Kamis, 12 Mei 2022

4. Biografi Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf

Biografi Riwayat Singkat Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf.

Oleh H.Hasan Baseri  bin H. Muhammad Barsih.

 

    Makam Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin Assegaf    

Sejarah singkat Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi) bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf Lumpangi Loksado. Ia adalah seorang yang aliim sesudah ayahnya dan seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at yang memelihara iman dan islam, ia amat kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah dzahir dan bathin lainya

 

1. Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Lahir

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Habib Ahmad Suhuf dilahirkan Ahad,10 Jumadil Awal 1149H/1736M di Desa Lumpangi, dan ia tumbuh dan dibesarkan dilingkungan orang-orang  muslim yang taat Agama islam di Desa Lumpangi, ia berada di desa yang sangat terisolasi dari keramaian kota Kandangan, berada diudik sungai Kali Amandit yang jauh, kalau berpergian masa itu selalu jalan kaki. Isterinya Diang Galuh Aminah bin Abdullah bin Hamzah, ia adalah buyut Datu Muhammad Lngara.

Sayyid Ahmad Suhuf adalah nama panjangnya, sedangkan Ahmad adalah nama panggilannya sehari-hari. Kedua orang tuanya memberinya nama Ahmad Suhuf. Nama ayahnya adalah Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi) dan ibunya bernama Siti Sarah binti Abu Thalib bin Muhammad Langara. Ahmad adalah keturunan ke-3  atau cucu tersayang Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf. Kakek dan kedua orang tuanya menaruh harapan besar kepadanya.


2. Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Mendapatkan Pengajaran Ilmu Agama

Dimasa kecinya Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar Assegaf berada di bawah asuhan orang tuanya di Desa Lumpangi, ia ingin mengembara,  ke Negeri orang, kata orang tuanya bahwa “Kalau kau ingin merantau, kau harus banyak basango ilmu, supaya kembalinya kau selamat,” maka iapun telah membekali dirinya dengan giat belajar dan bertanya tentang ilmu-ilmu agama kepada orang tuanya, kepada kakeknya dan pamannya dan juga kepada orang lain tentang ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat.

Habib Ahmad Suhuf Mendapatkan Pengajaran Ilmu Agama langsung dari : -Muhammad Djamiluddin / Siti Raudah ayah-ibunya, -Abu Bakar kakeknya –Ahmad Jaluddinn pamannya. Oleh karenanya Dia pandai baca Al-Qur’an dan baca tulis arab Malayu


3. Silsilah Nasab Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Sampai ke Rasulullah Muhammad Saw

الْحَبِيْب اَحْمَدْ صُحُف  بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله.


4. Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad Assegaf Menikah dengan Siti Aminah 

Menurut sumber data bahwa Habib Ahmad Suhuf yang panggilan sehari-harinya Habib Ahmad telah menikah masa remaja - hingga dewasa, untuk medapatkan anak keturunan ia dikawinkan pula dengan Diang Galuh Aminah adalah bu mendapatyut Muhammad Langara

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa di usia 24 tahun Sayyid Ahmad Suhuf sudah menikah dan bekeluarga  dan   juga bertahun-tahun masa perkawinannya pasangan suami –isteri ini belum juga punya keturunan. Karena tidak punya anak, kemudian ia menikah lagi di usianya 40 tahunan dengan sepupunya Galuh Siti Aminah cucu Hamzah, asal desa Muara Lumpangi, Senin, 10 Muharam 1190H atau 1776M. Kemudian hasil perkawinan tersebut lahirlah seorang anak laki-aki yang diberi nama Sayyid Abu Bakar. kemudian untuk membedakan nama anak ini dengan nama Kakeknya maka diujung namanya ditambah kalimat 'as-Tsani artinya yang ''kedua' maka namanya menjadi Sayyid Abu Bakar. as-Tsani


5. Masa Muda Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf terjadi Pembatalan beberapa Tradisi Suku Dayak Pegunungan Meratus yang dianggaf merugikan Suku itu sendiri.

a. Keberdaan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf di Lumpangi

Menurut ceritera Datu-datu kami bahwa Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf kakeknya Habib Ahmad Suhuf sudah datang, ia berada di Lumpangi tahun 1705M jauh sebelum Belanda datang ke Kesultanan Banjar. Saat itu usia Habib Abu Bakar antara 40-45 tahunan, ia berniaga berjualan kain sarung dan perhiasan wanita, sambil melakukan dakwah di Balai Ulin Lumpangi, Keberadaannya di desa tersebut semasa dengan pemerintahan Sultan Tahmidullah, Raja Banjar ke-10 tahun 1700-1717 Masihi hingga Sultan Tamjidillah I Raja Banjar ke-13 yang berpusat pemerintahan di Martapura Kalsel Tahun 1734-1759M, Kala itu Belanda belum menjajah Kesultanan Banjar.

Menurut catatan Sejaarah Tahun 1747M, Belanda menduduki Banjarmasin. Kemudian tahun 1761–1801, masa pemerintahan Sultan Tahmidullah II/Sunan Nata Alam. 1762, Saudara Sultan Nata yang bernama Pangeran Prabujaya dilantik sebagai mangkubumi oleh Dewan Mahkota Kesultanan Banjar (Kesultanan Banjar).


b.Tradisi Unik Suku Dayak Pegunungan Meratus yang Membudaya dimasa Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf

Dilansir dari berbagai sumber atau data, bahwa suku Dayak memiliki berbagai unik, tetapi tradisi tersebut ditinggalkan oleh Dayak Pegunungan Maratus dan tradisi itu dibatalkan dimasa keberadaan Habib Lumpangi yaitu Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya kecuaali tradisi Tarian Gantar (batandik), Beberapa tradisi yang ditinggalkan di antaranya meliputi :

1. 1. Tradisi memuliakan Tamu Nginap

Salah satu tradisi/adat Dayak ketika itu, bagi Tamu Nginap untuk kaum laki-laki lajang diperbolehkan tidur satu kamar/ tidur satu kelambu dengan wanita lajang puteri dari Tetuha Adat. Bila tidak punya anak gadis maka isterinya yang menemani tidur tamunya. (kalau tamunya sudah beristeri maka ia tidur satu kamar dengan isteri sahabatnya) sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu atau sahabat, tak terkecuali dengan Habib, beliau tidur ditemani oleh Aluh Milah sepanjang malam, tetapi pagar ayu puteri Milah tetap terjaga dengan baik. Habib tidak mau mengganggu dan apalagi mempermainkan puteri Milah.

2. 2. radisi Kuping Panjang

Telingaan Aruu adalah tradisi adat Suku Dayak dengan cara memanjangan telinga. Untuk memanjangkan daun telinga, mereka menggunakan anting-anting berbentuk gelang yang terbuat dari tembaga. Anting-anting berukuran besar tersebut dalam bahasa kenyah disebut belaong.

Di Kalimantan Timur, perempuan Dayak memiliki tradisi unik memanjangkan telinga mereka. Keyakinan di balik tradisi ini adalah bahwa telinga yang panjang membuat perempuan terlihat semakin cantik. Selain untuk aspek kecantikan, memanjangkan telinga juga memiliki nilai simbolis dalam menunjukkan status kebangsawanan dan melatih kesabaran.

Proses memanjangkan telinga melibatkan penggunaan logam sebagai pemberat yang ditempatkan di bawah telinga atau digunakan untuk anting-anting. Perempuan Dayak diperbolehkan memanjangkan telinga hingga dada, sementara laki-laki bisa memanjangkan telinga hingga bawah dagu.

3.  3. Tradisi Tato

Tato atau rajah adalah simbol kekuatan, hubungan dengan Tuhan, dan perjalanan kehidupan bagi suku Dayak. Tradisi tato ini masih dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan Dayak.

Proses pembuatan tato terkenal karena masih menggunakan peralatan sederhana, di mana orang yang akan ditato akan menggigit kain sebagai pereda sakit, dan tubuhnya akan dipahat menggunakan alat tradisional.

Setiap gambar tato memiliki makna khusus, misalnya tato bunga terong menandakan kedewasaan bagi laki-laki, sementara perempuan mendapatkan tato Tedak Kassa di kaki untuk menandakan kedewasaan mereka.

Dalam konteks sejarah, dikatakan bahwa suku Dayak Iban menggunakan tato ini selama peperangan untuk membedakan antara teman dan musuh.

4. 4. Tradisi Tiwah

Kwangkey atau Kuangkay ialah upacara kematian yang dilakukan Suku Dyaka Benuaq yang tinggal di pedalaman Kalimantan Timur. Tradisi ini berasal dari kata ke dan angkey, artinya adalah melakukan atau melaksanakan dan bangkai.

Menurut istilah bahasa daerah setempat, Kwangkey mempunyai makna buang bangkai. Maknaya yang ingin disampaikan adalah melepaskan diri dari kedukaan dan mengakhiri masa berkabung

Tiwah adalah upacara pemakaman masyarakat Dayak Ngaju yang melibatkan pembakaran tulang belulang kerabat yang telah meninggal.

Tradisi ini dilakukan sesuai dengan kepercayaan Kaharingan dan dipercaya membantu arwah orang yang meninggal untuk menuju dunia akhirat atau disebut juga dengan nama Lewu Tatau. Selama pelaksanaan Tiwah, keluarga yang ditinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil mengelilingi jenazah.

Proses pembakaran tulang belulang jenazah dilakukan secara simbolis, sehingga tidak semua tulang jenazah ikut dibakar dalam upacara Tiwah.

Tradisi suku Dayak ke-4 ialah Tiwah yang upacara pemakaman yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Ngaju. Dalam upacara ini,  mereka akan membakar tulang belulang dari kerabat yang telah meninggal dunia. Menurut kepercayaan Kaharingan, tradisi Dayah Tiwah, dipercaya mampu mengantarkan arwah dari orang yang telah meninggal agar mudah menuju dunia akhirat atau disebut pula dengan nama Lewu Tatau. Ketika melaksanakan tradisi Tiwah, biasanya keluarga yang ditinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil mengelilingi jenazah. Proses pembakaran tulang belulang jenazah hanya dilakukan secara simbolis sehingga tidak semua tulang jenazah akan ikut dibakar dalam upacara Tiwah.

Tradisi Penguburan

Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan:

•penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat

•penguburan di dalam peti batu (dolmen)

•penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.

Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni:

•dikubur dalam tanah

•diletakkan di pohon besar

•dikremasi dalam upacara tiwah

Prosesi penguburan sekunder

a. Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.

b. Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.

c. Marabia

d. Mambatur (Dayak Maanyan)

 

1.   5. Tradisi Ngayau

Tradisi berburu kepala ini, yang pernah ada tetapi sekarang sudah dihentikan, melibatkan pemburuan kepala musuh oleh beberapa rumpun Dayak, seperti Ngaju, Iban, dan Kenyah.

Tradisi ini penuh dendam turun-temurun sebab anak akan memburu keluarga pembunuh ayah mereka dan membawa kepala musuh ke rumah. Ngayau juga menjadi syarat agar pemuda Dayak bisa menikahi gadis yang mereka pilih.

 Pemuda Dayak diwajibkan untuk berpartisipasi dalam tradisi berburu kepala sebagai cara untuk membuktikan kemampuannya dalam memuliakan keluarganya dan meraih gelar Bujang Berani.

Larangan terhadap tradisi ini dihasilkan dari musyawarah Tumbang Anoi pada tahun 1874, yang bertujuan menghindari perselisihan di antara suku Dayak.

Ke-5 tradisi tersebut sudah ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya kecuaali tradisi Tarian Gantar

6. Manajah antang

Tradisi dari suku Dayak selanjutnya ialah manajah antang, tradisi ini merupakan suatu ritual untuk mencari dan memastikan di mana musuh/seteru/lawan berada ketika berperang. Menurut cerita masyarakat Dayak, ritual manajah antang merupakan ritual pemanggilan roh para leluhur dengan burung Antang, di mana burung tersebut dipercaya dan diyakini mampu memberitahukan lokasi musuh/lawan. Selain dipakai ketika berperang, tradisi manajah antang pun dipakai untuk mencari petunjuk-petunjuk lainnya.

 

7. Mantat Tu’Mate

Seperti halnya Tiwah, tradisi mantat tu’mate merupakan tradisi untuk mengantarkan orang yang baru saja meninggal dunia. Namun mantat tu’mate berbeda dengan Tiwah. Sebab, mantat tu’mate dilakukan selama tujuh hari dengan konten acara iring-iringan musik serta tari tradisional. Setelah upacara selama tujuh hari selesai, barulah jenazah kemudian akan dimakamkan

Ket. Referinsi No. 6-7 Artikel Tradisi Suku Dayak & Asal-Usul Suku Dayak

https://www.gramedia.com/best-seller/tradisi-suku-dayak/

 

8.Tari Gantar

Tari Gantar adalah salah satu tarian khas Suku Dyak. Tarian ini adalah tari pergaulan muda-mudi Suku Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung di Kabupaten Kutai Barat.

Tarian Gantar mengekspresika kegembiraan serta keramahan dalam menyambut tamu, baik wisatawan atau tamu kehormatan. Tari ini juga berfungis untuk menyambut pahlawan dari medan perang. Ada tiga jenis tarian Gantar, yakni Gantar Rayat, Gantar Busai, dan Gantar Senak dan Kusa



Makam Habib Ahmad Suhuf bin  M.Jamiluddin dan Galuh Aminah

6. Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf Wafat

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin Assegaf atau dipanggil sehari-harinya "Ahmad" Ia wafat Ahad,13 Jumadil Awal 1211H/ 1796M di usia 60 tahun dan dimakamkan berdampingan dengan isterinya Diang Galuh Siti Aminah di kampung Balai Ulin Desa Lumpangi Loksado. Titik Koordinat, makam 2,80926, 115,41769,  144,7m, 134 derajat

Tidaklah banyak yang Penulis ketahui tentang kehidupan Beliau, sejak Beliau lahir, masa kanak-kanak, masa remajanya, masa tuanya sampai wafatnya. Penulis hanya berharap dan mendo’akan semoga Allah Swt mema’afkan dan mengampuni kesalahannya, kesalahan – kesalahan orang tuanya, kesalahan datuk-neneknya, dan kesalahan – kesalahan orang-orang yang pernah dekat dengannya dan kesalahan – kesalahan dzuriat-dzuratnya hingga akhir zaman, begitu juga semoga Allah Swt mengampuni dosa-dosa kita dan dosa-dosa orang-orang muslimin dan muslimat semuanya. Aamiin Aamiin yaa rabbal aalamiin

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A.Historis dan Nasab Dzuriat Datu Habib Lumpangi

  Oleh H.Hasan Basri,S.Ag bin H.M.Barsih Assegaf NASAB AHLU ALBAIT NABI BESAR MUHAMMAD SAW IBN ABDULLAH IBN ABDUL MUTHALIB DARI KELUARGA A...