Rabu, 07 Desember 2022

Buku Risalah ttg Penyelenggaraan Janazah.



 Tulis ulang oleh H.Hasan Basri, S.Ag dan beri penjelasan dengan dalilnya :



Terima dari ayahda KH. Zarkasi Ansor bin Busyra, Jum’at, 10 Desember 1993M Jam 01.15 wita di Rumah Ds. Kr. Jawa Muka. Buku Risalah ttg Penyelenggaraan Janazah. Yang Beliau  baru selesai tulis dengan tangan sendiri ttg, 28 November 1993M. Beliau wafat 1996M, kemudian Senin, 1 Juni 2020 aku tulis ulang dan aku beri penjelasan dengan dalilnya :


MENGINGAT  MATI

Bagi setiap orang yang akil balig sehat badan atau sakit, sayugianya banyak-banyak menyebut dan mengingat mati. Dijadikan mati itu seolah-olah hadir pada ruang mata, karena yang demikian itu mencegah dari pada berbuat maksiat dan membawa kepada berbuat taat. Bertobatlah dari pada dosa, apa lagi lebih dituntut dari orang yang sakit, memperbanyak mengingat mati dan memperbanyak tobat.

SAKIT

Sunat bagi orang yang sakit, memperbanyak bersabar atas kesakitannya. Janganlah memperbanyak keluh kesah. Makruh rbanyak mengadu, kecuali ditanya orang, mana dana pa yang sakit. Tiada mengapa mengeluarkan kata “Aduh” tetapi yang baiknya diam, yang utama banyak berdzikir dan bertasbih. Wajib bertobat dari pada dosa/kesalahan, mengambalikan kezaliman kepada ahlinya dan keluar dari padanya, mengambalikan amanat, memberitahukan utang piutang, menyelesaikan perbantahan, berasiat jangan meninggalkan shalat fardhu,  sunnat bagi orang yang sakit, berobat, karena riwayat Al Bukhari : “Allah tidak menurunkan penyakit, melainkan diturunkannya obat baginya”. HR. Bukhari.  Ada hadis riwayat  at-Tirmidzi  “Berobatlah kamu, karena Allah tiada menghantarkan penyakit, melainkan ia hantarkan obatnya, kecuali tua tidak ada obatnya. Jika kuat tawakkalnya kepada Allah dan sabar atas sakitnya, meninggalkan berobat lebih utama. Kalau lemah tawakkalnya dan keluh kesah dari pada kesakitan maka yang afdhalnya berobat. Makruh memaksa orang sakit berobat dan juga memaksa orang sakit minum dan makan.

MENGUNJUNGI ORANG SAKIT

Sunnat mengunjungi orang sakit yang islam, walaupun hanya sakit mata, jika ia seteru (musuh) dan tidak dikenal sekalipun. Demikian juga orang kafir yang bertetangga.

Mengunjungi itu jangan saban (setiap) hari, tetapi berselang hari kecuali diperlukan.

HAMPIR MATI

Apabila seseorang hampir mati dibaringkan atas lambungnya yang kanan, kalua tidak atas lambung kiri, mukanya menghadap kiblat. Jika sulit dan bersangatan sakit, ditelantangkan. Kaki (kearah) kiblat, kepala ditinggikan dengan bantal agar muka juga menghadap kiblat. Sunnat ditalqinkan pada telinganya dengan (kalimah) kata لَااِلهَ اِلَّا اللهُ   karena sabda Nabi Saw  :

مَنْ كَانَ آخِرُهُ كَلَامِهِ لَااِلهَ اِلَّا اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ 

Artinya: Barangsiapa (diakhir hayatnya) adalah akhir perkataanya   لَااِلهَ اِلَّا الله niscaya masuklah ia akan sorga.

Hendaklah yang menalqinkan itu, selain dari pada ahli waris, musuhnya dan yang dengki (kepdanya), sunnat dibcakan disisihnya surat يس  (Yasin) dan surat  الرد (arra’du) karena keduanya (surah) memodahkan keluar roh. Sunnat dititikkan air pada mulutnya.

MATI

Apabila seseorang sudah mati, sunnat dipejamkan kedua matanya, dibalut dakunya kekepalanya dengan kain supaya jangan terbuka mulutnya. Dilembutkan kaki, tangan dan jari-jemarinya, kemudian genggamkan jari-jemarinya itu. Persendian tangan dan kaki dilipat-lipat, supaya lemah, kalau tidak lemah juga dirut-urut walaupun dengan minyak. Kemudian hunjurkan tangannya sejajar dengan badannya, jangan dilipat kedada supaya mudah dimandikan dan mengapannya. Adapun kebiasaan kita apabila orang mati selalu tangannya dilipat kedada. Ini aturan rumah sakit zaman Belanda, bila orang mati dirumah sakit, lalu dimasukkan kekamar mait. Kalua orang islam tangannya dilipat kedada, jika orang Kristen tanganya dihunjurkan, agar keluarga si mait mudah mengenalinya. Kemudian tanggalkan kain pakaiannya, tutuplah (mait) dengan kain yang ringan yang menutup seluruh tubuhnya, dari kaki sampai kekepala. Tindihlah perutnya dengan sesuatu yang agak berat, supaya (perutnya) jangan gembung.


KEPALA PENYELENGGARA

Adapun yang bertindak mengepalai penyelenggaraan (janazah) orang mati itu, ialah keluarganya yang muhrim yang lebih ramah dengan si mati. Laki-laki sama laki-laki, perempuan sama perempuan.

Kepala bertindak :

a)    Memintakan do’a atas si mati

b)   Menyelesaikan utangnya, sekalipun dengan jalan  حِوَالَةْ (hiwalah) yakni memindah utang.

Al Hadist : Roh orang mukmin yang ada utangnya  mengawang-awang antara bumi dan langit sebelum dibayarkan.

c)    Meluluskan  wasiatnya jika mudah

d)   Membayarkan qadha shalat, puasa, fidyah-fidyah dan kifarat-kifarat

e)  Menyegerakan menyelenggarakannya sampai penguburannya. Haram menunda-nunda sampai mait berubah.

Menyelenggarakan  orang mati itu hukumnya fardhu kifayah, ialah : mandi, kafan, shalat janazah dan mengubur.

1.    Orang Muslim (mati) wajib : mandi, kafan, dishalatkan  dan diuburkan.

2.    Anak Orang Muslim yang diperanakkan hidup yaitu bergerak atau bersuara berteriak kemudian mati, maka sama dengan orang yang tua : dimandikan, dikafani, dishalatkan  dan diuburkan.

3.    Anak berumur 4 (empat)  bulan keatas (dalam kandungan ibunya), keluar (lahir), sudah mati dalam perut (ibunya) wajib : dimandikan, dikafani  dan diuburkan, tidak perlu dishalatkan (pendapat oleh Syekh Ibnu Hajar). Syekh Ramli berkata : “Apabila anak itu dalam perut ibunya, sudah berumur 6 (enam) bulan keatas, (kemudian lahir) keluar sudah mati, (maka ia) dimandikan, dikafani, dishalatkan  dan diuburkan seperti orang yang tua.

4.    Adapun umur di bawah 4(empat) bulan berupa sepotong darah atau daging sunat dikubur dengan tiada dibungkus.

 

MANDI

(Orang) yang memandikan mait itu, laki-laki sama laki-laki, perempuan sama perempuan, kecuali laki - isteri dan kanak-kanak yang belum sampai batas diingini. Boleh suami memandikan isterinya, atau isteri memandikan suaminya. Demikian juga laki-laki boleh memandikan dan kanak-kanak perempuan yang belum diingini, demikian juga sebaliknya. Haram yang memandikan mait, memandang dan menyentuh aurat mait, yaitu antara pusat dan lututnya.

CARA MANDI

Wajib paling dibawah, memandikan mait yaitu sesudah menghilangkan kotoran/najis, meratakan (menyampaikan) air keseluruh lahir badan. Jangan ada yang menegahkan sampai air kepada kulit badan, seperti getah, lilin dll. Merah bibir anak laki-laki yang belum bersunat (khitan) dan kemaluan perempuan yang terbuka ketika duduk diatas kedua kaki, masuk lahir badan wajib menyampaikan air kepada yang tersebut. Oleh sebab itu anak laki-laki yang belum bersunat mati, ia ditayamumi sebelum dimandikan atau sesudahnya, ganti air yang tidak dapat mauk kedalam kelupan itu. Demikian juga orang yang dioperasi mati, dagingnya belum merekat, tali jahitan tidak dilepas, air tidak masuk kedalamnya, kerena dalam (hal) itu (ia) termasuk zahir,(oleh karenanya ia) juga ditayamumi disamping mandi seperti (orang normal mati) diatas. Kecuali daging yang dioperasi itu sudah merekat/sedaging dan tali penjahitnya sudah dilepas berarti tidak ada lagi yang menegahkan air merasapi kulit badan, dimandikan saja, tidak ditayamumi lagi.

a.    DIWARADU : yaitu si ashabah membasuh kemaluan hadapan dan belakang (mait) seperti membasuh buang air, dengan tangan kiri yang dibelut dengan kain. Setelah bersih lalu membuang najis/ kotoran-kotoran yang berada di badan. membuang sesuatu yang menegahkan sampai air kekulit badan, menyabuni kulit kepala, muka, tangan dan kaki (hingga bersih). Sesudah bersih lalu diwudhu’i seperti wudhu shalat, niatnya “

نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِهذَا الْمَيْتِ لِلَّهِ تَعَالَى

Artinya : sahajaku mengwudhu’i ini mait karena Allah Ta’ala.

 

b.    MANDI 9 (SEMBILAN) 6 kali disebut bakubal, (sisa) 3 kali = yang pertama wajib, kedua dan ketiga (hukunnya) sunnat. Adapun niat mandi (mait itu) tiada wajib (hukumnya) hanya sunnat jua yaitu :

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِهذَا الْمَيْتِ لِلَّهِ تَعَالَى

Artinya : Sahajuku memandikan bagi mait ini karena Allah ta’ala.

Keterangan : bagaimana kalau mait itu perempuan  :

niatnya “

نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِهذِهِ الْمَيْتَةِ لِلَّهِ تَعَالَى

Artinya : sahajaku mengwudhu’i ini mait karena Allah Ta’ala.

jua yaitu :

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِهذِهِ الْمَيْتَةِ لِلَّهِ تَعَالَى

Artinya : Sahajuku memandikan bagi mait ini karena Allah ta’ala

 

Mandi yang 6 (enam) yaitu :

Pertama : Basuh kepala dengan air sabun, kemudian badan dan belahan kanan dari bahu sampai kaki. Lalu badan belahan kiri dari bahu sampai kaki. Baru miringkan mait kesebelah kiri, basuh dengan air sabun pula belakang belahan kanan dari bahu sampai kaki, balik miringkan kekanan basuh dengan air sabun pula belakang belahan kiri dari bahu sampai kaki. Telantangkan mait, ini mandi pertama dari kubal yang 6.

Kedua : mandi yang kedua (dengan air sabun kemudian) dengan air biasa pembuang air sabun (dan seterusnya) seperti mandi yang pertama.

Ketiga : mandi ketiga dengan air sabun seperti cara pertama.

Keempat : mandi keempat dengan biasa pembuang air sabun seperti cara mandi yang pertama.

Kelima : mandi kelima dengan biasa pembuang air sabun seperti cara mandi yang pertama.

Keenam : mandi keenam dengan biasa pembuang air sabun seperti cara mandi yang pertama.

          Inilah mandi bakubal yang 6 (enam) kali. Kemudian mandi yang 3 (tiga) kali dengan cara tersebut.

Yang Pertama : Mandi Wajib dengan air biasa.

Yang Kedua : (Mandi kedua) sunnat juga dengan air biasa.

Yang Ketiga : (Mandi ketiga) juga sunnat tetapi dengan air kapur barus, cara inilah yang afdhal.

3). Cara ke-2.

Pertama : Basuhlah kepala mait dengan air sabun, kemudian basuhlah (badan) belahan kanan dari bahu sampai kaki, kemudian basuhlah badan belahan kiri dari bahu sampai kaki. Miringkan ke kiri, basuh belakang kanan dari bahu sampai kaki, miringkan pula ke kanan, basuh belakang belahan kiri dari bahu sampai kaki, (kemudian mait) telantangkan !

Kedua : Basuhlah dengan air biasa seperti cara tersebut pembuang air sabun, kemudian badan belah kanan dari bahu sampai kekaki. kemudian badan belah kiri dari bahu sampai kekaki. Miringkan kekiri, basuh belakang kanan dari bahu sampai kekaki. Miringkan pula ke kanan, basuh belakang belah kiri dari bahu sampai kekaki. Telantangkan !

Kedua  :  basuhlah dengan air biasa seperti cara tersebut pembuang air sabun

Ketiga  :  basuhlah dengan air biasa seperti cara tersebut. Basuh ketiga inilah “mandi I”  Ulangi sampai tiga kali.

Jelasnya       :

Pertama,  Air sabun – Air biasa pembuang air sabun – Air biasa (Mandi I)

Kedua  : Air sabun – Air biasa pembuang air sabun – Air biasa (Mandi II)

Ketiga : Air sabun – Air biasa pembuang air sabun – Air biasa campur kapur barus (Mandi III).

 

4). Cara ke-3. Kubal yang enam kali itu sekaligus. Basuh kepala mait dengan air sabun, kemudian dengan air biasa, air sabun, air biasa, air sabun, air biasa. Kemudian seperti itu pula pada muka badan belah kanan dari bahu sampai kekaki, pada badan belah kiri dari bahu sampai kekaki. Miringkan mait kekiri, basuh 6 (enam) kali belakang kanan dari bahu sampai kekaki, seperti cara tersebut. Kemudian miringkan kekanan, basuh 6 (enam) kali belakang kiri dari bahu sampai kekaki.

Berarti 6 kali mandi bakubal, dua kali saja membalik mait. Kemudian tiga kali mandi yaitu : dua kali  dengan air biasa pada tiap-tiap bahagian mait, dengan dua kali membalik. Kemudian sekali-sekali dengan air kapur barus, pada tiap-tiap bahagian mait, juga dua kali membalik. Selesai !

Peringatan

Biar banyak mencampuri air dengan kapur barus, tidak mengubahkan air karena kapur barus masuk Mujawir (tidak hancur) bersalahan dengan kapur yang lain masuk Mukhalith (hancur kena air). Kapur barus ialah benda padat yang sifatnya menguap.

Cara ketiga ini mudah dipakai bagi mait yang gemuk, berat, dan tidak wajar seperti keluar sesuatu atau darah dari mulut, hidung, telinga dan dubur. Setelah selesai mandi basuh darah yang keluar itu, kemudian sumbat lubang tempat darah itu keluar dengan kapas, dan utup lagi dengan kapas tebal dan lebar, baru dibalut dengan kain verban agar jangan tembus, sama halnya dengan orang yang  سَلِسِ الْبَوْلِ (terus menerus keluar kencing). Darah atau kencing yang berada pada kapas penyumbat karena terus menerus keluar, dimaafkan unuk dishalatkan.

Kalau keluar bau busuk dari mait, gunakan perapian (prapen) yang ditaburi gul pasir, hilang/kurang bau itu.

KAIN KAFAN

Sekurang-kurang kafan bagi laki-laki atau perempuan menutupi seluruh tubuhnya dengan kain. Yang afdhalnya kain putih. Sunnat bagi laki-laki tiga lapis. Harus lima lapis, yaitu tiga lapis pembungkus, baju lapis (gamis) dan surban.

Sunnat bagi perempuan lima lapis. dua lapis pembungkus,  selapis sarung (tapih), baju kurung dan kerudung. Harus tiga lapis saja.

UNTUK LAKI-LAKI

Ukurlah panjang mait itu, kemudian ukur kekain lebihi 40cm (dua kilan). Potonglah kain itu empat lembar yang sama panjangnya (untuk orang yang kurus). Ambil selembar, belah tiga lembar, masing-masing belahan, jahitkan pada yang tiga lembar agar lebar. Masing-masing sisi kain dirobek untuk tali pengikat bungkusan mait.

Untuk orang yang gemuk kain penambahnya, selembar belah dua. Tiap-tiap lapis taburi taburi cendana dan kapur barus. Letakkan mait diatasnya. Balutkan lepisan diatas kebadannya longgar-longgar, tarik kain silih mandinya dari kakinya. Lekapkan kapas yang dibungks cendana pada lubang yang berada diseluruh tubuh dan pada anggota sujud yang tujuh. Kemudian rapatkan kain pembungkus yang diatas, kemudian yang kedua, terakhir yang dibawah. Ikatlah dengan tali pengikat disebelah kiri.

UNTUK PEREMPUAN

Mengukur dan memotong sama dengan mait laki-laki, tetapi pembungkus hanya dua lembar saja. Potong lagi kain bikin sarung, baju kurung dan kerudung.

Mula-mula hampar pada tikar dua kain pembungkus yang tiap-tiap lapis sudah ditaburi cendana dan kapur barus, dan taruh diatasnya baju kurung, kemudian kain sarung. Letakkan mait diatasnya. Bungkuskan kain sarung yang longgar, tarik kain silih mandi dari kakinya, taruh kapas yang dibubuhi cendana pada lobang-lobang yang berada dibadan dan kepala, juga pada anggota sujud yang tujuh. Bungkuskan kain sarungnya. Masukkan baju kurung yang sebelahnya jalan/lewat kepala, kenakan kerudungnya. Kemudian bungkus dengan kain pembungkus yang diatas, kemudian yang dibawah, lalu ikat dengan tali pengikat, yang disimpulnya sebelah kiri, selesai !

Pembiayaan kematian diambil dari harta peninggalannya, kecuali isteri atas biaya suaminya yang kaya. Kalau tidak ada peninggalan, atas orang yang wajib nafakahnya, kemudian Baitul Maal, kemudian orang kaya muslimin sampai menguburnya.

MENANGGUNG

Menanggung mait bermacam-macam cara, menurut keperluan. Hanya yang menanggung mait itu laki-laki yang mengantar berjalan dimukanya dan disamping pada kiri dan kanannya.membawa dengan cepat, sambil tafakkur pada mati dan kemudian makruh rebut dan berbicara dunia, kecuali membaca Al Qur’an dan dzikir. Dulu makruh bertandang kepada orang mati, disitu membaca Al Qur’an dan berdzikir, karena mestinya pada waktu tafakkur memikirkan diri sendiri seperti ini juga nantinya. Tapi sekarang tidak tafakkur lagi. Bila berkumpul dua tiga orang selalu becakap-cakap masalah dunia bahkan bisa membawa kepada gibah. Untuk menghindari ini, malah sekarang disunatkan berdzikir dan membaca Al Qur’an disisi mait.

 

MENGUBUR

Aturan kubur pada jihad kiblat : Bapak dimuka demikian halnya kakek, kemudian anak laki-laki, kemudian ibu, kemudian anak perempuan. Menggali kubur hendaklah dalamnya jangan sampai keluar bau mait kalau busuk dan jangan dibongkar binatang buas. Jika tanahnya keras, dibikin liang lahad afdhal dari lubang Syaq. Lahat aialah digali tepi lubang kubur di sebelah kiblat. Syaq ialah digali sungai ditengah-tengah lubang kubur. Hendaklah mengata orang yang memasukkan kedalam kubur :

بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ

Dan tambahi lagi :

اَللّهُمَّ افْتَحْ اَبْوَابَ السَّمَاءِ لِرُوْحِهِ وَاَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَوَسِّعْ فِى قَبْرِهِ

Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah

Ya Allah bukakanlah pintu-pintu langit bagi rohnya, muliakan tempatnya, luaskan tempat masuknya dan luaskan dalam kuburnya.

Al Hadist : artinya : Orang yang mengata demikian, ketika mait disambut, memasukkannya ke liang Lahad, diangkat Allah ta’ala azab dari pada si mait selama 40 tahun.

Diletakkan mait berbaring atas lambung kanan (telantang keadaannya), menghadap kiblat. Tali-tali pengikatnya dilepas. Sisihkan kain pembungkus mukanya, letakkan pipi kanannya di atas onggokan dari pada tanah atau lainnya. Ambil segenggam tanah galian kubur, dibacakan atasnya surah al qadar (الْقَدْر) tujuh kali, diletakkan dikafannya atau dalam kuburnya, idak diazab mait itu. Sesudah mait itu ditutup lubang lahadnya, disunnatkan salah seorang ditepi kubur , meraup tanah pihak-pihak kepalanya tiga raupan : Raupan pertama ia mengata

Dari padanya (tanah) kami jadikan kamu, ya Allah lajarilah dia, ketika ditanya akan jawabannya.

Raupan kedua ia mengata   :

وَمِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ اَللّهُمَّ لَقِّنْهُ عِنْدَ الْمَسْئَلَةِ حُجَّتَهُ

Dan padanya (tanah) kami kembalikan kamu, ya Allah bukakan segala pintu langit bagi rohnua.

Raupan ketiga ia kata :

وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً اُخْرَى اَللّهُمَّ جَافِ الْاَرْضَ مِنْ جَنْبَيْهِ

Dan dari padanya kami keluarkan kamu pada kali yang lain ya Allah ranggangkan bumi dari dua sampingnya.

Kubur diratakan tinggi sejengkal, jangan dilengkungkan. Disunatkan meletakkan kembang diatas kubur. Kemudian duduk seseorang membacakan talqin untuk mait, Hadirin disunnatkan berdiri. Sunnat membacakan talqin tiga kali. Dalam talqin ada panggilan kepada mait dan orang tuanya, sebut nama ibunya, umpama   :

Hai Muhammad bin Asiah atau

Hai zainab binti Aminah

Selesai membaca talqin  disiram kubur dengan air sambil membaca :

سَقَى اللهُ ثَرَاهُ وَبَرَّدَ مَضْجَعَهُ وَجَعَلَ الْجَنَّةَ مَثْوَاهُ.

Modah-modahan Allah tuangkan rahmat akan kuburya, mendinginkan pembaringannya dan Ia jadikan surge akan tempatnya.

Selesai pemakaman orang-orangpun pulang. Disunatkan  : Hendaklah tinggal Jama’ah (beberapa orang) untuk memintakan Tasbit (tetap tidak gentar dalam pertanyaan) karena pada waktu itu mait ditanya yaitu membaca  :

  (اَللّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَثَبِّتْهُ )

Lamanya  1,1/4 jam atau 1,1/3 jam “Ya Allah, ampunilah  baginya dan tetapkan dia”

اَللّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَثَبِّتْهُ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ

“Ya Allah, ampunilah  baginya dan tetapkan dia dengan perkataan yang  tetap”

 

KUBUR

Tanah pakuburan ditinggikan sejengkal, diatasnya diratakan jangan dilengkungkan. Makruh membina di dalam kubur, kecuali ada hajat seperti tanah runtuhnya runtuh dan lain sebagainya. Juga makruh membina di atas kubur, seprti kubah. Termasuk bina membatur kubur baik dari kayu atau batu, terkecuali yang segi empat panjangnuntuk menahan tanah yang tingginya sejengkal tadi dan memelihara kubur jangan digali untuk menanam mait baru. Dimakruhkan bina tersebut kalau di tanah sendiri. Kalau di tanah wakaf hukumnya haram. Adapun Nabi-nabi, Syuhada, Ulama dan Salihin, boleh membina kubur mereka dan membikin kubah di atasnya. Makruh berjalan/ duduk di atas kubur, kecuali tidak ada jalan lain untuk lalu.


Terima dari ayahda KH. Zarkasi Ansor, Jum’at, 10 Desember 1993M Jam 01.15 wita di Rumah Ds. Kr. Jawa Muka. Buku Risalah ttg Penyelenggaraan Janazah. Yang Beliau  baru selesai tulis dengan tangan sendiri ttg, 28 November 1993M. Beliau wafat 1996M, kemudian Senin, 1 Juni 2020 aku tulis ulang dan aku beri penjelasan dengan dalilnya :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A.Historis dan Nasab Dzuriat Datu Habib Lumpangi

  Oleh H.Hasan Basri,S.Ag bin H.M.Barsih Assegaf NASAB AHLU ALBAIT NABI BESAR MUHAMMAD SAW IBN ABDULLAH IBN ABDUL MUTHALIB DARI KELUARGA A...