Kamis, 21 April 2022

7. Biografi Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf

7. Biografi Habib Muhammad bin Ibrahim bin Abu Bakar bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Baakar Assegaf.

Oleh H.Hasan Baseri, S.Ag bin H.Muhammad Barssih

Ia seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at beragama yang sangat memelihara iman dan islam, ia amat dekat dan kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah dzahir dan amaliah-amaliah bathin lainya.


Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf Lahir

Menurut ceritera Datu-datu dan Nenek kami bahwa  Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim Assegaf di Desa Lumpangi  kelahirannya awal abad ke-19M tahun  1829 Masihi dan wafatnya tahun 1942 Masihi Sumber data lain ada yang menyebutkan bahwa Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim Assegaf lahir di Desa Lumpangi hari Jum'at, tanggal 14 Ramadhan tahun 1252 H/1829 Masihi.

Nama ayahnya adalah Habib Abu Tha’am Ibrahim Assegaf sedangkan nama ibunya Siti Rahmah (Diang Tangang), yang aslinya orang Tangang Bamban Kec. Angkinang. Sebelumnya ibunya bekerja sebagai Pedagang atau penjual Iwak yang ia bawa sendiri dengan lanjung dari Tangang Bamban ke pasar Jum'at Lumpangi” setiap minggunya.


Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf Menerima Pengajaran ilmu Agama

Sjak kecil Habib Abu Thair Muhammad  Assegaf, ia bercita-cita ingin  merantau ke Negeri orang, kata orang tuanya hai Habib Abu Thair Muhammad bahwa “Kalau kau ingin merantau, kau harus banyak basango ilmu, supaya kembalinya kau selamat,” maka iapun telah membekali dirinya dengan giat belajar ilmu-ilmu agama kepada orang tuanya, kepada kakeknya dan pamannya dan juga kepada orang lain tentang ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat.

Dimasa kecil (lahir)nya Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf berada di bawah asuhan kedua orang tuanya bersembunyi di Desa Lumpangi, dimasa penjajahan Belanda datang ke Kalimantan.

Ia Mendapatkan Pengajaran Agama langsung dari : -Abu Tha’am Ibrahim/ Siti Rahmah ayah-ibunya, -Abu Bakar as-Tsani kakeknya -Abdullatif pamannya. Dan -Abu Ali pamannya. Oleh karenanya Dia pandai baca Al-Qur’an dan baca tulis arab Malayu”.


Nasab Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf

الْحَبِيْب اَبًوْ طَيْرٍمُحَمَّدْ بِنْ اَبًوْ طَعَامٍ اِبْرَاهِيْمَ بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ الثَّاني بِنْ اَحْمَدْ صُحُف  بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله


Nama Kuniyah Sayyid Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim Assegaf.

Nama aslinya Muhammad, sedangkan nama kehormatannya Abu Thair atau Ambuthair itu sendiri adalah nama pemberian orang-orang  dan teman-teman disekelilingnya. Mereka memanggilnya dengan gelar “Abuthair" maknanya "Bapa yang punya Burung" tetapi ada juga orang memanggilnya  "Ambutheir” artinya Anak yang pertama atau anak tunggal (nama panggilan untuk anak pertama). 

Gelar “Abuthair" (َاَبُوْ طَيْرٍ) nama Abu Thair yang disimatkan pada awal namanya adalah "Hal ini berkaitan dengan profisi kegemarannya" sejak masa anak-anak hingga remaja, membuat rumah-rumahan (popundokan) dari bambu disamping rumah Ayanya. Dan ia juga gemar sekali memelihara dan memberi makan anak burung, yang diambilnya dari atas pohon kemudian dipeliharanya.  Khususnya burung jenis Tiung dan Sarindit. Ia gemar menjebak, mamasang perangkap untuk mendapatkan burung-burung yang hinggap di atas pepohonan antara lain : “Memulutinya”. Bila burung itu hinggap dekat pulut, kemudian mengibas-ngibaskan sayapnya, maka bulunya kena getah yang ada pada pulut tersebut. Burung itu pasti jatuh ke tanah karena tidak bisa mengembangkan sayapnya. Oleh karenanya ia suka panjat-panjat  pohon untuk pasang pulut dan cari sarang  dan anak burungnya. Sehingga orang-orang disekitarnya menyimatkan pada namanya “Abuthair atau Ambutir”  dengan maknanya “Bapak penyayang burung”


Masa muda Remaja Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf

Masa muda Habib Abu Thair Muhammad bin Abuthair Ibrahim Assegaf di pertengahan abad ke-19 Masihi sekitar tahun 1852, "Beliau hidup dimasa penjajahan Belanda dan menemui awal Jepang menjajah Indonesia."

Sebahagian orang tua desa Lumpangi ada yang berkata "Keadaan fisik postur  tubuh Abu Thair Muhammad dimasa mudanya : Tingginya tidak jauh berbeda  dengan anaknya Tanqir Ghawa, dan bertubuh besar, kekar, berdada bidang,  ganteng, bermuka ceria, berkulit putih sawu matang, rambut sedikit ikal dan berumbak dan sedikit homoris."

Menurut salah satu sumber, ada yang mengatakan bahwa  Abu Thair Muhammad, ia berumur tidak kurang dari 110 tahun bahkan lebih. Yang pastinya tentu saja, lebih muda 30 tahun usianya dari kelahiran anaknya Tanqir Ghawa 1862M.

Menurut ceritera Datu-datu dan Nenek kami Desa Lumpangi "Ketika warga desa Amawang Kandangan banyak yang menghindar dari kesewenangan Penjajah Belanda dan mereka memilih menetap menjadi orang pegunungan di Desa Lumpangi.

Habib Abu Thair Muhammad adalah duriat Habib Lumpangi yang ke-5 yang diberikan umur yang panjang, ia berusia lebih dari satu abad. Ada yang mengatakan/ berpendapat bahwa keberadaan Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim Assegaf di Desa Lumpangi 

Berkata Abuthair Muhammad kepada anak cucunya bahwa “Syukur alhamdu lillaah banar kita ine cucuai, jaka kada datang habib membawa Islam dan nine kita ada yang balaki habib lalu maislamakan datu nine bubuhan  kita Dayak lumpamgi, jaka kada baislam maka kita rugi banar akan dimasukakan ke dalam Naraka, nauudzu billaahi mindzaalik” ucapannya ine telah diucapan pula oleh datu nine kita bahari sebelumnya kepada anak cucunya


Pernikahan Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf dengan ibunda Siti Tiadah (Siti Siyadah/Qiyadah)

Berkata Habib Husni bin Manshur bin Hasan bin Aliadam bin Abdul Latif bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf bahwa “Habib Aliadam punya 2 orang saudara laki-laki yaitu Habib Abdul Karim dan Habib Abdullah. Habib Abdul Karim pernah tinggal lama di Amuntai.”

Menurut ceritera Datu-datu dan Nenek kami bahari bahwa ketika Sayyid  Abu Thair Muhammad muda berprofisi Arsetiktor Bangunan (Tukang) sekitar tahun 1860 Masihii ia berwisata lewat Nagara menuju ke kota Raja Amuntai dan Candi Agung di Hulu Sungai Utara Amuntai, ia menjumpai sepupunya yang juga berprofisi Arsetiktor Bangunan (Tukang) dan Dagang yaitu Habib Abdul Karim bin Abdul Latif Assegaf yang tinggal sudah lama di desa Candi Agung Amuntai Tengah. Ketika ia berada di Amuntai, ia bekerja beserta sepupunya membangun Proyek Balai Rung Permaisuri Raja, saat bekerja itulah ia berjumpa, berkenalan dan jatuh hati dengan seorag Dayang Permaisuri Raja, seorang gadis dara bernama "Siti Siadah/Tiadah atau Siti Qiadah" ia adalah gadis asli orang Candi Agung Amuntai Tengah,  ia berprofisi asal Dayang Pemayungan Permaisuri Raja Kuripan Amuntai. Ia berhenti bekerja di masa mudanya karena ia dipersunting dan dikawini oleh Sayyid  Abu Thair Muhammad di tahun 1860 M.

Konon diceritakan tahun itu bahwa setelah ia mempersunting dan mempersteri atau mengawini an. Siti Siadah atau Tiadah, sebagai Isterinya, sekitar tahun 1861 Masihi saat itu, tanaman banih/ padi telah tinggi dan buah hijaunya sudah  ada yang keluar,  orang menyebutnya tanaman itu“rangkum kupak”, ia ajak isterinya yang hamil muda keladang (pahumaan) di Mantata’i. Saat isterinya berdiri ladang di atas pondok tinggi tersebut, isterinya melihat seekor Rosa atau Kijang berkulit indah memikat hatinya, sedang makan buah bilaran di tepi ladangnya. Ketika sudah pulang, berada dirumah, isterinya ingin sekali memakan hati (ghawa dalam bahasa arab) seekor Rosa yang  pernah dilihatnya. Mungkin karena belum kesampaian hajatnya. Maka setelah anaknya lahir  Senin. 12 Rabi'ul Awal 1279 Hijeriyah berjenis kelamin laki-laki, maka anaknya diberikan nama “ Tanqir Ghawa” artinya “Hati sedikit tergoda.” Pasangan suami-isteri ini hanya punya satu anak semata wayang mereka yang diberinama "Tanqir Ghawa."


Masa Habib Abu Thair Muhammad Assegaf terjadi Perang Banjar pecah saat melawan Belanda yang dikomandoi Pangeran Antasari

Masa Abu Thair Muhammad bin Ibrahim Assegaf telah terjadi perang, disebutkan bahwa Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dikomandoi Pangeran Antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu. Pada 14 Maret 1862, dia dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas,

Pangeran Antasari tidak hanya dianggap sebagai pemimpin Suku Banjar, dia juga merupakan pemimpin Suku Ngaju, Maanyan, Siang, Sihong, Kutai, Pasir, Murung, Bakumpai dan beberapa suku lainya yang berdiam di kawasan dan pedalaman atau sepanjang Sungai Barito, baik yang beragama Islam maupun Kaharingan.

Konon Ia senang  dan suka pula membuat layang-layang, dan bermain layang-layang dimasa anak-anak hingga masa mudanya. Ia diberi gelar oleh teman-temannya dengan laqab “Abu Thaiyar”  artinaya : "Bapa pembuat layang-layang yang terbang"


Makam Habib Muhammad bin Ibrahim Assegaf (Abuthair atau Ambuthair)


Masa Habib Abu Thair Muhammad Assegaf terjadi Banjir besar pada Sungai Kali Amandit.

Dimasanya Sayyid Abu Bakar as-Tsani, Abu Tha'am Ibrahim dan Abu Thair Muhammad telah terjadi Banjir besar, air sunami yang sangat mencekam, dan banyak menelan korban. Balai Pantai Dusin Hulu Banyu bekas tinggal ibunya dan sebagian keluarganya telah hanyut dibawa air bah.  Tragedy Balai Adat Hulu Banyu pecehan Balai Ulin Lumpangi Loksado diperkirakan terjadinya  1247H/1831 Masihi.

Menurut beberapa sumber yang kami himpun bahwa Akibat air sunami tersebt, di Lumpangi khususnya  sebahagian petanahan pedatuan H. Bustani yang dulunya menyatu dengan tanah Balai Ulin telah terkikis menjadi belahan sungai baru akibat air bah (banyu ba'ah) atau banjir besar itu. Sisa satu batang tiang Bekas Balai Adat yang dijadikan sebagai simbol Balai Ulin yang berdiri ditepi sungai belahan sungai yang baru itu  tiangnya bergesir atau kena air bah itu hingga condong dan rebah kedasar sungai. Dan fostur tanah tempat berdirinya bekas Balai Adat Balai Ulin dan sekelilingnya menjadi rendah atau talabuh atau terkikis sebagai akibat ganasnya air bah itu. Kemudian tiang balai yang terandam didasar sungai itu diambil dan dijadikan tiang suku guru atau tiang utama masjid Jannatul Anwar dan diletakkan ditengah-tengah sebagai penyangga atau pananggak kubah saat perihapan masjid

Air bah itu, mampu membelah dua arus, hingga terjadi Erosi (Erosi merupakan proses terkikisnya lapisan permukaan tanah yang disebabkan oleh pergerakan air, angin, es, dan gravitasi serta berlangsung secara alamiah). Erosi membuat sungai baru. Sehingga adanya peristiwa itu halaman Masjid yang dulunya sungai,  telah berubah menjadi pantai. 

Setelah sungai jauh dari Masjid, maka Masid itu direhap total dan dibangun kembali tiang, atap dan dinding menggunakan kayu ulin, kubah bundar atap siraf dan diatasnya dilengkapi dengan aksisoris, lantainya tihal yang dibeli oleh Habib Tanqir Ghawa dari Surabaya dan selesai diawal abad ke-20 Masihi sekitar tahun 1902 Masihi. Menurut ceritera datu nenek kami bahwa ada beberapa tokoh orang Lumpangi yang berperan ikut andil membangun Masjid Jannatul Anwar Lumpangi kala itu antara lain : Habib Abu Thair Muhammad sebagai ketua Pembangunan, Habib Tanqir Ghawa, H. Bustani, H.Mastur, H.Ahmad dan tokoh masyarakat lainnya sebagai anggota.

Setelah peristiwa banjir besar tersebut maka timbullah inisiatif untuk memugar atau merombak Masjid. Peristiwa pemogaran dan perombakan Masjid Pertama Lumpangi terjadi di masa Habib Abu Thair Muhammad dan Tanqir Ghawa anaknya akhir abad ke-19 sekitar tahun 1895-1902 Masihi atas kesepakatan bersama masyarakat Lumpangi, Masjid  Jannatul Anwar direhap total, semua bahan bangunannya dari kayu Ulin, beratap dan kubahnya sirap.

Aksisoris kobah Masjid  Jannatul Anwar Lumpangi dari terbuat almanium dan lantainya tihal yang dibeli oleh Habib Tanqir Ghawa dari Surabaya. Ini adalah menurut ceritera atau penuturan Habib Bahriansyah Assegaf.

 

 Downloads Photo terbaru Masid Jannatul Anwar sekarang

Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf Wafat


Sebagian orang berkata bahwa "Saat Muhammad Basih buyutnya berumur kurang lebih 5 tahun Habib Abu Thair Muhammad telah wafat." Masmurah isteri cucunya telah melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberinama “Muhammad Barsih”. tahun 1937 M. 

Habib Muhammad Burhan Rabbani bermimpi datuknya Habib Abuthair Muhammad bin  Abu Tha'am  Ibrahim Assegaf Tanggal 14 April tahun 2022M telah terjadi wangsit lagi, setelah beberapa kali ia mendapati buyutnya lewat sebuah mimpi, ia memberi isyarat bahwa “Ia pulang hari ini, 16 Ramadhan”. Kemudian Buyutnya Habib Muhammad Burhan Rabbani bermusyawarah dikeluarganya. Kemudian hasilnya ia mengumpulkan orang-orang untuk mengadakan jamuan makan dan di iringi do’a - do’a pada haulnya setiap tanggal 16 Ramadhan, khususnya di tahun tersebut.

Sebagian orang ada yang menyebutkan bahwa Habib Abuthair Muhammad bin  Abu Tha'am  Ibrahim Assegaf berusia cukup lanjut, kurang lebih usianya sekitar 113 tahun, dan ia wafat di Desa Lumpangi,  16 Ramadhan 1361H/ Ahad, 27 September 1942 Masihi. Dimakamkan di Kuburan Muslimin, di kanan Masjid atau bawah jalan bahari sekitar lingkungan Masjid Jannatul Anwar Lumpangi.

Adapun nama Isteri Abu Thair Muhammad yang terakhir adalah "Siti Aisyah" asal orang Tangang Desa Bambam Kecamatan Angkinang, ia juga orang yang diberi umur panjang. Berdasarkan beberapa sumber : ia wafat diakhir tahun 1960-an di makamkan di Kandangan Hulu. 

Wallahu a'lam bissawab:

atang ke Indonesia. berarti Abu Thair Muhammad =Ambuteir wafat  tahun 1942 Masihi.

  Makam Habib Muhammad bin  Ibrahim Assegaf (Abuthair atau  Ambuthair)


    Makam Habib Abu Thair Muhammad Assegaf 


Karomah Siti Tiyadah (Siti Siyadah/ Siti Qiyadah) Ibunda Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf. 

Salah satu Karomah Siti Tiadah Ibunda Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf adalah Menurut ceritera Kayi Sepuh Lumpangi kelahiran 1935M (Habib Husni bin Ahmad Karji bin Tanqir Ghawa bin Muhammad Assegaf) konon diceriterakan bahwa ketika Datung Siti Tiadah atau Datung Qiadah, mandengar  anaknya  Sayyid  Tanqir Ghawa saat merantau di Kampung orang, ia berkalahi (dituduh berbuat onar) dan mendapat masalah di negeri orang, maka Datung Tiadah datang menjemput (maambili) anaknya Sayyid Tanqir ke Pulau Laut (Batulicin). Kata orang bahwa Ibu Sayyid Tanqir Gawa, ia hanya balarut mengayuh jukung yang sangat sedarhana, konon ia bisa dengan mudah dan cepat sampai ke sana, dengan bantuan sahabatnya para tentara Buaya. Beliau orang sakti atau harat, menurut penglihatan orang-orang ketika itu, ia bisa barjalan di atas permukaan air (banyu.) dengan cepat.

Wallahu a'lam bissawab


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Raja-Raja Kesultanan Banjar", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/11/141137979/raja-raja-kesultanan-banjar?page=all. Penulis : Widya Lestari Ningsih Editor : Nibras Nada Nailufar


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A.Historis dan Nasab Dzuriat Datu Habib Lumpangi

  Oleh H.Hasan Basri,S.Ag bin H.M.Barsih Assegaf NASAB AHLU ALBAIT NABI BESAR MUHAMMAD SAW IBN ABDULLAH IBN ABDUL MUTHALIB DARI KELUARGA A...