ القصص : 88
Artinya : “Setiap sesuatu hancur kecuali wajhullah”
Oleh karenanya Sadatina Syekh wal Imam Junaid al Bagdadi pernah berkata bahwa : “Hakekat Tauhit (sebenar-benarnya Tauhid itu) tiada lagi Tanya, kenapa dan bagaimana”. Tentang Kefanaan Alam Kubra (Alam Dunia) dan Alam Sugra (Alam Insan) ini Allah Swt telah beriman Surat ar Rahman ayat 26-27 :
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُواالْجَلَالِ وَالْاِكْرَامِ ... الرحمن 26-27
Artinya : “Semua (yang ada di alam ini) pasti lenyap, sirna hancur, sedang yang kekal abadi hanya Wajah Tuhanmu yang memiliki Kebesaran dan Kemuliaan.”
Pada Surat lain Swt juga berfirman an. Nahal 96 :
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَذُ وَمَا عِنْدَ اللهِ بَاقٍقلى ......... النحل 96
Artinya : “Apa yang ada disisimu akan lenyap dan apa yang ada disisi Allah adalah kekal.”
QS. An-Nahal 96.
Kitab Umdatul Hasanah lil Jama’ah at Thariqah al Junaidiyah.....adalah Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidyah
(Thariqatul Qaum) disusun Al Habib H.Hasan Baseri Bin H.Muhammad Barsih Bin Ahmad Baderi Assegaf
2. TENTANG MAHABBAH
Al-Junaid berkata, “Suatu hari Siri al-Saqati bertanya kepadaku tentang al-mahabbah. Lalu aku menjawab, sebahagian orang mengatakan bahwa al-mahabbah adalah keserasian (perasaan); dan yang lain pula mengatakan bahwa al-mahabbah adalah mengutamakan orang lain daripada diri sendiri. Sedangkan yang lain mengatakan begini dan begitu.” Lalu Sari al-Saqati memegang dan menarik kulit lengannya yang begitu kencang dan kering sehingga tidak boleh ditarik, sambil berkata, “Demi Tuhan, jika aku berkata bahwa kulit ini menjadi kering melekat pada tulang-tulang ini disebabkan oleh (usaha-usaha pelaksanaan amal demi) kecintaan kepada-Nya, maka itu aku sedang menjelaskan tentang kebenaran.”
Ali Thaufan DS berkata bahwa Dr.Ali Hasan Abd al-Qadir (editor), “Kitab Tauhid” dalam Rasail al-Junaid , h. 58. Imam Junaid berkata: “Ketahuilah sesungguhnya awal ibadah kepada Allah adalah makrifat kepadaNya. Pokok dari makrifat kepada Allah adalah mentauhidkanNya. Prinsip mentauhidkan Allah adalah menafikan sifat dariNya. Allah adalah dalil atas wujudNya. Sarana untuk mecapai dalil atas wujud Allah hanyalah taufik dariNya. Hanya dengan taufik dari Allah seseorang mampu mentauhidkanNya. Setelah tauhid, orang tersebut akan mencapai tasdik (pengakuan). Dari tasdik menuju tahkik (penetapan) sesudah tahkik maka terjadi makrifat kepada Allah. Dari makrifat kepada Allah akan muncul ketaatan kepadaNya. Dari ketaatan akan meningkat naik kepada Allah. Dari tangga naik akan terjadi ketersambungan kepada Allah. Dari ketersambungan terjadilah transparan. Dari transparan terjadi kebingungan. Setelah bingung, hilang transparasi. Akibat kehilangan transparasi maka tidak mampu melukiskan Allah. Setelah itu dia akan mencapai hakikat wujudNya. Lalu masuk kepada hakikat syuhud dengan hilang wujudnya. Dengan kehilangan wujudnya maka wujudnya menjadi murni. Dengan kemurnian wujud, hilang sifatNya. Dari hilangnya tersebut, ia hadir secara total. Dia antara ada dan tiada, antara tiada dan ada. Ia ada tapi disisi lain tiada, ia tiada tapi disisi lain ada. Kemudian dia menjadi ada setelah tiada. Lalu dia pun akan menjadi dia setelah tiada. Setelah dia tiada, maka dia menjadi ada dan ada, setelah ada dan tiada”.
Kalimat (ومن الترقي اليه وقع الإتصال به) atau yang berarti “Dari tangga naik akan terjadi ketersambungan kepada Allah” menarik untuk dicermati. Ungkapan penuh makna tersebut dapat dipahami memiliki kemiripan dengan konsep menyatunya hamba dengan Allah. Sangat besar kemungkinan para sufi sesudah al-Junaid –seperti al-Hallaj dan juga Ibn Arabi- mengadopsi kalimat di atas sebagai landasan pemikiran kebersatuan hamba dengan Tuhan.
Ungkapan al-Junaid di atas menggambarkan bagaimana tingkatan menuju ketauhidan yang “hakiki”. Cukup sulit mencerna ungkapan al-Junaid yang mempunyai nilai bahasa sufi yang tinggi. Tetapi penulis menggarisbawahi kalimat “Hanya dengan taufik dari Allah seseorang mampu mentauhidkanNya”, yang dapat diartikan bahwa sebesar apapun usaha hamba mencapai ketauhidan tidak akan berarti tanpa taufik Allah. Artinya, hidayah Allah sangat dibutuhkan untuk mendekat kepada Allah.
Abi al-Qasim Abd al-Karim al-Qusairi, bukunya Al-Risalah al-Qusairi, menyatakan bahwa “Pandangan al-Junaid tentang tauhid juga diutarakan oleh al-Qusyairi. Ketika al-Junaid ditanya tentang tauhid, ia menjelaskan bahwa tauhid adalah mengesakan Allah dengan sebenar-benarnya dan sesempurna mungkin. Allah adalah maha esa, tidak beranak dan diperanakkan. Allah tidak dapat diserupakan, diurakan dan digambarkan.”
Selanjutnya Ali Hasan Abd al-Qadir (editor),bukunya “Kitab Tauhid” dalam Rasail al-Junaid, dikutp Ali Taufan DS bahwa Al-Junaid lalu menukil sebuah/potongan ayat
لَيْسَ كَمِثْلِهِج وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ* الشُّوْراء 11
“...Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” QS as-Syura 11
Dalam risalah tauhidnya, al-Junaid juga membagi tauhid sang makhluk menjadi empat, pertama tauhid orang-orang awam, kedua tauhid orang-orang alim dan berilmu, serta ketiga dan keempat adalah tauhidnya orang-orang yang telah mencapai tingkat ma’rifah. Tauhid bagi orang awam adalah pengakuan atas keesaan Allah serta tidak mengakui adanya tuhan selain Dia. Tauhid bagi orang-orang alim dan berilmu adalah pengakuan atas keesaan Allah, tidak mengakui adanya tuhan selain Dia serta menjalankan segala perintahnya dan menjauhi larangannya.
Sedangkan tauhid orang yang mencapai tingkat ma’rifah ada dua. Pertama, pengakuan atas keesaan Allah, tidak mengakui adanya tuhan selain Dia serta menjalankan segala perintahnya dan menjauhi larangannya. Tidak takut dan tidak senang melainkan karena Allah. Selalu melihat Allah dan taat kepadaNya. Kedua, seperti bayangan yang berada dihadapan Allah tanpa ada yang ketiga. Berlaku semua kehendak Allah , di dalam ombak dan lautan tauhid. Dengan fana yang ada pada dirinya dan dakwah. Ia kembali menjadi seperti tiada.
Dipandang secara zahir, kita manusia ini adalah seorang Hambayang Ahli Sunnah, dia melaksanakan perintah shalat, puasa, zakat, hajji, Dzikir, bekerja, kawin. Bergaul dengan sesame dan lainnya. Dipandang pada batinnya namun Allah yang tahu, karena hakekatnya manusia itu adalah bayang-bayang, pata morgana atau tidak ada, atau dia sudah mati Hissi yakni yelah lenyap wujud dirinya. Maka Allah sebagai gantinya.
Mati Hissi bagi Pengamal Thariqat al Junaidiyah (Thariqatul Qaum) adalah Ghaibnya (tidak hadirnya) pada perasaannya yakni Batang tubuh, Hati dan Rohaniayahnya maka yang hadir atau yang ada dirasanya hanya Allah semata. Jadi boleh dikatakan bahwa “Mati Hissi “ yaitu di dalam perasaannya telah lenyap kalimah seluruh alam yang zahir dan yang batin, lenyap kalimah Allah-Allah, atau Huu – Allah, lenyap Nur yang gemilang, hanya yang dirasanya yang ada Dzat Allah Swt semata-mata لَا مَوْجُوْدَ بِحَقٍّ اِلَّا اللهُ Wujud dirinya Zahir-Batin telah lenyap, fana pada ke Baqaan Allah. Kamanakah wujud dirinya ? Wujud Dirinya telah dibunuh atau di fanakan atau dilenyapkan, maka Allah lah sebagai gantinya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Firman Allah dalam hadis qudsi yang berbunyi :
قَالَ النَّبِيُّ (ص) قَوْلُهُ تَعَالَى : اِنَّ الْعَبْدَ اِذَا حَبَبْتُهُ فَاَقْتُلُهُ فَاِذَا قَتَلْتُهُ فَاَنَا دِيَّتُهُ فَبِيْ يَسْمَعُ وَبِيْ يُبْصِرُ وَبِيْ يَمْشِي* الحديث القدسي
Artinya : “Sesungguhnya HambaKU, apabila dia telah AKU kasihi, maka Aku bunuh (perasaan) dia, apabila telah Aku lenyapkan (perasaan) akan dia, mak Aku lah sebagai ganti (perasaan)nya. Seolah-olah pendengaranya (pendengaran Aku) dan Seolah-olah penglihatannya (penglihatan Aku) dan Seolah-olah langkahnya (langkah Aku).”
Manakala Pengamal Thariqat al Junaidiyah (Thariqatul Qaum) telah mendapatkan mati hissi maka Batang tubuh, Hati dan Rohaniayahnya telah ghaib dirasakannya. Disini tampaklah dengan jelas Wujud Al Haq semata. Maka tahulah dan kenallah maksud firman Allah pada surat al Baqarah ayat 115 yang berbunyi :
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِط اِنَّ اللهَ وَاسِعُ عَلِيْمٌ* البقرة 115
Artinya : “Dan kepunyaan Allah lah apa saja di Timur hingga Barat, oleh karenanya kemana saja kamu memalingkan mukamu, maka disanalah Wujud Allah, sesunguhnya Allah amat luas karunia-Nya dan ilmu-Nya”. QS. Al Baqarah 115.
وَلِلَّهِ مَا فِى السَّمَاوَاتِ ومَا فِى الْاَرْضِط وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْئٍ مُحِيْطًا* النساء 126
Artinya : “Dan kepunyaan Allah lah apa saja di Langit dan di Bumi. Dan adalah Allah itu meliputi (mesra) dengan tiap-tiap sesuatu.” QS. An Nisa 111
Pengamal Thariqat al Junaidiyah (Thariqatul Qaum) yang sampai melalui Bab Al Mukafahah. Mereka akan merasa berada pada makam Fana fillah menuju makam Baqa Billah. Disini mereka telah fana, karam atau lebur pada Dzat Allah, seluruh alam Sugra dan alam Kubra dirasakan tiada ada lagi. Segala yang di dengar, segala yang dilihat, segala yang dikatakannya, segala yang kuasa atau kehendak dan juga hidupnya atau kalimah Allah-Allah, atau kalimah Huu … Allah, atau Nur Muhammad yang gemilang pun telah lenyap. Sekiranya Pengamal Thariqat al Junaidiyah (Thariqatul Qaum) ada merasa hadir dirinya atau sesuatu yang lain, maka dikatakan Syirik Khafi.
وَلَوْ خَطَرَتْ لِيْ فِى سِوَاكٍ اِرَادَةٌ*
عَلَى خَاطِرِيْ سَهْوًا قَضَيْتُ بِرَدَّتِيْ
Artinya : “Andaikata terhantar satu kehendak di dalam hatiku, selain dari pada Mu, ya Tuhan karena lalai dan lupa, kuhukumkan diriku ini ke lembah murtad.”
Bila terbetik dan terhantar dalam jiwa kita atau dalam qalbu kita, terbetik ada rasa kehendak, terbetik punya ilmu, terbetik punya kehidupan, terbetik ada rasa melihat dan terbetik ada rasa mendengar dan lainnya dihukumkan riya dan syirik khafi. Allah Swt menjadikan manusia termasuk bangsa Jin untuk beribadah kepada-Nya. Oleh karenanya pada surat al Kahfi ayat 111 Allah berfirman :
وَلَا يُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ اَحَدًا* الكهف 111
Artinya : “Janganlah ia memperserikatkan-Nya dengan menyembah Tuhannya akan seseorang.”
Untuk menghindarkan supaya kita terhindar dari pada Syerik Khafi, maka kita mengambil jalan atau terus berkekalan ber TAWAJJUH MUTHLAQ
Cara Tawajjuh Muthlaq yang sudah diajarkan oleh Guru Mursyid atau Badal Guru Mursyid itu banyak sekali nilai-nilai yang dikandung di dalamnya diantaranya :
1. Istighfar Pertama membunyikannya tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek (sedang saja). Menurut bahasa Syari’atnya “ Ya Allah, aku ridla bahwa Engkaulah Tuhanku.” Arti bahasa hakekatnya : “Ya Allah. Aku serahkan Batang Tubuhku.” Disa’at itulah kita tidak punya Batang Tubuh secara hakekat.
اَسْتغْفِرُ اللهَ ......... اى الْاِنَابَةِ اِلَى اللهِ
2. Istighfar Kedua ini membunyikannya (اَسْتغْفِرُ اللهَ).agak panjang dari yang pertama.. Menurut bahasa Syari’atnya “ Ya Allah, aku ridla bahwa Islam itu agamaku, Sedangkan bahasa hakekatnya : “Ya Allah. Aku serahkan Hati kalbuku” Disa’at itulah kita tidak punya Hati secara hakekat. Yang menghubungkan alam nyata dan alam ghaib atau alam zahir dan alam batin.
اَسْتغْفِرُ اللهَ ......... اى التَّفْوِيْضُ اِلَى اللهِ
3. Istighfar Ketiga membunyikannya agak pendek (اَسْتغْفِرُ اللهَ). Menurut bahasa Syari’atnya “ Ya Allah, aku ridla bahwa Muhammad Saw sebagai Nabi dan Rasulku” atau sebagai bahasa hakekatnya :bahwa “Ya Allah. Aku serahkan Rohaniyahku” kepada Engkau. Disa’at itu Sailk merasa tiada punya Ruh lagi secara hakekat. Atau dengan kata lain, pandangan mata kepala, mata hati bahwasanta :
اَسْتغْفِرُ اللهَ ......... اى التَّسْلِيْمُ اِلَى اللهِ
لَافَاعِلَ اِلَّا الله* قَوْلُه تَعَالَى : وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ*
لأ صِفَاةَ اِلَّا الله* لَا حَيٌّ وَ لَا عَالِمٌ وَ لَا قَادِرٌ وَ لَا مُرِيْدٌ وَ لَا سَمِي‘ٌ وَ لَا بَصِيْرٌ وَ لَا مُتَكَلِّمٌ اِلَّا اللهُ* وَ لَا اِسْمًا الَّا اَسْمَاءُ اللهِ*
Menurut pendapat Ibnu Arabi, rahimahullah dalam pendangannya bahwa “Al Haq yakni Allah dari segi Ketuhanannya (Uluhiyah) terhadap makhluk, dan bukan dari segi Dzat-Nya yang terbebas dari sifat dan nisbah. Ia mengatakan bahwa “Sesungguhnya Al Haq bertajalli (memanifestasi) pada bentu sesuatu di alam ini, apapun tak akan tampak kecuali dengan –Nya. Oleh karenanya seoramg A’rif akan mengetahui, bahwa ia tidak melihat apapun kecuali yang Al Haq.” Yang al Haq ini tegasnya adalah Allah yang bertajalli pada bentuk segala sesuatu yang disaksikan oleh segenap makhluk.
Tidaklah mustahil kalau Tuhan itu bertahwil kepada segala sesuatu, itu sah-sah saja.
Berkata seorang Ahli Sufi dalam Syairnya bahwa :
قَالَ اَهْلُ الصُّوْفِيَّةِ : تَجَلَّى حَبِيْبِيْ فِى مَرَائيْ جَمَالَهُ* فَفِى كُلِّ مَرْءٍ لِلْحَبِيْبِ طَلَائِعَ* فَلَمَّا تَجَلَّى حُسْنُهُ مُتَنَوِّعًا* تُسَمَّى بِاَسْمَاءٍ فَهُنَّ مُطَالِعَ*
Artinya : “Telah menampakkan oleh kekasihku akan keindahan-Nya pada penglihatanku kepada setiap orang. Ia menampakkan dirinya. Manakala ia bernampak dengan segala keindahannya yang beraneka ragam. (Maka) bernamalah ia dengan nama menurut wujudnya akan keindahan itu.”
Pada Bab Al Mukafahah ini diuraikan juga contoh-contoh untuk mendekatkan pemahaman atau pengertian bagi Pengamal thariqat al Junaidiyah (thariqatul qaum) tentang kemesraan, kasih dan saying Allah Swt dengan hamba-Nya dan makhluk-Nya. Allah Swt berfirman yang berbunyi :
قَوْلُهُ تَعَالَى :وللهِ مَافِى السَّمَاوَاتِ وَمَافِى الْاَرْضِقلى وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْئٍ مُحِيْطًا* النساء 126
Artinya : “Dan milik Allah lah apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi. Dan pengetahuan Allah meliputi (mesra) pada segala sesuatu.” QR An Nisa 126
Untuk mendekatkan pemahaman kita sebagaimana yang dikatakan bahwa. Allah adalah Dzat yang Maha Esa meliputi (mesra) bagi seluruh alam, yaitu mari kita lihat Lautan yang luas, ada air laut, ombak dan buih “Laut, Ombak dan Buih itu adalah Mazharnya AIR (kenyataan air juga).dan tiadalah yang ada hanya semata-mata AIR juga. Mana kala bergerak-gerak Air itu, maka bernama lah ia “Ombak – Gelombang”. Tatkala Ombak- Gelombang itu bergulung-gulung ditiup angina, maka tampaklah Ombak itu seperti Buih (buih berwarna putih) seolah-olah Bunga Air. Maka tatkala luas gerak Ombak, Buih dan Air itulah yang dinamai ia dengan Lautan. Tetapi hakekat Laut, Ombak dan Buih itu ialah AIR semata-mata. Kalau tiada ada Air, tidak akan ada Buih, kalau tidak ada Air maka tidak ada Ombak. Kalau tiada ada Air idak akan ada Lautan.
Air itulah yang meliputi Laut, Ombak dan Buih, jika air tidak bergerak-gerak dan tiada berbuih-buih dan jika air itu tidak bertempat yang luas, tidak akan ada yang nama Lautan. Maka apa yang ada maka tidak lain ialah Air semata-mata. Bagitulah untuk mendapatkan pemahaman, bahwa Allah itu Dzat yang Maha Suci. Dia telah meliputi atau mesera kepada tiap-tiap sesuatu yakni meliputi seluruh alam Sugra dan alam Kubra dan telah Mesera dengan sifat-sifat Ketuhanan yang Maha Esa.
Mari kita lihat contoh lain ; Lihatlah sehelai kain. Kain itu terdiri dari Benang dan benang itu terdiri dari Kapas. Kalau tidak ada Kapas maka benang pun tidak ada. Kalau tidak ada Benang maka kapaspun tidak ada. Mengenal diri adalah batu loncatan atau tangga untuk engenal Allah Swt. Sudah dijelaskan bahwa wujud ada empat unsur yaitu unsur Thurabiyah, unsur Rohaniyah, unsur Nuraniyah dan unsur Rabbaniyah, itulah diri pribadi Manusia.
Diri itu terdiri terbagi terbagi tiga macam, yaitu yang pertama yang dinamakan :
1. SEBENAR DIRI
2. DIRI TERPERI DAN
3. DIRI TERDIRI
SEBENAR DIRI itu laksana Kapas, umpama DIRI TERPERI itulah laksana keadaan Benang, sedangkan DIRI TERDIRI itu umpama Kain. Kain itu umpama Adam (Batang Tubuh) kita, Benang itu umpama Muhammad (Roh kita) dan Allah itu umpama Kapas. Untuk mendekatkan faham bahwa “Allah meliputi atau mesera dengan Muhammad dan Adam. Adam adalah Diri Terdiri, Muhammad adalah Diri Terperi, dan Allah meliputi sebenar-benar diri.
Awas, perhatian ini contoh saja, tetapi Allah lah yang lebih tahu.
Penyusun Umdatul Hasanah lil Jama’ah Thariqah al Junaidiyah disusun sebagai Benteng Pertahanan Thariqat al Junaidiyah menyimpulkan tentang Mukafahah bahwa Salik yang sampai pada hal Mukafahah ini, Rohaniyahnya selalu berkasih-kasihan dan cinta kasih kepada Af’al Allah Swt, Rohaniyahnya selalu berkasih dan saying kepada Asma Allah dan Rohaniyahnya selalu berkasih dan saying kepada Sifat-sifat Allah Swt bahkan sangat kasih kepada Dzat Allah Swt. Oelh karenanya Salik yang mengelami dan sampai kepada Hal Mukafahah ini, apapun yang terjadi pada dirinya. Ia selalu tersenyum dan banyak bersyukur kepada Allah, dan juga selalu ridla dengan kadar Allah dan juga Imosinya selalu terkendali.
Timbul satu pertanyan, “Mengapa Salik bias bersikap begitu ? Jawabannya adalah karena Rohaniyahnya berkasih-kasihan dan cinta kasih dengan Af’al, Asma dan Sifat-sifat Allah bahkan kasih dan cinta dengan Dzat Allah Swt.
E. DOKTERN AJARAN THARIQAT AL JUNAIDIYAH (THARIQATUL QAUM)
Imam Al Junaid nama panjangnya adalah Abul Qasim al Junaid Ibnu Muhammad (اَبُوْ الْقَاسِمِ الْجُنَيْدُ اِبْنُ مُحَمَّدٍ) yang masanya dipanggil Merak Ulama (تَعُسُّ الْعُلَمَاءِ) Dia adalah pimpinan Aliran Thariqat Sufi dan Imam dari Imamnya. Dokterin aliran thariqat al Junaid didasarkan kepada “Ketenangan”. Dokterin ini adalah dokterin yang paling terkenal. Hampir semua Syekh Tasawuf mengadopsinya (mengambilnya). Meskipun banyak terdapat perbedaan dalam ungkapan-ungkapan mengenai Ethika Tasawuf.
Dokterin aliran al Junaid ini bertolak belakang dengan aliran Taypuri Syekh Abu Yazid al Bustami yang lebih menyukai kegairahan (غَلَبَةً) dan Kemabukan (سُكْرُا) sedangkan Syekh Al Junaid lebih menyukai “Ketenangan” (نَجْوًا).
Al Junaid dan para Pengikutnya lebih menyukai “Ketenangan” (نَجْوًا) dari pada “Kemabukan” (سُكْرُا). Mereka melihat dan memandang bahwa kemabukan adalah kejahatan. Karena kemabukan akan menimbulkan gangguan kepada keadaan Normal seseorang dan akan kehilangan kewalian dan juga aakan kehilangan control diri.
Sudah menjadi prinsif bahwa semua hal haeus dicari melalui cara pelanyapan (الْفَنَاءُ) dan cara kekalan (الْبَقَاءُ) atau penghapusan dan penegasan. Semua prinsif Verifikasi ini tdak bia Syekh Al Junaid.s di capai kecuali yang berpikiran waras atau normal.
Dalam Hikayat diceritakan bahwa ketika Husain Bin Masshur (حُسَيْن اِبْنُ مَنْصُوْر) yaitu Al Halajj dalam kegairahan dan kemabukannya memutuskan seluruh hubungannya dengan (Gurunya) Syekh Amir bin Usman (عَامِر اِبْنُ عُثَمَان) di Mekkah, dan pada akhirnya Al Halajj datang kepada Syekh Al Junaid. Kemudian Syekh Al Junaid menanyakan tujuannya dating sehingga ia menemuinya. Al Halajj menjawab bahwa “Saya ingin bergaul – berteman dengan Syekh Al Junaid.” Al Junaid menjawab : “Saya tidak ingin bergaul dengan orang gila (sepertimu). Pergaulan membutuhkan kesehatan jiwa, jika kesehatan jiwa itu tidak ada, maka hasilnya adalah sikap Engkau terhadap Syekh Sahl Ibnu Abdullah al Tustari dan Syekh Amir bin Usman.”
Al Halajj menjawab : “Wahai Syekh Al Junaid, Ketenangan dan Kemabukan adalah dua sifat manusia yang berbeda, dan manusia akan terhijab dari Tuhannya sehingga sifat-sifatnya difanakan.” Wahai putera Manshur kata Al Junaid “ Engkau keliru memahami Ketenangan dan Kemabukan.” Ketenangan menunjukkan Validitas (keadaan yang sah) spiritual seseorang dalam hubungannya dengan Allah, sementara Kemabukan menunjukkan berlebihannya kerinduan dan butanya cinta, dan keduanya (berlebihan kerinduan dan butanya cinta) tidak bisa dicapai oleh maanusia.” Hai Putera Manshur! Dalam perkataanmu saya mendapati keboduhan dan omong kosong”.
Kebutaan tidak akan membebaskan manusia dari perbudakan dan penyelewengan Fenomena. Kenyataannya bahwa manusia tetap dalam Fenomena dan melupakan Allah dikarenakan mereka tidak melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Sebab jika mereka melihat sebagaimana adanya maka mereka akan lari.
Bentuk melihat terbagi dua macam yaitu :
1. Kecamata Penghapusan atau Pelenyapan Diri (الْفَنَاءُ)
2. Kecamata Penegasan (Klaim) atau Kekekalan (الْبَقَاءُ)
Bentuk melihat melalui Kecamata Penghapusan atau Pelenyapan Diri atau Kecamata Penegasan (Klaim) atau Kekekalan. Dia yang melihat apapun melihatnya baik dengan Kecamata Penghapusan atau Pelenyapan Diri atau Kecamata Penegasan (Klaim) atau Kekekalan. Jika dia melihat dengan Kecamata Kekekalan, maka berarti dia melihat bahwa seluruh alam semesta ini tidaklah semporna dibandingkan dengan kekekalan-NYA (Allah) sendiri, karena dia tidak melihat fenomena sebagaimana kekekalan dengan sendirinya.
Jika dia melihat dengan kecamata Kefanaan, dia akan melihat bahwa seluruh makhluk tidaklah wujud (tidak ada) disisi kekekalan Allah. Dalam semua kejadian Dia berpaling dari makhluk. Rasulullah Saw pernah berdo’a : “Ya Allah, tunjukkan kepada Kami segala sesuatu seperti apa adanya, karena orang yang melihat sebagaimana adanya akan tenang"
Arti Arabnya menurut google translate :
قَوْلُهُ النَّبِيُّ (ص) : " اَللَّهُمَّ اَرِنَاا لْاَشْيَاءَ عَلَى حَقِيْقَتِهَا لِاَنَّ مَنْ يَرَى عَلَى حَقِيْقَتِهِ سَيَكُوْنُ فِى سَلَامٍ" اى هَادِئٍ
Penglihatan seperti itu tidak bias dicapai sebagaimana layaknya kecuali dalam keadaan tenang. Rasulullah Saw dalam keadaan tenang sehingga ia bias melihat keagungan yang sama secara terus-menerus. Dengan kesadaran yang semakin lama semakin meningkat, hingga Rasulullah Saw berdiri diruangan yang hanya berjarak dua ujung busur panah dari kekhadiran Ilahi (Tuhannya). Hal ini telah diabadikan dalam Kitab Suci Al Qur’an, lihat pada Surat An Najam ayat ke- 9 – 11 yang berbunyi :
فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ اَوْ اَدْنَى* فَاَوْحَى اِلَى عَبْدِهِ مَا اَوْحَى* مَاكَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى* النجم 9-11
Artinya : “Maka adalah jaraknya dari pada Nabi Saw sekedar dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi dari pada itu. Kemudian Ia (Allah) mewahyukan kepda Hamba-Nya (Muhammad) apa-apa yang diwahyukan-Nya. Tidaklah meningkari hati Nabi Saw terhadap apa-apa yang dilihatnya.” QS. An Najam 9-11.
Berbicara mengenai dua macam Kecamata cara memandang baik memandang dengan Kecamata KEKEKALAN atau cara melihat dengan Kecamata KEFANAAN, Insya Allah akan kita bahas kedua Pandangan atau Penglihatan dimaksud.
F. AL JUNAID DAN PENGIKUTNYA LEBIH MENYUKAI GHAIBAH DARI PADA HUDUR
Berbicara berbicara mengenai “HUDUR” yakni “ Kekhadiran Diri” (الْحُضُوْرُ) dan “GHAIBAH” yakni “Ketidakkhadiran Diri” (الْغَيْبَةُ) yang dirasakan oleh Pengamal Thariqat. Syekh Imam Al Junaid Rahimahullah pada masalah Hudur dan Ghaibah yakni Kekhadiran Diri dan Ketidakkhadiran Diri, Beliau Syekh al Junaid lebih menyukai “GHAIBAH” yakni “Ketidakkhadiran Diri” (الْغَيْبَةُ)
Al Imam Al Junaid lebih menyukai “GHAIBAH” yakni “Ketidakkhadiran Diri” (الْغَيْبَةُ) katimbang “HUDUR” yakni “ Kekhadiran Diri” (الْحُضُوْرُ) Menurutnya Ghaibah adalah ketidakkhadiran Hati dari segala sesuatu kecuali Allah yang hadir. Hingga titik tertentu menjadi tidak khadir dari ketidakhadirannya. Bahkan tidak hadir dari Dirinya sendiri. Sehingga ia tidak lagi menganggap dirinya sendiri ada. Tanda dari keadaan ini adalah Penarikan Diri atau Pelenyapan Diri atau Penyerahan Diri dari Batang Tubuh, Hati dan Rohaniyah dari semua kekuasaan formal, maka ketidakhadiran Diriny (الْغَيْبَةُ) adalah kehadiran Allah.
Diriwayatkan bahwa “Seseorang pernah datang kepada Syekh Al Junaid Rahimahullah, dan orang (tamu) itu berkata : “Wahai Syekh Hadirlah Engkau dengan saya walau sejenak, sehingga saya dapat berbicara dengan Engkau.” Syekh al Junaid menjawab : “Wahai anak muda, Engkau menuntut dari saya akan sesuatu yang sudah lama saya cari ( yakni kekhadiran diri saya). Selama bertahun tahun saya berharap bisa hadir dengan diri saya sendiri barang sejenak, tetapi saya tidak bisa. Dan bagaimana mungin saya bisa hadir dengan Engkau sekarang. Ceritera ini menunjukkan bahwa Imam Al Junaid benar-benar Ghaibah (الْغَيْبَةُ) tidak bisa menghadirkan dirinya walau sebentar, ia benar-benar berada dalam keadaan Fana ul fana dan Baqa Billah.
Diceriterakan pula bahwa “ Pada suatu hari seorang laki-laki datang kepada Syekh dan Imam Al Junaid radliyalluhu anhu dan ia bertanya, ujar laki-laki itu, “Ya Abal Qasim, apakan Tuan melihat Tuhan waktu Tuan menyembah-Nya ? Al Junaid berkata, memberikan jawaban kepada orang itu : “Wahai penanya yang terhormat ! Kami tidak pernah menyembah Tuhan yang kami tidak melihat dan kami tidak mensucikan apa-apa yang tidak jelas.” Orang itu bertanya lagi : “Bagaimana caranya Tuan melihat Tuhan ? al Junaid Radliyallahu anhu berkata termaktub dalam kitab Iaqazul Himam ……..
اَلْكَيْفِيَةُ مَعْلُوْمَةٌ فِى حَقِّ الْبَشَرِ مَجْهُوْلَةٌ فِى حَقِّ الرَّبِّ* لَنْ تَرَاهُ الْاَبْصَارُ فِى هَاذِهِ الدَّارِ بِمُشَاهَدَةِ الْعِيَانِ* وَلَكِنْ تَعْرِفُهُ الْقُلُوْبَ بِحَقَائقِ الْاِيْمَانِ ثُمَّ تَتَرَقَّى مِنَ الْمَعْرِفَةِ اِلَى الرُّؤْيَةِ بِمُشَاهَدَةِ نُوْرِ الْاِمْتِنَانِ* كِتَاب ايْقَاظُ الْهِمَمِ
Maksudnya : Adapun caranya diketahui dari Sifat-sifat ke Insanan itu (حَقُّ الْبَشَرِيَّةِ) fositif. (Fositif adalah mata kepala dapat melihat dan meraba). Sedangkan sifat-sifat pada hakekat Ketuhanan (حَقُّ الرَّبِّ) itu negative. Maksudnya mata kepala tidak bisa melihat di negeri dunia ini dengan penglihatan mata kepala. Akan tetapi hati dapat melihat Tuhan dengan kekuatan Iman. Selanjutnya kita jejaki, kita telusuri dari pada pertolongan “Marifat” kearah penglihatan (رُاْيَةٌ) ru’yat dengan pandangan Nur karunia dari Tuhan. ………
Keadaan Orang tersebut, setelah mendengarkan dan memperhatikan uraian dari Syekh – Imam al Junaid Radliyallahu anhu maka berdirilah orang itu seraya mencium tangan Syekh al Junaid. Kemudian ia bertaubat, inabah terus-menerus dan kemudian ia selalu bersama-sama Gurunya Syekh al Junaid hingga akhir hayatnya.
Perlu Penyusun Umdatul Hasanah Lil Jama’ah Thariqat al Junaidiyah tekankan sekali lagi bahwa ta’rif Thariqat al Junaidiyah adalah :
دَوَامُ مُرَاقَبَةِ اللهِ تَعَالَى بِالْبَاطِنُ
Maksudnya : “Berkepanjangan – berkekalan mengawasi jiwanya (agar tidak lupa-lalai) dengan Allah (lahir – batin)”.
Jadi berkepanjangan mengawasi hatinya agar tidak lalai dengan Tuhannya yaitu Allah Ta’ala. Disini Pengamal Thariqat al Junidiyah (thariqatul Qaum) senantiasa terikat jiwa-raganya dengan Allah semata.. ia tidak ada kesempatan memikirkan nikmat dunia dan nikmat akhirat. Maka ia terlepas dan keluar dari pengaruh nafsu dan tipu daya Syaithan. Dengan demikian jiwa raga Pengamal Thariqat al Junidiyah (thariqatul Qaum) bagaikan para Malaikat yang dapat melihat keagungan Tuhannya setiap sa’at.
G. AL FANA’U FILLAH (فَنَاءٌ فِى اللهِ)
Salah satu Kecamata Pandang yang dibahas pada Bab Al Mukafahah ini adalah “Memandang melalalui Kecamata Kefanaan.” Bila ketenangan jiwa telah sempurna, kejernihan dan keheningan hati telah didapat oleh Salik, maka dengan Anugrah Allah Swt ia mampu melihat dan menangkap keagungan Allah Swt. Dia akan merasakan lenyapnya af’alnya digantikan oleh kehadiran af’al-Nya Allah. Begutu pula Dia akan merasakan lenyapnya asmanya digantikan oleh kehadiran asma-Nya Allah dan Dia akan merasakan lenyapnya sifat-sifatnya digantikan oleh kehadiran sifat-sifat-Nya Allah pada setiap hembusan nafas dan tarikan nafasnya. Inilah yang dinamakan al Mukafahah Zauqiyah.
Ada yang mengatakan bahwa dalam kitab Rasa’il al Junaid telah menyebutkan bahwa fana’ dibagi menjadi 3 yang pertama adalah fana’ dari sifat, sebai berikut :
كِتَابُ رَسَائِل الْجُنَيْدِ
وَالْفَنَاءُ الْاُوْلَى فَنَاءٌ عَنِ الصِّفَاتِ وَالْاَخْلَاقِ وَالطِّبَاعِ بِقِيَامِكَ بِدَلَائِلِ عَمَلِكَ بِبَذْلِ الْمَجْهُوْدِ وَمُخَالَفَةُ النَّفْسِ وَحَبَسُهَا بِالْمَكْرُوْهِ عَنْ مُرَادِهَا
Artinya : Terdapat tiga macam fana’. Yang pertama adalah fana’ dari sifat, kualitas serta kecenderungan, fana’ ini terjadi melalui pengalaman akan bukti dari kerjamu, melalui upayah yang diperluas, melalui keberagaman dirimu sendiri dengan mencela hasrat. Dalam tingkatan fana’ dari sifat ini seorang sufi dituntut untuk menghilangkan semua sifat kemakhlukkan dan nafsunya. Semua sifat yang berhubungan dengan keduniawian dang menghiasinya dengan sifat-sifat Tuhan.
Dalam kondisi seperti ini seorang sufi telah/akan mentransfer sifat-sifat Tuhan kedalam dirinya, dengan menghilangkan sifat-sifat yang tercela dan mengantikannya dengan sifat-sifat yang terpuji yang dalam bahasa tasawuf disebut takhalli (Pebersihan dan pengosongan diri dari sifat buruk dan tercela) dan tahalli (mengisi tempat yang kosong itu dengan sifat terpuji dan mulia). Dan ketika al Junaid di tanya apakah sifat itu sifat manusia atau sifat Tuhan? Al Junaid menjawab “Esensinya memang merupakan sifat Tuhan, namun gambaran Lahiriahnya adalah disebut sifat manusia.” Melalui definisi ini, al Junaid ingin menggambarkan bahwa sesungguhnya dalam diri manusia telah dihiasi dengan sifat Tuhan. Sehingga kondisi tertinggi dari pengalaman sufistik yang dicapai seorang sufi berupa persatuannya dengan Tuhan.
Macam fana’ yang kedua adalah fana’ dari perhatian terdapat ganjaran yang manis dan kepuasan ibadah, sebagai berikut :
وَالْفَنَاءُ الثّانِى فَنَاءُكَ عَنْ مُطَالَعَةِ حُظُوْظٍ مِنْ ذُوْقِ الْحَلَاوَاتِ واللّذَاتِ فِى
الطَّاعَاتِ لِمَوَاَفَقَةِ مُطَالَبَةِ الْحَقِّ لَكَ لَا نُقِطَائِكَ اِلَيْهِ لِيَكُوْنَ بِلَا وَاسِطَةٍ بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ.
Artinya : Dan fana’ yang kedua adalah fana’mu dari perhatian terdapat ganjaran yang manis dan kepuasan ibadah, melalui keserasian yang sempurna atas pencarian akan al-Haqq untuk dirimu sendiri dalam memangkasmu untuk Dia, bahwa bisa jadi tidak ada perantara antara engkau dan Dia.
Dalam tingkatan ini seorang sufi dituntut untuk tidak lagi beribadah mengharapkan pahala dan surga dari Tuhan, namum semua ibadahnya semua amal baiknya dan semua perbuatannya hanya untuk bisa dekat dengan-Nya dan mendapatkan ridha-Nya, dengan demikian maka manusia tak lagi beribadah karena kewajiban untuk menjalankan perintah -Nya dan menjauhi larangan-Nya atau beribadah hanya sekedar hanya untuk gugur tanggung jawab, akan tetapi dalam tingkatan ini seorang sufi menjadikan ibadah dan amal baiknya sebagai kebutuhan dan kepentingan dia untuk mendekatkan diri dan menyatu dengan Tuhan-nya.
Dan yang terakhir adalah fana’ dari dirimu sendiri atas pandangan hakikat, seperti yang tertulis dalam kitab Rasa’il Junaid sebagai berikut :
وَالْفَنَاءُ الثّالِثُ فَنَاءُكَ عَنْ رُؤْيَةِ الْحَقِيْقَةِ مِنْ مَوَاجيْدِكَ بِغَلَبَاتٍ شَاهِدَ الْحَقِّ
عَلَيْكَ فَاَنْتَ حِيْنَئِذٍ فَانٍ و بَاقٍ وَمَوْجُوْدٌ مُحَفَّقٌ لِفَنَائِكَ بِوُجُوْدِ غَيْرِكَ عِنْدَ بَقَاءِ رَسْمِكَ بِذِهَابِ اِسْمِك
Artinya: Yang ketiga, adalah fana’ dari dirimu sendiri atas pandangan akan hakikat. Fana’ dari muwajid-mu yang hanya al-Haqq yang menguasaimu. Pada saat kalian berdua fana’ dan baqa’, dan menemukan keberadaan yang sebenarnya dalam fana’-mu, melalui wujud yang lain dalam dirimu, di ke-baqa’-an akan jejak-jejakmu dalam menghilangkan nama-Mu
Pada tingkatan ini, seorang sufi akan kehilangan perhatiannya dengan yang lain, tidak lagi merasa memiliki hubungan dengan lingkungannya. Bahkan semua yang ada di sekitarnya tidak lagi menjadi obyek pemikirannya, lantaran seluruh perhatiannya hanya tertuju kepada Tuhan semata. Sementara dengan hilangnya semua perhatian dan dengan kesadaran penuh itu, maka dia otomatis sedang berada ditangan Tuhan. Fana’ dan Baqa’ ini merupakan sesuatu yang kembar dan datang secara bersamaan pada seorang sufi, sehingga jika seseorang mengalami fana’ (rasa keinsanan diri hilang dan lenyap), maka bersamaan dengan itu muncul baqa’ (munculnya kesadaran akan kehadirannya di sisi Tuhan). Namun manusia dengan segala sifatnya yang cinta akan duniawi, merupakan penghalang bagi seorang sufi untuk mencapai persatuannya dengan Tuhan.
Sebenarnya seorang Sadatina dari golongan Shahabat yang memperkatakan tentang ajaran Al Fana’u () adalah Amirul Mu’minin Khalifat Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhahu pernah berkata :
وَفِى فَنَائِيْ وَفِى فَنَائِيْ وَفِى فَنَائِيْ وَجَدْتُ اَنْتَ
Artinya : “Di dalam fana’ku (lebur aku) leburlah kefanaanku, tetapi di dalam kefanaanku itulah, aku mendapatkan Engkau (Wahai Allah).
Dikala itu Salik Pengamal Thariqat…. dikatakan Fana,u Fillah wal Baqa’u Billah (فَنَاءٌ فِى اللهِ وَ بَقَاءٌ بِاللهِ). Pada keadaan begitu yang bisa mengungkap keadaanya perasaan dzauqiyahnya (rasa lezatnya). Didalam Kitab Sirajut Thalibin pada Zus Pertama Syekh Dahlan telah menukil perkataan Aulia yakni :
مَااَعْرِفُ اِلَّا اللهُ وَلَا اَدْرِي اِلَّا اللهُ وَهَذَا مَعْنَى قَوْلُ الْمُصَنِّفِ اي الْغَزَالِي : فَمَنْ رَاَى الْحَقَّ رَآهُ فِى كُلِّ شَيْئٍ الخ * وَلَوْ تَصَوَّرَ شَخْصٌ لَا يَرَى اِلَّا الشَّمْسَ وَنُوْرَهَا الْمُنْتَشَرَ فِى الْاَفَاقِ يَصِحُّ اَنْ يَقُوْلَ : مَا اَرَى اِلَّا الشَّمْسَ, فَاِنَّ النُّوْرَ الْفَائِضَ مِنْهَا هُوَ مِنْ جُمْلَتِهَا لَيْسَ خَارِجًأ عَنْهَا وَكُلُّ مَا فِى الْوُجُوْدِ نُوْرٌ مِنْ اَنْوَارِ الْقُدْرَةِ الْاَزَلِيَّةِ وَآثَرٌ مِنْ آثَارِهَا وَكَمَا اَنَّ الشَّمْسَ يَنْبُوْعُ النُّوْرَ الْفَائِضَ عَلَى كُلِّ مَوْجُوْدٍ* فَلَيْسَ فِى الْوُجُوْدِ اِلَّا اللهُ, وَمَنْ عَرَفَهُ عَرَفَ اَنَّ كُلَّ شَيْئٍ مَاخَلَا اللهُ بَاطِلٌ وَاِنَّ كُلَّ شَيْئٍ هَالِكٌ اِلَّا وَجْهَهُ, لَا اَنَّهُ سَيُبْطِلَ وَيَهْلِكَ فِى حَالٍ ثَانٍ اى فِى وَقْتٍ مِنَ الْاَوْقَاتِ بَلْ هُوَ اَلْآنَ بَاطِلٌ وَهَالِكٌ اَزَلًا وَاَبَدًا لَا يَتَصَوَّرُ اِلَّا كَذَالِكَ* سراج الطالبين جرء الاول
Maksudnya : “Aku tidak kenal (yang lain) kecuali Allah (semata), aku tidak tahu (yang lain) kecuali Allah (semata). Inilah pengertian atas ucapan Pengarang (Imam Al Ghazali) : “Siapa yang melihat Al Haq (Allah) maka melihatlah ia kepada Allah pada segala sesuatu ……… seterusnya.” Dan andaikata seseorang tersawur (tergambar) pada kata-katanya bahwa ia tidak melihat disegala ufuq atau penjuru.” Benarlah apa yang dikatakan bahwa “Sesungguhnya cahaya matahari melimpah dari matahari itu sendiri, padahal cahaya itu sendiri termasuk matahari itu sendiri, bukan berarti cahaya itu keluar dari pada maatahari.
Seluruh yang wujud adalah NUR (نُوْرٌ) dari ANWARUL QUDRATIL AZALIYAH (اَنْوَارِ الْقُدْرَةِ الْاَزَلِيَّةِ) Yakni cahaya qudrat yang azali dan asat dari pada asar Anwarul qudratil azaliyah (وَآثَرٌ مِنْ آثَارِهَا) seperti matahari yang mengalirkan cahaya atas semua yang ada ini. Maka tidak ada pada wujud ini kecuali (yang ada) Allah semata. Si siapa yang mengenal-Nya, ia akan mengerti bahwa segala sesuatu ini yang selain Allah adalah Batil.
Sesungguhnya segala sesuatu ini adalah batil kecuali Dzat Allah Swt. Tidaklah yang dimaksudkan batil atau binasanya atau lenyapnya sesuatu hanya pada sesuatu waktu saja atau yang akan datang. Bahkan sesuatu itu, sekarangpun adalah Bathil dan Binasa dalam arti “AZALI” dan selama-lamanya. Tidak ada gambaran atau contoh atau penjelasan selain seperti hal itu.”
1. Hakekat Fana’u Fillah (حَقِيْقَةُ الْفَنَاءِ فِى اللهِ). Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Hakekat Fana’u Fillah tersebut telah tercantum dalam sebuah kitab klasik yang bernama “ Jami’ul Ushul Fil Aulia halaman 172 yang berbunyi :
وَاَمَّا حَقِيْقَةُ الْفَنَاءِ هِيَ سُقُوْطُ الْاَوْصَافِ الْمَذْمُوْمَةِ وَالْبَقَاءُ وُجُوْدُ الْاَوْصَافِ الْمَحْمُوْدَةِ* اَلْفَنَاءُ اِثْنَانِ اَحَدُهُمَا مَاذُكِرْنَاهُ وَهُوَ بِكَثْرَةِ الرِّيَاضَةِ* وَالثَّانِي : عَدَمُ الْاِحْسَاسِ بِعَالَمِ الْمَلَكُوْتِ وَهُوَ بِالاِسْتِغْرَاقِ فِى عُظْمَةِ الْبَارِي وَمُشَاهَدَةِ الْحَقِّ* وَاِلَيْهِ اَشَارَ بَعْضُ الْمَشَايِخِ بِقَوْلِهِ : الْفَقْرُ سَوَّادُ الْوَجْهِ فِى الدَّارَيْنِ يَعْنِى الْفَنَاءُ فِى الدَّارَيْنِ(1) جامع الاصول فى الاولياء رقم 172
Jadi, adapun yang dimaksudkan Hakekat al Fana’I itu adalah gugurnya (hilangnya) sifat-sifat tercela pada diri kita. Dan adanya (terbitnya) sifat-sifat mahmudah (yang terpuji) pada diri kita. Dan Fana itu ada dua macam : Pertama yakni kita sebutkan seperti sering atau banyaknya melakukan Riyadah (latihan-latihan) kerohanian. Kedua : Menghilangkan perasaan terhadap alam Malakut yaitu dengan jalan Istigraq (pelenyapan keinsanan) pada Kebesaran Tuhan serta memandang Al Haq (Allah Swt). Dan padanya itu suatu isyarat oleh sebagian Syekh dengan ucapannya : “Kefakiran itu adalah melenyapkan wajah (bertawajjuh) pada dua negeri yakni negeri dunia dan negeri akhirat. Maksudnya kita Salik sebagai Pengamal Thariqat Sufi selalu /senantiasa berkepanjangan bertawajjuh meniadakan dua negeri dunia dan akhirat ini. Kalau dikecilkan lagi kita selalu bertawajjuh memfanakan meniadakan dua alam yaitu alam Sugra dan alam Kubra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar