Oleh : H.Hasan Baseri bin H Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi
Namanya Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufi Assegaf. Nama ayahnya adalah Habib Hasyim Assegafwafat 1077H , ada yang berkata bahwa Hasyim lama tinggal hingga wafat di masa Kesultanan Demak, yakni Kelurahan Randusari, Kec. Semarang Selatan, Semarang, Jawa Tengah. Hasan lahir di Seiyun Hadramaut, diperkirakan tahun 1036H. Versi yang lain dan kuat menyebutkan bahwa, ia lahir di Tarim Hadramaut. Sebagian orang ada yang berkata bahwa : Usia Sayyid Hasan ketika ia datang ke Desa Taniran, sudah usia sepuh, yakni 70 tahunan begitu juga usia anaknya Sayyid Abu Bakar sekitar 40 tahunan.
Makam Habib Hasan bin Hasyim Assegaf Desa Taniran w.1720M
Ada kemungkinan Sayyid Abu Bakar dengan usianya 40 tahunan lebih bahwa sebelum ia sampai ke Desa Taniran, sewaktu Beliau berada di Hadramaut ia sudah beristeri dan punya anak. Buktinya telah hadir Buyut Beliau yang bernama Sayyid Alwi bin Abdillah bin Shalih bin Abu Bakar Assegaf sekarang beralamat makamnya Jl. Manteri Empat Makam Karang Putih Martapura.
Diceriterakan bahwa Sayyid Alwi yang melalui perjalanan panjang dari Negeri Hadramaut ke negeri Turki menuju negeri Asia Tenggara Singapore - Indonesia ke Pelembang terus ke Pelabuhan Gresse Gersik Jawa Timur terus ke Bandarmasih mencari datuknya. Ia adalah Buyut Sayyid Abubakar bin Hasan Assegaf.
Kemudian Sayyid Abu Bakar ketika berada di Kalimantan Selatan bersama ayahnya, tidak menutup kemungkinan ia juga punya isteri dari wanita suku Banjar dan punya anak yang belum kami gali dan ketahui, selain Galuh Milah (asal Dayak Langara) Salah satu dari anak-anaknya an. Habib Muhammad Djamiluddin.
Dan diceriterakan orang pula bahwa Sayyid Hasan adalah orang yang diberi Allah Swt umur panjang, sewaktu wafat usianya lebih kurang 93 tahun. Ia berdomisili di Taniran dan ia memperisteri seorang janda asal orang Taniran dan Ia dalam menyebarkan Islam dibantu anaknya selama kurang lebih 20 tahun saja ia berhidmat di Taniran.
Ketika Habib berhijerah mencari lokasi dakwah, sambil membawa dagangannya dari Bandarmasih menuju Banua Anam yaitu kota Kandangan. Akhirnya mereka mudik menyisir tepi sungai Barito dengan kendaraan perahu jukung yang sangat sedarhana, membawa dagangannya berupa kain sarung dan perhiasan wanita. Mereka berhari-hari dan berminggu-minggu mengayuh jukung bahkan berbulan-bulan, memasak makanan, minum dalam jukung, setiap ada tumpukan rumah penduduk, selalu mereka singgahi, meliwati daerah kota, desa atau kampung seperti Marabahan, Margasari hingga Nagara,
Ada kemungkinan juga di Nagara ini Habaib cukup lama singgah berniaga dan sempat menikahi perempuan shalihah hingga ada dzuriat nasab Habib yang ber-Fam Assegaf, yakni Alhabib Seggaf bin Abdul Hamid Assegaf (Kramat Assegaf Sungai Pinang) Alamat; Samping Kantor Desa Sungai Pinang-Nagara, KM.37. Kecamatan Daha Selatan.Kab.HSS Kalsel.
Setelah beberapa lama di Nagara terus menuju Garis, Bangkau, Tawar
dan Sungai Kupang semua itu telah mereka singgahi. Penjualan barang bisa
dilakunan, barang dengan uang atau barang dengan barang (barter). Dari Desa
Sungai Kupang mereka menyisir sungai
kecil buntut Taniran menuju ke Hulu Sungai, hingga tiba tepatnya Rt 01 Desa
Taniran. Kala itu arus tranportasi yang digunakan masyarakat melalui jalan laut
dan sungai.
Pedagang-pedagang Arab pada abad 16 hingga 17 M sejak kesultanan Banjar dipimpin oleh seorang muslim, berdatanganlah para pendatang ke wilayah ini disamping untuk berdagang mencari rempah-rempah misi penting lain juga tidak terlewatkan untuk berdakwah (Gafur 2009).
Ulama atau Syekh dari dzuriat Nabi Saw yaitu Sayyid Abdullah bin Abu Bakar al-Aydrus dan isterinya Siti Aminah (orang tua Datu Kelampayan) dari Bandarmasih menuju ke desa Lok Gabang Martapura dengan parahu jukungnya. dan Habib Hasan bin Hasyim Assegaf asal Tarim Hadramaut tersebut, bahwa keluarganya yang dulunya sudah lama tinggal di Kesultanan Demak yakni Kelurahan Randusari, Kec. Semarang Selatan, Semarang (Jawa Tengah) mereka menyeberang menuju ke Kesultanan Banjar dengan membawa misi dakkwah. Masa Sultan Tahmidullah I diperkirakan akhir abad ke-17 Masihi, tahun 1700-1720.
Dan Habib Hasan bin Hasyim beserta anak kandungnya Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf singgah di Bandarmasih tepatnya di kampung Sungai Mesa. Namun sebagian orang-orang Banjar menyebutnya "Kampung 'Arab". Di kampung inilah Habib tinggal cukup lama dan ada kemungkinan ia mengawini perempuan shalehah suku Banjar dan punya keturunan dzuriat nasab yang berfam Assegaf.
Sungai Mesa merupakan sebuah kampung tua di Kota Banjarmasin. Kampung ini dibangun oleh seorang tokoh yang dikenal dengan nama Kiai Mesa Jaladri. Tidak diketahui persis, kapan Kiai Mesa membangun wilayah ini, yang jelas sejak itu Kampung Sungai Mesa menjadi wilayah tempat tinggal yang strategis. Letaknya yang persis di tepi sungai Martapura, membuat daerah ini menjadi semacam pelabuhan kecil tempat menaik-turunkan dagangan dari perahu. Di seberang Sungai Mesa adalah Jalan Pasar Lama Laut yang sekarang menjadi pusat perkantoran pemerintah Provinsi Kalsel Salah satu pendatang Hadramaut yang disebut-sebut pernah bermukim di wilayah ini adalah Habib Alwi bin Abdillah Assegaf (wafat pertengahan tahun 1800-an) (Artikel Kajian al Kahfi)
Menurut Artikel Sejarah Ahlul Bait (Keturunan) Sayyidina Muhammad Saw di Indonesia menyebutkan bahwa “Seorang dari keluarga Assegaf bernama Alwi (w.1842M) bin Abdillah bin Saleh bin Abubakar dilaporkan melalui perjalanan panjang dari Hadramaut-Turki-Palembang-Gresik sebelum menyinggahi Banjarmasin dan sempat bermukim di Kampung Sungai Mesa. Alwi kemudian menetap di Martapura (Kampung Melayu) dan mendapat hadiah tanah dari Sultan Adam di daerah Karang Putih. Kelak ia dan anak cucunya bermakam di tanah pemberian sultan tersebut (makam Karang Putih Jl Menteri Empat Martapura) ”(Fakhrul 04-2012M)
Pemukim dari golongan sayyid yang terhitung orang lama (tua) di Sungai Mesa adalah Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf. Ahmad diperkirakan lahir di paruh kedua pertengahan tahun 1800-an. Ahmad memiliki saudara bernama Umar, Muhdor dan Muhammad. “Pekerjaan Habib Ahmad berdagang kayu ulin, juga membawa tajau, belanga berdagang dengan urang Dayak,” cerita Syarifah Nikmah.(Artikel Kajian al Kahfi)
Setelah beberapa lama Habib ini tinggal di Bandarmasih berada dilingkungan orang yang sudah Agamis, profisi berniaga dagang kain dan perhiasan wanita. Untuk menghidupi keluarganya sehar-hari ia berniaga menawarkan dan menjual dagangannya kesekitar penduduk yang berada ditepi sungai Barito. Tetapi di daerah kota ini tujuan utamanya misi berdakwahnya belum tersampaikan.
Kedatangan Habib dan keluarganya disambut oleh masyarakat Taniran dengan suka cita dan ditampung oleh salah satu warga. Sebagian warga ada yang memberinya beras, ada mengantari ikan kering dan ada yang sayuran dllnnya. Habib dan keluarganya sangat ramah, murah senyum, suka menenguk warga yang sakit, membantu-bantu warga yang ditempatinya memanen padi disawah. disaat itulah mulai ditanamkan nilai-nilai ke-Islam-an dan warga mulai tertarik dengan Islam. Apalagi saat itu Desa Taniran mengalami masa panen padi yang melimpah.
Setelah beberapa waktu berada di Hulu Sungai Selatan ini, maka terjadi pembagian tugas dan lokasi misi dakwah. Habib Hasan, karena sudah berumur sering sakit-sakitan maka Habib Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufi bin Muhammad Assegaf berdakwah yang dekat-dekat saja dengan rumah dan tidak terlalu banyak jalan kaki tetapi menjalaninya dengan jukung khusus diwilayah Kecamatan Angkinang. Masyarakat sangat simpati dan banyak berharap kepadanya sebagai Guru Agama. Tak berapa lama di Desa Taniran ia bersama masyarakat bisa membangun sebuah tempat ibadah berupa langgar yang berfungsi untuk tempat mengajar, belajar, mengaji, menuntut ilmu agama, musyawarah mufakat dan lainnya.
Menurut Artikel Banjarmasinpost.co.id, Kandangan, Artikel ini telah tayang di BanjarmasinPost.co.id dengan judul KalselPedia - Datu Taniran dan Sejarah Penyebaran Islam di Banua Anam, Minggu, 17 Maret 2019 11:12, Dia telah mengutif dari berbagai sumber, bahwa "sebelum Datu Taniran, masyarakat kampung Taniran sudah dididik oleh Sayyid Hasan bin Hasyim Assegaf, yaitu ayahnya Sayyid Abu Bakar yang dikenal sebagai (kakeknya) Habib Lumpangi di Kecamatan Loksado, HSS."
Kalau dilhat dari kelahiran Habib Tanqir Gawa tahun 1862M/1279H di pertengahan abad ke19M, ia dzuriat ketujuh dari Habib Hasan. Maka tujuh generasi dimaksud
- Habib Tanqr Gawa
- bin Muhammad (gelar Abuthair)
- bin Ibrahim (gelar Abu Tha'am)
- bin Abu Bakar as-Tsani
- bin Ahmad Suhuf
- bin Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi)
- bin Abu Bakar (Datu Habib Lumpangi)
- bin Habib Hasan bin Hasyim Assegaf.
Jadi diperkirakan dan hampir dipastikan Habib Hasan berdomisili di kampung Taniran sekitar pergantian abad ke-17 dan 18 M. Atau seiring masa kelahiran dan kehidupan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (Datu Kalampayan)." Dan juga masa Raja Banjar ke-10 yakni Sultan Tahmidullah I tahun 1700-1717 Mashi.
Keberadaan Habib Hasan bin Hasyim Assegaf sebagai Ulama di Taniran.ia penyebar Islam lebih awal atau lebih dulu yakni pada awal abad ke-18M dari pada Syekh H. Sa'duddin bin Mufti H.Muhammad As'ad awal abad ke-19M, Syekh H. Sa'duddin berada di Taniran sekitar tahun 1812M. H Muhammad Thaib atau Syekh H.Sa’duddin lahir tahun 1774M/1194 H di Kampung Dalam Pagar, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Usia 25 tahun, ia pergi ke Tanah Suci Makkah selama kurang lebih 10 tahun untuk menimba ilmu.
Kemudian tahun 1812M setibanya, ia dari Makkah, datanglah tokoh masyarakat (Tetuha kampung Taniran) kepada H.Mufti Muhammad As’ad ayahnya, meminta agar mengirim seorang guru ke Taniran untuk memberikan pendidikan agama, dan bersedia menetap tinggal di Taniran. Permintaan itupun dipenuhi, seiring waktu kemudian ia bersama masyarakat Taniran merehap Masjid Darul Lathif yang bahan dasarnya semua dari kayu Ulin beratap sirap, yang dibeli dan dibawa dengan perahu jukung dari Kota Nagara kala itu.
Adapun sebagai dasar penulis menulis dan mengatakan bahwa Habib Hasan bin Hasyim Assegaf lebih awal berada di Desa Taniran dari pada Syekh H.Sa'duddin bin H.Muhammad As'ad, minimal ada tiga alasan yang kuat, antara lain :
Alasan Pertama (1). Adanya silsilah nasab Habib Hasan Assegaf itu sendiri yaitu kelahiran Habib Tanqirr Ghawa di pertengahan abad ke-19M yakni tercatat Senin, 13 Oktober tahun 1862M/19 Rabi'ul Awwal 1279H di Desa Lumpangi, usia Beliau 126 tahun Hijeriah. Beliau adalah keturunan ke Tujuh dari Habib Hasan bin Hasyim Assegaf. Jadi ada 7 generasi silsilah baru sampai ke Habib Hasan Assegaf. Kalau dirunut dari Habib Tanqirr Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamaluddin bin Habib Abu Bakar (Datu Habib Lumpangi) bin Habib Hasan Assegaf.
Alasan kedua (2) Makam Habib Hasan bin Hasyim Assegaf tersebut baru ditemukan di abad ke-20 Masihi oleh masyarakat Taniran. Karena sangat lamanya Beliau wafat hingga Keluarganya dan masyarakat sekitarnya sudah banyak yang melupakannya.
Alasan ketiga (3) bahwa Buyut Sayyid Abu Bakar (Datu Habib Lumpangi) yang bernama Sayyid Alwi bin Abdillah bin Shalih tahun wafatnya 1842 Masihi. sedangkan Datu Taniran Syekh Sa'duddin awal berada di Taniran mulai tahun 1812 Masihi. Pada tahun tersebut datanglah tetuha masyarakat atau tokoh masyarakat Desa Taniran menemui orang tua Datu Taniran yaitu H Mufti Muhammad As’ad dengan maksud agar berkenan mengirim seorang guru ke Taniran guna memberikan pendidikan agama.
Keterangan artikel ahlul bait di indonesia bahwa; Sayyid Alwi punya anak an. Muzenah dan Aly, Aly menikah dengan Ratubah punya anak an. Zen. Zen menikah dengan Syarifah punya anak an. Alwi, Kemudian Zen menikah lagi perempuan dari bangsa Banakmah berputra Ali, Syarifah Zainab, Syarifah Fetum (ibu Segaf bin Abubakar AlHabsyi), Syarifah Noor dan Syarifah Fedlon (masih hidup tinggal di Kampung Bugis ). kemudian Alwi menikah wanita salehah dari suku banjar dan punya anak Galuh (Syarifah Fatimah) di Kampung Melayu dan Abdul Kadir Jailani di Sungai Mesa]
Alasan keempat (4) tentang keberadaan makam atau pusara anak dan dzuriat Beliau di Desa Lumpangi. Berdasarkan hasil pengamatan kami selama 10 tahun disana. Keadaan Pusara Makam Habaib Datu Lumpangi anak Habib Hasan Assegaf dari tahun 1970-1980M adalah sebagai berikut :
a). Keadaan
makam sudah sangat tua, nisan-nisannya raif sering terbakar dimasa kemarau panjang, dinding batur sudah jatuh ketanah, sudah lama ditinggalkan orang, sudah lama tidak dihuni
penduduk dan keadaan tanaman atau pohon kayu banyak ditemukan pepohonan
langsat, Ramania, Manggis yang hidup disekitar itu banyak dan lebih besar dari
ember plastic isi 16 liter bahkan ada yang lebih besar lagi. rumpun-rumpun
paring tali dan pohon-pohon Kelapa sangat tinggi dan tak berbuah lagi, pohon Durian
ada yang lebih besar dari Kindai Padi lebih dari 2 depa orang tua.
b).Kepemilikan
lahan tanah makam dan sekitarnya waktu itu tidak dimiliki masyarakat umum. Tetapi
dikuasai oleh cucu-cicit-canggah dan wareng keturunan Habib Abu Bakar as-Tsani Ahmad Suhuf Assegaf atas nama Habib Abu Tha’am Ibrahim dan adik kandungnya Abdul Lathif bin Ahmad (Habib Ahmad
Suhuf) bin Muhammad Djamaluddin bin Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf.
c).Waktu
tahun 1970-1975 an Nisan-nisan pusara pada makam Habaib Balai Ulin sudah raif
karena sering terbakar api dimasa kemarau panjang tetapi sebagian berupa batu
sungai, belum ada catatan atau tulisan yang kami temukan kala itu. Andaikata
ada orang lain mengkliam menemukan catatan tulisan yang tertera di Nisan makam
Habaib Lumpangi setelah tahun 1980 an itu adalah suatu hal yang dibuat-buat
secara sengaja untuk mencocokkan /mensenkronkan dengan kepentingan mereka
d).Kalau
dibandingkan Batur-batur yang ada di Balai Ulin dengan Batur batur yang
ada pada
pusara anak-anak Datu Bakumpai, di kota Marabahan keturunan Syekh
Muhammad Arsyad Al Banjari. Batur batur pusara anak Datu Bakumpai sudah ada
seni ukiran (pengamatan tahun 2016 &
2020M). Usia batur-batur makam Datu
Lumpangi lebih tua, belum ada seni ukiran-ukiran pahat-pahatan, dari usia
batur-batur makam anak-anak Datu Bakumpai sudah ada seni pahatannya.
Tetapi
sangat disayangkan Batur-batur itu sebagai bukti peninggalan sejarah semuanya
raif ditelan masa, nilai-nilai sejarahnya hilang begitu saja sehingga
generasi-generasi selanjutnya sulit mengadakan penelitian ilmiah untuk menentukan
keberadaan masa hidup penghuni pusara Habaib dimaksud.Jadi, kalau Habib Abu
Bakar bin Hasan Assegaf dimaksud wafatnya ditulis diawal abad ke-20 Masihi maka
catatan atau tulisan itu tidaklah palid atau tulisan itu belum tepat.
Akhirnya Beliau wafat diperkirakan 19 Sya'ban 1132H/1720M atau pada awal abad ke-18. Saya beberapa kali datang kesana dan bertanya kepada orang-orang yang tua penduduk asli Desa Taniran Kubah RT.002/RW.001 yang dekat dengan makam Habib Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufi Assegaf, diperkirakan mereka mengetahui tentang kapan beliau datang - wafat namun jawabannya tak seorang pun yang tahu dengan pasti tetapi diperkirakan Beliau datang hingga wafat pada awal abad ke-18 Masihi (antara tahun 1701 - 1720M). Belanda mulai menduduki Kota Banjarmasin sekitar tahun 1747M. Beliau barmakam atau berpussara di Desa Taniran Kubah RT.002/RW.001, sekitar 600 meter dari jalan besar atau jalan induk. Atau 500 meter dari makam Syaikh Datu Taniran. Berseberangan dengan langgar Darul Miftahul Jannah. Kubah beliau dikunjungi orang.
Kemudian untuk tugas dan lokasi pelusuk pedalaman dan hulu sungai/ banyu diserahkan pada anak muda yakni Abu Bakar bin Hasan Assegaf. Hingga akhirnya sambil membawa dagangannya sampai ia ke pelusuk suku Dayak Langara Desa Lumpangi yang belum pernah tersentuh Islam pada awal abad ke-18. Melalui Syekh Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman bin Muhammad Assegaf yang mengislamkan suku Dayak Langara dengan nama Rumah Adatnya “Balai Ulin”. Menurut mitologi bahwa suku dayak Langara adalah bagian/ pencaran dari dari suku dayak Maanyan suku dayak tertua di Kalimantan Selatan.
Catatan dan daftar bacaan
Abad ke-16 Masihi dihitung dari tahun 1501M sd. tahun 1600 M, Abad ke-17 Masihi dihitung dari tahun 1601M sd. tahun 1700 M., Abad ke-18 Masihi dihitung dari tahun 1701M sd. tahun 1800 M., Abad ke-19 Masihi dihitung dari tahun 1801M sd. tahun 1900 M.,Abad ke-20 Masihi dihitung dari tahun 1901M sd. tahun 2000 M.dan Abad ke-21 Masihi dihitung dari tahun 2001M sd. tahun 2100 M.
Artikel “Daftar makam Ulama Aulia Habaib HSS” Rihlah Religi Assa’adah Burdah Community Kandaangan, Dakwah sepanjang hayat Teladan sepanjang jaman http://daftarziarahhss.blogspot.com/2019/07/ Diposting oleh Al-Hajrain di 05.23, Rabu, 03 Juli 2019
Artikel tentang “Suku Dayak”yang di tulis oleh Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Suku Dayak - Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas (diakses pada 19 Oktober 2021).
Hasil-hasil Wawancara dengan Habaib Fam/Marga Assegaf Desa Lumpangi yang masih hidup ditahun 2021Masihi, dan Ahmad Bayumbung misalnya Habib Muhammad Burhan atau Muhammad Burhanuddin Assegaf , Bapak Adi Kayi Husni bin Karji, Yadi bin Juhri . Dan lain-lainnya
Artikel “Sejarah Ahlul bait (keturunan) Sayyidina Muhammad Saw di Indonesa” dan http://fakhrur94.blogspot.com/2012/04/sejarah-ahlul-baitketurunan-sayyidina.html
Folklor adalah Ceritera/kisah yang penyebaran dan pewarisannya cenderung dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari datu-datu dan nenek-nenek kami.
Artikel tentang “Sejarah Kalimantan Selatan” dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kalimantan_Selatan diakses 20-10-2021 :07.45 wita.
Posted by Kajian Al-Kahf Email This BlogThis Protect and Secure Your WiFi : https://bit.ly/vpn_secure http://kajianal-kahf.blogspot.com/2012/05/riwayat-assegaf-di-sungai-mesa.html
Banjarmasinpost.co.id, Kandangan, Artikel ini telah tayang di BanjarmasinPost.co.id dengan judul KalselPedia - Datu Taniran dan Sejarah Penyebaran Islam di Banua Anam, Minggu, 17 Maret 2019 11:12, https://banjarmasin.tribunnews.com/2019/03/17/kalselpedia-datu-taniran-dan-sejarah-penyebaran-islam-di-banua-anam?page=all. Penulis: Hanani | Editor: Didik Triomarsidi
Hasil-hasil pengamatan kami dari tahun 1970-1980 terhadap pepohonan yang tumbuh besar di lokasi makam dan sekitarnya dan perbandingan batur-batur ulin Habaib yang ada di Lumpangi dengan batur ulin yang ada di Marabahan anak cucu Datu Kalempayan. ternyata batur Habaib Lumpangi lebih tua dari pada batur yang ada di Marabahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar