Oleh H.Hasan Baseri bin H. Muhammad Barsih
Sekilas Biografi Habib Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim Assegaf
Ia adalah seorang yang shaleh, dan ia seorang yang
ta’at yang memelihara iman dan islam, ia amat kenal dengan Tuhannya, ia seorang
yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan
syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti
shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah bathin lainya
A.Nasab Sayyid Tanqir
Ghawa Assegaf
الْحَبِيْب تَنْقِرُ الْغَوَى بِنْ اَبًوْ طَيْرٍمُحَمَّدْ بِنْ اَبًوْ طَعَامٍ اِبْرَاهِيْمَ بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ الثَّاني بِنْ اَحْمَدْ صُحُف بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله
B. Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf Lahir
Tanqir Ghawa lahir di Lumpangi, Senin, 19 Rabi'ul Awwal 1279
Hijeriyah Berdasarkan informasi
beberapa sumber catatan bahwa Sayyid Tanqir Ghawa lahir di Lumpangi
ditengah-tengah keluarga yang sangat sedarhana, hari Senin, 19
Rabi'ul Awwal 1279 H bertepatan dengan tanggal 13 Oktober 1862 Masihi. Dia
seorang duriat Nabi Saw yang diberi umur panjang 126 tahun Hijeriyah atau 123
tahun Masihi.
Desa Lumpangi. dulu wilayah
Kec. Padang Batung, sekarang menjadi wilayah Kec. Loksado, Ia
dipangil sehari-hari dengan nama Tanqir. Namun orang-orang dari anak cucunya
memberinya gelar “Kayi Pancau”
Dua hari sesudah wafatnya Pangeran Antasari bin Pangeran
Masohut (Mas'ud) bin Pangeran Amir. Seorang Pahlawan Nasional yang berjuang
melawan Belanda di tanah Banjar, ia wafat yaitu 11 Oktober 1862 Masihi di Tanah
Kampung Bayan Begok, Sampirang, dalam usia lebih kurang 53 tahun. Menjelang
wafatnya, dia terkena sakit paru-paru dan cacar yang dideritanya. Wafatnya
Pangeran Antasari hampir bersamaan dengan kelahirannya Tanqir Ghawa bin
Muhammad Assegaf
Nama panjangnya : Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddn bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman bin Muhammad bin 'Aly bin al Imam al-Quthby Sayyid Abdurrahman Assegaf yang bergelar : al Faqih al Muqaddam Al Tsani. Sedangkan nama ibunya adalah "Siti Siadah/Tiadah atau Siti Qiadah" ia adalah asli orang Amuntai, ia berprofisi asal Pemayungan Permaisuri Raja Kuripan Amuntai. Ia berhenti bekerja di masa mudanya karena ia dipersunting dan dikawini oleh Sayyid Abu Thair Muhammad tahun 1860 M. Pasangan suami-isteri ini hanya punya satu anak semata wayang mereka yang diberinama "Tanqirr Ghawa."
C. Keadaan fisik postur tubuhnya Habib Tanqir Ghawa
Sejak kecil Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf, ia bercita-cita ingin mengembara, merantau ke
Negeri orang, kata orang tuanya bahwa “Kalau kau ingin merantau,
kau harus banyak basango
ilmu, supaya kembalinya kau selamat,” maka iapun telah
membekali dirinya dengan giat belajar ilmu-ilmu agama kepada orang tuanya,
kepada kakeknya dan pamannya dan juga kepada orang lain tentang ilmu akhlak,
ilmu tauhid dan ilmu hakekat.
Orang-orang ada yang berkata bahwa “Keadaan fisik postur tubuhnya
masa mudanya : Tinggi hampir 2 meter dan bertubuh besar, dada bidang, kekar,
ganteng, bermuka ceria, berkulit putih sawu matang, rambut sedikit ikal dan
berumbak, sedikit homoris. Dia sangat memuliakan tamu, khususnya tamu dari anak
cucunya, ia tidak membolehkan pulang anak cucunya pulang sebelum makan dan
minum ditempatnya.
D. Habib Tanqir Ghawa Assegaf Mendapatkan Pengajaran Ilmu Agama
Dimasa kecilnya Tanqir berada di Desa Lumpangi, kemudian dibawa orang
tuanya ke Kandangan, dimasa Belanda datang ke Kalimantan, ia dibawa lagi ke
Desa Lumpangi untuk bersembunyi.
Ia Mendapatkan Pengajaran Agama langsung dari : -Abu Thair
Muhammad ayahnya, -Abu Tha’am Ibrahim kakeknya -Abdullatif paman ayahnya. Dan
Aliadam pamannya. Oleh karenanya Dia pandai baca tulis arab Malayu”.
Keberadaannya Habib Tanqir Ghawa ditengah-tengah keluarga sangat
sedarhana dan ia disukai dan disayangi oleh keluarga dan masyarakat sekitarnya
di kala itu. Dimasanya orang-orang masih sangat mamamerkan
dan membanggakan “Kekuatan pisik, kesaktian, kejagauan (jago),
banyak bandet dan begal, orang sering marah tanpa sebab, iri dengki yang
berlebihan dan suka menindas yang lemah.”
E. Masa-masa Muda Remaja Habib Tanqirr Ghawa Assegaf
Konon ketika usia Tanqirr Ghawa. 18 tahun, ia dikawinkan oleh orang tuanya. Kemudian ayahnya pergi merantau ke Pulau Laut (Kotabaru) meninggalkannya
& ibunya cukup lama, yang berakibat pada akhirnya ayah-ibunya bercerai.
Menurut Folklor ceritra
Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Habib Tanqir Ghawa" ia dijodohkan (dikawinkan) oleh orang tuanya
diusia muda sekiar 18 tahun dengan seorang perempuan lebih muda darinya yang bukan kemauannya & bukan wanita pujaan hatinya,
untuk tidak mengeciwakan hati orang
tuanya, ia pun menikahinya
dan punya anak " sekitar 5-7 tahun
suami-isteri tersebut hidup rukun berumah tangga (bertahan), mungkin ada
masalah dengan orang pihak ke-3 mertuanya, kemudian ia meninggalkan anak & dan isteri pertamanya asal orang Amawang.
F. Ayah dan ibu Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf menikah lagi
1. Ibunda Sayyid Tanqir Ghawa menikah
Setelah cerai dengan suaminya Abu Thair Muhammad, Ibunya Siti
Siadah/Tiadah menikah pada kali keduanya beberapa tahun kemudian ia cerai lagi.
Kemudian Siti Siadah menikah lagi dengan orang yang lebih muda darinya, beberapa
tahun kemudian ia punya dua anak laki-laki dan perempuan an. Juhri dan
Fatmah. Oleh karenanya :
1. Selisih tahun kelahirannya 5-7 tahun lebih tua Nanang Karji bin Tanqir Ghawa antara dengan kayi Juhri dan Fatmah adik seibunya Tanqir Ghawa.
2. Muhammad Barsih Cucu
Sayyid Tanqir Ghawa selisih usia tahun kelahiran tidak jauh beda dengan
anak-anak Kayi Juhri dan Neng Fatmah.
Dia merupakan anak sulung dari tiga bersaudara seibu atas nama Tanqir Ghawa, Juhri dan Fatmah dari Ibunya yang bernama Siti Siadah/Tiadah.
2. Ayahanda Sayyid Tanqir Ghawa menikah
Ketika Abu Thair Muhammad ayahnya Tanqir pulang dari
Pulau Laut, atas saran keluarga dari pihak ibunya di Desa Tangang, agar ia
segera beristeri, kemudian ia menikah dengan Siti Aisyah orang Tangang Bamban
Kec. Angkinang. Dan pasangan suami-isteri ini, tidak punya keturunan, keduanya
tinggal di dekat Masjid Desa Lumpangi, sebagai tokoh masyarakat dan tokoh agama
dan juga berprofisi Dagang di muka rumahnya.
G. Habib Tanqirr Ghawa Assegaf Merantau ke Negeri Orang
1. Merantau ke Pulau Laut
Menurut ceritera Habib Muhammad Burhanuddin Rabbani, cucu beliau
yang saya temui dan wawancarai di kediamannya di Desa Tabihi bahwa Sayyid Tanqir Ghawa dimasa
muda-remajanya di usia 24-25 tahun, ia meninggalkan kampung
halamannya desa Lumpangi atau kota Kandangan, ia merantau mencari
ayahnya, keluarganya dan sepupunya di Pulau Laut. Tahun 1888 M. Pulau Laut (Kotabaru-Batulicin sekarang) misalnya ke
Cantung Kec. Kelumpang dan kota Pulau Laut. Ia mendatangi pamannya Habib
Aliadam bin Abdul Lathif Assegaf. Ia termasuk seorang peria yang mudah tergoda
dengan wanita muda cantik sehingga ia punya 2-4 orang isteri ketika dalam
pengembaraannya, tetapi isterinya selama di Perantauan tidak ada yang punya
keturunan.
2. Merantau ke Pulau Sulawisi
Ia merantau ke Negeri orang, dari Pulau Laut, ia menyeberang ke Pulau Sulawisi dengan tujuan mengadu nasib disana dan ia juga mengawini perempuan disana. Selama bererapa tahun tinggal dan bekerja dipenggembaraanya, dan kemudian ia merasa bosan di Pulau Sulawisi, menurutnya tidak membawa kekehidupannya kearah yang lebih baik, sehingga ia pulang kembali ke Pulau Laut. Dipulau laut inipun, setelah pulang dari Sulawisi ia juga tergoda lagi dengan seorang wanita muda yang akhirnya dinikahinya.
3. Merantau ke Pulau Emas
Sesudah beberapa tahun ia di Pulau Laut dengan isterinya, ia
berniat ingin mengadu nasib lagi ke Pulau Emas (Pulau Sumatera) tujuannya
mencari dan mendatangi keluarga (padatuan) an. Habib Abu 'Aly Abdullah atau
Datu Tayau. Kata orang bahwa : Setiap kali Datu Tanqir Ghawa ingin/akan pergi
keperantauan, ia termasuk orang yang bertanggungjawab, ia selalu menyiapkan
bekal/ongkos untuk isteri yang ditinggalkannya cukup untuk 3 bulan. ia selalu
pesan kepada isteri dan keluarga isterinya, bila dalam waktu 3 sd. 6 bulan, ia
tidak pulang kembali ke rumah dari perantauan, maka isterinya
ini, statusnya tercerai/ tertalak. Begitulah sikapnya setiap ia ingin
berpergian atau pengembaraan jauh.
Kemudian ia berangkat dari Pulau Laut (sekarang Kotabaru) menyebarangi laut menuju Pulau Sumatera. Sampai disana yakni : Sumatera, ia menuju Gunung Kerinci, sekarang kota Kerinci adalah menjadi sebuah Kabupaten Kerinci, dengan Provensinya Jambi, dengan sungai yang luas dan besar, terkenal nama sungai Batanghari. Konon ada daerah/ lokasi diantara Kab. Kerinci dengan Kab. Gadang dulunya, ada lokasi pendulangan Emas, lokasi itu dijaga oleh sekelumpuk Harimau. Di lokasi disinilah ia berjumpa dengan saudara kakeknya yang sudah tua, tetapi masih kuat kerja. Kala itu saudara kakeknya menjadi orang yang berhasil dalam usaha penghidupannya dan berpengaruh serta terpandang atau dihormati di lingkungan desa tersebut. Konon di desa ini ia juga tergoda dengan seorang wanita dan wanita itu dinikahinya. Entah apa sebabnya, Tidaklah begitu lama ia sudah bosan tinggal bersama kedua saudara kakeknya dan paman-pamannya, kurang dari satu tahun, iapun pulang kembali dari pengembaraannya ke pulau Laut
Menurut Burhanuddin bin Ahmad baderi Assegaf dikediamannya Desa Tabihi Kec. Padang Batung, beliau bercerita kepada saya bahwa kakeknya Habib Tanqir Ghawa,bercerita kepadanya bahwa Abdullah, nama kehormatannya Abu Tayau, ia seorang pengembara dan menikah 7 kali dengan wanita yang berbeda, pernikahannya yang ke-5 punya anak 3 orang, pernikahannya yang ke-6 punya anak 1 orang, dan pernikahannya yang ke-7 punya anak 5 orang
H. Karomah Ibunda Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf.
Salah satu Karomah Ibunda Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf
adalah Menurut ceritera Kayi Sepuh Lumpangi (Habib Husni bin Ahmad Karji bin Tanqir
Ghawa bin Muhammad Assegaf) konon diceriterakan bahwa ketika Datung Siti Tiadah
atau Datung Qiadah, mandengar anaknya Sayyid Tanqir Ghawa
saat merantau di Kampung orang, ia berkalahi (dituduh berbuat onar) dan mendapat masalah di negeri orang, maka Datung Tiadah
datang menjemput (maambili) anaknya Sayyid Tanqir ke Pulau Laut
(Batulicin). Kata orang bahwa Ibu Sayyid Tanqir Gawa, ia hanya balarut mengayuh
jukung yang sangat sedarhana, konon ia bisa dengan mudah dan cepat sampai ke
sana, dengan bantuan sahabatnya para tentara Buaya. Beliau orang sakti atau
harat, menurut penglihatan orang-orang ketika itu, ia bisa barjalan di atas
permukaan air (banyu.) dengan cepat.
I. Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf Pulang dari Pengembaraan Panjang
Kurang lebih 25-30 tahun lamanya, ia merantau, mengembara
berada di Negeri orang, entah 3 hingga 4 orang jumlah isterinya yang dicerai,
ia tinggalkan bagitu saja diwaktu pengembaraannya. ia merantau ke Pulau
Laut dan diawal abad ke-20 Masihi bahwa sekitar tahun 1909 Masihi ia pulang
ke Hulu Sungai Selatan, Kandangan menemui kedua orang tuanya. Orang tua dan
keluarganya sangat gembira atas kepulangannya dari pengembaraan. Salah satu akal dan pendapat keluarganya :
“Supaya anaknya tidak berjalan jauh lagi, atau merantau lagi ke Negeri orang,
dan ada rasa tanggungjawab dengan keluarga.
J. Keturunan (dzurriat) Sayyid Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf
1. Keturunan atau anak isteri pertama
Menurut keterangan Habib Bahriansyah (Utuh
undul,72 thn) bin Bahur Assegaf yang saya wawancarai saat aqiqah buyut pertamanya
dikediamannya, bahwa ia dari keterangan ayahnya & kisah neneknya bahwa Kayi Tanqir Ghawa dimasa mudanya dikawinkan oleh orang
tuanya sebelum ia pergi mengembara ke Pulau Laut, (sekarang Kab Kotabaru) ia telah menikahi seorang perempuan dan punya anak.
Kayi Karji adalah anak kandung Kayi Tanqir Ghawa dengan isteri pertamanya
orang Amawang, dan isterinya
tersebut bekeluarga dekat
dengan Siti Nurah (adik kandung Atha’illah) isteri
Ahmad Darani bin Abdul Hamid bin Aliadam Assegaf
Menurut keterangan Habib Muhammad Ibnu Mubarak bin
Hasan Basri Assegaf bahwa ia dari keterangan Drs.Habib Tajuddinnor,MM bin Ahmad Baderi Assegaf
paman ayahnya yang ia wawancarai dikediamannya di Barabai bahwa
Kayi Karji adalah anak kandung Kayi Tanqir Ghawa dari isteri pertamanya.
Menurut Habib Muhammad Burhannor bin Ahmad Baderi Assegaf yang saya wawancarai dikediamannya, bahwa mereka anak-anak Kayi Karji antara lain (Husni) dan cucu-cucunya mengakui dan meyakini bahwa ayah mereka adalah keturunan/ anak Kayi Tanqir Ghawa bin Muhammad bin Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf
Menurut ibu saya Hj. Masitah binti Salamat (umur 83 thn),
yang saya wawancarai dirumah Beliau di jalan Alfalah Kandangan
mengatakan, ia dari ucapan Umbuy Uja isteri terakhir Kayi Karji bahwa Kayi
Tanqir ayah tiri Nanang Karji
Menurut Habib Burhannor, ia dari ucapan Ahmad Baderi ayahnya bahwa Kayi Karji bukan saudara kandung kami (.Bahar,Badariah,Maswati dan Salmiati) tetapi ia saudara seketirian kami. Ia memperisteri mamanya Karji ketika anaknya dalam susuan dan lebih dari 10 tahun hidup berumah tangga dengan mama Karji tetapi tidak puya anak;; Kemudin Tanqir Ghawa menikah dengan Siti Khadijah seorang janda muda ditinggal mati suami
Menurut ibu saya Hj. Masitah binti Salamat (umur 83 thn),
yang saya wawancarai dirumah Beliau di jalan Alfalah Kandangan
mengatakan, ia dari ucapan Umbuy Uja isteri terakhir Kayi Karji bahwa Kayi
Tanqir ayah tiri Kayi Karjah
Adapun Ahmad Karji adalah anak pertama dari Tanqir Ghawa bin Muhammad bin Ibrahim bin Abu Bakar bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Asseaf, setelah dewasa ia menikah Maimunah punya anak :
- Husni (Utuh Gunung)
- Ahma
- Unan
- Misran (Imis) bin Maisyarah isteri kedua setelah isteri pertama wafat.
Kemudian Habib Ahmad Karji (Julak Nanang Karji) bin Tanqir Ghawa Assegaf setelah isterinya wafat, ia menikah lagi dengan Maisyarah perempuan asal Desa Tilahan Kec. Hantakan Barabai punya anak tunggal bernama Misran (Imis). Sedangkan Habib Husni bin Ahmad Karji bin Tanqir Ghawa Assegaf menikah dan punya anak : Habib H.Bastami dan Sy. Nur Aida. Adapun Habib H.Bastami bin Husni bin Ahmad Karji bin Tanqir Ghawa Assegaf menurunkan anak bernama Toni Jemain dan Beny.
2. Keturunan atau anak isteri Kedua
Sayyid Tanqir Ghawa menikahi Siti Khadijah seorang janda muda. Versi lain juga menyebutkan bahwa sekitar tahun 1909 ia menikah dengan perempuan janda yang ditinggal mati suaminya janda itu bernama Siti Khadijah asal orang Kandangan Hulu yang berdomisili di Lumpangi keluarga ini karena takut dengan kesewenangan Penjajah Belanda mereka berhijrah ke hulu banyu..”Maka dipihak keluarga memutuskan bahwa Tanqir Ghawa harus segera dikawinkan.. Akhirnya ia menikah dengan Siti Khadijah seorang janda beranak satu an. Ahmad Karjah. Dan dari hasil perkawinannya dengan janda itu kemudian ia punya keturunan 6 anak an.
- Ahmad Baderi,
- Bahar,
- Badariah,
- Bahur,
- Maswati /Taluh dan
- Salmiati
Hal senada sebagaimana yang diebutkan oleh Habib Muhammad Burhan
Rabbani Assegaf dan Beliau ceritera dari ayahnya bahwa "Siti Khadijah adalah seorang janda kembang, muda dan cantik, beranak satu yang
ditinggalkan mati oleh suaminya kemudian ia dikawinkan dengan Sayyid Tanqir
Ghawa, kemudian dari Perkawinan itu mempunyai anak 6 orang salah satunya Ahmad
Baderi."
K. Berkunjung silaturrahmi pada Datu Tanqir terakhir kali
Ditahun 1984 Masihi saya dan teman sekelas MAN kelas 2 pernah
berkunjung ke Barabai untuk silaturrahmi dengan anak Beliau an. Habib Ahmad
Baderi. Rumah anak Beliau inilah saya berjumpa dengan Datu Tanqir terakhir
kali. Kala itu saya bertanya tentang umur Beliau : Beliau menjawab “Umurku
sekarang 125 tahun” buyutay. Dan saya juga bertanya tentang
“Amalan-amalan yang Beliau pakai” Beliau menjelaskan tentang Thariqat nafas
yang keluar masuk yakni berbunyi Huu-Allah. Keadaan fisik Beliau waktu itu
masih kuat berjalan, pendengaran sedikt tergangu, mata kabur dan penciuman
masih sempurna. Setelah itu Satu tahun kemudian Beliau wafat.
Ketika saya datang bersilaturrahmi dengan Habib Muhammad Burhanuddin bin Ahmad Baderi Assegaf dikediamannya Desa Tabihi, Beliau adalah paman saya Beliau bercerita kepada saya bahwa kakeknya an. Habib Tanqir Ghawa bin Muhammad bin Ibrahim bin Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad Djamiluddin Assegaf, ketika Baliau dibawa anaknya ke desa Rasau Barabai oleh Habib Ahmad Baderi untuk tinggal bersamanya. Beliau adalah orang yang sangat tua, sudah sepuh, berumur ratusan tahun lebih, tetapi beliau sehat, masih dapat berjalan sendiri, makan, mandi dan ke- WC sendiri.
Diantara keahliannya yang dapat dilihat dimasa tuanya antara lain :
- Pandai Mizat orang yang mohon bantuannya
- Pandai mendo'akan kesembuhan orang sakit panas lewat Air Putih atau Do'anya mustajab
- Mandi-mandi agar cepat punya juduh
L. Nasehat-nasehat Habib Tanqir Ghawa Assegaf kepada Anak Cucu &
Dzurriatnya
Pada satu hari saya datang bersilaturrahmi dengan Habib Muhammad
Burhannor bin Ahmad Baderi Assegaf dikediamannya Desa Tabihi Kec. Padang
Batung, beliau bercerita kepada saya bahwa kakeknya Habib Tanqir Ghawa,
sering memberikan nasehat-nasehat yang baik kepadanya, nasehat itu tidak kurang
dari 5 kali pertemuan kepada cucunya. Saat cucunya berkunjung kerumahnya di
kota Kandangan, kata kakeknya “ kita jaga cucuai salat lima waktu, kita
harus mancari rezki halal, kita harus penyabar dan mampu mengendalikan imosi
kita, kita ini tiada boleh pemarah (penyarikan) dengan orang yang berbuat salah
dengan kita atau orang yang dianggap bersalah dengan kita, orang itu mesti kita
ma’afkan saja (kita kasiani) mereka, kalau kita marahi orang itu,
atau ada rasa jengkel kita dihati, maka ditakutkan orang itu akan
mendapat mudharat (katulahan), apa nine kita bahari ada yang balaki
habib, sebab kita ini adalah dzuriat nasab Habib Abu Bakar di
Balai Ulin Lumpangi’.
Habib Burhannor bin
Ahmad Baderi Assegaf bercerita kami bahwa
saat ia kelas 1 Tsanawiah tahun 1975 kakeknya Tanqir Gawa berkata
kepadanya “ kita cucuai tidak boleh pemarah dan buruk sangka dengan orang lain
apa kita bubuhan habib yang bakubur di balai ulin. sebab Nini kita bahari
pernah ada yang balaki lawan habib"
Jarak rumah kami sekitar 120 meter dengan rumah datuk Tanqir
Ghawa. Ketika kami (Baseraninoor-Hasan Baseri) bin H.Muhmmad Barsih Assegaf bertamu kerumah Beliau. bahwa
ceritanya kamii pernah berkunjung ke rumah Datuk an. Tanqir Ghawa di Kandangan
Hulu 1 sekitar bulan Juli 1979 saat masih kelas 6 SD, Datuknya menjamunya makan
dan saat itu dia memberikan nasehat yang baik kepada Buyutnya katanya
"Kita ini Buyutai, kita
pelihara salat lima waktu, kita harus rajin kerja mancari rezki halal, kita
harus sabar dan mampu mengendalikan imosi kita, kita kada boleh pemarah, panyarikan, kada boleh ada rasa jengkel dihati
kita, kada boleh ada rasa dendam terhadap orang yang berbuat salah kepada
kita, kita ma'afkan saja mereka, namun kada kita ma'afkan, nanti orang itu
katulahan (mendapat mudarat), apa kita ini buyutai turunan Habib yang ada di
Balai Ulin Lumpangi.
Setelah Sayyid Abu Bakar selesai menjalani masa tahanan Adat Dayak Langara, ia mengislamkan Tetuha Balai /Penghulu Adat sebagai wali nikah anaknya "Siti Jamilah" kemudian kedua saudara laki-laki anaknya Talib dan Anjah setelah menerima hidayah Islam diberi nama "Abu Thalib dan Hamzah" sebagai saksi pernikahannya secara Islam diperkirakan tahun 1705 Masihi.
Kemudian Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf mempersunting Puteri Milah binti Muhammad Langara seorang gadis Dayak dari Balai Adat Balai Ulin Lumpangi Loksado. Dari pernikahannya dengan Puteri Milah ini, lahirlah seorang putra yang bernama “Djamiluddin”.
Berkata sebagian orang tua Ds. Taniran Kubah bahwa “Habib Abu Bakar tapabini (kawin-menikah) dengan perempuan Dayak Lumpangi dan baanak (berketurunan) saat Beliau berdagang dan berdakwah di sana.
Bekata Tanqir Ghawa kepada cucunya bahwa “Syukur alhamdu lillaah banar kita ine cucuai, jaka kada datang habib membawa Islam dan nine kita ada yang balaki habib lalu maislamakan datu nine bubuhan kita Dayak lumpamgi, jaka kada baislam maka kita rugi banar, kita akan dimasukakan ke dalam Naraka, nauudzu billaahi mindzaalik” Menurut Beliau "ucapan ine telah diucapan pula oleh datu nine kita sebelumnya kepada anak cucunya".
M. Seorang Ulama diberi Ilmu Pengenalan atau tau dzurriat Nabi
Saw tanpa melihat silsilahnya
Ketika saya bertemu dengan Habib Raihan (irai) bin Bahriansyah bin
Bahur Assegaf, ia juga pernah berceritera kepada saya
bahwa ia pernah bertanya kepada kakeknya Habib Bahur bin Tanqir Ghawa
Assegaf, kata kakeknya bahwa “kita ini cucuai adalah dzuriat nasab ,Habib Abu
Bakar, nine kita bahari balaki Habib di Balai Ulin Lumpangi”.
Ketika Habib Muhammad Ariatim/ Arya Norhadi bersilaturrahmi kepada saya, dia berceritera kepada saya bahwa “ketika tahun 1996 terjadi perkenalan siswa baru dengan guru KH. Marzuki menantu KH. Abu Hurairah di sekolah Takhasus Darul Ulum Kandangan kelas 1 Aliyah. Atim Arya Norhadi, kata guru KH. Marzuki ; kau siapa nama. jawab saya Aryanorhadi asal Kandangan Hulu 2, lalu beliau melihat sepintas ke wajah saya, lalu guru berkata ; kau habibkah jawab ulun kada tahu, Guruai, abah ulun asal orang Lumpangi. Ketika jam pulang beliau berpesan lagi, katanya “kayina cari'i silsilahmu.“ Setelah itu hampir 26 tahun baru ingat pesan gurunya KH. Marzuki, ternyata silsilahnya ketemu dan ada. jadi ilmu pengenalan dzuriat nabi saw ini memang ada dan ada do'anya walaupun dzuriat itu mastur.
"N. Karomah Habib Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf
Ketika saya datang bersilaturrahmi dengan Habib Muhammad
Burhanuddin bin Ahmad Baderi Assegaf dikediamannya Desa Tabihi, Beliau adalah
paman saya Beliau bercerita kepada saya bahwa kakeknya Habib Tanqir
Ghawa, ketika dibawa ke desa Rasau Barabai oleh anaknya Habib Ahmad Baderi.
Beliau adalah orang yang sangat tua, sudah sepuh, berumur ratusan tahun lebih,
tetapi beliau sehat, masih dapat berjalan sendiri, makan, mandi dan ke- WC
sendiri. Setelah beberapa hari tinggal bersama anak dan cucu-cucunya. Kemudian
ada orang yang melihat keadaan datu Tanqir Ghawa dan berkata 'buat apa
membawa orang tua ke kampung ini, menyanyasaki banua dan mahaharani baras.'
ucapan orang itu didengar oleh salah satu cucu perempuan beliau. peristiwa itu
dilaporkan kepada ayahnya an. Ahmad Baderi. Kata Ahmad Baderi 'jangan ditanggapi
nakai pemandiran orang itu'. kada'ai bahai ulun muar banar, padahal kayi kada
marugian apa-apa orang itu, maka baucap kaya itu.' kada sempat satu
minggu, orang itu sakit panas dan muntah darah, kemudian orang itu datang
kerumah minta tatambai dan 2 hari kemudian sembuh.
O. Habib Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf Wafat
Habib Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf wafat
hari Ahad, tanggal 13 Januari 1985 Masihi, atau 21
Rabi'ul Awwal 1405H dirumah anaknya Habib Ahmad Baderi
Assegaf di Rasau Kec. Pandawan Barabai, dimakamkan di Pakuburan
Muslimin Desa Matang Ginalon Barabai. Dengan usia 126 tahun
Hijeriah lebih atau kalau dihitung tahun masihi berumur 123 tahun
Masihi.
Keterangan Tanqir Ghawa diambil dari bahasa Arab maknanya Sedikit Tergoda. قَرَّ + imbuhan Alif dan Nuu (ا +ن) menjadi اِنْقَرَّ فعل ماض = يَنْقِرُّ menjadi تَنْقِرُّ. Ghawa bermakna Hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar