Sabtu, 14 Mei 2022

Wisata Riligi Habib Djamiluddin dzuriat Dayak Lumpangi Loksado

Oleh H.Hasan Basri bin H.M.Barsih bin Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa bin Muhammad bin Ibrahim bin Abu Bakar bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman bin Muhammad bin 'Aly bin Abdurrahman Assegaf

Wisata bukit Batu Langara dan wisata Riligi makam Habaib Lumpangi Loksado

Loksado yang merupakan bagian kawasan Pegunungan Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan  memiliki banyak pesona alam yang luar biasa indah dan objek wisata.seperti bukit batu langara dan dikakinya bersemayam makam habaib Abu Bakar, Muhammad Djamiluddin dan Ahmad Suhuf, selain itu juga anda dapat menikmati bening dan sejuknya air pegunungan yang mengalir ke Sungai  Amandit serta riak-riak arus air mengalir dari jeram atau riam  kecil yang cukup menarik hati.

Satu persatu destinasi itu memiliki pesona dan keunikannya masing-masing. Bila Anda belum sempat mengunjungi destinasi perbukitan batu Langara dan wisata religi makam Habaib keluarga Assegaf Lumpangi Loksado, yang menawarkan keindahan alam luar biasa bagi siapa pun yang berkunjung, mungkin tak ada salahnya menyiapkan rencananya sejak saat ini. Anda hanya dapat menempuh perjalanan dengan kendaraan roda dua atau roda empat (mobil) dari pusat kota Kandangan sekitar 20 - 25 menit.

Sementara destinasi objek wisata lain alam Loksado, berupa air Terjun Haratai berjarak sekitar sepuluh kilometer dari ibukota kecamatan dengan menyisir bukit ke arah pedalaman.

“Destinasi” adalah area geografis sebagai lokasi yang dapat menarik wisatawan untuk tinggal secara sementara yang terdiri dari berbagai produk periwisata, sehingga membutuhkan berbagai prasarat untuk merealisasikannya.

Bendara landasan ulin Syamsudinnoor Banjarmasin

2. Biografi Habib  Muhammad Djamiluddin  bin  Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf

Menurut Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh, terjemah Dzija Shahab, Almaktab-AlDaimi bahwa “Orang Arab dikenal sebagai orang yang suka berpetualang menjelajahi sepanjang lautan sebelum dan sesudah berkembangnya Islam, kedatangan orang Arab di Indonesia makin jelas setelah agama Islam lahir (abad VII M). Pada masa ini mereka sedang mengemban dua tugas yaitu berniaga dan menyiarkan agama Islam. Jauh sebelum Belanda datang pertama kali ke Nusantara tahun (1596) Masihi, sudah ada orang Arab yang datang dari Hadramaut ke Jawa termasuk ke Jakarta" (Sejarahahlulbait 2014)

“Yang pertama kali digelari al-saqqaf ialah waliyullah al-Muqaddam al-Tsani al-Imam Abdurahman bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam” (Afandi 2008).

Habib Abu Bakar dan Habib Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufi Assegaf ayahnya bersama  Habib Idrus saudara kandungnya. Sebenarnya mereka sudah lama bermukim atau tinggal di Kelurahan Randusari, Kec. Semarang Selatan, Semarang, Jawa Tengah masa Kesultanan Demak. Masa kejayaan Kesultanan Banjar mereka menyeberang menuju Kesultanan Banjar diakhir abad ke-17 Masihi, masa raja banjar Sultan Suria Alam alias Sultan Tahmidullah 1 bin Sultan Tahirullah bin al-Maliku'llah adalah Raja Banjar (Kayu Tangi) yang memerintah tahun 1700-1717 Masihi.

Syekh Habib Abu Bakar datang ke Balai Ulin pada awal abad ke-18 Masihi. Islam masuk di bawa ke Desa Lumpangi tahun 1705-1759M oleh Sayyid Abu Bakar, ia mengislamkan suku Dayak Langara, Balai Adatnya saat itu bernama "Balai Ulin". suku dayak ini adalah bagian dari pancaran dari suku dayak Maanyan, suku dayak tertua yang hidup di pulau Kalimantan Selatan.

Sebelum Islam datang memasuki Suku Dayak Langara, sebagian mereka masih bertelanjang, pakaian mereka yang mereka pakai berupa dedaunan dan kulipak pohon kayu yang menutupi  tubuh dan kemaluan mereka. Kemudian setelah Habib yang bermarga Assegaf datang membawa syari’at Islam, melalui jalur perdagangan dan perkawinan (jual kain Sarung dan perhiasan wanita) secara barter. Saat Habib kena hukuman Adat Dayak suku  Dayak Langara, di Balai Ulin pada waktu itu, kemudian setelah hukuman berakhir, ia mengawini puteri yang anggun dan cantik parasnya anak Tetuha Balai /Penghulu Adat an.Milah akhir tahun 1705M Yang dzuriat sesudahnya menyebutnya aluh Jamilah atau Siti Jamilah.

Perkawinan inilah yang sangat merekatkan hubungan suku  Dayak Langara dengan Habib. Adanya ikatan tersebut Islam berkembang dengan cepat. Di tambah lagi adanya hubungan  darah dengan lahirnya Muhammad Djamiluddin cucu pertama Tetuha Adat.  Akhirnya mereka karena merasa berkelurga dengan Habib, merasa badangsanak dengan Habib, mereka tertarik dengan Islam dan menerima Islam dengan sukacita dan juga hasil perkawinan itu membuahkan keturunan dan dzuriatnya yang bersambung dan nasabnya tercatat dengan baik sampai saat ini.


3. Habib Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Lahir

Nama panjangnya adalah Muhammad Djamaluddin, memang kedua orang tuanya memberinya nama Muhammad Djamaluddin, mengambil separu nama dari nama ibunya yakni "Jamilah" artinya "Cantik Rupawan", ia seorang anak yang rupawan dan ganteng. Orang-orang disekellingnya dan sahabatnya memanggilnya  sehari-hari dengan nama “ Djamiluddin”. Tetapi kedua orang tuanya dan orang-orang dekatnya  lebih banyak memanggilnya “Muhammad”.  Ia anak/ keturunan pertama  dan anak tersayang Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf. Kakeknya Muhammad Langara sangat menyayanginya dan menaruh harapan besar kepadanya, agar menjadi anak yang saleh dan berguna bagi masyarakatnya. 

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami bahwa  "Djamiluddin"  adalah Putera pertama dari Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy dengan isterinya Siti Jamilah binti Muhammad Lanagara. Namun versi lain menyebutkan bahwa anak itu bernama : "Muhammad Djamiluddin" Ia lahir dimasa pemerintahan raja banjar Sultan Suria Alam alias Sultan Tahmidullah 1 bin Sultan Tahirullah bin al-Maliku'llah adalah Raja Banjar yang memerintah tahun 1700-1717 Masihi. Ia dilahirkan di Lumpangi, hari Senin, 13 Syawwal 1118H /1707Masihi dan dibesarkan di Desa Lumpangi, ia lahir ditengah-tengah keluarga yang baru menemukan hidayah Islam. Ia adalah orang yang shalih, ia memperoleh pengajaran agama Islam langsung dari orang tuanya dan kedua Kakeknya M. Langara dan Sayyid Hasan ketika ia berada di Desa Taniran dan juga paman Ayahnya Habib Idrus.

Kelahirannya sangat  dinanti dan ditubggu oleh keluarga muslim dan keluarga Dayak. Ketika ia hadir sanak keluarganya sangat bersukaria dengan menghadirkan jamuan hidangan dari seekor payau /menjangan. Ketiika ia berumur 7 tahun ayah dan ibunya memisahkan diri atau pindah dari Balai Adat. Membuat rumah sendiri tak jauh dari Balai Adat. Ketika ia berumur 14-15 tahun Balai Adat mulai bubar.

Ditahun usia  muda menjelang remajanya Balai Adat "Balai Ulin" bubar tahun 1722M karena banyak dipihak keluarga ibunya yang menerima hidayah islam/ memeluk Islam, maka Balai Ulin Desa Lumpangi mulai ditinggalkan oleh para keluarganya yang belum menerima hidayah Islam, walaupun mereka sudah mengenal Islam dengan baik hingga bertahun-tahun.

Menurut sumber data bahwa sesudah Balai Adat "Balai Ulin" itu bubar maka beberapa tahun kemudian datanglah Dayak Ulang dan Dayak Bumbuyanin ke Lumpangi membawa ketiga anaknya agar diajari tentang Islam kepada Habib dan menemui kakaknya Muhammad Langara dan mohon agar Balai Adat Balai Ulin yang tidak berfungsi itu bisa dipindahkan ke Pantai Dusin Hulu Banyu.

Kemudian atas musyawarah dan kesepakatan bersama Balai Adat Balai Ulin Lumpangi dipindah ke Pantai Dusin Hulu Banyu, tetapi kakaknya minta agar 1 batang tiang dari bagian muka Balai Adat itu ditinggal atau dibiarkan tetap berdiri atau tidak dialih atau dipindah. Katanya "Tiang itu fungsinya dijadikan sebagai Simbol bahwa di Lumpangi pernah berdiri sebuah Balai Adat Dayak".

Menurut folklor ceritera datu dan nenek kami bahwa berkata sebahagian orang Lumpangi masa itu bahwa “Tiada ada Orang yang memilki keilmuan yang paling dalam dan luas tentang Islam kecuali dimiliki oleh Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf".Ia memperoleh pengajaran dan bimbingan (suluk, riiyadhah) ilmu Islam langsung dari ayahnya, kakeknya dan pamannya.

Berkata Muhammad Bahrudin bin Marsal ( Beliau keturunan Syarifah asal Amawang) bahwa "Habib Djamaluddin adalah orang yang paling berprngaruh, ia orang yang paling alim dan ia orang yang paling berpengetahuan agama diantara semua penghuni makam di Kampung Balai Ulin ini, Ia memperoleh pengajaran langsung dari ayahnya, kakeknya dan pamannya. hal ini kalau bisa disembunyikan."

Salah seorang Serjana Agama abad ke-21 Masihi keturunan Dayak Lumpangi Habib H.Hasan Baseri,S.Ag bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf Berkata bahwa "Andaikata Habib Djamiluddin bukan keturunan Dayak Lumpangi, walaupun ia adalah orang yang paling berprngaruh, ia orang yang paling alim dan juga ia orang yang paling berpengetahuan agama diantara semua penghuni Kampung Balai Ulin Lumpangi saat itu, hampir dipastikan ia tidak akan membatalkan beberapa tradisi suku Dayak yang berlaku di dalam Keluarganya. Akan tetapi karena beberapa tradisi suku Dayak di Keluarganya menyangkut untung dan rugi yakni dianggap merugikan sukunya maka ia membatalkan dan menghapusnya”.

Berkata  Ahmad atau Amat yang saya wawancarai, ia asal dayak Bayumbung yang sudah muslim ceritera dari datuk-neneknya bahwa " Bekas tiang-tiang ulin Balai Adat Balai Ulin itu telah diangkut atau dibawa ke Pantai Dusin Hulu Banyu".


4. Silsilah Nasab Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Sampai ke Rasulullah Muhammad Saw

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami bahwa  pada awal abad ke-18 M yang pertama kali datang berkunjung dan menetap di Lumpangi Loksado dari golongan habib/ syarif adalah (keluarga) Aal-ALSAQQAF آل السقاف (dibaca Assegaf/al Seggaf), yaitu Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim. Dan Ia yang menikahi suku Dayak puteri penghulu Balai Adat “Balai Ulin” dari pernikahannya itu punya anak laki-laki yang bernama Muhammad Djamiluddin atau dipanggil sehari-harinya Djamiluddin (Habib Lumpangi) dan nasabnya yang bersambung hingga saat ini yaitu : 

اَلْحَبِيْب  مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ سيدنا  الشيخ اَلْاِمَامً القطب عَبْدُ الرَّحْمن وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ  الشيخ مًحَمَّد مَوْلَى الدَّوِيْلَه بِنْ الشيخ عَلِيُّ الصَّاحِبً الدَّرْك بِنْ سيدنا الامام عَلْوِىْ الْغًيًوْر بِنْ سيدنا اَلْاِمَامً القطب وَلِيًّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله 

Dalam kitab Tuhfatuthalib Bima’rifati man Yantasibu Ila Abdillah wa Abi Thalib, karya Sayyid Muhammad bin al-Husain as-Samarqandi (w. 996) disebutkan seperti beriku

واما احمد بن عيسى بن محمد بن العريضي فقال ابن عنبة ابو محمد الحسن الدلال بن محمد بن علي بن محمد بن احمد بن عيسى الرومي من ولده وسكت عن غيره. قلت رايت في بعض التعاليق ما صورته قال المحققون بهذا الفن من اهل اليمن وحضرموت كالامام ابن سمرة والامام الجندي والامام الفتوحي صاحب كتاب التلخيص والامام حسين بن عبد الرحمن الاهدل والامام ابي الحب البرعي والامام فضل بن محمد البرعي والامام محمد بن ابي بكر بن عباد الشامي والشيخ فضل الله بن عبد الله الشجري والامام عبد الرحمن بن حسان: خرج السيد الشريف بن عيسى ومعه ولده عبد الله في جمع من الاولاد والقرابات والاصحاب والخدم من البصرة والعراق الى حضرموت واستقر مسكن ذريته واستطال فيهم بتريم بحضرموت بعد التنقل في البلدان والتغرب عن الاوطان حكمة الملك المنان. فأولد عبد الله علويا وعلوي اولد محمدا ومحمد اولد علويا وعلوي اولد عليا خالع قسم وعلي خالع قسم اولد محمد صاحب مرباط واولد محمد صاحب مرباط علويا وعليا فاما علوي فله اربعة اولاد احمد وله عقب وعبد الله ولا عقب له وعبد المالك وعقبه في الهند وعبد الرحمن وله عقب. واما علي فله الفقيه المقدم محمد وله عقب كثير (تحفة الطالب بمعرفة من ينتسب الى عبدالله وابي طالب، السيد محمد بن الحسين السمرقندي المدني، ص. 76-77)

 

“Adapaun Ahmad bin Isa bin Muhammad bin (Ali) al Uraidi maka Ibnu Anbah berkata: Abu Muhammad al-Hasan al-Dallal bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa ar-Rumi adalah dari keturunan Ahmad bin Isa, ia (Ibnu Anbah) diam tentang selain Abu Muhammad. Aku berkata (penulis kitab Tuhafatutalib): Aku melihat dalam sebagian ta’liq (catatan pinggir sebuah kitab ditulis oleh santri dipinggir kitab ketika mendengar keterangan guru) tulisan yang bunyinya “Telah berkata al-muhaqqiqun dari cabang ilmu ini (nasab) dari ahli Yaman dan Hadramaut, seperti Imam Ibnu Samrah, al-Imam al-Jundi, al-Imam al-Futuhi yang mempunyai kitab at-Talkhis, al-Imam Husain bin Abdurrahman al-Ahdal, al-Imam Abil Hubbi al-Bur’i, al-Imam Fadhal bin Muhammad al-Bur’I, al-Imam Muhammad bin Abi Bakar bin Ibad as-syami, Syekh Fadlullah bin Abdullah as-Syajari, dan al-Imam Abdurrahman bin Hisan bahwa Sayyid Syarif Ahmad bin Isa pergi bersama anaknya, Abdullah, dalam rombongan para anak, kerabat, teman-teman, para pembantu dari Bashrah dan Iraq menuju Hadramaut setelah berpindah dari berbagai daerah dan bersembunyi dari berbagai Negara, sebagai hikmah Tuhan raja yang maha memberikan anugrah. Maka kemudian Abdullah mempunyai anak bernama Alwi, dan Alwi mempunyai anak bernama Muhammad, Muhammad mempunyai anak Alwi (lagi), Alwi mempunyai anak Ali Khali’ Qosam, Ali Kholi’ Qosam mempunyai anak bernama Muhammad Shohib Mirbath, dan Muhammad Shohib Mirbath mempunyai anak bernama Alwi dan Ali. Maka adapun Alwi maka mempunyai empat anak: Ahmad dan ia berketurunan, Abdullah ia tidak berketurunan, Abdul Malik keturunannya di India, dan Abdurrahman dan ia berketurunan. Dan adapun Ali maka ia mempunyai anak al-Faqih al-Muqoddam Muhammad dan ia mempunyai banyak keturunan. (Tuhfatuttolib, Sayid Muhammad bin al-Husain, h. 76-77).


5. Perkawinan Habib Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf dengan Siti Sarah

Akhirnya Abu Thalib beserta isterinya dan Datu Muhammad Langara ayahnya membuat rumah baru dan pindah rumah ke kampung Batu Tangah. Kemudian Abu Thalib dikampung itu dikeruniai anak perempuan an. Siti Sarah. Nantinya untuk menambah kuatnya tali/hubungan darah/ kekeluargaan atau tali persaudaraan Habib Abu Bakar Assegaf mengawinkan Habib Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi) anaknya setelah remaja dengan Siti Sarah binti Abu Thalib bin Datu Muhammad Langara, ia seorang perempuan dari kampung Batu Tangah.

Perkawinan sepupu tersebut membuahkan keturunan /nasab anak laki-laki salah satunya adalah an. Habib Ahmad Suhuf yang panggilan sehari-harinya Habib Ahmad.

Adapun adik kandung Muhammad Djamiluddin antara lain  : Sy. Ummi Badar, Sy. Amas (Mastora) dan yang paling  bungsu bernama Ahmad Djalaluddin, ia dilahirkan 10 Sya’ban 1149H/1736M di Desa Lumpangi bersamaan tahun dengan kelahiran Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin yakni  Ahad,10 Jumadil Awal 1149H/1736M dan kedua anak ini (Mamarina dan Kemanakan) tumbuh dan dibesarkan dilingkungan orang-orang  muslim yang taat Agama islam di Desa Lumpangi, silsilah nasabnya tercatat dengan baik.

Menurut sumber data bahwa semua ilmu Habib Abu Bakar ayahnya, Habib Hasan kakeknya, Habib Idrus paman ayahnya dan ilmu Muhamamad Langara kakeknya telah tertuang dan tercurah pada Habib Muhammad Djamaluddin (Habib Lumpangi), berkata ( Beliau keturunan Syarifah asal Amawang) Muhammad Bahrudin bin Marsal salah seorang yang ikut berziarah ke Makam Habib Jamiluddin  bahwa "Habib Djamaluddin adalah orang yang paling alim dan orang yang paling berpengetahuan agama diantara semua penghuni makam di Kampung Balai Ulin ini, hal ini kalau bisa disembunyikan."

Menurut Ahmad Khairudin asal Kapuas bahwa yang memilki keilmuan Islam yang paling dalam tentang Islam adalah "Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf".Ia memperoleh pengajaran langsung dari ayahnya, kakeknya dan pamannya.



Peletakan Nisan Makam Habib Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf

Menurut silsilah nasabnya bahwa "Muhammad bin Umar as-shufy Assegaf" punya anak an. Hasyim. Hasyim punya anak an. Hasan dan Idrus. Hasan punya anak Abu Bakar dan Abu Bakar punya anak pertama an..Shaleh yang ibunya dari Seiyun Tarim Hadramaut. Dan Abu Bakar  juga punya an. Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi) yang ibunya dari suku Dayak Langara Lumpangi Loksado, yang dipanggil sehari “Djamiluddin” atau "Muhammad" dan kemudian Djamaluddin juga punya anak an.Ahmad Suhuf yang dipanggil sehari ”Ahmad”. Kemudian Ahmad Suhuf punya anak an. Abu Bakar yang dipanggil sehari “Abubakar as-Tsani’.


6. Metode dakwah “Bakisah dan sedikit Homor dalam Dakwah

Adapun metode dakwah sama dengan ayahnya Habib Abu Bakar yakni Ia berdakwah secara lisan, dalam ruangan Langgar yang beliau kunjungi, ia mulai "Bakisah" (berceritera) dalam Bahasa Banjar & Dayak dibumbui sedikit homor dan berakting ucapan dalam dakwahnya ttg Pendalaman materi Aqidah  dan Peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di Timur Tengah. misalnya Bakisah ttg Cinta Rabi'atul Adawiah dengan Hasan al Basri, dan lain-lainnya. Orang-orang duduk menghadap Habib dan mereka mulai senang dan terhibur mendengarkan penjelasan dari kisah-kisah dengan sedikit homoris dari  Habib hingga acara berakhir.

Metode dakwak Bakisah yang dibumbui Akting dan Homor dalam Dakwah, Inilah yang menjadi Adalan Dakwah Habib yang dulunya sangat diminati dan disukai tua dan muda oleh masyarakat Hulu Sungai Selatan.

Berdakwah seperti yang dilakukan  Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf dan anak cucunya ini diteruskan oleh para Da'i tahun 1960 an hingga tahun 2000 an seperti Pendakwak yang kita kenal yang sangat masyhur dan menghibur sekali dengan kata-kata mutiara dan kata-kata filusufi mereka yang mempuni antara lain Bapak Artum Ali (Muhammad Ramli bin Anang Ketutut w.24-07-1982M) Tabudarat, Ibu Mustika Murni (Ds.Mandampa),


                  

Makam Habib Muhammad Djamiluddin dan Siti Sarah

7. HABIB LUMPANGI MUHAMMAD JAMILUDDIN MEMBANGUN MASJID

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami bahwa Setelah wafat kedua kakeknya Habib Hasan dan Muhammad  Langara dan Habib Abu Bakar ayahnya 1759M, Kemudian 1 tahun sesudah wafat ayahnya tampillah ia sebagai sosok tokoh ulama yang shalih, jujur, berwibawa, walas asih dan mewarisi ilmu agama yng dalam dari Habib Abu Bakar ayahnya, ilmu Habib Hasan kakeknya, ilmu Habib Idrus paman ayahnya dan ilmu Muhamamad Langara kakeknya. Dimasanya Islam tumbuh dengan cepat, orang-orang Muslim sudah banyak lebih dari 45 Kepala  keluarga muslim yang tersebar di  10 kampung yang berjarak 1-5 Km dari  pusat desa induk antara lain  :
  1. 1kampung Batu Tangah, 
  2. kampung Muara Lumpangi, 
  3. kampung Balai Ulin, 
  4. desa Lumpangi, 
  5. kampung Lokbungur. 
  6. kampung Mentata'i, 
  7. kampung Muara Kitar, 
  8. kampung Muara Ahan,
  9. kampung Tartandui dan 
  10. kampung Harantan, 

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami bahwa Dimasanya di sebagian kampong- kampung tersebut sudah bermunculan atau berdiri beberapa Surau atau Langgar untuk tempat shalat berjama’ah, untuk tempat belajar dan mengajar agama atau tempat Dakwah, untuk tempat musyawarah dan tempat lainnya serperti lgr. Baiturrhim di Lumpangi, lgr.Muara Lumpangi, lgr. Habib Balai Ulin, lgr. Muara Ahan, lgr. Tartandui dan lgr. Harantan. 

Setelah Habib berdakwah bertahun-tahun dibantu sanak dan keluarganya  (Ahmad Jalaluddin adiknya dan Ahmad Suhuf anaknya dan saudara lainnya) mengunjungi langgar-langgar dirasa kuat iman dan islam para jama’ah langgar di 10 kampong untuk mengisi shalat Jum’atan. Dengan jumlah sekitar 45 KK Muslim  tempat ibadah berupa Masjid untuk shalat Jum’at wajib ditunaikan walaupun jama’ahnya agak berjauhan dan ditambah jama’ah dari Para Pedagang yang dirasa cukup wajib Jum’at. Diadakanlah musyawarah beberapa kali dengan para Tetuha dan Tokoh dari 10 kampong tersebut. Hasilnya sekitar tahun 1780-an  M di depan Pasar Jum’at Lumpangi dan di dekat sungai kali Amandit, Atas kesepakatan bersama Sebuah langgar bernama "Baiturrhim" dijadikan Masjid dibangun dengan sedarhana, swadaya masyarakat, bergotong royong, tiang ulin, beratap daun rumbiya, tawing anyaman pelupuh dari bambu, lantai tanah, beralas tikar anyaman  bambu dan tikar purun. Keberadaan tempatnya berada ditengah-tengah kampong, sekarang masjid itu telah mengalami beberapa kali perumbakan dan juga namanya yang dikenal diawal abad ke-20 M dengan nama Masjid JANNATUL ANWAR LUMPANGI.


8. KAROMAH HABIB LUMPANGI YANG BERLAKU HINGGA SAAT INI

Oleh karenanya salah satu Karomah  Habib Muhammaad Jamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf yang terbesar adalah "Beliau dapat membatalkan beberapa tradisi Suku Dayak Pegunungan Meratus yang berlaku berabad-abad.”
Ia (Habib Muhammaad Jamiluddin) juga tampil sebagai tokoh muda yang sangat dihormati disukai dan dicintai dari kalangan keluarga Muslim dan dari kalangan keluarga Dayak sehingga apa yang ia ucapkan selalu diikuti-disetujui oleh banyak orang. Ia dengan mudahnya Membatalkan tradisi Suku Dayak Pegunungan Meratus berlaku berabad-abad yang dianggap merugikan banyak pihak dan Para keluarga suku Dayak, mereka menerimanya dengan suka rela mereka meninggalkannya, tradisi dimaksud yakni "Tradisi Memuliakan Tamu Nginap, Tradisi Kuping Panjang, Tradisi Tato,  Tradisi Tiwah, Tradisi Ngayau, dan Mantat Tu’Mate dan dapat mempersaudarakan orang-orang muslim dengan orang-orang Dayak"., 
Dilansir dari berbagai sumber, bahwa suku Dayak memiliki berbagai tradisi unik, tetapi tradisi ini ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Muhammaad Jamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya kecuali tradisi Tarian Gantar (batandik),. 

9. Beberapa tradisi yang ditinggalkan di antaranya meliputi:

1.Tradisi Memuliakan Tamu Nginap
Salah satu tradisi/adat Dayak ketika itu, bagi Tamu yang Nginap untuk kaum laki-laki lajang diperbolehkan tidur satu kamar/ satu kelambu dengan wanita lajang puteri dari Tetuha Adat. Bila tidak punya anak gadis maka isterinya yang menemani tidur tamunya. (kalua tamunya sudah beristeri maka ia tidur satu kamar dengan isteri sahabatnya) sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu atau sahabat, tak terkecuali dengan Habib, beliau tidur ditemani oleh Aluh Milah sepanjang malam, tetapi pagar ayu puteri Milah tetap terjaga dengan baik. Habib tidak mau mengganggu dan apalagi mempermainkan puteri Milah.
Adat Dayak adalah sangat meghormati dan memulikan tamu, Puteri Milah adalah seorang gadis Dayak yang lemah lembut, ia seorang gadis ramah dan homoris dan sulit untuk dilupakan.
Hal semacam ini dikuatkan oleh ceritera teman saya, dia seorang Serjana dibidang agama Islam. Dia berceritera kepada saya bahwa tamu laki-laki lajang yang nginap di rumah suku Dayak, ia diperbolehkan tidur satu kamar atau satu kelambu dengan wanita lajang anak Dayak sebagai bentuk penghormatan tuan rumah. Tradisi atau Adat Dayak tersebut masih berlaku hingga sekarang tahun 2020 disebagian suku Dayak Kalimantan.
Temannya berceritera bahwa ketika ia berada dipedalaman pulau Kalimantan tahun 2020, bekerja sebagai penebang pohon kayu jenis Meranti dan Ulin. Ia mulai bersahabat baik dan akrab dengan suku Dayak penduduk asli. Sahabatnya mengajaknya menginaf dirumahnya. Di rumah sahabatnya ini ia menginaf, makan, minum dan cuci pakaian. Ketika malam hari ia ingin tidur di salah satu ruangan, ia disuruh sahabat barunya tidur satu kelambu dengan anak perempuannya yang gadis lajang. Kemudian iapun tidur dengannya tetapi ia tidak berani mencumbu rayu, dan juga ia tidak mau merusak pagar ayu dan menggagahi anak perempuan sahabatnya.
Tradisi ini ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya.

2. Tradisi Kuping Panjang
Telingaan Aruu adalah tradisi adat Suku Dayak dengan cara memanjangan telinga. Untuk memanjangkan daun telinga, mereka menggunakan anting-anting berbentuk gelang yang terbuat dari tembaga. Anting-anting berukuran besar tersebut dalam bahasa kenyah disebut belaong.h
Di Kalimantan Timur, perempuan Dayak memiliki tradisi unik memanjangkan telinga mereka. Keyakinan di balik tradisi ini adalah bahwa telinga yang panjang membuat perempuan terlihat semakin cantik.
Selain untuk aspek kecantikan, memanjangkan telinga juga memiliki nilai simbolis dalam menunjukkan status kebangsawanan dan melatih kesabaran.
Proses memanjangkan telinga melibatkan penggunaan logam sebagai pemberat yang ditempatkan di bawah telinga atau digunakan untuk anting-anting.
Perempuan Dayak diperbolehkan memanjangkan telinga hingga dada, sementara laki-laki bisa memanjangkan telinga hingga bawah dagu.
Tradisi ini juga ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya.
 
3. Tradisi Tato
Tato atau rajah adalah simbol kekuatan, hubungan dengan Tuhan, dan perjalanan kehidupan bagi suku Dayak. Tradisi tato ini masih dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan Dayak.
Proses pembuatan tato terkenal karena masih menggunakan peralatan sederhana, di mana orang yang akan ditato akan menggigit kain sebagai pereda sakit, dan tubuhnya akan dipahat menggunakan alat tradisional.
Setiap gambar tato memiliki makna khusus, misalnya tato bunga terong menandakan kedewasaan bagi laki-laki, sementara perempuan mendapatkan tato Tedak Kassa di kaki untuk menandakan kedewasaan mereka.
Dalam konteks sejarah, dikatakan bahwa suku Dayak Iban menggunakan tato ini selama peperangan untuk membedakan antara teman dan musuh.
Tradisi ini ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya.

4. Tradisi Tiwah
Kwangkey atau Kuangkay ialah upacara kematian yang dilakukan Suku Dyaka Benuaq yang tingga di pedalaman Kalimantan Timur. Tradisi ini berasal dari kata ke dan angkey, artinya adalah melakukan atau melaksanakan dan bangkai.
Menurut istilah bahasa daerah setempat, Kwangkey mempunyai makna buang bangkai. Maknay yang ingin disampaikan adalah melepaskan diri dari kedukaan dan mengakhiri masa berkabung
Tiwah adalah upacara pemakaman masyarakat Dayak Ngaju yang melibatkan pembakaran tulang belulang kerabat yang telah meninggal.
Tradisi ini dilakukan sesuai dengan kepercayaan Kaharingan dan dipercaya membantu arwah orang yang meninggal untuk menuju dunia akhirat atau disebut juga dengan nama Lewu Tatau.
Selama pelaksanaan Tiwah, keluarga yang ditinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil mengelilingi jenazah.
Proses pembakaran tulang belulang jenazah dilakukan secara simbolis, sehingga tidak semua tulang jenazah ikut dibakar dalam upacara Tiwah.
Tradisi suku Dayak ke-4 ialah Tiwah yang upacara pemakaman yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Ngaju. Dalam upacara ini,  mereka akan membakar tulang belulang dari kerabat yang telah meninggal dunia. Menurut kepercayaan Kaharingan, tradisi Dayah Tiwah, dipercaya mampu mengantarkan arwah dari orang yang telah meninggal agar mudah menuju dunia akhirat atau disebut pula dengan nama Lewu Tatau. Ketika melaksanakan tradisi Tiwah, biasanya keluarga yang ditinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil mengelilingi jenazah. Proses pembakaran tulang belulang jenazah hanya dilakukan secara simbolis sehingga tidak semua tulang jenazah akan ikut dibakar dalam upacara Tiwah.
Tradisi Penguburan
Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan:
1. penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat 
2. penguburan di dalam peti batu (dolme
3. penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.
Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni:
1. dikubur dalam tanah
2. diletakkan di pohon besar
3. dikremasi dalam upacara tiwah
Prosesi penguburan sekunder
1. Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.
2. jambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.
3. Marabia
4. Mambatur (Dayak Maanyan)
Tradisi ini juga ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya. Terkecuali pengubur mayat dalam tanah

5. Tradisi Ngayau
Tradisi berburu kepala ini, yang pernah ada tetapi sekarang sudah dihentikan, melibatkan pemburuan kepala musuh oleh beberapa rumpun Dayak, seperti Ngaju, Iban, dan Kenyah.
Tradisi ini penuh dendam turun-temurun sebab anak akan memburu keluarga pembunuh ayah mereka dan membawa kepala musuh ke rumah. Ngayau juga menjadi syarat agar pemuda Dayak bisa menikahi gadis yang mereka pilih.
Pemuda Dayak diwajibkan untuk berpartisipasi dalam tradisi berburu kepala sebagai cara untuk membuktikan kemampuannya dalam memuliakan keluarganya dan meraih gelar Bujang Berani.
Larangan terhadap tradisi ini dihasilkan dari musyawarah Tumbang Anoi pada tahun 1874, yang bertujuan menghindari perselisihan di antara suku Dayak.
Ke-5 tradisi tersebut sudah ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya kecuaali tradisi Tarian Gantar

6. Manajah antang
Tradisi dari suku Dayak selanjutnya ialah manjah antang, tradisi ini merupakan suatu ritual untuk mencari di mana musuh berada ketika berperang. Menurut cerita masyarakat Dayak, ritual manajah antang merupakan ritual pemanggilan roh leluhur dengan burung Antang, di mana burung tersebut dipercaya mampu memberitahukan lokasi musuh. Selain dipakai ketika berperang, tradisi manajah antang pun dipakai untuk mencari petunjuk-petunjuk lainnya.
 
7. Mantat Tu’Mate
Seperti halnya Tiwah, tradisi mantat tu’mate merupakan tradisi untuk mengantarkan orang yang baru saja meninggal dunia. Namun mantat tu’mate berbeda dengan Tiwah. Sebab, mantat tu’mate dilakukan selama tujuh hari dengan konten acara iring-iringan musik serta tari tradisional. Setelah upacara selama tujuh hari selesai, barulah jenazah kemudian akan dimakamkan
Ket. Referinsi No. 6-7 Artikel Tradisi Suku Dayak & Asal-Usul Suku Dayak

8. Tari Gantar
Tari Gantar adalah salah satu tarian khas Suku Dyak. Tarian ini adalah tari pergaulan muda-mudi Suku Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung di Kabupaten Kutai Barat.
Tarian Gantar mengekspresika kegembiraan serta keramahan dalam menyambut tamu, baik wisatawan atau tamu kehormatan. Tari ini juga berfungis untuk menyambut pahlawan dari medan perang. Ada tiga jenis tarian Gantar, yakni Gantar Rayat, Gantar Busai, dan Gantar Senak dan Kusa


Makam Habib Muhammad Djamiluddin dan Siti Sarah



10. DATU  HABIB LUMPANGMUHAMMAD JAMILUDDIN ASSEGAF MENIKAH DENGAN SITI SARAH BINTI ABU THALIB

Setelah Muhammad Jamaluddin dewasa, Ia juga termasuk orang berpengaruh di Lumpangi setelah ayahnya. Dan ia berada di desa yang sangat terisolasi dari keramaian kota, ia tinggal diudik sungai Kali Amandit yang sangat jauh, kalau berpergian masa itu selalu jalan kaki. Isterinya Siti Sarah seorang muslimah yang shalehah keturunan asli Dayak Balai Ulin Lumpangi, begitu juga kedua orang tua muslim. Siti Sarah binti Abu Thalib bin Muhammad Langara, ia seorang perempuan dari kampung Batu Tangah Desa Lumpangi. Perkawinan sepupu tersebut membuahkan keturunan anak laki-laki, ia lahir di Lumpangi, Jum'at, 10 Jumadil Awwal 1155H/1742M.an. Habib Ahmad Suhuf yang panggilan sehari-harinya Habib Ahmad.


11. Habib Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Wafat

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami bahwa Dimasanya di sebagian Habib Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf diperkirakan wafat Jum'at, 10 Syawal 1195H atau 1781 Masihi. Ia di makamkan berdampingan dengan makam Siti Sarah isterinya dengan usianya sekitar 64 tahun dan ia dimakamkan kampung Balai Ulin Lumpangi Kec. Loksado.  Titik Koordinat makam  2,80908, 115,41756,  143,5m, 281 derajat

  Berkata Habib Baseraninor bin H. Muhammad Barsih Assegaf “Waktu  dahulu diareal Makam Habib itu tumbuh sebatang pohon kembang kenanga yang besar. Pohon itu tidak putus-putusnya berkembang. Tetapi tidaklah sembarang orang bisa mengambil kembang kenanga yang jatuh dari pohonnya diareal makam Habaib Lumpangi itu kecuali ada dzuriatnya sebab bila  mengambilnya orang yang bukan dzuriatnya maka orang itu, badannya kena sakit panas selama 3 hari 3 malam.

Menurut versi lain bahwa " Sebatang pohon kembang kenanga yang besar. Pohon itu tidak putus-putusnya berkembang. Orang yang bukan dzuriatnya dan tidak pamit (bapadah) mengambil (menjatu) kembang kenanga yang jatuh dari pohonnya diareal makam Habaib Lumpangi itu bisa muntah darah atau orang itu, badannya kena sakit panas selama 3 hari 3 malam

Ketika saya bertemu dengan Habib Raihan (irai) bin Bahriansyah Assegaf, ia  juga pernah berceritera  kepada saya bahwa ia pernah bertanya langsung kepada kakeknya Habib Bahur bin Tanqir  Ghawa Assegaf, kata kakeknya “ kita ini adalah dzuriat Habib Abu Bakar  di Balai Ulin Lumpangi”.

Tidaklah banyak yang Penulis gali dan ketahui tentang Tokoh yang satu ini. Beliau hidup di awal abad ke-18 Masihi sampai akhir abad ke-18 Masihi, tidak diketahui secara pasti rekam jejak Beliau saat lahir, masa kanak-kanak, masa remajanya, masa tuanya sampai wafatnya, tetapi hanya ceritera turun temurun yang kami dapatkan dari datuk-nenek moyang kami.. 

Penulis hanya berharap dan berdo’a semoga Allah Swt selalu mema’afkan dan mengampuni semua kesalahan kekhilapan kita, dan kesalahan – kesalahan orang tua kita, dan juga kesalahan datuk-nenek kita, dan kesalahan – kesalahan orang-orang yang pernah dekat dengan kita dan kesalahan – kesalahan dzuriat-dzurat kita  hingga akhir zaman, begitu juga semoga Allah Swt mengampuni dosa-dosa orang-orang muslimin dan muslimat semuanya. Aamiin Aamiin yaa rabbal aalamiin.


Daftar bacaan  :

Artikel “Seiyun” From Wikipedia, the free encyclopedia This page was last edited on 12 February 2022, at 02:00 (UTC). https://en.wikipedia.org/wiki/Seiyun

Artikel Destinasi Adalah: Beginilah Pandangan Menurut Para Ahli  BLOG·12/10/2019  ....................................................................................................... https://pemasaranpariwisata.com/2019/10/12/destinasi-adalah/

Artikel “Sejarah Ahlul bait (keturunan) Sayyidina Muhammad Saw di Indonesa” dan ....................................................................  http://fakhrur94.blogspot.com/2012/04/sejarah-ahlul-baitketurunan-sayyidina.html

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Raja-Raja Kesultanan Banjar", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/11/141137979/raja-raja-kesultanan-banjar?page=all. Penulis : Widya Lestari Ningsih Editor : Nibras Nada Nailufar

Kitab Biografi Ulama-ulama Terkemuka Dunia dan Nasional” yang ditulis oleh “Syekh Samsul Afandi The source: hadhramaut.info/indo – 01/5/2008

Artikel “Sejarah Ahlul bait (keturunan) Sayyidina Muhammad Saw di Indonesa” dan April 2012. http://fakhrur94.blogspot.com/2012/04/sejarah-ahlul-baitketurunan-sayyidina.html 

Artikel "Sejarah Perjalanan ayahnya Habib Umar Ash-Shufy bin Abdurrahman bin Muhammad Assegaf ke Nusantara"  oleh H.Hasan Baseri bin H. Muhammad Barsih................................................................................................................   https://draft.blogger.com/blog/post/edit/1776103061266680536/1797188491972678497

Hasil-hasil Wawancara dengan Habaib Fam/Marga Assegaf Desa Lumpangi yang masih hidup sebelum tahun 2021Masihi, dan  misalnya Habib Tanqir Ghawa, kayi Ahmad Baderi, kayi Ahmad Karji, Muhammad Djamberi, Muhammad Burhan  Assegaf, Ahmad atau Amat Bukuanin, Arya Norhadi, Raihan, Basraninoor. Dan lain-lainnya

Artikel “Biografi Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf: Ini Nasab Beliau sampai Nabi Muhammad” Eries Adlin - Jumat, 15 Januari 2021 | 20:51 WIB. https://www.ayobogor.com/nasional/pr-31874179/Biografi-Habib-Ali-bin-Abdurrahman-Assegaf-Ini-Nasab-Beliau-sampai-Nabi-Muhammad





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A.Historis dan Nasab Dzuriat Datu Habib Lumpangi

  Oleh H.Hasan Basri,S.Ag bin H.M.Barsih Assegaf NASAB AHLU ALBAIT NABI BESAR MUHAMMAD SAW IBN ABDULLAH IBN ABDUL MUTHALIB DARI KELUARGA A...