Senin, 18 April 2022

8. Biografi Habib Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim Assegaf

 Oleh  H.Hasan Baseri  bin H. Muhammad Barsih

Sekilas Biografi Habib Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim Assegaf

Ia adalah seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at yang memelihara iman dan islam, ia amat kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah bathin lainya



A.Nasab Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf

الْحَبِيْب تَنْقِرُ الْغَوَى بِنْ اَبًوْ طَيْرٍمُحَمَّدْ بِنْ اَبًوْ طَعَامٍ اِبْرَاهِيْمَ بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ الثَّاني بِنْ اَحْمَدْ صُحُف  بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله

B. Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf Lahir

Tanqir Ghawa lahir di Lumpangi, Senin, 19 Rabi'ul Awwal 1279 Hijeriyah Berdasarkan informasi beberapa sumber catatan bahwa Sayyid Tanqir Ghawa lahir di Lumpangi ditengah-tengah keluarga yang sangat sedarhana, hari  Senin, 19 Rabi'ul Awwal 1279 H bertepatan dengan tanggal  13 Oktober 1862 Masihi. Dia seorang duriat Nabi Saw yang diberi umur panjang 126 tahun Hijeriyah atau 123 tahun Masihi. 

Desa Lumpangi. dulu wilayah Kec. Padang Batung, sekarang menjadi wilayah Kec. Loksado,  Ia dipangil sehari-hari dengan nama Tanqir. Namun orang-orang dari anak cucunya memberinya gelar “Kayi Pancau”

Dua hari sesudah wafatnya  Pangeran Antasari bin Pangeran Masohut (Mas'ud) bin Pangeran Amir. Seorang Pahlawan Nasional yang berjuang melawan Belanda di tanah Banjar, ia wafat yaitu 11 Oktober 1862 Masihi di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang, dalam usia lebih kurang 53 tahun. Menjelang wafatnya, dia terkena sakit paru-paru dan cacar yang dideritanya. Wafatnya Pangeran Antasari hampir bersamaan dengan kelahirannya Tanqir Ghawa bin Muhammad Assegaf

Nama panjangnya : Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddn bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman bin Muhammad bin 'Aly bin al Imam  al-Quthby Sayyid Abdurrahman Assegaf  yang bergelar : al Faqih al Muqaddam Al Tsani. Sedangkan nama ibunya adalah "Siti Siadah/Tiadah atau Siti Qiadah" ia adalah asli orang Amuntai,  ia berprofisi asal Pemayungan Permaisuri Raja Kuripan Amuntai. Ia berhenti bekerja di masa mudanya karena ia dipersunting dan dikawini oleh Sayyid  Abu Thair Muhammad tahun 1860 M. Pasangan suami-isteri ini hanya punya satu anak semata wayang mereka yang diberinama "Tanqirr Ghawa."


C. Keadaan fisik postur tubuhnya Habib Tanqir Ghawa

Sejak kecil Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf, ia bercita-cita ingin mengembara, merantau ke Negeri orang, kata orang tuanya bahwa “Kalau kau ingin merantau, kau harus banyak basango ilmu, supaya kembalinya kau selamat,” maka iapun telah membekali dirinya dengan giat belajar ilmu-ilmu agama kepada orang tuanya, kepada kakeknya dan pamannya dan juga kepada orang lain tentang ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat.

Orang-orang ada yang berkata bahwa “Keadaan fisik postur tubuhnya masa mudanya : Tinggi hampir 2 meter dan bertubuh besar, dada bidang, kekar, ganteng, bermuka ceria, berkulit putih sawu matang, rambut sedikit ikal dan berumbak, sedikit homoris. Dia sangat memuliakan tamu, khususnya tamu dari anak cucunya, ia tidak membolehkan pulang anak cucunya pulang sebelum makan dan minum ditempatnya.


D. Habib Tanqir Ghawa  Assegaf Mendapatkan Pengajaran Ilmu Agama

Dimasa kecilnya Tanqir berada di Desa Lumpangi, kemudian dibawa orang tuanya ke Kandangan, dimasa Belanda datang ke Kalimantan, ia dibawa lagi ke Desa Lumpangi untuk bersembunyi.

Ia Mendapatkan Pengajaran Agama langsung dari : -Abu Thair Muhammad ayahnya, -Abu Tha’am Ibrahim kakeknya -Abdullatif paman ayahnya. Dan Aliadam pamannya. Oleh karenanya Dia pandai baca tulis arab Malayu”.

Keberadaannya Habib Tanqir Ghawa ditengah-tengah keluarga sangat sedarhana dan ia disukai dan disayangi oleh keluarga dan masyarakat sekitarnya di kala itu. Dimasanya orang-orang masih sangat mamamerkan dan  membanggakan “Kekuatan pisik, kesaktian, kejagauan (jago), banyak bandet dan begal, orang sering marah tanpa sebab, iri dengki yang berlebihan dan suka menindas yang lemah.”


 E. Masa-masa Muda Remaja Habib Tanqirr Ghawa Assegaf

Konon ketika usia Tanqirr Ghawa. 18 tahun, ia  dikawinkan oleh orang tuanya. Kemudian ayahnya pergi merantau ke Pulau Laut (Kotabaru) meninggalkannya & ibunya cukup lama, yang berakibat pada akhirnya ayah-ibunya bercerai.

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Habib Tanqir Ghawa" ia dijodohkan (dikawinkan) oleh orang tuanya diusia muda sekiar 18 tahun dengan seorang perempuan lebih muda darinya yang bukan kemauannya & bukan wanita pujaan hatinya, untuk tidak mengeciwakan hati orang tuanya, ia pun menikahinya dan punya anak " sekitar 5-7 tahun suami-isteri tersebut hidup rukun berumah tangga (bertahan), mungkin ada masalah dengan orang pihak ke-3 mertuanya, kemudian ia meninggalkan anak & dan isteri pertamanya asal orang Amawang.


F. Ayah dan ibu Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf menikah lagi

1. Ibunda Sayyid Tanqir Ghawa menikah

Setelah cerai dengan suaminya Abu Thair Muhammad, Ibunya Siti Siadah/Tiadah menikah pada kali keduanya beberapa tahun kemudian ia cerai lagi. Kemudian Siti Siadah menikah lagi dengan orang yang lebih muda darinya, beberapa tahun kemudian ia punya dua anak laki-laki dan perempuan an. Juhri dan Fatmah. Oleh karenanya :

1. Selisih tahun kelahirannya 5-7 tahun lebih tua Nanang Karji bin Tanqir Ghawa antara dengan kayi Juhri dan Fatmah adik seibunya Tanqir Ghawa.

2.  Muhammad Barsih Cucu Sayyid Tanqir Ghawa selisih usia tahun kelahiran tidak jauh beda dengan anak-anak Kayi Juhri dan Neng Fatmah.

Dia merupakan anak sulung dari tiga bersaudara seibu atas nama Tanqir Ghawa, Juhri dan Fatmah dari Ibunya  yang bernama Siti Siadah/Tiadah. 

2. Ayahanda Sayyid Tanqir Ghawa menikah

Ketika Abu Thair Muhammad ayahnya Tanqir pulang dari Pulau Laut, atas saran keluarga dari pihak ibunya di Desa Tangang, agar ia segera beristeri, kemudian ia menikah dengan Siti Aisyah orang Tangang Bamban Kec. Angkinang. Dan pasangan suami-isteri ini, tidak punya keturunan, keduanya tinggal di dekat Masjid Desa Lumpangi, sebagai tokoh masyarakat dan tokoh agama dan juga berprofisi Dagang di muka rumahnya.


G. Habib Tanqirr Ghawa Assegaf  Merantau ke Negeri Orang

1. Merantau ke  Pulau Laut

Menurut ceritera Habib Muhammad Burhanuddin Rabbani, cucu beliau yang saya temui dan wawancarai di kediamannya di Desa Tabihi bahwa Sayyid Tanqir Ghawa dimasa muda-remajanya di usia 24-25 tahun, ia meninggalkan kampung halamannya desa Lumpangi atau kota Kandangan, ia  merantau mencari ayahnya, keluarganya dan sepupunya di Pulau Laut. Tahun 1888 M. Pulau Laut (Kotabaru-Batulicin sekarang) misalnya ke Cantung Kec. Kelumpang dan kota Pulau Laut. Ia mendatangi pamannya Habib Aliadam bin Abdul Lathif Assegaf. Ia termasuk seorang peria yang mudah tergoda dengan wanita muda cantik sehingga ia punya 2-4 orang isteri ketika dalam pengembaraannya, tetapi isterinya selama di Perantauan tidak ada yang punya keturunan.

2. Merantau ke Pulau Sulawisi

Ia merantau ke Negeri orang, dari Pulau Laut, ia menyeberang ke Pulau Sulawisi dengan tujuan mengadu nasib disana dan ia juga mengawini perempuan disana. Selama bererapa tahun tinggal dan bekerja dipenggembaraanya, dan kemudian ia merasa bosan di Pulau Sulawisi, menurutnya tidak membawa kekehidupannya kearah yang lebih baik, sehingga ia pulang kembali ke Pulau Laut. Dipulau laut inipun, setelah pulang dari Sulawisi ia juga tergoda lagi dengan seorang wanita muda yang akhirnya dinikahinya.

3. Merantau ke Pulau Emas

Sesudah beberapa tahun ia di Pulau Laut dengan isterinya, ia berniat ingin mengadu nasib lagi ke Pulau Emas (Pulau Sumatera) tujuannya mencari dan mendatangi keluarga (padatuan) an. Habib Abu 'Aly Abdullah atau Datu Tayau. Kata orang bahwa : Setiap kali Datu Tanqir Ghawa ingin/akan pergi keperantauan, ia termasuk orang yang bertanggungjawab, ia selalu menyiapkan bekal/ongkos untuk isteri yang ditinggalkannya cukup untuk 3 bulan. ia selalu pesan kepada isteri dan keluarga isterinya, bila dalam waktu 3 sd. 6 bulan, ia tidak pulang kembali ke rumah  dari perantauan,  maka isterinya ini, statusnya tercerai/ tertalak. Begitulah sikapnya setiap ia ingin berpergian atau pengembaraan jauh. 

Kemudian ia berangkat dari Pulau Laut (sekarang Kotabaru) menyebarangi laut menuju Pulau Sumatera. Sampai disana yakni : Sumatera, ia menuju Gunung Kerinci, sekarang kota Kerinci adalah menjadi sebuah Kabupaten Kerinci, dengan Provensinya Jambi, dengan sungai yang luas dan besar, terkenal nama sungai Batanghari. Konon ada daerah/ lokasi diantara Kab. Kerinci dengan Kab. Gadang dulunya, ada lokasi pendulangan Emas, lokasi itu dijaga oleh sekelumpuk Harimau. Di lokasi disinilah ia berjumpa dengan saudara kakeknya yang sudah tua, tetapi masih kuat kerja. Kala itu saudara kakeknya menjadi orang yang berhasil dalam usaha penghidupannya dan berpengaruh serta terpandang atau dihormati di lingkungan desa tersebut. Konon di desa ini ia juga tergoda dengan seorang wanita dan wanita itu dinikahinya. Entah apa sebabnya, Tidaklah begitu lama ia sudah bosan tinggal bersama kedua saudara kakeknya dan paman-pamannya, kurang dari satu tahun, iapun  pulang   kembali dari pengembaraannya ke pulau Laut

Menurut Burhanuddin bin Ahmad baderi Assegaf dikediamannya Desa Tabihi Kec. Padang Batung, beliau bercerita kepada saya bahwa kakeknya Habib Tanqir  Ghawa,bercerita kepadanya bahwa Abdullah, nama kehormatannya Abu Tayau, ia seorang pengembara  dan menikah 7 kali dengan wanita yang berbeda, pernikahannya yang ke-5 punya anak 3 orang, pernikahannya yang ke-6 punya anak 1 orang, dan pernikahannya yang ke-7 punya anak 5 orang



H.  Karomah  Ibunda Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf. 

Salah satu Karomah  Ibunda Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf adalah Menurut ceritera Kayi Sepuh Lumpangi (Habib Husni bin Ahmad Karji bin Tanqir Ghawa bin Muhammad Assegaf) konon diceriterakan bahwa ketika Datung Siti Tiadah atau Datung Qiadah, mandengar  anaknya  Sayyid  Tanqir Ghawa saat merantau di Kampung orang, ia berkalahi (dituduh berbuat onar) dan mendapat masalah di negeri orang, maka Datung Tiadah datang menjemput (maambili) anaknya Sayyid Tanqir ke Pulau Laut (Batulicin). Kata orang bahwa Ibu Sayyid Tanqir Gawa, ia hanya balarut mengayuh jukung yang sangat sedarhana, konon ia bisa dengan mudah dan cepat sampai ke sana, dengan bantuan sahabatnya para tentara Buaya. Beliau orang sakti atau harat, menurut penglihatan orang-orang ketika itu, ia bisa barjalan di atas permukaan air (banyu.) dengan cepat.


I. Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf  Pulang dari Pengembaraan Panjang

Kurang lebih 25-30 tahun lamanya,  ia merantau, mengembara berada di Negeri orang, entah 3 hingga 4 orang jumlah isterinya yang dicerai, ia tinggalkan bagitu saja diwaktu pengembaraannya. ia merantau ke Pulau Laut dan diawal abad ke-20 Masihi bahwa sekitar tahun 1909 Masihi ia pulang ke Hulu Sungai Selatan, Kandangan menemui kedua orang tuanya. Orang tua dan keluarganya sangat gembira atas kepulangannya dari pengembaraan. Salah satu akal dan pendapat keluarganya : “Supaya anaknya tidak berjalan jauh lagi, atau merantau lagi ke Negeri orang, dan ada rasa tanggungjawab dengan keluarga.


J. Keturunan (dzurriat)  Sayyid Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf

1. Keturunan atau anak isteri pertama

Menurut keterangan Habib Bahriansyah (Utuh undul,72 thn) bin Bahur Assegaf yang saya wawancarai saat aqiqah buyut pertamanya dikediamannya, bahwa ia dari keterangan ayahnya kisah neneknya bahwa Kayi Tanqir Ghawa dimasa mudanya dikawinkan oleh orang tuanya sebelum ia pergi  mengembara ke Pulau Laut, (sekarang Kab Kotabaru) ia telah menikahi seorang perempuan dan punya anak. Kayi Karji adalah anak kandung Kayi Tanqir Ghawa dengan isteri pertamanya orang Amawang, dan isterinya tersebut bekeluarga dekat dengan Siti Nurah (adik kandung Atha’illah) isteri Ahmad Darani bin Abdul Hamid bin Aliadam Assegaf 

Menurut keterangan Habib Muhammad Ibnu Mubarak bin Hasan Basri Assegaf bahwa ia dari keterangan Drs.Habib Tajuddinnor,MM bin Ahmad Baderi Assegaf paman ayahnya yang ia wawancarai dikediamannya di Barabai bahwa Kayi Karji adalah anak kandung Kayi Tanqir Ghawa dari isteri pertamanya.

Menurut Habib Muhammad Burhannor bin Ahmad Baderi Assegaf yang saya wawancarai dikediamannya, bahwa mereka anak-anak Kayi Karji antara lain (Husni) dan cucu-cucunya mengakui dan meyakini bahwa ayah mereka adalah keturunan/ anak Kayi Tanqir Ghawa bin Muhammad bin Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf

Menurut ibu saya Hj. Masitah binti Salamat (umur 83 thn),  yang saya wawancarai dirumah Beliau di jalan  Alfalah Kandangan mengatakan, ia dari ucapan Umbuy Uja isteri terakhir Kayi Karji bahwa Kayi Tanqir ayah tiri Nanang Karji

Menurut Habib Burhannor, ia dari ucapan Ahmad Baderi ayahnya bahwa Kayi Karji bukan saudara kandung kami (.Bahar,Badariah,Maswati dan Salmiati) tetapi ia saudara seketirian  kami. Ia memperisteri mamanya Karji ketika anaknya dalam susuan dan lebih dari 10 tahun hidup berumah tangga dengan mama Karji tetapi tidak puya anak;; Kemudin Tanqir Ghawa menikah dengan Siti Khadijah seorang janda muda ditinggal mati suami

Menurut ibu saya Hj. Masitah binti Salamat (umur 83 thn),  yang saya wawancarai dirumah Beliau di jalan  Alfalah Kandangan mengatakan, ia dari ucapan Umbuy Uja isteri terakhir Kayi Karji bahwa Kayi Tanqir ayah tiri Kayi Karjah

Adapun Ahmad Karji adalah anak pertama dari Tanqir Ghawa bin Muhammad bin Ibrahim bin Abu Bakar bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Asseaf, setelah dewasa ia menikah Maimunah punya anak :

  1. Husni (Utuh Gunung)
  2.  Ahma
  3.  Unan
  4. Misran (Imis) bin Maisyarah isteri kedua setelah isteri pertama wafat.

Kemudian Habib Ahmad Karji (Julak Nanang Karji) bin Tanqir Ghawa Assegaf setelah isterinya wafat, ia menikah lagi dengan Maisyarah perempuan asal Desa Tilahan Kec. Hantakan Barabai punya anak tunggal bernama Misran (Imis). Sedangkan Habib Husni bin Ahmad Karji  bin Tanqir Ghawa Assegaf menikah dan punya anak : Habib H.Bastami dan Sy. Nur Aida. Adapun Habib H.Bastami bin Husni bin Ahmad Karji bin Tanqir Ghawa Assegaf menurunkan anak bernama Toni Jemain dan Beny.


2. Keturunan atau anak isteri Kedua

Sayyid Tanqir Ghawa menikahi Siti Khadijah seorang janda muda. Versi lain juga menyebutkan bahwa sekitar tahun 1909 ia menikah dengan perempuan janda yang ditinggal mati suaminya janda itu bernama Siti Khadijah asal orang Kandangan Hulu yang berdomisili di Lumpangi keluarga ini karena takut dengan kesewenangan Penjajah Belanda mereka berhijrah ke hulu banyu..”Maka dipihak keluarga memutuskan bahwa Tanqir Ghawa harus segera dikawinkan.. Akhirnya ia menikah dengan Siti Khadijah seorang janda beranak satu an. Ahmad Karjah. Dan  dari hasil perkawinannya  dengan janda itu kemudian ia punya keturunan 6 anak an.

  1.  Ahmad Baderi,
  2.   Bahar,
  3. Badariah,
  4. Bahur,
  5. Maswati /Taluh dan 
  6.  Salmiati

Hal senada sebagaimana yang diebutkan oleh Habib Muhammad Burhan Rabbani Assegaf dan Beliau ceritera dari ayahnya bahwa "Siti Khadijah adalah seorang janda kembang, muda dan cantik, beranak satu yang ditinggalkan mati oleh suaminya kemudian ia dikawinkan dengan Sayyid Tanqir Ghawa, kemudian dari Perkawinan itu mempunyai anak 6 orang salah satunya Ahmad Baderi."


K. Berkunjung silaturrahmi pada Datu Tanqir terakhir kali

Ditahun 1984 Masihi saya dan teman sekelas MAN kelas 2 pernah berkunjung ke Barabai untuk silaturrahmi dengan anak Beliau an. Habib Ahmad Baderi. Rumah anak Beliau inilah saya berjumpa dengan Datu Tanqir terakhir kali. Kala itu saya bertanya tentang umur Beliau : Beliau menjawab “Umurku sekarang 125 tahun” buyutay.  Dan saya juga bertanya tentang “Amalan-amalan yang Beliau pakai” Beliau menjelaskan tentang Thariqat nafas yang keluar masuk yakni berbunyi Huu-Allah. Keadaan fisik Beliau waktu itu masih kuat berjalan, pendengaran sedikt tergangu, mata kabur dan penciuman masih sempurna. Setelah itu Satu tahun kemudian  Beliau wafat.

Ketika saya datang bersilaturrahmi dengan Habib Muhammad Burhanuddin bin Ahmad Baderi Assegaf dikediamannya Desa Tabihi, Beliau adalah paman saya Beliau bercerita kepada saya bahwa kakeknya an. Habib Tanqir  Ghawa bin Muhammad bin Ibrahim bin Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad Djamiluddin Assegaf, ketika Baliau dibawa anaknya ke desa Rasau Barabai oleh Habib Ahmad Baderi untuk tinggal bersamanya. Beliau adalah orang yang sangat tua, sudah sepuh, berumur ratusan tahun lebih, tetapi beliau sehat, masih dapat berjalan sendiri, makan, mandi dan ke- WC sendiri. 

Diantara keahliannya yang dapat dilihat dimasa tuanya antara lain  :

  1. Pandai Mizat orang yang mohon bantuannya 
  2. Pandai  mendo'akan  kesembuhan orang sakit panas lewat Air Putih atau Do'anya  mustajab
  3.  Mandi-mandi agar cepat punya juduh


L. Nasehat-nasehat Habib Tanqir Ghawa Assegaf kepada Anak Cucu & Dzurriatnya

Pada satu hari saya datang bersilaturrahmi dengan Habib Muhammad Burhannor bin Ahmad Baderi Assegaf dikediamannya Desa Tabihi Kec. Padang Batung, beliau bercerita kepada saya bahwa kakeknya Habib Tanqir  Ghawa, sering memberikan nasehat-nasehat yang baik kepadanya, nasehat itu tidak kurang dari 5 kali pertemuan kepada cucunya. Saat cucunya berkunjung kerumahnya di kota Kandangan, kata kakeknya “ kita jaga cucuai salat lima waktu, kita harus mancari rezki halal, kita harus penyabar dan mampu mengendalikan imosi kita, kita ini tiada boleh pemarah (penyarikan) dengan orang yang berbuat salah dengan kita atau orang yang dianggap bersalah dengan kita, orang itu mesti kita ma’afkan saja (kita kasiani) mereka, kalau kita marahi orang itu, atau  ada rasa jengkel kita dihati, maka ditakutkan orang itu akan mendapat mudharat (katulahan), apa nine kita bahari ada yang balaki habib, sebab kita ini adalah dzuriat nasab Habib Abu Bakar  di Balai Ulin Lumpangi’.

Habib Burhannor bin Ahmad Baderi Assegaf bercerita kami bahwa saat ia kelas 1 Tsanawiah tahun 1975 kakeknya  Tanqir Gawa berkata kepadanya “ kita cucuai tidak boleh pemarah dan buruk sangka dengan orang lain  apa kita bubuhan habib yang bakubur di balai ulin. sebab Nini kita bahari pernah ada yang balaki lawan habib"

Jarak rumah kami sekitar 120 meter dengan rumah datuk Tanqir Ghawa. Ketika kami (Baseraninoor-Hasan Baseri) bin H.Muhmmad Barsih Assegaf bertamu kerumah Beliau. bahwa ceritanya kamii pernah berkunjung ke rumah Datuk an. Tanqir Ghawa di Kandangan Hulu 1 sekitar bulan Juli 1979 saat masih kelas 6 SD, Datuknya menjamunya makan dan saat itu dia memberikan nasehat yang baik kepada Buyutnya katanya "Kita ini Buyutai, kita pelihara salat lima waktu, kita harus rajin kerja mancari rezki halal, kita harus sabar dan mampu mengendalikan imosi kita, kita kada boleh pemarah, panyarikan, kada boleh ada rasa jengkel dihati kita, kada boleh ada rasa dendam  terhadap orang yang berbuat salah kepada kita, kita ma'afkan saja mereka, namun kada kita ma'afkan, nanti orang itu katulahan (mendapat mudarat), apa kita ini buyutai turunan Habib yang ada di Balai Ulin Lumpangi.

Setelah Sayyid Abu Bakar selesai menjalani masa tahanan Adat Dayak Langara, ia mengislamkan Tetuha Balai /Penghulu Adat sebagai wali nikah anaknya "Siti Jamilah" kemudian kedua saudara laki-laki anaknya Talib dan Anjah setelah menerima hidayah Islam diberi nama "Abu Thalib dan Hamzah" sebagai saksi pernikahannya secara Islam diperkirakan tahun 1705 Masihi.

Kemudian Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf mempersunting Puteri Milah binti Muhammad Langara   seorang   gadis  Dayak dari Balai Adat Balai Ulin Lumpangi Loksado. Dari pernikahannya dengan Puteri Milah ini, lahirlah seorang putra yang bernama “Djamiluddin”.

Berkata sebagian orang tua Ds. Taniran Kubah bahwa “Habib Abu Bakar tapabini (kawin-menikah) dengan perempuan Dayak Lumpangi dan baanak (berketurunan) saat Beliau berdagang dan berdakwah di sana.

Bekata Tanqir Ghawa kepada cucunya bahwa “Syukur alhamdu lillaah banar kita ine cucuai, jaka kada datang habib membawa Islam dan nine kita ada yang balaki habib lalu maislamakan datu nine bubuhan  kita Dayak lumpamgi, jaka kada baislam maka kita rugi banar, kita akan dimasukakan ke dalam Naraka, nauudzu billaahi mindzaalik” Menurut Beliau "ucapan ine telah diucapan pula oleh datu nine kita sebelumnya kepada anak cucunya".


M. Seorang Ulama diberi Ilmu Pengenalan atau tau dzurriat Nabi Saw tanpa melihat silsilahnya 

Ketika saya bertemu dengan Habib Raihan (irai) bin Bahriansyah bin Bahur Assegaf, ia  juga pernah berceritera  kepada saya bahwa ia pernah bertanya kepada kakeknya Habib Bahur bin Tanqir  Ghawa Assegaf, kata kakeknya bahwa “kita ini cucuai adalah dzuriat nasab ,Habib Abu Bakar, nine kita bahari balaki Habib  di Balai Ulin Lumpangi”. 

Ketika Habib Muhammad Ariatim/ Arya Norhadi bersilaturrahmi kepada saya,  dia berceritera kepada saya bahwa ketika tahun 1996 terjadi perkenalan siswa baru dengan guru KH. Marzuki menantu KH. Abu Hurairah di sekolah Takhasus Darul Ulum Kandangan kelas 1 Aliyah. Atim Arya Norhadi, kata guru KH. Marzuki ; kau siapa nama. jawab saya Aryanorhadi asal Kandangan Hulu 2, lalu beliau melihat sepintas ke wajah saya, lalu guru berkata ; kau habibkah jawab ulun kada tahu, Guruai, abah ulun asal orang Lumpangi. Ketika jam pulang beliau berpesan lagi, katanya “kayina cari'i silsilahmu.“ Setelah itu hampir 26 tahun baru ingat pesan gurunya KH. Marzuki, ternyata silsilahnya ketemu dan ada. jadi ilmu pengenalan dzuriat nabi saw ini memang ada dan ada do'anya walaupun dzuriat itu mastur.


"N. Karomah Habib Tanqir  Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf 

Ketika saya datang bersilaturrahmi dengan Habib Muhammad Burhanuddin bin Ahmad Baderi Assegaf dikediamannya Desa Tabihi, Beliau adalah paman saya Beliau bercerita kepada saya bahwa kakeknya Habib Tanqir  Ghawa, ketika dibawa ke desa Rasau Barabai oleh anaknya Habib Ahmad Baderi. Beliau adalah orang yang sangat tua, sudah sepuh, berumur ratusan tahun lebih, tetapi beliau sehat, masih dapat berjalan sendiri, makan, mandi dan ke- WC sendiri. Setelah beberapa hari tinggal bersama anak dan cucu-cucunya. Kemudian ada orang yang melihat keadaan datu Tanqir Ghawa dan berkata 'buat apa membawa orang tua ke kampung ini, menyanyasaki banua dan mahaharani baras.' ucapan orang itu didengar oleh salah satu cucu perempuan beliau. peristiwa itu dilaporkan kepada ayahnya an. Ahmad Baderi. Kata Ahmad Baderi 'jangan ditanggapi nakai pemandiran orang itu'. kada'ai bahai ulun muar banar, padahal kayi kada marugian apa-apa orang itu, maka baucap kaya itu.'  kada sempat satu minggu, orang itu sakit panas dan muntah darah, kemudian orang itu datang kerumah minta tatambai dan 2 hari kemudian sembuh.

 

O. Habib  Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf Wafat 

Habib Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf wafat hari Ahad, tanggal 13 Januari  1985 Masihi, atau 21 Rabi'ul Awwal 1405H dirumah anaknya Habib Ahmad Baderi Assegaf  di Rasau Kec. Pandawan Barabai, dimakamkan di Pakuburan Muslimin Desa Matang Ginalon Barabai. Dengan usia 126 tahun Hijeriah  lebih atau kalau dihitung tahun masihi berumur 123 tahun Masihi.

Keterangan Tanqir Ghawa diambil dari bahasa Arab maknanya Sedikit Tergoda. قَرَّ + imbuhan Alif dan Nuu (ا +ن) menjadi  اِنْقَرَّ فعل ماض = يَنْقِرُّ        menjadi تَنْقِرُّ. Ghawa bermakna Hati.


                     Kuburan Muslimin Matang Ginalon Pendwan Barabai




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A.Historis dan Nasab Dzuriat Datu Habib Lumpangi

  Oleh H.Hasan Basri,S.Ag bin H.M.Barsih Assegaf NASAB AHLU ALBAIT NABI BESAR MUHAMMAD SAW IBN ABDULLAH IBN ABDUL MUTHALIB DARI KELUARGA A...