Biografi Riwayat Singkat Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf.
Oleh H.Hasan Baseri bin H. Muhammad Barsih.
Sejarah singkat Habib
Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi) bin Abu Bakar bin
Hasan bin Hasyim Assegaf Lumpangi Loksado. Ia adalah seorang yang aliim sesudah
ayahnya dan seorang yang shaleh, dan ia seorang yang ta’at yang
memelihara iman dan islam, ia amat kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang
bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at
yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat,
puasa, zakat dan amaliah-amaliah dzahir dan bathin lainya
1. Habib Ahmad Suhuf bin
Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin
Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Lahir
Menurut Folklor ceritra
Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Habib Ahmad Suhuf dilahirkan Ahad,10
Jumadil Awal 1149H/1736M di Desa Lumpangi, dan ia tumbuh dan dibesarkan
dilingkungan orang-orang muslim yang taat Agama islam di Desa
Lumpangi, ia berada di desa yang sangat terisolasi dari keramaian kota
Kandangan, berada diudik sungai Kali Amandit yang jauh, kalau berpergian masa
itu selalu jalan kaki. Isterinya Diang Galuh Aminah bin Abdullah bin Hamzah, ia
adalah buyut Datu Muhammad Lngara.
Sayyid Ahmad Suhuf adalah nama panjangnya, sedangkan Ahmad adalah
nama panggilannya sehari-hari. Kedua orang tuanya memberinya nama Ahmad Suhuf.
Nama ayahnya adalah Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi) dan ibunya bernama
Siti Sarah binti Abu Thalib bin Muhammad Langara. Ahmad adalah keturunan
ke-3 atau cucu tersayang Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf. Kakek dan
kedua orang tuanya menaruh harapan besar kepadanya.
2. Habib Ahmad Suhuf bin
Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin
Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Mendapatkan Pengajaran Ilmu Agama
Dimasa kecinya Habib
Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf berada di
bawah asuhan orang tuanya di Desa Lumpangi, ia ingin mengembara, ke Negeri orang, kata orang tuanya bahwa “Kalau kau ingin merantau, kau harus
banyak basango ilmu, supaya kembalinya kau selamat,” maka iapun
telah membekali dirinya dengan giat belajar dan bertanya tentang ilmu-ilmu
agama kepada orang tuanya, kepada kakeknya dan pamannya dan juga kepada orang
lain tentang ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat.
Habib Ahmad Suhuf Mendapatkan Pengajaran Ilmu Agama langsung dari : -Muhammad Djamiluddin / Siti Raudah ayah-ibunya, -Abu Bakar kakeknya –Ahmad Jaluddinn pamannya. Oleh karenanya Dia pandai baca Al-Qur’an dan baca tulis arab Malayu
3. Silsilah Nasab Habib
Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim
bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Sampai ke Rasulullah
Muhammad Saw
الْحَبِيْب اَحْمَدْ صُحُف بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله.
4. Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin
bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad Assegaf Menikah dengan Siti Aminah
Menurut sumber data bahwa Habib Ahmad Suhuf yang panggilan sehari-harinya Habib Ahmad telah menikah
masa remaja - hingga dewasa, untuk medapatkan anak keturunan ia dikawinkan pula
dengan Diang Galuh Aminah adalah bu mendapatyut Muhammad Langara
Menurut Folklor ceritra
Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa di usia 24 tahun Sayyid Ahmad Suhuf sudah menikah dan
bekeluarga dan juga
bertahun-tahun masa perkawinannya pasangan suami –isteri ini belum juga punya
keturunan. Karena tidak punya anak, kemudian ia menikah lagi di usianya 40
tahunan dengan sepupunya Galuh Siti Aminah cucu Hamzah, asal desa Muara
Lumpangi, Senin, 10 Muharam 1190H atau 1776M. Kemudian hasil perkawinan
tersebut lahirlah seorang anak laki-aki yang diberi nama Sayyid Abu Bakar.
kemudian untuk membedakan nama anak ini dengan nama Kakeknya maka diujung
namanya ditambah kalimat 'as-Tsani artinya yang ''kedua' maka namanya
menjadi Sayyid Abu Bakar. as-Tsani
5. Masa Muda Habib Ahmad Suhuf
bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf terjadi
Pembatalan beberapa Tradisi Suku Dayak Pegunungan Meratus yang dianggaf merugikan
Suku itu sendiri.
a. Keberdaan Habib Abu
Bakar bin Hasan bin
Hasyim bin Muhammad bin Umar
as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf di Lumpangi
Menurut ceritera Datu-datu kami bahwa Habib Abu Bakar bin Hasan
Assegaf kakeknya Habib Ahmad Suhuf sudah datang, ia berada di Lumpangi tahun
1705M jauh sebelum Belanda datang ke Kesultanan Banjar. Saat itu usia
Habib Abu Bakar antara 40-45 tahunan, ia berniaga berjualan kain sarung dan
perhiasan wanita, sambil melakukan dakwah di Balai Ulin Lumpangi, Keberadaannya
di desa tersebut semasa dengan pemerintahan Sultan Tahmidullah, Raja Banjar
ke-10 tahun 1700-1717 Masihi hingga Sultan Tamjidillah I Raja Banjar
ke-13 yang berpusat pemerintahan di Martapura Kalsel Tahun
1734-1759M, Kala itu Belanda belum menjajah Kesultanan Banjar.
Menurut catatan Sejaarah Tahun 1747M, Belanda menduduki
Banjarmasin. Kemudian tahun 1761–1801, masa pemerintahan Sultan Tahmidullah II/Sunan
Nata Alam. 1762, Saudara Sultan Nata yang bernama Pangeran Prabujaya dilantik
sebagai mangkubumi oleh Dewan Mahkota Kesultanan Banjar (Kesultanan Banjar).
b.Tradisi Unik Suku Dayak Pegunungan Meratus yang Membudaya dimasa Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf
Dilansir dari berbagai
sumber atau data, bahwa suku Dayak memiliki berbagai unik, tetapi tradisi tersebut
ditinggalkan oleh Dayak Pegunungan Maratus dan tradisi itu dibatalkan dimasa
keberadaan Habib Lumpangi yaitu Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan
bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya kecuaali tradisi Tarian Gantar (batandik),
Beberapa tradisi yang ditinggalkan di antaranya meliputi :
1. 1. Tradisi
memuliakan Tamu Nginap
Salah satu tradisi/adat
Dayak ketika itu, bagi Tamu Nginap untuk kaum laki-laki lajang
diperbolehkan tidur satu kamar/ tidur satu kelambu dengan wanita lajang puteri
dari Tetuha Adat. Bila tidak punya anak gadis maka isterinya yang menemani tidur
tamunya. (kalau tamunya sudah beristeri maka ia tidur satu kamar dengan isteri
sahabatnya) sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu atau sahabat, tak
terkecuali dengan Habib, beliau tidur ditemani oleh Aluh Milah sepanjang malam,
tetapi pagar ayu puteri Milah tetap terjaga dengan baik. Habib tidak mau
mengganggu dan apalagi mempermainkan puteri Milah.
2. 2. radisi Kuping
Panjang
Telingaan Aruu adalah
tradisi adat Suku Dayak dengan cara memanjangan telinga. Untuk memanjangkan
daun telinga, mereka menggunakan anting-anting berbentuk gelang yang terbuat
dari tembaga. Anting-anting berukuran besar tersebut dalam bahasa kenyah
disebut belaong.
Di Kalimantan Timur,
perempuan Dayak memiliki tradisi unik memanjangkan telinga mereka. Keyakinan di
balik tradisi ini adalah bahwa telinga yang panjang membuat perempuan terlihat
semakin cantik. Selain untuk aspek kecantikan, memanjangkan telinga juga
memiliki nilai simbolis dalam menunjukkan status kebangsawanan dan melatih
kesabaran.
Proses memanjangkan telinga
melibatkan penggunaan logam sebagai pemberat yang ditempatkan di bawah telinga
atau digunakan untuk anting-anting. Perempuan Dayak diperbolehkan memanjangkan
telinga hingga dada, sementara laki-laki bisa memanjangkan telinga hingga bawah
dagu.
3. 3. Tradisi Tato
Tato atau rajah adalah
simbol kekuatan, hubungan dengan Tuhan, dan perjalanan kehidupan bagi suku
Dayak. Tradisi tato ini masih dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan
Dayak.
Proses pembuatan tato
terkenal karena masih menggunakan peralatan sederhana, di mana orang yang akan
ditato akan menggigit kain sebagai pereda sakit, dan tubuhnya akan dipahat
menggunakan alat tradisional.
Setiap gambar tato memiliki
makna khusus, misalnya tato bunga terong menandakan kedewasaan bagi laki-laki,
sementara perempuan mendapatkan tato Tedak Kassa di kaki untuk menandakan
kedewasaan mereka.
Dalam konteks sejarah,
dikatakan bahwa suku Dayak Iban menggunakan tato ini selama peperangan untuk
membedakan antara teman dan musuh.
4. 4. Tradisi Tiwah
Kwangkey atau Kuangkay
ialah upacara kematian yang dilakukan Suku Dyaka Benuaq yang tinggal di
pedalaman Kalimantan Timur. Tradisi ini berasal dari kata ke dan angkey,
artinya adalah melakukan atau melaksanakan dan bangkai.
Menurut istilah bahasa
daerah setempat, Kwangkey mempunyai makna buang bangkai. Maknaya yang ingin
disampaikan adalah melepaskan diri dari kedukaan dan mengakhiri masa berkabung
Tiwah adalah upacara
pemakaman masyarakat Dayak Ngaju yang melibatkan pembakaran tulang belulang
kerabat yang telah meninggal.
Tradisi ini dilakukan
sesuai dengan kepercayaan Kaharingan dan dipercaya membantu arwah orang yang
meninggal untuk menuju dunia akhirat atau disebut juga dengan nama Lewu Tatau. Selama
pelaksanaan Tiwah, keluarga yang ditinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil
mengelilingi jenazah.
Proses pembakaran tulang
belulang jenazah dilakukan secara simbolis, sehingga tidak semua tulang jenazah
ikut dibakar dalam upacara Tiwah.
Tradisi suku Dayak ke-4 ialah Tiwah yang upacara pemakaman yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Ngaju. Dalam upacara ini, mereka akan membakar tulang belulang dari kerabat yang telah meninggal dunia. Menurut kepercayaan Kaharingan, tradisi Dayah Tiwah, dipercaya mampu mengantarkan arwah dari orang yang telah meninggal agar mudah menuju dunia akhirat atau disebut pula dengan nama Lewu Tatau. Ketika melaksanakan tradisi Tiwah, biasanya keluarga yang ditinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil mengelilingi jenazah. Proses pembakaran tulang belulang jenazah hanya dilakukan secara simbolis sehingga tidak semua tulang jenazah akan ikut dibakar dalam upacara Tiwah.
Tradisi Penguburan
Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di
Kalimantan:
•penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi
kerangka dilipat
•penguburan di dalam peti batu (dolmen)
•penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau
anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.
Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan,
yakni:
•dikubur dalam tanah
•diletakkan di pohon besar
•dikremasi dalam upacara tiwah
Prosesi penguburan sekunder
a. Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada
penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam
kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan
pertama di dalam tanah.
b. Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak
Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.
c. Marabia
d. Mambatur (Dayak Maanyan)
1. 5. Tradisi Ngayau
Tradisi berburu kepala ini,
yang pernah ada tetapi sekarang sudah dihentikan, melibatkan pemburuan kepala
musuh oleh beberapa rumpun Dayak, seperti Ngaju, Iban, dan Kenyah.
Tradisi ini penuh dendam turun-temurun sebab anak akan memburu keluarga pembunuh ayah mereka dan membawa kepala musuh ke rumah. Ngayau juga menjadi syarat agar pemuda Dayak bisa menikahi gadis yang mereka pilih.
Pemuda Dayak diwajibkan untuk berpartisipasi dalam tradisi berburu kepala sebagai cara untuk membuktikan kemampuannya dalam memuliakan keluarganya dan meraih gelar Bujang Berani.
Larangan terhadap tradisi
ini dihasilkan dari musyawarah Tumbang Anoi pada tahun 1874, yang bertujuan
menghindari perselisihan di antara suku Dayak.
Ke-5 tradisi tersebut sudah
ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Abu
Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya kecuaali tradisi Tarian
Gantar
6. Manajah antang
Tradisi dari suku Dayak selanjutnya ialah manajah
antang, tradisi ini merupakan suatu ritual untuk mencari dan memastikan di mana
musuh/seteru/lawan berada ketika berperang. Menurut cerita masyarakat Dayak,
ritual manajah antang merupakan ritual pemanggilan roh para leluhur dengan
burung Antang, di mana burung tersebut dipercaya dan diyakini mampu
memberitahukan lokasi musuh/lawan. Selain dipakai ketika berperang, tradisi
manajah antang pun dipakai untuk mencari petunjuk-petunjuk lainnya.
7. Mantat Tu’Mate
Seperti halnya Tiwah, tradisi mantat tu’mate merupakan
tradisi untuk mengantarkan orang yang baru saja meninggal dunia. Namun mantat
tu’mate berbeda dengan Tiwah. Sebab, mantat tu’mate dilakukan selama tujuh hari
dengan konten acara iring-iringan musik serta tari tradisional. Setelah upacara
selama tujuh hari selesai, barulah jenazah kemudian akan dimakamkan
Ket. Referinsi No. 6-7 Artikel Tradisi Suku Dayak &
Asal-Usul Suku Dayak
https://www.gramedia.com/best-seller/tradisi-suku-dayak/
8.Tari
Gantar
Tari Gantar adalah salah
satu tarian khas Suku Dyak. Tarian ini adalah tari pergaulan muda-mudi Suku
Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung di Kabupaten Kutai Barat.
Tarian Gantar mengekspresika kegembiraan serta keramahan dalam menyambut tamu, baik wisatawan atau tamu kehormatan. Tari ini juga berfungis untuk menyambut pahlawan dari medan perang. Ada tiga jenis tarian Gantar, yakni Gantar Rayat, Gantar Busai, dan Gantar Senak dan Kusa
6. Habib Ahmad Suhuf bin
Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin
Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Wafat
Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek
kami menyebutkan bahwa
Habib Ahmad Suhuf bin
Muhammad Djamiluddin Assegaf atau dipanggil sehari-harinya "Ahmad" Ia
wafat Ahad,13 Jumadil Awal 1211H/ 1796M di usia 60 tahun dan dimakamkan berdampingan
dengan isterinya Diang Galuh Siti Aminah di kampung Balai Ulin Desa Lumpangi Loksado. Titik
Koordinat, makam 2,80926, 115,41769, 144,7m,
134 derajat
Tidaklah banyak yang Penulis ketahui tentang kehidupan Beliau,
sejak Beliau lahir, masa kanak-kanak, masa remajanya, masa tuanya sampai
wafatnya. Penulis hanya berharap dan mendo’akan semoga Allah Swt mema’afkan dan
mengampuni kesalahannya, kesalahan – kesalahan orang tuanya, kesalahan
datuk-neneknya, dan kesalahan – kesalahan orang-orang yang pernah dekat
dengannya dan kesalahan – kesalahan dzuriat-dzuratnya hingga akhir zaman,
begitu juga semoga Allah Swt mengampuni dosa-dosa kita dan dosa-dosa
orang-orang muslimin dan muslimat semuanya. Aamiin Aamiin yaa rabbal aalamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar