Tulis ulang oleh H.Hasan Basri, S.Ag dan beri penjelasan dengan dalilnya :
Terima dari ayahda KH. Zarkasi Ansor bin Busyra, Jum’at, 10 Desember 1993M Jam 01.15 wita di Rumah Ds. Kr. Jawa Muka. Buku Risalah ttg Penyelenggaraan Janazah. Yang Beliau baru selesai tulis dengan tangan sendiri ttg, 28 November 1993M. Beliau wafat 1996M, kemudian Senin, 1 Juni 2020 aku tulis ulang dan aku beri penjelasan dengan dalilnya :
MENGINGAT MATI
Bagi
setiap orang yang akil balig sehat badan atau sakit, sayugianya banyak-banyak
menyebut dan mengingat mati. Dijadikan mati itu seolah-olah hadir pada ruang
mata, karena yang demikian itu mencegah dari pada berbuat maksiat dan membawa
kepada berbuat taat. Bertobatlah dari pada dosa, apa lagi lebih dituntut dari
orang yang sakit, memperbanyak mengingat mati dan memperbanyak tobat.
SAKIT
Sunat bagi orang yang
sakit, memperbanyak bersabar atas kesakitannya. Janganlah memperbanyak keluh
kesah. Makruh rbanyak mengadu, kecuali ditanya orang, mana dana pa yang sakit.
Tiada mengapa mengeluarkan kata “Aduh” tetapi yang baiknya diam, yang utama
banyak berdzikir dan bertasbih. Wajib bertobat dari pada dosa/kesalahan,
mengambalikan kezaliman kepada ahlinya dan keluar dari padanya, mengambalikan
amanat, memberitahukan utang piutang, menyelesaikan perbantahan, berasiat
jangan meninggalkan shalat fardhu, sunnat bagi orang yang sakit, berobat, karena
riwayat Al Bukhari : “Allah tidak menurunkan penyakit, melainkan diturunkannya
obat baginya”. HR. Bukhari. Ada hadis
riwayat at-Tirmidzi “Berobatlah kamu, karena Allah tiada
menghantarkan penyakit, melainkan ia hantarkan obatnya, kecuali tua tidak ada
obatnya. Jika kuat tawakkalnya kepada Allah dan sabar atas sakitnya,
meninggalkan berobat lebih utama. Kalau lemah tawakkalnya dan keluh kesah dari
pada kesakitan maka yang afdhalnya berobat. Makruh memaksa orang sakit berobat
dan juga memaksa orang sakit minum dan makan.
MENGUNJUNGI ORANG SAKIT
Sunnat mengunjungi orang
sakit yang islam, walaupun hanya sakit mata, jika ia seteru (musuh) dan tidak
dikenal sekalipun. Demikian juga orang kafir yang bertetangga.
Mengunjungi itu jangan
saban (setiap) hari, tetapi berselang hari kecuali diperlukan.
HAMPIR MATI
Apabila
seseorang hampir mati dibaringkan atas lambungnya yang kanan, kalua tidak atas
lambung kiri, mukanya menghadap kiblat. Jika sulit dan bersangatan sakit,
ditelantangkan. Kaki (kearah) kiblat, kepala ditinggikan dengan bantal agar
muka juga menghadap kiblat. Sunnat ditalqinkan pada telinganya dengan (kalimah)
kata لَااِلهَ اِلَّا اللهُ karena sabda Nabi Saw :
مَنْ كَانَ آخِرُهُ كَلَامِهِ لَااِلهَ اِلَّا اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Artinya: Barangsiapa (diakhir hayatnya)
adalah akhir perkataanya لَااِلهَ اِلَّا الله
niscaya masuklah ia akan sorga.
Hendaklah yang menalqinkan itu, selain dari pada ahli waris, musuhnya dan yang dengki (kepdanya), sunnat dibcakan disisihnya surat يس (Yasin) dan surat الرد (arra’du) karena keduanya (surah) memodahkan keluar roh. Sunnat dititikkan air pada mulutnya.
MATI
Apabila
seseorang sudah mati, sunnat dipejamkan kedua matanya, dibalut dakunya kekepalanya
dengan kain supaya jangan terbuka mulutnya. Dilembutkan kaki, tangan dan
jari-jemarinya, kemudian genggamkan jari-jemarinya itu. Persendian tangan dan
kaki dilipat-lipat, supaya lemah, kalau tidak lemah juga dirut-urut walaupun
dengan minyak. Kemudian hunjurkan tangannya sejajar dengan badannya, jangan
dilipat kedada supaya mudah dimandikan dan mengapannya. Adapun kebiasaan kita
apabila orang mati selalu tangannya dilipat kedada. Ini aturan rumah sakit
zaman Belanda, bila orang mati dirumah sakit, lalu dimasukkan kekamar mait.
Kalua orang islam tangannya dilipat kedada, jika orang Kristen tanganya
dihunjurkan, agar keluarga si mait mudah mengenalinya. Kemudian tanggalkan kain
pakaiannya, tutuplah (mait) dengan kain yang ringan yang menutup seluruh tubuhnya,
dari kaki sampai kekepala. Tindihlah perutnya dengan sesuatu yang agak berat,
supaya (perutnya) jangan gembung.
KEPALA PENYELENGGARA
Adapun
yang bertindak mengepalai penyelenggaraan (janazah) orang mati itu, ialah
keluarganya yang muhrim yang lebih ramah dengan si mati. Laki-laki sama
laki-laki, perempuan sama perempuan.
Kepala bertindak :
a)
Memintakan do’a atas
si mati
b) Menyelesaikan
utangnya, sekalipun dengan jalan حِوَالَةْ (hiwalah) yakni
memindah utang.
Al
Hadist : Roh orang mukmin yang ada utangnya
mengawang-awang antara bumi dan langit sebelum dibayarkan.
c) Meluluskan wasiatnya jika mudah
d) Membayarkan
qadha shalat, puasa, fidyah-fidyah dan kifarat-kifarat
e) Menyegerakan
menyelenggarakannya sampai penguburannya. Haram menunda-nunda sampai mait
berubah.
Menyelenggarakan orang mati itu hukumnya fardhu kifayah, ialah
: mandi, kafan, shalat janazah dan mengubur.
1. Orang
Muslim (mati) wajib : mandi, kafan, dishalatkan
dan diuburkan.
2. Anak
Orang Muslim yang diperanakkan hidup yaitu bergerak atau bersuara berteriak
kemudian mati, maka sama dengan orang yang tua : dimandikan, dikafani,
dishalatkan dan diuburkan.
3. Anak
berumur 4 (empat) bulan keatas (dalam
kandungan ibunya), keluar (lahir), sudah mati dalam perut (ibunya) wajib : dimandikan,
dikafani dan diuburkan, tidak perlu dishalatkan
(pendapat oleh Syekh Ibnu Hajar). Syekh Ramli berkata : “Apabila anak itu dalam
perut ibunya, sudah berumur 6 (enam) bulan keatas, (kemudian lahir) keluar
sudah mati, (maka ia) dimandikan, dikafani, dishalatkan dan diuburkan seperti orang yang tua.
4. Adapun
umur di bawah 4(empat) bulan berupa sepotong darah atau daging sunat dikubur
dengan tiada dibungkus.
MANDI
(Orang) yang memandikan
mait itu, laki-laki sama laki-laki, perempuan sama perempuan, kecuali laki -
isteri dan kanak-kanak yang belum sampai batas diingini. Boleh suami memandikan
isterinya, atau isteri memandikan suaminya. Demikian juga laki-laki boleh memandikan
dan kanak-kanak perempuan yang belum diingini, demikian juga sebaliknya. Haram
yang memandikan mait, memandang dan menyentuh aurat mait, yaitu antara pusat
dan lututnya.
CARA MANDI
Wajib paling dibawah,
memandikan mait yaitu sesudah menghilangkan kotoran/najis, meratakan
(menyampaikan) air keseluruh lahir badan. Jangan ada yang menegahkan sampai air
kepada kulit badan, seperti getah, lilin dll. Merah bibir anak laki-laki yang
belum bersunat (khitan) dan kemaluan perempuan yang terbuka ketika duduk diatas
kedua kaki, masuk lahir badan wajib menyampaikan air kepada yang tersebut. Oleh
sebab itu anak laki-laki yang belum bersunat mati, ia ditayamumi sebelum
dimandikan atau sesudahnya, ganti air yang tidak dapat mauk kedalam kelupan
itu. Demikian juga orang yang dioperasi mati, dagingnya belum merekat, tali
jahitan tidak dilepas, air tidak masuk kedalamnya, kerena dalam (hal) itu (ia)
termasuk zahir,(oleh karenanya ia) juga ditayamumi disamping mandi seperti
(orang normal mati) diatas. Kecuali daging yang dioperasi itu sudah
merekat/sedaging dan tali penjahitnya sudah dilepas berarti tidak ada lagi yang
menegahkan air merasapi kulit badan, dimandikan saja, tidak ditayamumi lagi.
a.
DIWARADU : yaitu si
ashabah membasuh kemaluan hadapan dan belakang (mait) seperti membasuh buang
air, dengan tangan kiri yang dibelut dengan kain. Setelah bersih lalu membuang
najis/ kotoran-kotoran yang berada di badan. membuang sesuatu yang menegahkan
sampai air kekulit badan, menyabuni kulit kepala, muka, tangan dan kaki (hingga
bersih). Sesudah bersih lalu diwudhu’i seperti wudhu shalat, niatnya “
نَوَيْتُ
الْوُضُوْءَ لِهذَا الْمَيْتِ لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya
: sahajaku mengwudhu’i ini mait karena Allah Ta’ala.
b.
MANDI 9 (SEMBILAN) 6
kali disebut bakubal, (sisa) 3 kali = yang pertama wajib, kedua dan ketiga
(hukunnya) sunnat. Adapun niat mandi (mait itu) tiada wajib (hukumnya) hanya
sunnat jua yaitu :
نَوَيْتُ
الْغُسْلَ لِهذَا الْمَيْتِ لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : Sahajuku
memandikan bagi mait ini karena Allah ta’ala.
Keterangan
: bagaimana kalau mait itu perempuan :
niatnya
“
نَوَيْتُ
الْوُضُوْءَ لِهذِهِ الْمَيْتَةِ لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya
: sahajaku mengwudhu’i ini mait karena Allah Ta’ala.
jua
yaitu :
نَوَيْتُ
الْغُسْلَ لِهذِهِ الْمَيْتَةِ لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya : Sahajuku
memandikan bagi mait ini karena Allah ta’ala
Mandi yang 6 (enam) yaitu :
Pertama : Basuh kepala
dengan air sabun, kemudian badan dan belahan kanan dari bahu sampai kaki. Lalu
badan belahan kiri dari bahu sampai kaki. Baru miringkan mait kesebelah kiri,
basuh dengan air sabun pula belakang belahan kanan dari bahu sampai kaki, balik
miringkan kekanan basuh dengan air sabun pula belakang belahan kiri dari bahu
sampai kaki. Telantangkan mait, ini mandi pertama dari kubal yang 6.
Kedua
: mandi yang kedua (dengan air sabun kemudian) dengan air biasa pembuang air
sabun (dan seterusnya) seperti mandi yang pertama.
Ketiga : mandi ketiga
dengan air sabun seperti cara pertama.
Keempat : mandi keempat
dengan biasa pembuang air sabun seperti cara mandi yang pertama.
Kelima : mandi kelima
dengan biasa pembuang air sabun seperti cara mandi yang pertama.
Keenam : mandi keenam
dengan biasa pembuang air sabun seperti cara mandi yang pertama.
Inilah mandi bakubal yang 6 (enam) kali. Kemudian mandi
yang 3 (tiga) kali dengan cara tersebut.
Yang Pertama : Mandi Wajib
dengan air biasa.
Yang Kedua : (Mandi kedua)
sunnat juga dengan air biasa.
Yang Ketiga : (Mandi
ketiga) juga sunnat tetapi dengan air kapur barus, cara inilah yang afdhal.
3). Cara ke-2.
Pertama : Basuhlah kepala
mait dengan air sabun, kemudian basuhlah (badan) belahan kanan dari bahu sampai
kaki, kemudian basuhlah badan belahan kiri dari bahu sampai kaki. Miringkan ke
kiri, basuh belakang kanan dari bahu sampai kaki, miringkan pula ke kanan,
basuh belakang belahan kiri dari bahu sampai kaki, (kemudian mait) telantangkan
!
Kedua : Basuhlah dengan air
biasa seperti cara tersebut pembuang air sabun, kemudian badan belah kanan dari
bahu sampai kekaki. kemudian badan belah kiri dari bahu sampai kekaki.
Miringkan kekiri, basuh belakang kanan dari bahu sampai kekaki. Miringkan pula
ke kanan, basuh belakang belah kiri dari bahu sampai kekaki. Telantangkan !
Kedua : basuhlah dengan air biasa seperti cara
tersebut pembuang air sabun
Ketiga : basuhlah dengan air biasa seperti cara
tersebut. Basuh ketiga inilah “mandi I”
Ulangi sampai tiga kali.
Jelasnya :
Pertama, Air sabun – Air biasa pembuang air sabun –
Air biasa (Mandi I)
Kedua : Air sabun – Air biasa pembuang air sabun –
Air biasa (Mandi II)
Ketiga : Air sabun – Air
biasa pembuang air sabun – Air biasa campur kapur barus (Mandi III).
4). Cara ke-3. Kubal yang
enam kali itu sekaligus. Basuh kepala mait dengan air sabun, kemudian dengan
air biasa, air sabun, air biasa, air sabun, air biasa. Kemudian seperti itu
pula pada muka badan belah kanan dari bahu sampai kekaki, pada badan belah kiri
dari bahu sampai kekaki. Miringkan mait kekiri, basuh 6 (enam) kali belakang
kanan dari bahu sampai kekaki, seperti cara tersebut. Kemudian miringkan
kekanan, basuh 6 (enam) kali belakang kiri dari bahu sampai kekaki.
Berarti 6 kali mandi
bakubal, dua kali saja membalik mait. Kemudian tiga kali mandi yaitu : dua
kali dengan air biasa pada tiap-tiap
bahagian mait, dengan dua kali membalik. Kemudian sekali-sekali dengan air
kapur barus, pada tiap-tiap bahagian mait, juga dua kali membalik. Selesai !
Peringatan
Biar banyak mencampuri air
dengan kapur barus, tidak mengubahkan air karena kapur barus masuk Mujawir
(tidak hancur) bersalahan dengan kapur yang lain masuk Mukhalith (hancur kena
air). Kapur barus ialah benda padat yang sifatnya menguap.
Cara ketiga ini mudah
dipakai bagi mait yang gemuk, berat, dan tidak wajar seperti keluar sesuatu
atau darah dari mulut, hidung, telinga dan dubur. Setelah selesai mandi basuh
darah yang keluar itu, kemudian sumbat lubang tempat darah itu keluar dengan
kapas, dan utup lagi dengan kapas tebal dan lebar, baru dibalut dengan kain verban
agar jangan tembus, sama halnya dengan orang yang سَلِسِ الْبَوْلِ (terus
menerus keluar kencing). Darah atau kencing yang berada pada kapas penyumbat
karena terus menerus keluar, dimaafkan unuk dishalatkan.
Kalau keluar bau busuk dari
mait, gunakan perapian (prapen) yang ditaburi gul pasir, hilang/kurang bau itu.
KAIN KAFAN
Sekurang-kurang kafan bagi
laki-laki atau perempuan menutupi seluruh tubuhnya dengan kain. Yang afdhalnya
kain putih. Sunnat bagi laki-laki tiga lapis. Harus lima lapis, yaitu tiga
lapis pembungkus, baju lapis (gamis) dan surban.
Sunnat bagi perempuan lima
lapis. dua lapis pembungkus, selapis
sarung (tapih), baju kurung dan kerudung. Harus tiga lapis saja.
UNTUK LAKI-LAKI
Ukurlah panjang mait itu,
kemudian ukur kekain lebihi 40cm (dua kilan). Potonglah kain itu empat lembar
yang sama panjangnya (untuk orang yang kurus). Ambil selembar, belah tiga
lembar, masing-masing belahan, jahitkan pada yang tiga lembar agar lebar.
Masing-masing sisi kain dirobek untuk tali pengikat bungkusan mait.
Untuk orang yang gemuk kain
penambahnya, selembar belah dua. Tiap-tiap lapis taburi taburi cendana dan
kapur barus. Letakkan mait diatasnya. Balutkan lepisan diatas kebadannya
longgar-longgar, tarik kain silih mandinya dari kakinya. Lekapkan kapas yang
dibungks cendana pada lubang yang berada diseluruh tubuh dan pada anggota sujud
yang tujuh. Kemudian rapatkan kain pembungkus yang diatas, kemudian yang kedua,
terakhir yang dibawah. Ikatlah dengan tali pengikat disebelah kiri.
UNTUK PEREMPUAN
Mengukur dan memotong sama
dengan mait laki-laki, tetapi pembungkus hanya dua lembar saja. Potong lagi
kain bikin sarung, baju kurung dan kerudung.
Mula-mula hampar pada tikar
dua kain pembungkus yang tiap-tiap lapis sudah ditaburi cendana dan kapur
barus, dan taruh diatasnya baju kurung, kemudian kain sarung. Letakkan mait
diatasnya. Bungkuskan kain sarung yang longgar, tarik kain silih mandi dari
kakinya, taruh kapas yang dibubuhi cendana pada lobang-lobang yang berada
dibadan dan kepala, juga pada anggota sujud yang tujuh. Bungkuskan kain
sarungnya. Masukkan baju kurung yang sebelahnya jalan/lewat kepala, kenakan
kerudungnya. Kemudian bungkus dengan kain pembungkus yang diatas, kemudian yang
dibawah, lalu ikat dengan tali pengikat, yang disimpulnya sebelah kiri, selesai
!
Pembiayaan kematian diambil
dari harta peninggalannya, kecuali isteri atas biaya suaminya yang kaya. Kalau
tidak ada peninggalan, atas orang yang wajib nafakahnya, kemudian Baitul Maal,
kemudian orang kaya muslimin sampai menguburnya.
MENANGGUNG
Menanggung mait
bermacam-macam cara, menurut keperluan. Hanya yang menanggung mait itu
laki-laki yang mengantar berjalan dimukanya dan disamping pada kiri dan
kanannya.membawa dengan cepat, sambil tafakkur pada mati dan kemudian makruh
rebut dan berbicara dunia, kecuali membaca Al Qur’an dan dzikir. Dulu makruh
bertandang kepada orang mati, disitu membaca Al Qur’an dan berdzikir, karena
mestinya pada waktu tafakkur memikirkan diri sendiri seperti ini juga nantinya.
Tapi sekarang tidak tafakkur lagi. Bila berkumpul dua tiga orang selalu
becakap-cakap masalah dunia bahkan bisa membawa kepada gibah. Untuk menghindari
ini, malah sekarang disunatkan berdzikir dan membaca Al Qur’an disisi
mait.
MENGUBUR
Aturan kubur pada jihad
kiblat : Bapak dimuka demikian halnya kakek, kemudian anak laki-laki, kemudian
ibu, kemudian anak perempuan. Menggali kubur hendaklah dalamnya jangan sampai
keluar bau mait kalau busuk dan jangan dibongkar binatang buas. Jika tanahnya
keras, dibikin liang lahad afdhal dari lubang Syaq. Lahat aialah digali tepi
lubang kubur di sebelah kiblat. Syaq ialah digali sungai ditengah-tengah lubang
kubur. Hendaklah mengata orang yang memasukkan kedalam kubur :
بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ
اللهِ
Dan tambahi lagi :
اَللّهُمَّ افْتَحْ اَبْوَابَ السَّمَاءِ
لِرُوْحِهِ وَاَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَوَسِّعْ فِى قَبْرِهِ
Dengan nama Allah dan atas
agama Rasulullah
Ya Allah bukakanlah
pintu-pintu langit bagi rohnya, muliakan tempatnya, luaskan tempat masuknya dan
luaskan dalam kuburnya.
Al Hadist : artinya : Orang
yang mengata demikian, ketika mait disambut, memasukkannya ke liang Lahad,
diangkat Allah ta’ala azab dari pada si mait selama 40 tahun.
Diletakkan mait berbaring atas lambung kanan (telantang keadaannya), menghadap kiblat. Tali-tali pengikatnya dilepas. Sisihkan kain pembungkus mukanya, letakkan pipi kanannya di atas onggokan dari pada tanah atau lainnya. Ambil segenggam tanah galian kubur, dibacakan atasnya surah al qadar (الْقَدْر) tujuh kali, diletakkan dikafannya atau dalam kuburnya, idak diazab mait itu. Sesudah mait itu ditutup lubang lahadnya, disunnatkan salah seorang ditepi kubur , meraup tanah pihak-pihak kepalanya tiga raupan : Raupan pertama ia mengata
Dari padanya (tanah) kami
jadikan kamu, ya Allah lajarilah dia, ketika ditanya akan jawabannya.
Raupan kedua ia
mengata :
وَمِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ اَللّهُمَّ
لَقِّنْهُ عِنْدَ الْمَسْئَلَةِ حُجَّتَهُ
Dan padanya (tanah) kami
kembalikan kamu, ya Allah bukakan segala pintu langit bagi rohnua.
Raupan ketiga ia kata :
وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً اُخْرَى
اَللّهُمَّ جَافِ الْاَرْضَ مِنْ جَنْبَيْهِ
Dan dari padanya kami
keluarkan kamu pada kali yang lain ya Allah ranggangkan bumi dari dua
sampingnya.
Kubur diratakan tinggi
sejengkal, jangan dilengkungkan. Disunatkan meletakkan kembang diatas kubur.
Kemudian duduk seseorang membacakan talqin untuk mait, Hadirin disunnatkan
berdiri. Sunnat membacakan talqin tiga kali. Dalam talqin ada panggilan kepada
mait dan orang tuanya, sebut nama ibunya, umpama :
Hai Muhammad bin Asiah atau
Hai zainab binti Aminah
Selesai membaca talqin disiram kubur dengan air sambil membaca :
سَقَى اللهُ ثَرَاهُ وَبَرَّدَ مَضْجَعَهُ وَجَعَلَ الْجَنَّةَ مَثْوَاهُ.
Modah-modahan Allah
tuangkan rahmat akan kuburya, mendinginkan pembaringannya dan Ia jadikan surge
akan tempatnya.
Selesai pemakaman orang-orangpun pulang. Disunatkan : Hendaklah tinggal Jama’ah (beberapa orang) untuk memintakan Tasbit (tetap tidak gentar dalam pertanyaan) karena pada waktu itu mait ditanya yaitu membaca :
(اَللّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَثَبِّتْهُ )
Lamanya 1,1/4 jam atau 1,1/3 jam “Ya Allah,
ampunilah baginya dan tetapkan dia”
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَثَبِّتْهُ
بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ
“Ya Allah, ampunilah baginya dan tetapkan dia dengan perkataan
yang tetap”
KUBUR
Tanah pakuburan ditinggikan sejengkal, diatasnya diratakan jangan dilengkungkan. Makruh membina di dalam kubur, kecuali ada hajat seperti tanah runtuhnya runtuh dan lain sebagainya. Juga makruh membina di atas kubur, seprti kubah. Termasuk bina membatur kubur baik dari kayu atau batu, terkecuali yang segi empat panjangnuntuk menahan tanah yang tingginya sejengkal tadi dan memelihara kubur jangan digali untuk menanam mait baru. Dimakruhkan bina tersebut kalau di tanah sendiri. Kalau di tanah wakaf hukumnya haram. Adapun Nabi-nabi, Syuhada, Ulama dan Salihin, boleh membina kubur mereka dan membikin kubah di atasnya. Makruh berjalan/ duduk di atas kubur, kecuali tidak ada jalan lain untuk lalu.
Terima
dari ayahda KH. Zarkasi Ansor, Jum’at, 10 Desember 1993M Jam 01.15 wita di
Rumah Ds. Kr. Jawa Muka. Buku Risalah ttg Penyelenggaraan Janazah. Yang Beliau baru selesai tulis dengan tangan sendiri ttg,
28 November 1993M. Beliau wafat 1996M, kemudian Senin, 1 Juni 2020 aku tulis
ulang dan aku beri penjelasan dengan dalilnya :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar