Sabtu, 25 Desember 2021

Silsilah Nasab Dzuriat Sayyid Abu Bakar Lumpangi Loksado

Dutulis tanggal 24 Desember 2021

 oleh H.Hasan Basri, S.Ag bin H.Muhammad Barsih Assegaf

Silsilah Nasab Dzuriat Habib  Lumpangi (Habib Djamiluddn bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman  Assegaf)

   

 Silsilah Nasab Dzuriat Habib  Lumpangi (Habib Djamiluddn bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman  Assegaf)



1. Nasab Dzuriat Habib  Lumpangi dari Dayak

    Nasab atau keturunan/ dzuriat pertama Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dengan isterinya yang menerima hidayah Islam bernama Siti Jamilah  (asal Dayak) adalah anak laki-laki lahir Senin, 13 Syawwal 1118H/ 1707 Masihi diberi nama Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi). Kemudian keturunan dari Habib Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf inilah yang menguasai dan mewarisi tanah makam dan tanah sekitarnya. Dan keturunan habib ini masih banyak sekarang ini, dan dzuriat-dzuriatnya tinggal dan tersebar di Desa Lumpangi, Kandangan, Barabai, Banjarbaru hingga ada yang  Cantong, Kotabaru, bahkan ada yang di Samarinda.

        Nasab berasal dari bahasa Arab al-nasb yang berartinya menghububungkan kekerabatan, keturunan atau menyebutkan keturunan. Bila al-nasb dibentuk menjadi kalimat tanaasub artinya ikatan, hubungan, kesamaan atau kesetaraan. Nasab dalam hukum Islam memiliki kualitas yang sangat penting karena dengan adanya nasab secara filosofi antara anggota keluarga yang memiliki keterkaitan dan keterikatan yang sangat kuat dan menjadi pondasi utama untuk terbentuknya suatu kelompok manusia yang kokoh, setiap anggota kelompok terkait dan terkait dengan anggota yang lainnya, seolah-olah membentuk jaringan laba-laba dalam kehidupan bersama dalam bermasyarakat dan bernegara (Astuti 2021)


2. Dayuhan dan Intingan Datunya Orang Banua Lima

Konon dipulau Borneo di daerah pesisir sungai Barito pada zaman dahulu sekitar awal abad ke-13M (abat ke-13 yakni th.1200-1300M) hiduplah dua orang Pangeran bersaudara yang terpelajar dan berilmu. Dan dua orang pengiran tersebut bernama Datu Dayuhan dan Datu Intingan nama aslinya (Bambang Basiwara), keduanya masih keluarga dekat, sepupu sekali dengan Raden Japutra Layar Raja Dayak Nan Sarunai. 

Menurut ceritra orang-orang Dayak pahuluan bahari bahwa Japutra Layar anak Raden Japatra Batu dan ia anak Raden Gupitra Dewa. Konon ia punya adik kandung bernama Raden Gupitra Bajawara (alias Datu Paluy) Datu Paluy ini anak dari Datu Sarawin. 

Dimasa mudanya Dayuhan dan Intingan adalah menjabat Patih dari 40 patih kerajaan Nan Sarunai. Bambang Basiwara dan anak-anaknya mengabdi di Kerajaan Tanjungpuri dan Dayuhan dan anak-anaknya mengabdi di Kerajaan Nan Sarunai. Dayuhan dimasa mudanya menikah dengan Dyang Nilam Baiduri anak pembesar Kerajaan Tanjungpuri menurunkan anak : 

Datu Angkin, 

Datu Angara, 

Datu Kumbang, 

Dara Kambang dan 

Datu Kantawan, 

Kelima anak Datu Dayuhan tersebut setelah dewasa menjadi orang terpelajar dan berilmu mereka mengabdi pada Raja Nan Sarunai. Sedangkan Datu Intingan dimasa mudanya menikah dengan Dyang Intan Baiduri (salah seorang Putri Imigran Melayu keturunan Sriwijaya). Hasil pernikahan keduanya menurunkan lima orang anak laki-laki : 

Datu Alai

Datu Tabalong

Datu Balangan

Datu Amandid

Datu Tapin

kelima bersaudara ini, mempunyai profisi dan keahlian berbeda sehingga tak mudah ditaklukkan lawannya. 

Dilansir dari Artikel “Datu Banua Lima, Panglima yang ditakuti Prajurit Majapahit” bahwa Nama Datu Banua Lima cukup dikenal warga Banjar di Kalimantan Selatan. Datu Banua Lima merupakan gelar bagi lima panglima Kerajaan Tanjungpuri yang terkenal sakti dan ditakuti kerajaan lain termasuk prajurit Majapahit pada awal abad ke 14 masehi. Berdasarkan hikayat Datu Banua Lima, kelima Panglima tersebut yang pertama bergelar Panglima Alai, merupakan ahli politik dan strategi perang. Kedua, Panglima Tabalong, yang terkenal gagah, kuat, pemberani, dan berjiwa ksatria. Ketiga, Panglima Balangan yang berwajah tampan, pintar, dan suka menuntut ilmu kanuragan. Sedangkan yang keempat dan kelima adalah si kembar yang bergelar Panglima Hamandit dan Panglima Tapin. Mereka berdua ini terkenal keras dan suka berkelahi. Kala itu Kerajaan Tanjungpuri berhubungan baik dengan Kerajaan Nan Serunai tetangganya. Walau berbeda keyakinan Kerajaan Tanjungpuri yang mayoritas pengikutnya beragama Buddha sedangkan Kerajaan Nan Sarunai pengikut ajaran Kaharingan. (Datu Dayuhan menjadi Kepala Suku Dayak pegunungan Maratus setelah Kerajaan Dayak Nan Sarunai dan bawahannya runtuh).  

 

3. Kerjaan Dayak Nan Sarunai  di serang Majapahit  

        Menurut Sejarah tradisi lisan suku Dayak  bahwa Kerajaan Dayak Maanyan yang bernama Kerajaan Nansarunai pernah berdiri di daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Amuntai, Kalimantan Selatan. Raden Anyan yang menyandang gelar Datu Tatuyan Wulau Miharaja Papangkat Amas disebut-sebut sebagai raja terakhir Nan Sarunai.

"Nan Sarunai diyakini berada di Amuntai, daerah yang terletak di pertemuan Sungai Nagara, Sungai Tabalong, dan Sungai Balangan yang bemuara di Laut Jawa. Daerah itu berjarak sekira 190 kilometer dari Banjarmasin, ibukota Provinsi Kalimantan Selatan sekarang" (Raditya jan 2018)

Kerajaan Nan Sarunai meliputi Kahuripan dan Tabalong/Tanjung Puri adalah kerajaan yang sama . Menurut mitologi suku Maanyan (suku tertua di Kalimantan Selatan), kerajaan pertama di Borneo Selatan adalah Kerajaan Nan Sarunai yang diperkirakan wilayah kekuasaannya terbentang luas mulai dari daerah Tabalong hingga ke daerah Pasir.

Keberadaan mitologi Maanyan yang menceritakan tentang masa-masa keemasan Kerajaan Nan Sarunai sebuah kerajaan purba yang dulunya mempersatukan etnis Maanyan di daerah ini dan telah melakukan hubungan dengan pulau Madagaskar. Kerajaan ini mendapat serangan dari Majapahit. Sehingga sebagian rakyatnya menyingkir ke pedalaman (wilayah suku  Lawangan). Salah satu peninggalan arkeologis yang berasal dari zaman ini adalah Candi Agung yang terletak di kota Amuntai. Pada tahun 1996, telah dilakukan pengujian C-14 terhadap sampel arang Candi Agung yang menghasilkan angka tahun dengan kisaran 242-226 SM (Kusmartono dan Widianto, 1998:19-20). Menilik dari angka tahun dimaksud maka Kerajaan Nan Sarunai/Kerajaan Tabalong/Kerajaan Tanjungpuri usianya lebih tua 600 tahun dibandingkan dengan Kerajaan Kutai Martapura di Kalimantan Timur (Sahriansyah 2015).

Sementara itu menurut sumber kuat (arkeologis ) menyebutkan bahwa Kerajaan Tanjung Puri adalah kerajaan yang sama dengan Kerajaan Nan Sarunai di Kalimantan Selatan.

Kerajaan Nan Sarunai adalah sebuah kerajaan purba, pada masa keemasannya berdatanganlah Para imigran Melayu keturunan Sriwijaya ke tanah Borneo ini, mereka datang ke Tanjungpuri sekitar abad ke-4 M, mereka memiliki budaya lebih maju dari pada penduduk lokal atau suku Dayak pada saat itu, mereka yang menempati pemukiman yang berlokasi di daerah pesisir Sungai Tabalong

Semakin lama perkampungan yang mereka tempati semakin ramai dan kemudian berkembang menjadi sebuah kerajaan kecil bernama Tanjung Puri di bawah kekuasaan Kerajaan Nan Sarunai, 

Pada suatu saat, kota Tanjungpuri mulai berkembang pesat dan menjadi daerah perdagangan yang ramai, serta rakyatnya hidup dalam kemakmuran dan sejahtera.

Kerajaan Nan Sarunai adalah kerajaan purba di Kalimantan Selatan yang diyakini berdiri tahun 242 SM-1389M. Ia sebuah Kerajaan yang mempersatukan etnis Suku Dayak dan etnis Malayu di Kalimantan saat itu tetapi tidaklah banyak terixspots nama raja-rajanya yang berkuasa sebelumnya. Seperti menurut folklor  tutuha kami dan ceritra orang-orang Dayak pahuluan bahari bahwa Japatra Batu, Gupitra Dewa, Sarawin, Mandauwin dan Sumpit Arang adalah nama raja Nan Sarunai

Sedangkan Kerajaan Tanjungpuri diyakini bawahan Nan Sarunai, kedua Kerajaan ini sangat rukun, berkelurga dan bersaudara dekat, bahkan tidak pernah ada permusuhan diantara kedua kerajaan tersebut. Walaupun kedua kerajaan tersebut berbeda keyakinan, tetapi tetap saling menghormati, menjaga, dan saling membantu. 

a..Ekspedisi militer Pertama Kerajaan Majapahit

Sejarah Dayak menyebutkan bahwa Kerajaan Dayak Maanyan yang bernama Kerajaan Nan Sarunai, berdiri dan bertahan berabad-abad di Kabupaten Hulu Sungai Utara Amuntai. "Nan Sarunai diyakini berada di Amuntai, terletak di pertemuan Sungai Negara, Sungai Tabalong, dan Sungai Balangan yang bemuara di Laut Jawa. Nan Sarunai adalah kerajaan Dayak yang kuat dan hebat dan rakyatnya makmur. Buktinya dua kali pasukan Majapahit menyerang kerajaan Nan Sarunai tetapi selalu dapat dipatahkan.

Menurut hikayat Datu Banua Lima bahwa Tahun 1309 M Kerajaan Dayak Nan Sarunai dipimpin raja bernama Raden Japutra Layar, Menurut ceritra orang-orang Dayak pahuluan bahari bahwa Japutra Layar anak Raden Japatra Batu dan ia anak Raden Gupitra Dewa konon ia punya adik kandung bernama Raden Gupitra Bajawara (alias Datu Paluy anak dari Datu Sarawin. Datu Sarawin diperkirakan hidup akhir abad ke-12 Masihi) ia seorang raja Nan Sarunai dan ia kakeknya Datu Dayuhan.

Seorang Raja yang dalam waktu satu genarasi masa memimpin kerajaannya berkisar antara 35-40 tahun baru digantikan oleh penerusnya kerajaan ini yang bertakhta  di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan saat itu. Kemudian penerus Kerajaan Dayak Nan Sarunai dipimpin oleh Raden Neno antara 1339-1341.yaitu anak Raden Japutra Layar.

Menurut Sri Naida, pemerhati sejarah mengatakan bahwa "walau Kerajaan Nansarunai itu dianggap lenyap, toh eksistensi Dayak Maanyan itu tetap ada. Terbukti, dengan adanya 7 uria (petinggi Kerajaan Nansarunai) dan 40 patih yang akhirnya membentuk suku-suku yang ada di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah"

Diceritrakan bahwa Kerajaan Majapahit mengirim ekspedisi militer pertama ke wilayah Borneo. Yang mula-mula diserang adalah Kerajaan Nan Sarunai. Sekitar 5.000 pasukan Majapahit datang dengan kapal-kapal laut melewati Sungai Barito yang dipimpin oleh Senopati Arya Manggala. Dengan membawa pasukan yang sangat banyak tersebut, lalu pasukan Kerajaan Nan Sarunai dengan gagah berani menyambut kedatangan serangan mereka dengan pasukan yang sudah matang dipersiapkan sebelumnya. Lalu terjadilah peperangan sengit antara dua kobo kerajaan ini

Setelah dua hari bertempur dimedan laga menghadapi pasukan Nansarunai yang tangguh dan kuat, akhirnya pasukan Majapahit mampu dipukul mundur oleh pasukan Nan Sarunai yang dipimpin Datu Panglima Angkin tarkanal sakti (anak Datu Dayuhan), bahkan pemimpin pasukan Majapahit ketika itu yaitu Senopati Arya Manggala roboh bersimbah darah dengan liher putus akibat terkena sebitan Mandaunya senjata asli Suku Dayak. Mengetahui pemimpin pasukannya tewas lalu sisa-sisa pasukan Majapahit lari terbirit-birit tunggang langgang menuju kapal untuk menyelamatkan diri dari gempuran dan kejaran pasukan Nan Sarunai dan akhirnya  mereka pulang ke tanah Jawa. Kerajaan Majapahit gagal dalam ekspedisi pertama ini, untuk menaklukan Kerajaan Nan Sarunai (Artikel “Datu Banua Lima, Panglima yang Ditakuti Prajurit Majapahit” diterbitkan SINDOnews.com pada Jum'at, 03 Juli 2015)

Dilansir dari Artikel “Datu Banua Lima, Panglima yang Ditakuti Prajurit Majapahit” bahwa Pada saat itu, Kerajaan Majapahit sangat berambisi untuk menguasai nusantara termasuk tanah Borneo, Kalimantan. Hal itu terjadi karena Maha Patih Gajah Mada sudah bersumpah untuk menguasai dan menyatukan nusantara. Menurut mata-mata Majapahit ada yang mengatakan bahwa kedua kerajaan di Borneo tersebut adalah rakyatnya sangat makmur karena istananya berlapiskan emas. Mendengar hal itu, Prabu Hayam Wuruk, Raja Majapahit begitu berambisi untuk menguasai kedua buah kerajaan tersebut

b..Ekspedisi militer Kedua Kerajaan Majapahit

Setelah gagal dalam ekspedisi pertama, Majapahit kembali mengirim ekpedisi militer kedua. Ekspedisi kedua kali ini dipimpin langsung Laksamana Nala yang diikuti isterinya dengan membawa dua kali lipat pasukan dari ekspedisi pertama. Dalam rombongan pasukan besar ini terdapat juga pasukan khusus Majapahit yang terkenal yaitu pasukan Bhayangkara. Pada ekspedisi kedua ini pasukan Majapahit belum berhasil menaklukkan Kerajaan Nan Sarunai

Diceritrakan pula bahwa dimasa awal Raden Anyan memimpin kerajaan Dayak Nansarunai menggantian ayahnya Raden Neno. menurut Hikayat Datu Banua Lima ada seorang panglima kerajaan berasal dari suku Dayak Alai yang terkenal dengan sebutan Panglima Alai. Bersama lima panglima lainnya yaitu Panglima Tabalong, Panglima Balangan, Panglima Hamandit dan Panglima Tapin dengan membawa 1000 orang pasukan mereka sukses menghalau serangan kerajaan Majapahit pada tahun 1356M. . Laksamana Nala pulang ke tanah Jawa dengan sengaja ia meninggalkan isterinya Damayanti (Samoni Batu nama samaranya) di wilayah /tempat kekuasaan musuhnya tujuannya untuk mengetahui kelemahan musuhnya dengan alasan kapal tidak dapat merapat kepantai karena terjadi musim kemarau saat itu. Beberapa tahun kemudian musim kemarau telah berakhir menyamar  sebagai  saudagar Pedagabg kaya berlabuh di sungai Barito Laksamana Nala menjemput isterinya yang sedang menggendung seorang anak. Disinilah awal bermula timbul rasa .dendam Laksamana Nala dengan Raja Nansarunai karena ia menikahi & menghamili Samoni Batu yang sudah bersuami dan lewat keterangan isterinya tersebut ia mengetahui sumur gua tempat persembunyiannya dan rahasia kelemahan musuhnya.


c. Ekspedisi militer Ketiga Kerajaan Majapahit

Pada 1389 M. Majapahit kembali mengirim ekpedisi militer ketiga Ekspedisi ini dipimpin langsung Laksamana Empu Jatmika dan diikuti Laksamana Nala. Pada ekspedisi ketiga ini pasukan Majapahit melakukan siasat perang yakni penyusupan-penyusupan dari dalam yang tidak disadari lawannya, berupa memasukan kapal yang datang ke darmaga pelabuhan secara bertahap, di wilayah Kerajaan Nan Sarunai, hingga tak dicurigai lawan, mereka menyamar sebagai saudagar pedagang kaya yang banyak pelayannya untuk mengetahui kelemahan lawan, penyamaran ini dilakukan dalam waktu yang lama hingga kelemahan lawan ditemukan. Kemudian baru mengadakan serangan secara tiba-tiba hingga berhasil menaklukkan Kerajaan Nan Sarunai, bahkan serangan ketiga tersebut Raja Nan Sarunai yang bergelar Datu Tatuyan Wulau Miharaja Papangkat Amas yang terkenal konon sakti mandarguna tetapi ia diduga gugur dalam konvirasi peperangan. Peristiwa runtuhnya Kerajaan Nan Sarunai yang oleh orang-orang dayak Maanyan dikenal dengan istilah “Nan Sarunai Usak Jawa”. Konon atas petunjuk isterinya, diduga Raja Nan Sarunai terbunuh dengan sebuah tombak sakti miliknya sendiri yang dilakukan oleh Laksamana Nala di dalam sebuah sumur gua tempat persembunyiannya. Versi lain menyebutkan bahwa yang ditangkap dan dibunuh dengan sebuah tombak sakti itu adalah Raksa Gangsa pengawal setia Raden Ayan (adik kandung istrinya) sedangkan Raden Ayan sendiri selamat dari konvirasi penangkapan dan pembunuhan saat itu ia melarikan diri menuju Banua Lawas Amuntai dan bersembunyi disana hingga akhir hayatnya. Sedangkan Ratu Kerajaan Nan Sarunai yang bergelar Dara Gangsa Tulen dan sebagian keluarganya lari menyelamatkan diri menuju pedalaman dibantu dua orang Punggawany

Tetapi setelah Kerajaan Nansarunai tersebut diserbu dan dihancurkan oleh  pasukan tentara Kerajaan Majapahit diakhir abad ke-14 Masihi tahun 1389.  Maka suku  Dayak Maanyan  tersebut  terdesak dan terpencar atau tercerai berai dan sebagian Punggawa dan rakyatnya menyingkir dan menyelamatkan diri masuk ke pedalaman-pedalaman hulu sungai. Diperkirakan 1 setengah abad (150 tahun) kemudian yakni tahun 1552M salah  satu kelompok genarasi ke-4 dan genarasi ke-5  mereka ada yang datang /sampai ke desa Lumpangi Loksado.


d. Dua Punggawa Penyelamat Ratu dan Keluarganya Raja Nan Sarunai

Menurut versi lain bahwa kedua anak laki-laki  itu bernama Amandit anak Datu Intingan dan Kantawan anak Datu Dayuhan. Amandit adalah seorang anak yang suka/gemar sekali berada di air untuk mencari iwak dengan lukah atau serapang/tumbak atau bagagaf. Ia membuat rampa/gubuk ditengah sungai untuk meditasi/bertapa mendapatkan kesaktian. Anehnya gubuk yang ia buat selalu aman dari banjir dan ia juga mengintai ikan-ikan lewat rampanya untuk diserapang. Ia suka mandi-mandi di sungai berhari-hari, berminggu-minggu bahkan ia sering lupa makan,lupa pulang kerumah. Mandit menurut bahasa Dayak berarti "mata air yang mengalir" atau "mata air yang keluar/memancar dari bukit-bukit". maka kumpulan mata air yang mengalir dari bukit-bukit tersebut disebut "Amandit". Kemudian masyarakat setempat mengabadikan nama Amandit pada sebuah batang banyu atau sungai yang mengalir dari Hulu Banyu, dengan nama "Amandit" yaitu sungai  Amandit.

Setelah dewasa keduanya bertemu dengan Raja Nansarunai saat Raja berburu Kijang di hutan belantara Lumpangi  dan kedua saudara diperkenankan ikut bersama Raja dan keduanya menjadi Prajurit dan mengabdi pada kerajaan Nansarunai 

Menurut Ahmad dan Ceritra datu nenek kami bahwa “Amandit adalah nama dua orang Punggawa Kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang ditugaskan membawa menyelamatkan Dara Gangsa Tulen  Ratu Nansarunai dan keluarganya dari kejaran-kejaran tentara Majapahit. Punggawa Amandit membawa mereka lewat tanah kelahirannya hingga perjalanan sampai ke- Desa Peramasan Atas Kab. Banjar. Nah di Desa inilah terdapat sebuah nama bukit /gunung Panginangan Ratu dan makam Ratunya ada disana.”

Sedangkan Kantawan seorang anak yang suka bermain-main berada ditempat bukit tinggi atau naik ke gunung yang tinggi yang ber"awan" sehingga ia sering lupa pulang ke rumah. Masa remaja Ia juga membuat rampa/ gubuk dipuncak bukit batu yang tinggi dan tinggal menyepi-semedi bersma isteri dan anaknya untuk mendapatkan ilmu kesaktian dari sang Maha Kuasa. Kemudian masyarakat setempat mengabadikan nama Kantawan pada sebuah bukit batu yang tinggi dan berawan, dengan nama "Kantawan" yaitu bukit batu yang berawan.

Adapun Duhung atau dohong adalah senjata tikam berbentuk tumbak suku Dayak tertua dengan ukuran panjang hulu dan kumpangnya antara 50-75 cm.


1. Berdirinya Balai Adat Balai Ulin di Desa Lumpangi

Menurut kisah /ceritera Dayak Datu-neni kami bahari bahwa Nah di Desa Lumpangi inilah tahun 1552 Masihi atau pertenghan abad ke-16 awal mula pernah berdiri sebuah  Balai Adat Dayak. Kemudian pada pertengahan abad ke-17 Balai Adat itu direhab kembali secara total yang perabut bangunannya dari kayu Ulin. Kayu Ulin tersebut ditebang dan diolah (ditarah) dengan kapak Baliung atau Balayung. Peralatan lainnya seperti parang.Bungkul, Duhung, Mandau untuk mengkayau/perang dan Sumpit untuk berburu binatang liar. Kayu-kayu tersebut diambil dan dibawa dari Hulu Banyu Loksado dengan  rakit bambu /lanting. Balai  Adat itu dikenal oleh masyarkat desa Lumpangi dengan nama Balai Ulin.

Menurut ceritra datu nenek kami kalau dihitung dari runtuhnya kerajaan Nan Sarunai bahwa diperkirakan generasi ke-8 dan ke-9 pancaran Suku Dayak Maanyan yang hidup menempati Balai Adatnya "Balai Ulin" Lumpangi Loksado diawal abad ke-18 tersebut. Sekitar tahun 1700 Masihi Balai Adat tersebut dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dayak atau Tetuha atau Penghulu Adat bernama Langara, ia punya adik kandung bernama Ulang. Dayak Ulang ini punya anak bernama Bumbuyanin (Bambuyanin) dan Bayumbung (Bayubung atau Banyubung),  sedangkan Dayak Langara menurut sumber data punya 3 anak pertama bernama Talib dan kedua bernama Anjah dan ketiga bernama Aluh Milah. tidaklah sampai 1 setengah abad Balai Adat Balai Ulin ini berdiri kemudian balai adat ini ditinggalkan  orang Dayak atau bubar.


2. Tradisi Dayak dalam membangun rumah/balai adat

Salah satu yang menjadi tradisi adat Dayak dalam membangun rumah/balai adat bahwa "muka rumah/ balai adat selalu menghadap kearah matahari terbit, tak terkecuali Balai Adat "Balai Ulin" itu mukanya juga mengadap kearah matahari terbit, dan balai itu dihuni oleh 7-10 kepala keluarga. Orang Dayak menjunjung tinggi semangat rasa kebersamaan dan mereka memiliki dapur masing-masing. Balai Adat berbentuk panggung dengan ukuran panjangnya diperkirakan 35-50 meter dan lebar 10-12 meter dan tinggi lantai dari permukaan tanah 2 setengah hingga 3 meter dan 7 anak tangga kecil untuk menolak Hantu kepala terbang. Tangga itu hanya dilewati 1 orang lebar kurang lebih 50cm..

3. Agama yang dianut Suku Dayak  Lumpangi

dapun agama atau kepercayaan yang mereka anut saat itu adalah "KAHARINGAN" yakni kepercayaan terhadap kekuatan roh-roh nenek moyang mereka, oleh karenanya dikenal dengan Dayak Kaharingan. Kepercayaan yang mereka anut itu dikenal oleh masyarakat Hulu Sungai Selatan dengan sebutan Babalian atau Balian.

Kaharingan adalah agama asli suku Dayak di Pulau Kalimantan. Agama Kaharingan sudah ada sejak lama di Kalimantan bahkan sebelum agama-agama lainnya memasuki Kalimantan. Saat ini Kaharingan menjadi salah satu agama leluhur di Indonesia yang masih bertahan dan masih dianut oleh sebagian suku Dayak, khususnya di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.(Kaharingan ensiklopedia bebas)

        Orang-orang Dayak ini adalah salah satu penduduk asli yang terbesar dan tertua yang mendiami pedalaman pulau Kalimantan. Mereka membawa kayu Ulin dengan  rakit bambu /lanting. Rumah  Adat Dayak itu berbentuk Panggung, rumah panjang dan tinggi dikenal oleh masyarkat desa Lumpangi dengan nama Balai Ulin dan dipimpin oleh Kepala Suku /Tetuha /Penghulu Adatnya yang bernama Langara.

        Kaharingan dan suku Dayak di Kalimantan adalah satu kesatuan yang tak dipisahkan. Menurut orang Dayak, agama Kaharingan telah ada sejak awal penciptaan. Sejak Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa) menciptakan alam semesta. Bagi mereka, Kaharingan sudah ada beribu-ribu tahun sebelum masuknya Hindu, Budha, Islam dan Kristen. Istilah Kaharingan artinya tumbuh atau hidup, seperti dalam istilah danum kaharingan (air kehidupan), maksudnya agama suku atau kepercayaan yang hidup dan tumbuh secara turun temurun dan dihayati oleh masyarakat Dayak di Kalimantan ( Eko 2014)

        Tetuha Adat Dayak Langara punya adik kandung yang bernama Ulang. Kedua beradik Dayak inilah yang membangun Balai Adat dengan nama Balai Ulin di Desa Lumpangi. Ulang adalah seorang Dayak yang punya anak yang bernama Bumbuyanin dan Bayumbung. Nama ini nantinya dijadikan nama Balai Adat tertua di Hulu Banyu Loksado dan kemudian Balai Adat Bayumbung di desa Halunuk.  Dikatakan orang bahwa Tetuha Adat Langara juga punya 3 anak an. Talib, Anjah dan Aluh Milah.

Menurut Ahmad/Amat, usia 55 tahun, ia seorang muslim asal dayak orang Bayumbung yang saya wawancarai bahwa "Bayumbung itu adalah nama orang atau nama Tetuha Adat, Ia badangsanak atau adik dan kakak dengan yang benama Bumbuyanin".


4.Rekam Jejak Perjalanan Habib Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Aly  Assegaf ke Nusantara dan terus ke Bandarmasih

Menurut Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh, terjemah Dzija Shahab, Almaktab-AlDaimi bahwa “Orang Arab dikenal sebagai orang yang suka berpetualang menjelajahi sepanjang lautan sebelum dan sesudah berkembangnya Islam, kedatangan orang Arab di Indonesia makin jelas setelah agama Islam lahir (abad VII M). Pada masa ini mereka sedang mengemban dua tugas yaitu berniaga dan menyiarkan agama Islam. Jauh sebelum Belanda datang pertama kali ke Nusantara tahun (1596) Masihi, sudah ada orang Arab yang datang dari Hadramaut ke Jawa termasuk ke Jakarta" (Sejarahahlulbait 2014).

Awal masa Kesultanan Banjar masa  pemerintahan sultan Suriansyah, Menurut sumber data bahwa “Habib asal Hadramaut yang datang pertama kali berkunjung ke Bandarmasih tujuannya berdagang dan mencari rempah-rempah diperkirakan awal abad ke-16M yakni tahun 1536 Masihi, ia adalah orang tua Umar Ash-Shufy yakni “Habib Abdurrahman” bin Muhammad bin ‘Aly Assegaf. Beliau nginap di Sungai Mesa Bandarmasih dan ia tidak lama menetap di kota ini kemudian balik lagi. Beliau berasal dari  Seiyun Hadramaut (juga ditransliterasikan sebagai Saywun, Sayoun atau Say'un; 

Beliau Datuknya dari (Datu Habib Lumpangi) adalah salah satu dzuriat keturunan Syekh dan Imam Sayyid Abdurrahman bin Habib Muhammad Maula Dawilah berasal dari Hadramaut Yaman, ia singgah menetap atau berdomisili yang lama di Kesultanan Demak Jawa Tengah sehingga beliau bersikaf dengan adat Jawa, lembut dan sopan dan juga sangat pasih berbahasa Malayu Indonesia. Fam/marga beliau As-Saqqaf, akan tetapi orang-orang Arab menyubutkan kata as-Saqqaf sulit/tidak bisa, maka disebutkan dengan lisan Arab adalah as-Seggaf. Orang Indonesia menulinya "Assegaf".


5. Jejak Perjalanan Habib Hasyim bin Muhammad Assegaf dan Keluarganya dari Seiyun Hadramaut Yaman ke Nusantara

Sejarah menyebutkan bahwa “Salah satu keturunan Nabi Muhammad Saw yakni Habib Hasyim bersama keluarganya dilaporkan melalui perjalanan panjang mereka bertolak dari Seiyun Hadramaut menuju ke pelabuhan Turki terus menuju Asia Tenggara lewat Singapora menuju ke pelabuhan Palembang terus menuju ke pelabuhan Gresik hingga tiba di Kesultanan Demak Jawa Tengah

Islam mengalami puncak keemasan atau kejayaan di Nusantara di masa Kesultanan Demak di Jawa Tengah. Habib Hasyim bersama keluarganya datang ke Nusantara dan menetap lama di Kel. Randusari, Kec. Semarang Selatan, Kota Semarang Prov. Jawa Tengah

Adapun Habib Hasyim bin Muhammad Assegaf diperkirakan hidup abad ke-17 Masihi. Abad ke-17 dihitung dari tahun 1601-1700 Masihi. Ia dengan kedua anaknya dan cucunya Habib Abu Bakar mereka datang dari Seiyun  Hadramaut, Negeri Yaman atau Yordania. 

Kalau kita analisa antara Habib Idrus dan Abu Bakar keponakanya maka lebih tua Habib Abu Bakar, salah satu alasannya ketika mereka hijerah ke Nusantara, Abu Bakar sudah punya isteri dan anak an.Shalih sedangkan Idrus menikah dan punya anak an.Aly ketika ia berada di Sungai Mesa Bardarmasih dan Keluarga Habib Hasyim ini, mereka berkhidmad dan menetap tinggal di kota Semarang ini dimasa Kesultanan Demak.

Habib Alwi bin Abdillah bin Shalih adalah Buyut pertama dari Habib Abu Bakar bin Hasan Asseggaf Lumpangi yang menyusul dan mengikuti jejaknya ke Nusantara untuk meneruskan - menyempaikan Misi Dakwah Islam dari pendahulunya.

Salah satu pendatang Hadramaut yang disebut-sebut  pernah bermukim di wilayah ini adalah Habib Alwi bin Abdillah Assegaf (wafat pertengahan tahun 1800-an) (Artikel Kajian al Kahfi)

Menurut Artikel Sejarah Ahlul Bait (Keturunan) Sayyidina Muhammad Saw di Indonesia menyebutkan bahwa “Seorang dari keluarga Assegaf bernama Alwi (w.1842M) bin Abdillah bin Saleh bin Abubakar dilaporkan melalui perjalanan panjang dari Hadramaut-Turki-Palembang-Gresik sebelum menyinggahi Banjarmasin dan sempat bermukim di Kampung Sungai Mesa. Alwi kemudian menetap di Martapura (Kampung Melayu) dan mendapat hadiah tanah dari Sultan Adam di daerah Karang Putih. Kelak ia dan anak cucunya bermakam di tanah pemberian sultan tersebut (makam Karang Putih Jl Menteri Empat Martapura) ”( Artikel Fakhrul 04-2012M)

Dan hingga akhirnya Habib Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy dengan kedua anaknya Habib Hasan dan Idrus Assegaf berada di Kelurahan Randusari, di kota ini mereka mempelajari sungguh-sungguh  Bahasa setempat hingga mereka paham dan pandai berbahasa loghat Malayu dan loghat Bahasa Jawa. Tujuan utamanya disamping berdagang dan untuk mempermudah menyampai Misi Dakwah Islam dari moyang mereka. Habib Hasyim dan Idrus anaknya ini keduanya wafat di kota ini Habib Hasyim wafat  diperkirakan tahun 1666M/ 1077H, dan sekarang keduanya bermakam berlokasi Kelurahan Randusari, Kec. Semarang Selatan, Kota Semarang Jawa Tengah. Habib Hasyim ia adalah orang tuanya Habib Hasan, dan Habib Hasan yang wafat diperkirakan tahun 1720M dan makamnya berkubah di Taniran, Kec. Angkinang Kab. Hulu Sungai Selatan, Prov. Kalimantan Selatan.

Adapun marga tertua atau fam tertua dari puluhan marga/fam Dzuriat Nabi Muhammad Saw yang ada di Indonesia ialah al saqqaf (Assegaf). Lalu Assegaf ini tinggi, Keturunan Nabi yang ada di Indonesia ini umumnya adalah generasi ke-38 atau ke-39 tahun 2022".bahkan kalau dilihat nasab Dzuriat Datu Habib Lumpangi di Kalimantan Selatan sampai generasi ke-40 dan generasi ke-41 di tahun yang sama.

Penulis belum menemukan keterangan Habaib lain atau Artikel-artikel yang ditulis ttg pernikahan Habib di kota ini, masa ia menetap  di Kesultanan Demak di Jawa Tengah, Tetapi secara normal tidak menutup kemungkinan Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf menikah lagi dengan wanita salihah di kota itu, sebab  dikatakan bahwa ia cukup lama tinggal menetap bersama kakeknya Habib Hasyim di Kel. Randusri Kec. Semarang Selatan di sekitar abad ke-17 Masihi.

6. Habib Hasan bersama keluarganya dan adiknya Habib Idrus berhijerah dari Randusari Semarang dan tiba di Bandarmasih dan mereka  menetap lama dipelabuhan kapal Kampung  Sungai Mesa Bandarmasih

Sejak awal abad ke-16M tersebut yakni  mulai 24 September 1526M, Kerajaan Banjar berubah menjadi Kesultanan Banjar, Agama resmi kerajaan yang dulunya Hindu berubah menjadi  Agama Islan. Pengeran Samudera setelah masuk Islam menjadi atau bergelar Pengeran Suriansyah. Nama kotanya yang dulunya Bandarmasih menjadi Banjarmasin sekarang.

Ada yang mengatakan bahwa Islam mulai masuk ke Kalimantan Selatan abad ke 15M sampai abad ke 18M. Pada Abad ke-17M sampai ke-18M adalah masa  puncaknya perkembangan agama Islam di Kalimantan Selatan dan masa keemasan Kerajaan Banjar. Adapun puncak keemasan Kerajaan Banjar dan perkembangan Islam ditandai datangnya syekh-syekh / Habaib  ke Banjar 

Setelah Kerajaan Banjar memperoleh kemenangan melawan Kerajaan Daha. Inilah salah satu alasan Kesultanan Demak mengirim dan mengutus Para Habaib dan Syekh-syekh Islam secara resmi datang ke Kesultanan Banjar, dan diakhir abad ke-17 Masihi yaitu masa Raja Banjar yang ke-10 Sultan Tahmidullah I tahun 1700-1717 Masihi, diantaranya Sayyid Abdullah bin Abu Bakar al-Aydrus dengan isterinya Siti Aminah menuju Desa Lok Gabang  Martapura (mereka orang tua Datu Kelampayan). Sedangkan Habib Hasan dan anak kandungnya Habib Abu Bakar Assegaf menetap di kampung Sungai Mesa Bandarmasih

“Sungai Mesa merupakan sebuah kampung tua di Kota Banjarmasin (Bandarmasih dahulu). Kampung ini dibangun oleh seorang tokoh yang dikenal dengan nama Kiai Mesa Jaladri. Tidak diketahui persis, kapan Kiai Mesa membangun wilayah ini, yang jelas sejak itu Kampung Sungai Mesa menjadi wilayah tempat tinggal yang strategis. Letaknya yang persis di tepi sungai Martapura, membuat daerah ini menjadi semacam pelabuhan kecil tempat menaik-turunkan barang dagangan dari perahu. Di seberang Sungai Mesa adalah Jalan Pasar Lama Laut yang sekarang menjadi pusat perkantoran pemerintah Provinsi Kalsel” (Artikel Kajian al Kahfi)

Habib Hasan bersama keluarganya menetap di kampung pelabuhan Sungai Mesa Bandarmasih tak menutup kemungkinan Habib Abu Bakar bin Hasan menikah lagi dengan wanita salihah dan punya satu atau dua isteri dan punya satu atau dua anak khususnya di kampung pelabuhan Sungai Mesa tersebut, Orang-orang Banjar menyebut kampung tersebut dengan sebutan "Kampung Arab". Kemudian isteri dan anakya, ia tinggalkan berniaga, sebelum ia sampai ke Desa Lumpangi.  tetapi  Penulis belum menemukan orang yang ngaku dzuriatnya berdasarka silsilah nasabnya.

Penulis belum dapatkan keterangan yang jelas ttg pernikahan Habib sebelum kedatangan Buyut pertamanya Habib Alwi bin Abdillah bin Shalih  ke Nusantara sekitar abad ke-19 Masihi. Tetapi sebelum itu tidak menutup kemungkinan Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf menikah lagi dengan wanita salihah di kampung  Sungai Mesa. Sebab keberadaannya cukup lama  tinggal menetap di Kampung Sungai Mesa Bandarmasih di sekitar akhir abad ke-17 Masihi.

Abad ke-17 dihitung dari tahun 1601 sd. tahun 1700. Sedangkan Abad ke-18 dihitung dari tahun 1701 sd. tahun 1800.  Jadi Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf diperkirakan lahir antara tahun 1725-1740 Masihi atau Ahmad diperkirakan lahir di paruh kedua pertengahan tahun 1800-an.

Menurut salah satu Artikel yang pernah saya  baca mengindikasikan Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf memang menikah dan punya anak, dan keturunannya tersebut bahwa “Orang Pemukim lama (tua) yang tinggal di Sungai Mesa Bandarmasih dari golongan sayyid-habib  yang ber- Marga-Fam Assegaf adalah Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf, dialah keturunan (anak) Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf.

Menurut Artikel Kajian al Kahfi bahwa “Pemukim dari golongan sayyid yang terhitung orang lama (tua) di Sungai Mesa adalah Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf. Ahmad diperkirakan lahir di paruh kedua pertengahan tahun 1800-an. Ahmad memiliki saudara bernama Umar, Muhdor dan Muhammad. “Pekerjaan Habib Ahmad berdagang kayu ulin, juga membawa tajau, belanga berdagang dengan urang Dayak,” cerita Syarifah Nikmah.

Setelah lama menetap di Bandarmasih Habib Hasan bersama keluarganya berhijerah dari kampung pelabuhan Sungai Mesa Bandarmasih diperkirakan dipertengahan akhir abad ke-17 Masihi mereka mudik menyisir tepi sungai Barito dengan perahu jukung, membawa dagangannya berupa kain sarung dan imitasi perhiasan wanita, setiap ada tumpukan rumah penduduk di tepi sungai yang mereka lalui mereka singgahi, menawarkan dagangan yang mereka bawa. berhari-hari bahkan berminggu-minggu mereka mengayuh jukung, bahkan berbulan-bulan mereka meliwati kampung-kampung, melewati Desa-desa dan kota-kota pelabuhan kapal. Seperti kota pelabuhan Sungai Pinang Nagara mereka singgahi. 


7. Habib Hasan bersama keluarganya tiba di Nagara dan  menetap lama dipelabuhan kapal desa Sungai Pinang Nagara


Menurut ceritra datuk-neni kami bahari dan kisah  orang-orang tua yang saya temui bahwa Habib Abu Bakar bersama orang tuanya berhijerah & berdagang dengan membawa Misi Dakwah Islam dari pelabuhan kapal Sugai  Mesa  Bandarmasih Kalsel, mereka berlabuh dengan Perahu/jukung yang sangat sedarhana, mereka mulai menyisir tepi Sungai Barito menuju aliran sungai Marabahan (penduduk aslinya suku Dayak Bakumpai) mereka singgah beberapa hari, terus dari sini mereka menuju aliran sungai Margasari (Kab. Tapin) di pelabuhan Margasari (kota Candi Laras-Agama Hindu) di Margasari ini mereka singgah /menetap  dan berdakwah beberapa bulan akhirnya dari sini mereka berlabuh lagi hingga tiba di pelabuhan kapal Sungai Pinang Nagara.

Tetapi Habib Abu Bakar  tidak membawa dan tidak mengikut sertakan anak dan isteri dalam hal mencari rezki berdagang di pelabuhan kapal desa Sungai Pinang Nagara dan Margasari dan juga sekitarnya.

Diperkirakan dipertengahan akhir abad ke-17 Masihi antara tahun 1680-an sd. 1700-an ini, Habib Hasan bersama keluarganya sudah menetap Nagara. Seperti kota pelabuhan kapal desa Sungai Pinang Nagara. Tepatnya mereka singgahi di pelabuhan kapal desa Sungai Pinang dekat pasar Nagara sekarang. Habib Abu Bakar bersama ayahnya Habib Hasan pergi berdagang dan membawa misi dakwah Islam meninggalan anak dan isteri berhari-hari, berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan tidak pulang kerumah. Tetapi. mereka juga menetap lama di pelabuhan kapal desa Sungai Pinang ini. Sehingga Habib Abu Bakar bin Hasan bahwa ia menikah lagi dengan wanita shalihah yang ada di desa Sungai Pinang Nagara saat itu, dan dari pernikahannya ini ia punya anak satu atau dua orang laki-laki yang tersebar ditempat-tempat yang pernah disinggahinya dan salah satu keturunannya yang terkonvirmasi di kota ini an. Abdul Hamid”. Dan salah satu cucunya bernama Saqqaf (ditulis-dibaca Seggaf) yakni Alhabib Seggaf bin Abdul Hamid bin Abu Bakar Assegaf (Kramat Assegaf Sungai Pinang) Alamat; Samping Kantor Desa Sungai Pinang-Nagara, KM.37. Kecamatan Daha Selatan.Kab.Hulu Sungai Selatan  Prov.Kalsel.

Diawal bulan Juni 2025 ada orang dari kota Palangkaraya minta konvirmasi ttg nasab keluarga Habib Abu Bakar Lumpangi, ia ingin mendaftarkan  nasabnya ke Rabithah. Kalau nasabnya seprti ini, dan jumlah nasab antara 38-39 orang ke anaknya masih memenuhi syarat tahun ini :

Sebab menurut penelitian Pakar Nasab menyebutkan bahwa “ marga tertua atau fam tertua dari puluhan marga/fam Dzuriat Nabi Muhammad Saw yang ada di Indonesia ialah al saqqaf (Assegaf). Lalu Assegaf ini tinggi, Keturunan Nabi yang ada di Indonesia ini umumnya adalah generasi ke-38 atau ke-39 tahun 2022".bahkan kalau dilihat nasab Dzuriat Datu Habib Lumpangi di Kalimantan Selatan sampai generasi ke-40 dan generasi ke-41 di tahun yang sama.

Sebab menurut penelitian Pakar Nasab menyebutkan bahwa “ marga tertua atau fam tertua dari puluhan marga/fam Dzuriat Nabi Muhammad Saw yang ada di Indonesia ialah al saqqaf (Assegaf). Lalu Assegaf ini tinggi, Keturunan Nabi yang ada di Indonesia ini umumnya adalah generasi ke-38 atau ke-39 tahun 2022".bahkan kalau dilihat nasab Dzuriat Datu Habib Lumpangi di Kalimantan Selatan sampai generasi ke-40 dan generasi ke-41 di tahun yang sama.

Marga tertua atau fam tertua dari puluhan marga/fam Dzuriat Nabi Muhammad Saw yang ada di Indonesia ialah al saqqaf (Assegaf). Lalu Assegaf ini tinggi, Keturunan Nabi yang ada di Indonesia ini umumnya adalah generasi ke-38 atau ke-39 tahun 2022".bahkan kalau dilihat nasab Dzuriat Datu Habib Lumpangi di Kalimantan Selatan sampai generasi ke-40 dan generasi ke-41 di tahun yang sama.

Adapun silsilah Nasabnya menurut Habib  H. Abdullah bin H,Hubbul Wathan Assegaf sebagai berikut    :

  1. H.Abdullah
  2. bin H.Hubbul Wathan
  3. bin H.Muhammad
  4. bin M.Arsyad
  5. bin Jafri
  6. bin Abdul Hamid
  7. bin Abdurrahman Assegaf Ketapang Kec. Bakarangan Rantau
  8. bin Abdul Hamid (orang tua Habib Segaf  Desa Sungai Pinang Nagara)
  9. bin Sayyid Abu Bakar (سَيِّدِ أَبُوْبَكَرْ) w.1759M. 
  10. bin Hasan w.1720M
  11. bin Hasyim w.1666M/1077H
  12. bin Muhammad
  13. bin Umar ash-Shofi
  14. bin Abdurrahman
  15. bin Muhammad
  16. bin Ali w.840H
  17. bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman Assygaf (1338-1416M)
  18. bin Syekh Muhammad (Maula Ad-Dawilah wafat 665 H))
  19. bin Syekh Ali (Shahibud Dark) w. Rabu 17 Rajab 709H /1289M
  20. bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur (w.669 H)
  21. bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad (574-653H(1232M)
  22. bin Sayyidina Ali Walidul Faqih
  23. bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Mirbath (w. 556H/1161M)
  24. bin Sayyidina Ali (Al-Imam Kholi Qasam  w.527 H/1133 M)  
  25. bin Sayyidina Alwi (w.512H) 
  26. bin Sayyidina Al-Imam Muhammad (Shahib As-Shouma’ah w.446H)
  27. bin Sayyidina Al-Imam Alwi Alawiyyin (Shahib Saml)
  28. bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah (Shahibul Aradh  w.383H)
  29. bin Sayyidina Al-Imam Al-Muhajir Ahmad (820-924M)
  30. bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi (w.270H)
  31. bin Sayyidina Al-Imam Muhammad An-Naqib
  32. bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraidhi (765-818M)
  33. bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq (702-765M)
  34. bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir (676-732M)  
  35. bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin (658-713M) 
  36. bin Al-Imam As-Syahid Syabab Ahlil Jannah Sayyidina Al-Husein (626-680M)  
  37. bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah Az-Zahra ( w.11H)
  38. binti Rasulullah Muhammad SAW ibni Abdullah ( 570-632M)

Habib Hasan bersama keluarganya hijerah lagi dari Pelabuhan Sungai Pinang kota Nagara diperkirakan diakhir abad ke-17 Masihi, Setelah lama mukim di Nagara mereka mudik menyisir tepi sungai melewati sungai desa Garis singgah, di desa Bangkau singgah, melewati desa Tawar singgah, di desa Sungai Kupang singgah kemudian menyisir sungai kecil menuju Sungai buntut Taniran, hingga tiba tepatnya di Rt.01 Desa Taniran. Kala itu arus tranportasi yang digunakan masyarakat melalui jalan laut dan sungai.


8. Dakwah Habib Hasan bin Hasyim Assegaf Desa Taniran  awal Abad ke-18 Masihi  tahun 1701 - 1720  di Kec. Angkinang di Kab. Hulu Sungai Selatan 

1. Habib Hasan lahir dan Usianya serta Keberadaannya di Taniran

Sayyid Hasan bersama keluarganya hijerah lagi dari Pelabuhan kapal Sungai Pinang kota Nagara menuju Hulu Sungai Selatan dan tiba di Taniran diperkirakan diakhir abad ke-17 Masihi

Namanya Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufi Assegaf. Nama ayahnya adalah Habib Hasyim Assegafwafat 1077H , ada yang berkata bahwa Hasyim lama tinggal hingga wafat di masa Kesultanan Demak, yakni Kelurahan Randusari, Kec. Semarang Selatan, Semarang, Jawa Tengah. Hasan lahir di Seiyun Hadramaut, diperkirakan tahun 1036H. Versi yang lain dan kuat menyebutkan bahwa, ia lahir di Tarim Hadramaut. 

Sebagian orang ada yang berkata bahwa : Usia Habib Hasan sudah sepuh ketika ia datang ke Desa Taniran sekitar 70 tahunan, tetapi kelihatan pisiknya sehat dan kuat, begitu juga usia anaknya Habib Abu Bakar sekitar 40 tahunan.  
Desa ini Ia membantu ayahnya menyebarkan Islam di Desa Taniran sambil berniaga berupa kain sarung dan perhiasan wanita. Usia Habib Hasan waktu wafat kurang lebih  sekitar 93 tahun. Habib Hasan berada di desa Taniran Kecamatan Angkinang dari 1700-1720 Masihi.
Setelah beberapa waktu berada di Hulu Sungai Selatan ini, maka terjadi pembagian tugas dan lokasi misi dakwah Islam. Habib Hasan, karena sudah berumur sering sakit-sakitan maka Habib Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufi bin Muhammad Assegaf  berdakwah yang dekat-dekat saja dengan rumah dan tidak terlalu banyak jalan kaki tetapi menjalaninya dengan jukung  khusus diwilayah Kecamatan Angkinang. Masyarakat sangat simpati  dan banyak berharap kepadanya sebagai Guru Agama. Tak berapa lama di Desa Taniran ia bersama masyarakat bisa membangun sebuah tempat ibadah berupa langgar yang berfungsi untuk tempat mengajar, belajar, mengaji, menuntut ilmu agama, musyawarah mufakat dan lainnya.

Tujuan utamanya mereka untuk mengislamkan orang-orang Banjar dan orang-orang di Hulu Sungai Selatan diantaranya Masyarakat Desa Taniran dan sekitarnya yang masih  menganut Animisme.

Keluarga Habib Hasan bin Hasyim Assegaf sebenarnya sudah lama mereka tinggal di Pelabuhan kapal Sungai Pinang Nagara. Konon dengan profisi mereka sehari-hari adalah dagang kain dan perhiasan imitasi wanita yang mereka jajakan kepada penduduk yang mereka lewati dari tepi sungai Barito hingga Nagara dan seitarnya. Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf sudah mengawini wanita shalihah dari desa Sungai Pinang kemudian ia punya cucu dan dua diantaranya an. Habib Segaf dan Habib Abdurrahman bin Abdul Hamid.

Keluarga ini disambut oleh warga Taniran dengan suka cita dan keluarga ini ditampung oleh salah satu warga Rt.01. Saat itu musim panen padi, maka keluarga Habib ini ikut membantu warga memanen padi dan menerima upah dari warga. Diwaktu istirahat memanen, sambil duduk dan makan bersama buruh lainnya disaat itulah Habib mulai berdakwah yakni "Bakisah-kisah tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di Timur Tengah" kisah itu misal ttg aturan-aturan berumah tangga, tentang aturan anak  dengan orang tua, kisah lukmanul hakim dllnya yang dibumbui dengan membaca sya'ir-sya'ir dan sedikit  homor hingga disukai tua dan muda.

Rasanya tidaklah jauh berbeda (kecuali umurnya) keadaan fisik Habib Hasan Assegaf dengan anaknya Datu Lumpangi. Disebutkan orang bahwa keadaan fisik Datu Lumpangi adalah berperawakan tinggi besar, berkulit putih bersih, beliau  mempunyai janggut putih hingga dadanya, bermuka ceria, murah senyum, tutur kata lemah lembut (melekat adat jawanya) pasih berbahasa Malayu - Indonesia.

2.Habib Hasan dan Abu Bakar anaknya bersama Masyarakat sekitarnya membangun Langgar.

        Menurut ceritera orang-orang tua Desa Taniran yang saya temui bahwa pada mulanya Langgar “Darul Lathif” yang berada ditepi sungai RT 01 Taniran Kubah, dengan bangunan yang sangat sedarhana yang telah dibangun oleh Habib Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufi dan anaknya Abu Bakar Assegaf bersama Masyarakat atau penduduk sekitarnya dengan gotong-royong. Diperkirakan bangunan Langgar tersebut berdiri tahun 1701 Masihi terdiri : Tiang ulin bulat, berlantai rieng, berdinding daun rumbia dan beratap daun rumbia. Diperkirakan Langgar Darul Lathif ini berdiri awal abad ke-18 Masihi  semasa Raja Banjar yang ke-10 Sultan Tahmidullah I tahun 1700-1717 Mashi, ia bekuasa.

Langgar atau Surau kala itu adalah tempat masyarakat berkumpul, bermusyawarah mufakat, tempat mengajar dan belajar menuntut ilmu Agama Islam, utamanya tempat ibadah berjama'ah. Keberadaan Habib di Desa Taniran dengan tujuan berdakwah, mengajar ilmu agama kepada masyarakat Desa Taniran dan sekitarnya, bagi mereka yang masih menganut ajaran Animisme dan belum mengenal Islam.

        Animisme (dari bahasa Latin asal kata : anima berarti "roh") yakni kepercayaan kepada makhluk-makhluk halus dan roh-roh merupakan dasar kepercayaan sebuah agama yang mula-mula dianut di kalangan manusia purba. Kepercayaan animisme ini mereka sangat mempercayai bahwa setiap benda di dimuka bumi ini (seperti daerah tertentu, gua, pohon besar atau batu besar), mempunyai roh yang harus mereka hormati agar roh tersebut tidak mengganggu manusia.

  Menurut Artikel Banjarmasinpost.co.id, Kandangan, Artikel ini telah tayang di BanjarmasinPost.co.id dengan judul KalselPedia - Datu Taniran dan Sejarah Penyebaran Islam di Banua Anam, Minggu, 17 Maret 2019 11:12, Dia telah mengutif dari berbagai sumber, bahwa "Sebelum Datu Taniran, masyarakat kampung Taniran sudah dididik oleh Sayyid Hasan bin Hasyim Assegaf, yaitu ayahnya Sayyid Abu Bakar yang dikenal sebagai (kakeknya) Habib Lumpangi di Kecamatan Loksado, HSS."

9. Habib Hasan bersama keluarganya lebih awal datang ke Taniran dari pada Syekh Sa'duddin bin Mufti Muhammad As'ad bin Syekh Muhammad Arsyad bin Sayyid Abdullah bin Abu Bakar al-Aydrus

Kalau kita baca beberapa Artikel ttg Penyebaran Islam di Banua Anam salah satunya  yakni Artikel Banjarmasinpost.co.id, Kandangan, Artikel ini telah tayang di BanjarmasinPost.co.id dengan judul KalselPedia - Datu Taniran dan Sejarah Penyebaran Islam di Banua Anam, Minggu, 17 Maret 2019 11:12, Dia telah mengutif dari berbagai sumber, bahwa "Sebelum Datu Taniran, masyarakat kampung Taniran sudah dididik oleh Sayyid Hasan bin Hasyim Assegaf, yaitu ayahnya Sayyid Abu Bakar yang dikenal sebagai (kakeknya) Habib Lumpangi di Kecamatan Loksado, HSS."

Selanjutnya Artkel itu menyebutkan bahwa "Sayyid Hasan  berdomisili di kampung Taniran sekitar pergantian abad ke-18 dan 19 Masihi, bersamaan dengan datangnya Sayyid Abdullah bin Abu Bakar al-Aydrus beserta isterinya ke Martapura”.  

Pendapat atau perkiraan pergantian abad ke-18 dan ke-19 Masihi pada Artikel tersebut diatas  adalah lemah atau belum mendekati kebenaran. Namun Perkiraan yang benar, yang mendekati kebenaran adalah sekitar pergantian abad ke-17 dan abad 18 Masihi, Habib Hasan bersama keluarganya lebih awal datangnya dari Sayyid Abdullah bin Abu Bakar al-Aydrus beserta isterinya ke Lok Gabang Martapura.


Penjelasannya dapat di baca, sebagai alasan penulis di bawah ini     :

        Menurut ceritera datu-datu kami bahwa Habaib ini sudah datang jauh sebelum Belanda datang dan bercokol di Bandarmasih yaitu  masa Raja Banjar ke-10 Sultan Tahmidullah I tahun 1700-1717 Masihi. sampai dengan masa pemerintahan Tamjidillah I tahun 1734-1759 yang berpusat pemerintahannya di Martapura. Menurut catatan sejarah Belanda mulai  menduduki Kota Bandarmasih (Banjarmasin) sekitar tahun 1747M yakni pada masa pemerintahan Tamjidillah II.

10. Dasar Penulis  menulis/mengatakan bahwa Habib Hasan bin Hasyim Assegaf lebih awal berada di Desa Taniran 

Habib Hasan bin Hasyim berada di Hulu Sungai Selatan tepatnya Desa Taniran diperkirakan pada awal abad ke-18 Masihi yakni antara tahun 1700 sd. 1720 Masihi masa Kesultanan yang ke-10  nama  Rajanya "Tahmidullah I"  Habib Hasan dan anaknya lebih dulu datang ke Taniran dari pada Syekh Sa'duddin bin Mufti Muhammad As'ad datang diawal abad ke-19M. 

    Sebagai dasar penulis  menulis/mengatakan bahwa Habib Hasan bin Hasyim Assegaf lebih awal berada di Desa Taniran dari pada H.Sa'duddin (Datu Taniran) ada beberapa alasan yang kuat antara lain  :

Kalau dilhat dari kelahiran Habib Tanqir Ghawa tanggal 13 Oktober 1862M/1279H  di pertengahan abad ke19M, ia dzuriat ketujuh dari Habib Hasan. Maka tujuh generasi dimaksud

  1. Habib Tanqr Gawa
  2. bin Muhammad (gelar Abuthair)
  3. bin Ibrahim (gelar Abu Tha'am)
  4. bin Abu Bakar as-Tsani
  5. bin Ahmad Suhuf
  6. bin Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi)
  7. bin Abu Bakar (Datu Habib Lumpangi) 
  8. bin Hasan  Assegaf.

Jadi diperkirakan dan hampir dipastikan Habib Hasan berdomisili di kampung Taniran sekitar pergantian abad ke-17 dan 18 M. Atau seiring masa kelahiran dan kehidupan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (Datu Kalampayan)." Dan juga masa Raja Banjar ke-10 yakni Sultan Tahmidullah I tahun 1700-1717 Mashi.

Keberadaan Habib Hasan bin Hasyim Assegaf sebagai Ulama di Taniran.ia penyebar Islam lebih awal atau lebih dulu yakni pada awal abad ke-18M dari pada Syekh H. Sa'duddin bin Mufti H.Muhammad As'ad awal abad ke-19M, Syekh H. Sa'duddin berada di Taniran sekitar tahun 1812M. H Muhammad Thaib atau Syekh H.Sa’duddin lahir tahun 1774M/1194 H di Kampung Dalam Pagar, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Usia 25 tahun, ia pergi ke Tanah Suci Makkah selama kurang lebih 10 tahun untuk menimba ilmu. 

Kemudian tahun 1812M setibanya, ia dari Makkah, datanglah tokoh masyarakat (Tetuha kampung  Taniran) kepada H.Mufti Muhammad As’ad ayahnya, meminta agar mengirim seorang guru ke Taniran untuk memberikan pendidikan agama, dan bersedia menetap tinggal di Taniran. Permintaan itupun dipenuhi, seiring waktu kemudian ia bersama masyarakat Taniran merehap Masjid Darul Lathif yang bahan dasarnya semua dari kayu Ulin beratap sirap, yang dibeli dan dibawa dengan perahu jukung dari Kota Nagara kala itu.

Adapun sebagai dasar penulis menulis dan mengatakan bahwa Habib Hasan bin Hasyim Assegaf lebih awal berada di Desa Taniran dari pada Syekh H.Sa'duddin bin H.Muhammad As'ad, minimal ada tiga alasan yang kuat, antara lain :

Alasan Pertama (1). Adanya silsilah nasab Habib Hasan Assegaf itu sendiri yaitu kelahiran Habib Tanqirr Ghawa di pertengahan abad ke-19M yakni tercatat Senin, 13 Oktober tahun 1862M/19 Rabi'ul Awwal 1279H di Desa Lumpangi, usia Beliau 126 tahun Hijeriah. Beliau adalah keturunan ke Tujuh  dari Habib Hasan bin Hasyim Assegaf. Jadi ada 7 generasi silsilah baru sampai ke Habib Hasan Assegaf. Kalau dirunut dari Habib Tanqirr Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamaluddin bin Habib Abu Bakar (Datu Habib Lumpangi) bin Habib Hasan Assegaf.

Alasan kedua (2) Makam Habib Hasan bin Hasyim Assegaf tersebut raif-hilang dan baru ditemukan di abad ke-20 Masihi oleh masyarakat Taniran. Karena sangat lamanya Beliau wafat hingga Keluarganya generasi ke generasi lanjutan dan masyarakat sekitarnya sudah banyak yang melupakannya. 

Alasan ketiga (3) bahwa Tahun Wafatnya Buyut Sayyid Abu Bakar (Datu Habib Lumpangi) yang bernama Sayyid Alwi bin Abdillah bin Shalih tahun wafatnya 1842 Masihi. sedangkan Datu Taniran Syekh Sa'duddin awal berada di Taniran mulai tahun 1812 Masihi. Pada tahun tersebut datanglah tetuha masyarakat atau tokoh masyarakat Desa Taniran menemui orang tua Datu Taniran yaitu H Mufti Muhammad As’ad dengan maksud agar berkenan mengirim seorang guru ke Taniran guna memberikan pendidikan agama.

Alasan keempat (4) tentang keberadaan makam atau pusara anak dan dzuriat Beliau di Desa Lumpangi. Berdasarkan hasil pengamatan kami selama 10 tahun disana. Keadaan Pusara Makam Habaib Datu Lumpangi  anak Habib Hasan Assegaf dari tahun 1970-1980M adalah sebagai berikut  :

a). Keadaan makam sudah sangat tua, nisan-nisannya raif sering terbakar dimasa kemarau panjang, Kami sering lihat batur ukurannya sekitar 6x5 depa persegi panjang untuk 1 KK, tetapi dinding batur sudah jatuh ketanah, sudah lama ditinggalkan orang, sudah lama tidak dihuni penduduk dan keadaan tanaman atau pohon kayu banyak ditemukan pepohonan langsat, Ramania, Manggis yang hidup disekitar itu banyak dan lebih besar dari ember plastic isi 16 liter bahkan ada yang lebih besar lagi. rumpun-rumpun paring tali dan pohon-pohon Kelapa sangat tinggi dan tak berbuah lagi, pohon Durian ada yang lebih besar dari Kindai Padi lebih dari 2 depa orang tua. Makam-makam tua itu berseberangan sungai kali Amandit dengan rumah kami di Lumpangi.

b).Kepemilikan lahan tanah makam dan sekitarnya waktu itu tidak dimiliki masyarakat umum. Tetapi dikuasai oleh cucu-cicit-canggah dan wareng keturunan  Habib Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf atas nama Habib Abu Tha’am Ibrahim dan adik kandungnya Abdul Lathif bin Abu Bakar as-Tsani bin (Habib Ahmad Suhuf) bin Muhammad Djamaluddin bin Habib Abu Bakar  bin Hasan Assegaf.

c).Waktu tahun 1970-1975 an Nisan-nisan pusara pada makam Habaib Balai Ulin sudah raif karena sering terbakar api dimasa kemarau panjang tetapi sebagian berupa batu sungai, belum ada catatan atau tulisan yang kami temukan kala itu. Andaikata ada orang lain mengkliam menemukan catatan tulisan yang tertera di Nisan makam Habaib Lumpangi setelah tahun 1980 an itu adalah suatu hal yang dibuat-buat secara sengaja untuk mencocokkan /mensenkronkan dengan kepentingan mereka

d).Kalau dibandingkan Batur-batur yang ada di Balai Ulin dengan Batur batur yang ada  pada  pusara anak-anak Datu Bakumpai, di kota Marabahan keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Batur batur pusara anak Datu Bakumpai sudah ada seni ukiran (pengamatan  tahun 2016 & 2020M).  Usia batur-batur makam Datu Lumpangi lebih tua, belum ada seni ukiran-ukiran pahat-pahatan, dari usia batur-batur makam anak-anak Datu Bakumpai sudah ada seni pahatannya.

11. Wafatnya Habib Hasan bin Hasyim Assegaf  dan bermakam di Desa Taniran Kubah Kec. Angkinang Kab. Hulu Sungai Selatan

Tetapi sangat disayangkan Batur-batur itu sebagai bukti peninggalan sejarah semuanya raif ditelan masa, nilai-nilai sejarahnya hilang begitu saja sehingga generasi-generasi selanjutnya sulit mengadakan penelitian ilmiah untuk menentukan keberadaan masa hidup penghuni pusara Habaib dimaksud.

Akhirnya Beliau wafat diperkirakan 19 Sya'ban 1132H/1720M atau pada awal abad ke-18. Saya beberapa kali datang kesana dan bertanya kepada orang-orang yang tua penduduk asli Desa Taniran Kubah RT.002/RW.001 yang dekat dengan makam Habib Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufi Assegaf, diperkirakan mereka mengetahui tentang kapan beliau datang - wafat namun jawabannya tak seorang pun yang tahu dengan pasti tetapi  diperkirakan Beliau datang hingga wafat pada awal abad ke-18 Masihi (antara tahun 1701 - 1720M). Belanda mulai  menduduki Kota Banjarmasin sekitar tahun 1747M. Beliau barmakam  atau berpussara di Desa Taniran Kubah RT.002/RW.001,  sekitar 600 meter dari jalan besar atau jalan induk. Atau 500 meter dari makam Syaikh Datu Taniran. Berseberangan dengan langgar Darul Miftahul Jannah. Kubah  beliau dikunjungi banyak orang.

Kemudian untuk tugas dan lokasi pelusuk pedalaman dan hulu sungai/ banyu diserahkan pada anak muda yakni Abu Bakar bin Hasan Assegaf. Hingga akhirnya sambil membawa dagangannya sampai ia ke pelusuk suku Dayak Langara Desa Lumpangi yang belum pernah tersentuh Islam pada awal abad ke-18. Melalui Syekh Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman  bin Muhammad Assegaf  yang mengislamkan suku Dayak Langara dengan nama Rumah Adatnya “Balai Ulin”. Menurut mitologi bahwa  suku dayak  Langara adalah bagian/ pencaran dari dari suku dayak Maanyan suku dayak tertua di Kalimantan Selatan. 


Rakam Jejak Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin  Hasyim Assegaf Membawa Misi Dakwah Islam ke Hulu Banyu


01 .Habib atau Syarif  yang pertama kali datang ke Desa Lumpangi

Menurut salah satu Artikel Sejarah Ahlul Bait menyebutkan, bahwa kedatangan orang Arab di Indonesia makin jelas setelah agama Islam lahir (abad VII M). Pada masa ini mereka sedang mengemban dua tugas yaitu berniaga dan menyiarkan agama Islam. Orang Arab dikenal sebagai orang yang suka berpetualang menjelajahi sepanjang lautan sebelum dan sesudah berkembangnya Islam

Sejarah Perjalanan ayahnya Habib Umar Ash-Shufy bin Abdurrahman bin Muhammad Assegaf ke Nusantara abad ke-16 tahun 1536 M. Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Aly Assegaf tersebut hidup diperkirakan antara pertengahan akhir abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-16 Masihi

Menurut Artikel “Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi Sadah Aal Ba Alawy Aal Muhammad” ditulis oleh  Al Habib Aidarus Almashoor bahwa Habib Aly bin Sayyid Abdurrahman Assegaf wafat 840H/1437M di Tarim Hadramaut. Beliau mempunyai 3 orang anak laki-laki an.

  1. Abdurrahman (keturunannya terputus)
  2. Ahmad
  3. Muhammad

Kemudian Muhammad mempunyai 2 orang anak/ keturunan an.

  1. Abdullah dan keturunannya di Mukalla Yaman
  2. Abdurrahman

Kemudian  Abdurrahman mempunyai keturunan atau anak laki-laki atas nama  :

  1. Aly dan Beliau ini kakeknya Keluarga As- Saqraan di Tarim dan Zili
  2. Umar ash-Shafy atau Umar ash-Shufy

Lalu Umar ash-Shafy atau Umar ash-Shufy tersebut Beliau punya anak /keturunan atas nama : Muhammad dan Toha. Lalu Keluarga Muhammad bin Umar ash Shafy Assegaf tersebut tersebar sekarang di Tarim, India, Siak, Kalimantan dan Jawa..

Adapun marga tertua atau fam tertua dari puluhan marga/fam Dzuriat Nabi Muhammad Saw yang ada di Indonesia ialah al saqqaf (Assegaf). Lalu Assegaf ini tinggi, Keturunan Nabi yang ada di Indonesia ini umumnya adalah generasi ke-38 atau ke-39 tahun 2022".bahkan kalau dilihat nasab Dzuriat Datu Habib Lumpangi di Kalimantan Selatan sampai generasi ke-40 dan generasi ke-41 di tahun yang sama.

        Menurut yang dikemukakan oleh Kayi Usman bin  Juhri  usia 76 tahun ketika kami temuai dan wawancarai dikediamannya di Desa Lumpangi bahwa" Sejak dahulu tempat lokasi makam Habaib itu dinamai kampung Balai Ulin karena disana Datu Nenek kita pernah tinggal".

    Menurut Folklor Datu nenek kami bahwa pada awal abad ke-18M yang pertama kali datang berkunjung dan menetap di Lumpangi Loksado dari golongan habib/ syarif adalah (keluarga) Aal-ALSAQQAF آل السقاف (dibaca Assegaf/al Seggaf), yaitu Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim.  

“Yang pertama kali digelari al-saqqaf ialah waliyullah al-Muqaddam al-Tsani al-Imam Abdurahman bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam (Afandi 2008).

02. Nasab Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf

الْحَبِيْب  اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله،

 

03. Sayyid Abu Bakar saudagar Kain Sarung dan Perhiasan Imitasi Wanita berdagang ke Pedalaman Hulu Sungai

Kemudian untuk tugas dan lokasi misi dakwah Islam ke pelusuk pedalaman hulu sungai/ hulu banyu diserahkan pada anak muda yakni Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf.

Menurut ceritera Datuk-nenek kami bahari bahwa akibat musim Kemarau panjang melanda penduduk Hulu Sungai Selatan hingga masyarakat pegunungan khususnya sangat membutuhkan makanan pokok berupa  : beras, iwak, uyah-asam dan bahan lainnya untuk dikosumsi. Hal ini membuat Para Pedagang Desa Kayu Abang, Bamban dan desa lainnya datang ke desa-desa dan masuk ke kampung-kampung lewat pasar Mu’uy Barabai berdagang menjual barang-barang yang dibutuhkan masyarakat  setempat. Setelah musim Kemarau panjang beberapa bulan berlalu, hingga tanaman-tanaman padi diladang-ladang petani yang berada ditepi-tepi jalan yang dilintasi mereka terlihat mulai mengurai keluar, mungkin satu bulan kedepan musim panen tiba. Nah dari keadaan tersebut musim panen tiba bahwa pada mulanya Sayyid Abu Bakar ikut bersama rombongan Pedagang dari Desa Kayu Abang pergi berdagang

ke Pedalaman Hulu Sungai hingga akhirnya sambil membawa dagangannya sampai ia ke pelusuk suku Dayak Langara Desa Lumpangi yang belum pernah tersentuh Islam pada awal abad ke-18. Melalui Syekh Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman  bin Muhammad Assegaf  yang meng-islam-kan suku Dayak Langara dengan nama Rumah Adatnya “Balai Ulin”. Menurut mitologi bahwa  suku dayak  Langara adalah bagian/ pencaran dari suku dayak Maanyan, ia (dayak Maanyan) suku dayak tertua yang hidup dan ada di Kalimantan Selatan.

Sayyid Abu Bakar saudagar Kain Sarung dan Perhiasan Wanita (perhiasan imitasi) berdagang ke Pedalaman Hulu Sungai sambil membawa Misi Dakwah. Selanjutnya diceritrakan oleh Datuk-nenek kami bahari bahwa pada awal mulanya Sayyid datang  membawa dagangannya kepadalaman Hulu Sungai di Balai Ulin Lumpangi, dagangan Sayyid diserbu oleh Para wanita tua-muda suku Dayak. Mereka sangat tertarik dan tergoda dengan gaya dan bahasa yang santun, dan raut muka Sayyid yang ceria, homoris dan murah senyum, pandai merayu para pembelinya sehingga membuat mereka tanpa rasa malu, bergerumbul mengelilingi jualan Sayyid yang bertempat di tengah-tengah ruangan Balai kala itu, mereka melihat dan mereka mencoba mengenakan cincin dijari tangan, mencoba mengenakan aguk/kalung yang tergantung disela-sela dada atau tergantung didahi mereka, mereka mencoba mengenakan gelang dipegelangan tangan mereka dan bunil dan juga mereka mencoba menggunakan sisir/ surui gafit ke kepala, wanita tua tertarik dengan sarung/tapih. . Dikala itulah puteri Milah mulai berkenalan pada pertemuan pertama dengan Sayyid hingga cahaya Matahari condung ke Barat waktu sore tiba dan Sayyid  tak mungkin balik-pulang ke Taniran di waktu sore hari karena akan menemui malam dan iapun  nginap pertama kali ditempat itu. Gadis itu sangat senang menjumpai dan menemani Sayyid diruangan Balai Adat saat itu.

Salah satu tradisi unik, budaya Dayak /adat Dayak Pegunungan Meratus ketika itu, bagi Tamu Nginap untuk kaum laki-laki lajang tidak diperbolehkan tidur sendiri kecuali ia tidur satu kamar/ satu kelambu bersama dengan puteri dari Tetuha Adat. Bila tidak punya anak gadis maka isterinya yang menemani tidur tamunya. sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu atau sahabat, tak terkecuali dengan Sayyid, beliau tidur ditemani oleh puteri Milah, saat Sayyid datang jualan pertama kali dan nginap (bamalam) di Balai Adat Balai Ulin. Adat Dayak adalah suku yang sangat meghormati dan memuliakan tamu,

Puteri Milah adalah seorang gadis berwajah ayu rupawan, gadis remaja yang anggun, cantik parasnya, berwajah keibuan, rambut hitam, ikal berderai hingga punggungnya. Ia berdada bidang, bermata tajam, tinggi-sedang, ia lemah lembut, ia seorang gadis berkulit saumatang bersih, ia ramah dan homoris dan sulit untuk dilupakan. tetapi berpakaian setengah telanjang. Pakaiannya terbuat dari anyaman dadaunan, anyaman kulipak kayu dan kulit-kulit binatang yang disamak,  pantas saja pakaiannya hanya menutupi dada dan kemaluannya sesuai keadaan waktu itu.

Disinilah Sayyid mulai mengenal dengan adat istiadat suku Dayak Maratus Awal dan mengenal Tetuha Adat bernama “Langara”, begitu pula mengenal dengan baik puteri remajanya yang cantik jelita memikat hati bagi para lelaki muda yang memandangnya. Hingga sekarangpun hampir dipastikan bahwa setiap Balai Adat yang Ganal selalu ada muncul satu wanita muda tercantik di suku itu yang setiap Pemuda selalu terpikat olehnya. Salah satu tradisi Adat budaya Dayak mengawinkan anak usia muda antara usianya 9 tahun sd. 17 tahun

 04 HABIB ABU BAKAR BIN HASAN ASSAGAF MEMBAWA MISI DAKWAH ISLAM

Misi Dakwah Islam ke pelusuk pedalaman dan hulu sungai/ hulu banyu diserahkan pada anak muda yakni Abu Bakar bin Hasan Assegaf. Ia datang ke Desa Lumpangi tahun 1705 M/1117H sambil berniaga jualan Kain dan perhiasan wanita, perhiasan imitasi inilah yang sangat disukai dan diminati oleh Keluarga Tetuha Adat Dayak Langara seperti cincin-utas, gelang, rantai, aguk dllnya karena kelembutan dan keindahan tutur bahasanya dengan adat Jawanya, tak terkecuali gadis remaja an. Aluh Milah yang sangat memikat hati kaum Muda saat itu.  murah senyum dan berwajah keibuan, berparas cantik natural, berkulit putih bersih, matanya yang menyerupai mata elang. Sangat indah dipandang mata, dan sangat menawan kalau dilirik. Mulai kenal dan tertarik dengan Habib yang wangi. Namun sayang waktu itu mereka berpakaian setengah telanjang. hingga  dagangan dan jualan Habib habis di borong oleh keluarga Balai Adat Dayak  " Balai Ulin suku Dayak Langara Desa Lumpangi yang belum pernah tersentuh Islam pada awal abad ke-18. 

Kedatangan Habib Abu Bakar di Desa Lumpangi  pada tahun 1705 Masihi. Ketika Beliau datang ke Desa Lumpangi, menurut salah satu sumber informasi bahwa usia Beliau sekitar 43-45 tahunan kala itu, tetapi pisik dan muka Beliau kelihatan muda seperti usia 25-30 tahun.

Melalui Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf  yang mengislamkan sebagian suku Dayak Langara dan lewat anak dan cucunya mereka telah  membatal sebahagian tradisi-tradisinya yang dianggaf merugikan orang lain dan nama Rumah Adatnya “Balai Ulin”. Menurut mitologi bahwa  suku dayak  Langara adalah bagian/ pencaran dari dari suku dayak Maanyan suku dayak tertua di Kalimantan Selatan. 

Keberadaan pakaian orang Dayak yang mereka pakai saat itu berupa anyaman dedaunan dan anyaman rotan, anyaman batang bambu dan kulipak pohon kayu yang mereka haluskan yang menutupi  tubuh dan kemaluan mereka. Kemudian setelah Habib yang bermarga As-Segaf datang membawa syari’at Islam, melalui jalur perdagangan dan perkawinan (jualan kain sarung dan perhiasan wanita) secara barter, misalnya ditukar dengan damar, kayu manis, kayu gharu, madu dan barang berharga lainnya, Sang puteri Milah jatuh hati dan terpesona melihat sang peria bau wangi, ganteng idaman hatinya benar-benar hadir didepan matanya kala itu, sehingga ia, tak bosan-bosan memandangnya, lalu Habib nginaf dan membaur dengan masyarakat suku  Dayak Langara, di Balai Adat Balai Ulin pada waktu itu, Ia mengawini salah satu puteri yang anggun dan cantik parasnya anak Tetuha Adat Dayak Langara an.Milah. Nama Putri Tetuha Adat dimaksud yang dzuriat sesudahnya menyebut nya aluh/galuh Jamilah atau Siti Jamilah. 


05. GAMBARAN FISIK HABIB ABU BAKAR BIN HASAN ASSAGAF

Disebutkan orang bahwa keadaan fisik ayahnya Datu Habib Lumpangi masa mudanya yakni Habib Abu Bakar bin Hasan adalah seorang saudagar muda berperawakan tinggi besar, dada bidang, berkulit putih bersih kemerahan,yang merupakan sebaik-baiknya warna kulit, sebagaimana perkataan Imam Ali bin Abi Thalib ra. bahwa "warna kulit Rasulullah adalah putih kemerah-merahan". Menurut ceritera Datu-neni bahari bahwa ayahnya Habib Datu Lumpangi adalah Habib Abu Bakar, Beliau pandai merayu pembeli hingga pembelinya khususnya para wanita tidak malu-malu dan merasa senang-gambira. Ia juga "sedikit homoris, selalu berbau wangi, berwajah arab, ceria, tampan (gentang) punya jabis dan kumis tipis dan juga berjanggut tipis kala beliau  datang berdagang ke Balai Ulin Lumpangi."

Menurut ceritra Datu-datu kami bahwa Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf sudah datang, berada di Lumpangi sebelum Belanda datang ke Kesultanan Banjar. Tetapi diperkirakan Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf melakukan dakwah berada di Balai Ulin sezaman dengan masa pemerintahan Sultan Tahmidullah I (Raja Banjar yang ke-10) sekitarnya awal abad ke-18 yakni tahun 1700-1717 hingga  pertengan abad 18. Tahun 1734-1759M, masa pemerintahan Sultan Tamjidillah I (Raja Banjar ke-13) yang berpusat di Martapura. Belanda belum menjajah Kesultanan Banjar.

,

06. Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf di Tawan-Ditahan oleh Suku Dayak

Salah satu Tradisi adat Dayak adalah Aruh Bawanang atau disebut juga aruh mahanyari banih adalah salah satu ritual adat yang dilaksanakn oleh suku dayak meratus setiap tahunnya pada saat pasca panen padi yang merupakan salah satu cara berterima kasih atau bentuk ucapan rasa syukur kepada Sang Pencipta Alam Semesta.

Dan tradisi adat itu diteruskan juga oleh turunannya yaitu Dayak Maratus di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. "Aruh  Bawanang atau yang sering disebut Aruh Ganal adalah salah satu upacara adat masyarakat Dayak Meratus di Loksado kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Digelar setiap tahun saat lepas masa panen tiba, kegiatan ini juga sebagai bentuk wujud rasa syukur terhadap yang maha kuasa dalam kepercayaan penduduk setempat. Bawanang adalah Aruh Adat sebagai bentuk rasa syukur pada penguasaan semesta atas rejeki atau keberhasilan baik itu panen padi, usaha atau keberhasilan-keberhasilan lainnya. Aruh Bawanang disebut juga Palas Payung, yaitu upacara pesta panen sebagai ungkapan rasa syukur kepada Hyang Dewata Langit, yang dilakukan setelah semua padi masuk ke dalam lumbung. Setelah upacara panen ini, padi baru boleh dimasak untuk dimakanPersiapan Aruh dimulai dengan hari Batarah yaitu sehari sebelum upacara dimulai. Hari Batarah maksudnya adalah hari memulai pekerjaan, mempersiapkan segala sesuatu, membuat perlengkapan upacara, dan menyiapkan sesaji. Pekerjaan itu harus selesai dalam satu hari Kelengkapan Alat Upacara (Koran sulindo 2019)

Menurut penuturan Amat atau Ahmad (ia seorang Dayak asal desa Bayumbung yang sudah Muslim) yang saya wawancarai beberapa kali bahwa "Acara ritual sakral aruh Bawanang atau aruh Ganal Balai Adat kalau dihitung ada 7 hari, yakni pertama hari Batarah. kemudian aruh Bawanang atau aruh Ganal dilaksanakan selama 3 hari 3 malam dan Masa Pamali 3 hari 3 malam, nah dimasa Pamali inilah bila seseorang Dagang atau seseorang diluar Sukunya belum pernah datang berkunjung diacara 3 hari pertama Acara ritual sacral selain hari Batarah, kemudian ia datang sengaja ataupun tanpa sengaja masuk ke Balai Adat di Masa Pamali, maka Dia akan mendapat Hukuman Adat dan membayar denda" Kedatangan  Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf kali yang kedua kepedalaman Hulu Banyu – Hulu Sungai pada masa Pamali atau Masa Tenang.

Sang puteri Milah terpesona melihat sang peria ganteng idaman hatinya benar-benar hadir didepan matanya kala itu, sehingga ia, tak bosan-bosan memandangnya. Syair lagu menyebutkan : Pesonamu wahai sang kumbang menyilaukan mata hatiku, Pesonamu  menggambirakan hati bagi setiap orang yang memandangnya, harum wangi baumu, membangkitkan gairah hidupku, tak bosan mataku, tak bosan sungguh, mataku tak akan bosan, untuk memandangmu wahai peria idamanku, rasanya mataku ini enggan sekali berkedip disaat sedang memandangmu, ingin rasanya aku menyuntingmu hidup berdua denganmu, hidup berdua denganmu, akan kujadikan dirimu raja dalam istanaku, tak bosan mataku, tak bosan sungguh, mataku tak akan bosan,

Ketika Beliau datang ke Desa Lumpangi, menurut salah satu sumber informasi bahwa usia Beliau sekitar 43-45 tahunan kala itu, tetapi pisik dan muka Beliau kelihatan muda seperti usia 25-30 tahun. padahal  Beliau sudah beberapa kali menikah dan punya anak, sebelum ia datang ke Lumpangi dan punya Buyut yang bernama Sayyid Alwi (w.1842M) bin Abdillah bin Shaleh bin Abu Bakar bin Hasan dari isteri pertamanya.

Padahal saat itu acara sacral inti Aruh Ganal atau Aruh Bawanang sudah selesai dilaksanakan selama 3 hari dan 3 malam. Kemudian disusul masa Pamali atau masa tenang selama 3 hari dan 3 malam. Pada masa Pamali atau masa tenang itulah, tidak diperkenankan masyarakat umum/orang dagang hadir atau datang ke Balai Adat. Bila ia belum pernah datang ke Balai Adat ditiga hari pertama, maka bila mereka datang akan dikenakan hukuman adat dan membayar denda.

Andai Sayyid datang dihari pertama atau hari kedua atau hari ketiga diacara sacral Aruh Ganal kemudian ia pulang dan datang lagi dihari Pamali maka ia tidak mendapat hukuman adat dan denda. Tetapi Sayyid tidak pernah datang di tiga hari pertama diacara sacral Aruh Ganal tetapi ia datang di hari Pamali. Oleh karenanya ia kena hukuman adat Dayak Langara, ia ditahan di Balai Adat "Balai Ulin" beberapa hari dan malam.

Menurut ceritera Sayyid Bahriansyah bin Bahur bin Tanqir Ghawa Assegaf yang saya temui dikediamaya bahwa “Sayyid Abu Bakar ditahan selama 10 hari dan 10 malam  di balai Adat Balai Ulin Lumpangi dan dikenakan bayar denda”.

Selama dalam tahanan Adat ia ditemani, dibantu dan dilayani oleh Puteri Milah dengan senang hati, temannya Puteri bersua, dan teman bercumbu dengan sang pujaan hati dengan riang gambira dikala siang dan malam. Semua penghuni Balai Adat tahu bahwa puteri Milah  anak Tetuha Adat mereka, telah jatuh hati yang dalam, sejak pertemuan pertamanya, ia sangat menyukai pamuda yang ganteng dan tampan ini.

Diceriterakan orang bahwa saat berakhir masa tawanan /tahanan Sayyid Abu Bakar selama 10 hari dan 10 malam, Puteri Milah jatuh sakit secara tiba-tiba, ia tak sadarkan diri, ia pingsan dalam waktu cukup lama, Puteri belum bisa sadar walaupun Tetuha Adat (Penghulu Adat) ayahnya sendiri berusaha keras mengobatinya dengan  melakukan BALIAN BASAMBUI untuk menyembuhkan Puteri kesayangannya, Balian Basambui maksudnya Sang Puteri diobati secara kebatinan oleh orang Dayak, tetapi walaupun ia adalah seorang tokoh adat yang mempunyai kemampuan mempuni mengobati orang yang sakit, namun dikala itu  pengobatannya tidak membawakan hasil apa-apa dan bahkan membuatnya dan penghuni Balai frustasi dan putus asa..

Menurut Folklor ceritera Datu-datu dan nenek kami bahwa “Melihat keadaan yang sangat (gawat-kritis) memprahatinkan tersebut Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf, ia seorang tahanan mereka, yang baru datang beberapa hari kewilayah itu. Ia mencoba menawarkan diri kepada mereka untuk mengobatinya sang Puteri. Akhirnya dengan perasaan was-was terlihat pada wajah mereka, namun mereka dengan berat hati akhirnya mempersilahkannya hingga Puteri sadar  seketika dari pingsannya dan sembuh dari sakitnya.

Hal senada yang disebutkan lebih awal oleh Artikel "Islam Loksado dan Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf" yang diposting 20 Februari 2011 yang saya kutip menyebutkan  ”Di kampung Lumpangi kala itu masih berupa kehidupan Balai, yaitu Balai Ulin; dan di sana terdapat tokoh yang disebut penghulu Balai yang terkenal dengan kemampuannya mengobati orang sakit. Ternyata, kemampuan medis Sayyid yang baru datang ke wilayah itu lebih tinggi darinya, sehingga warga Balai sangat terkesima dan akhirnya mau menerima Islam. Bahkan, disebutkan bahwa di antara tokoh Sayyid itu ada yang menikahi puteri penghulu Balai Ulin (Harisuddin 2011).

Menurut ceritra Datu-datu kami bahwa berkata sebagian orang tua bahari dari Dayak Lumpangi bahwa “Sayyid dianggap bersalah sebab merusak jiwa (meracuni pikiran) Puteri Milah hingga Puteri jatuh hati yang dalam kepadanya hingga ia jatuh sakit yang sulit disembuhkan, oleh karenanya Sayyid harus mengawini Puteri anak Tetuha Balai, sebagai bentuk rasa tanggungjawabnya.

Menurut Sayyid Baseraninoor bin H.M.Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf yang saya wawancarai dikediamannya di Desa Malinau Loksado bahwa "Sayyid Abu Bakar tidak mampu membayar Denda berupa Parang Bungkul Puting (yakni parang yang belum punya Hulu dan kumpangnya) sebanyak 2 bilah saat berakhir masa tahanan adat ". Perkawinan itu pun terjadi dengan punya syarat-syarat tersendiri yang harus dipenuhi oleh Sayyid Abu Bakar masa kini dan akan datang.dan disetujui Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf.

Berkata sebagian para orang tua Desa Taniran Kubah yang saya wawancarai bahwa “Sayyid Abu Bakar tapabini (kawin-menikah) dengan perempuan Dayak Lumpangi) saat berdagang dan berdakhwah di sana dan pernikahan Beliau trsebut ba’anak (berketurunan).

 

07,Tradisi  Adat Dayak Masa Lalu dalam memuliakan Tamunya

         Salah satu tradisi/adat Dayak ketika itu, bagi kaum laki-laki lajang nginap diperbolehkan/ diharuskan tidur satu kamar (1 kelambu) dengan wanita lajang puteri dari Tetuha Adat. Bila Dayak tersebut tidak punya anak perempuan maka isterinyalah yang menemaninya tidur sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu atau sahabat, tak terkecuali dengan Habib, beliau tidur ditemani oleh Aluh Milah baik diawal ia datang berdagang dan nginap hingga ia kena hukuman adat, ia tidur ditemani  Puteri sepanjaang malam, tetapi pagar ayu puteri Milah tetap terjaga dengan baik. Habib tidak mau mengganggu dan apalagi mempermainkan puteri Milah.

        Hal semacam ini dikuatkan oleh ceritera teman saya, dia seorang Serjana dibidang agama Islam. Dia berceritera kepada saya bahwa tamu laki-laki lajang yang nginap di rumah suku Dayak, ia diperbolehkan tidur satu kamar atau satu kelambu dengan wanita lajang anak Dayak sebagai bentuk penghormatan tuan rumah. Tradisi atau Adat Dayak tersebut masih berlaku hingga sekarang tahun 2020 disebagian suku Dayak Kalimantan.

        Temannya berceritera bahwa ketika ia berada dipedalaman pulau Kalimantan tahun 2020, bekerja sebagai penebang pohon kayu jenis Meranti dan Ulin. Ia mulai bersahabat baik dan akrab dengan suku Dayak penduduk asli. Sahabatnya mengajaknya menginaf dirumahnya. Di rumah sahabatnya ini ia menginaf, makan, minum dan cuci pakaian. Ketika malam hari ia ingin tidur di salah satu ruangan, ia disuruh sahabat barunya tidur satu kelambu dengan anak perempuannya yang gadis lajang. Kemudian iapun tidur dengannya tetapi ia tidak berani mencumbu rayu, dan juga ia tidak mau merusak pagar ayu dan menggagahi anak perempuan sahabatnya.


08.  Masakan Khas Adat Dayak Lumpangi

Diceriterakan orang bahwa dihari itu, Aluh Milah ingin memuliakan tamunya, ia mulai membasuh beras untuk memasak. Beras tersebut dibasuh dan dimasak pada sebuah kuantan  atau kincing nasi, setelah nasi itu masak, dihidangkan atau disudurkan kepada Habib sebagai makanan tamu. Habib bertanya cara apa kamu memasaknya ? Puteri menjawab dengan kincing nasi ini. Apa saja yang pernah dimasak dengan kincing nasi ini ? Puteri menjawab dengan panjang lebar diantaranya “ daging Ciling, daging Satua dan lainnya. Adakah punya kincing yang masih baru/hanyar? Tidak ada jawabnya. Habib bertanya : Selain cara ini, adakah cara lain untuk memasak nasi ? Jawab puteri : ada, yaitu dengan menggunakan Bambu/Buluh yang hidup dibakar diatas api. Kata Habib : Aku seorang Muslim, aku mau masakan yang menggunakan Buluh yang dibakar diatas api, sedangkan makanan ini tolong berikan untuk keluargamu. Maka puteripun memasak nasi menggunakan Buluh yang dimaksud. Setelah masak masakan dalam Buluh (bumbung) itu ia belah dihadapan Habib, kata Habib adakah pakacawan/kubukan? Tidak ada, katanya. Kalau begitu dengan tempaian air aku babasuh tangan. Setelah cuci tangan Habib mengambil makanan yang bau aromanya sangat harum dan lejat, dengan mengucap Bismillah, Beliau mulai memakannya. Kata Beliau apa garang Aluh ngaran masakan ini? Masakan ini ngaranya Kaka’ai : Lamang. Sejak saat itu Habib mulai terbiasa memakan masakan dalam Buluh (bumbung) yang sangat harum dan lejat.

Ada istilah masakan Adat Dayak yang dimasak dalam Buluh (bumbung) dilapis daun pisang muda kemudian dibakar dengan kayu bakar hingga masakan itu matang. misalnya Lambuk, Lamang dan Humbal. Ma Lambuk adalah memasak makanan dalam buluh (bumbung) dilapis dengan daun pisang muda atau daun batu dengan bahan dasar utamanya dari tepung, campur pisang mateng atau gula dan lain-lainya (makanan ringan). Ma Lamang adalah memasak makanan bahan dasar utamanya dari beras keten, Ma Humbal berarti  memasak makanan dalam Buluh (bumbung) dilapis daun pisang muda atau daun batu dengan bahan dasar utamanya dari beras di campur ikan.

Pesona Adat Dayak Loksado lainnya adalah tradisi memasak khas suku Dayak Pegunungan Meratus secara turun temurun, yaitu Mahumbal. Mahumbal merupakan salah satu teknik menanak atau memasak nasi unik di alam terbuka. Aroma wangi nasi mahumbal menguar dari dalam bungkus daun batu yang dimasak dalam bambu atau buluh muda.

09. Metode dakwah “Bakisah dan Homor dalam Dakwah” Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf

Adapun Dakwahnya secara lisan, selama dalam tahanan di Balai Adat beliau berdawah mulai "Bakisah" (berceritera) dalam Bahasa  Malayu Banjar dibumbui sedikit homor dan berakting ucapan dalam dakwahnya ttg Peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di Timur Tengah. misalnya Bakisah ttg Cinta Rabi'atul Adawiah dengan Hasan al Basri, dan lain-lainnya. Orang-orang penghuni Balai mulai datang, mendekat, duduk menghadap Habib dan mereka mulai senang dan terhibur mendengarkan dengan kisah-kisah dan sedikit homoris dari  Habib hingga larut malam.

Setiap malam jama'ah Pendengar bakisah disertai homor dalam dakwah selalu bertambah, hingga akhirnya ruangan Balai tidak dapat menampung Jama'ah Pendengarnya. Metode dakwak Bakisah yang dibumbui Akting dan Homor dalam Dakwah, Inilah yang menjadi Adalan Dakwah Habib yang dulunya sangat diminati dan disukai tua dan muda oleh masyarakat Hulu Sungai Selatan. Siang dan Malam silih berganti hukuman adat dayak telah berlalu dijalani Habib tanpa dirasakan adanya hukuman hingga hari batas hukumannya  berakhir .

Berdakwah seperti yang dilakukan  Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf ini diteruskan oleh para Da'i tahun 1960 an hingga tahun 2000 an seperti Pendakwah yang kita kenal yang sangat masyhur dan menghibur sekali dengan kata-kata mutiara dan kata-kata filusufi mereka yang mempuni antara lain Bapak Artum Ali (Muhammad Ramli bin Anang Ketutut w.24-07-1982M) Tabudarat, Ibu Mustika Murni (Ds.Mandampa), Bapak Jaib Ds. Bamban, Bapak H.Udin Arjuna Ds.Andang, Bapak Masrawan Bapak Bahran Jamil, Bapak Hamdani Akbar, Bapak M.Jailani (Mistar Gam) Barabai, Nasrulah Barabai dan pendakwah lainnya. Tetapi sangat disayangkan Berakwah seperti yang dilakukan  Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf ini sekarang mulai ditinggalkan orang.

Abad ke-18 dihitung dari tahun 1701 - 1800 Masihi. Namanya Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman bin Muhammad bin Aly bin Sayyid Abdurrahman Assegaf bergelar “Al Faqqih al Muqaddam al Tsani.

Sayyid Abu Bakar adalah nama yang diberikan kedua orang tuanya, tempat ia lahir diperkirakan tahun 1068H/1658M  di Seiyun Hadramaut, Yaman, Yordania. Setelah dewasa ia menikah dengan perempuan shalehah dan punya anak an. Shaleh. Kemudian Sayyid Abu Bakar ikut berpetualang berdagang dan mencari rempah-rempah bersama ayahnya Sayyid Hasan ke Negeri Asia hingga Asia Tenggara melalui Singapore ke Pelembang terus ke Demak Jawa Tengah di masa Kesultanan Demak diakhir abad ke-17 tahun 1690M. Ia adalah dzuriat Nabi Saw yang ke-30, yang hidup di dua abat ke17-18M.Setelah lama singgah di Semarang, di kota inilah kakeknya Habib Hasyim wafat tepatnya Kelurahan Randusari, Kec. Semarang Selatan, kota Semarang Jawa Tengah. Sayyid Abu Bakar pasih berbahasa Melayu dan Jawa. Kemudian ia menyebarang ke Kesultanan Banjar. Kedatangannya ke Kesultanan Banjar hampir bersamaan Sayyid Abdullah bin Abu Bakar al-Aydrus dan isterinya Siti Aminah orang tua Datu Kelampaiyan.

Menurut  folklor  tutuha kami dan masyarakat sekitarnya sebelumnya bahwa keberadaan Balai Adat Dayak, mereka.yang belum  mendapat hidayah Islam, yang tinggal berada dikaki-kaki Pegunungan Meratus itu, adalah sebahagian turunan dan dzuriat  dari Balai Adat Dayak  Balai Ulin Lumpangi, dengan nama sukunya  “Dayak Langgara” pecahan dari suku Dayak Maanyan. Mereka lah yang awal mendiami di tepi sungai Kali Amandit desa Lumpangi,. Kalau kita lihat dan kita amati bahwa sampai sekarang pun keberadaan Balai Adat yang ada dikaki kaki Pegunungan Meratus itu dikenal dengan nama sukunya “Dayak Maratus”, bahwa sebuah Balai Adat dibangun terdiri dari beberapa kamar, sebuah kamar dihuni oleh 1 keluarga dan ditengah-tengahnya dijadikan tempat untuk berunding, musyawarah, acara perkawinan, aruh ganal (batandik), aruh bawanang dan menyambut acara kelahiran anak, mamulai manugal banih dan panen raya, begitu juga keadaan suku Dayak Langara di Balai Ulin Lumpangi tempu  dahulu dan sekitarnya sebelum datangnya Islam. 

10. Habib Mengobati Aluh Milah Puteri Tetuha Adat Dayak

        Diceriterakan orang bahwa Puteri Milah, sejak pertemuan pertama dan dilanjutkan perjumpaannya kedua,  tumbuh subur dan berkembang benih-benih cinta dihati puteri Aluh Milah.  Semua orang penghuni Balai Adat dan sekitarnya mengetahui bahwa Milah puteri Tetuha mereka, telah jatuh hati yang dalam, ia sangat menyukai dan mencintai pamuda yang ganteng dan tampan ini an. Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf. Habib sadar dan tahu bahwa puteri Aluh Milah sangat mencintainya. Kemudian pada saat hukuman Adat akan berakhir, secara tiba-tiba Puteri jatuh sakit, tak sadarkan diri/pingsan dalam waktu cukup lama yang belum mampu disembuhkan oleh Penghulu/ Tetuha Adatwalaupun Tetuha Adat (Penghulu Adat) berusaha keras melakukan BALIAN untuk menyembuhkan Puterinya namun tidak membawa hasil apa-apa. 

Dalam keadaan yang sangat menghawatirkan bagi mereka itu, seorang tahanan mereka Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf yang baru beberapa hari datang kewilayah itu, mencoba memberanikan diri untuk menawarkan diri kepada mereka untuk mengobati Sang Puteri kesayangan mereka, Walaupun terlihat diwajah-wajah mereka ada rasa putus asa dan was-was akhirnya mereka mempersilhkannya, hingga Puteri sadar, bangun dari pingsannya dan sembuh dari sakitnya..

Beliau (Habib) melihat dengan kacamata kesufiannya dan merasakan ada kesedihan yang dalam yang dirasakan dan menimpa pada Puteri Aluh Milah. Puteri sangat kuatir tidak berjumpa lagi dengan Sang pujaan hatinya. Inilah yang membuat hatinya khawatir dan membawanya frustasi dan juga stres. memikirkan kalau, kalau Habib Sang Pujaan hatinya pulang tidak kembali lagi kepadanya. Mengetahui hal ini, segeranya Habib melamar gadis yang pernah melayaninya dan menemaninya siang dan malam, sewaktu menjalani hukuman adat. Habib menjelaskan lamaran dan perkawinan bisa terjadi dengannya bila Puteri Milah, Langara (wali nikah), dan Talib dan Anjah (2 orang saksinya) merima hidayah Islam. Akhirnya dengan adanya sedikit perjanjian  dengan Habib, mereka menerima Islam dengan suka cita.

Menurut versi lain ceritera yang senada dengan ceritera diatas, adalah jatuh sakitnya Puteri Milah yang tak bisa terobati oleh Tetuha Adat yakni ayahnya sendiri, terkecuali Sayyid Abu Bakar yang bisa mengobatinya. Hal ini  tertuang dalam Artikel "Habib Abu Bakr Assegaf Cerita para Wali dan Datu" yang diposting Jum'at 1 Maret 2013M menyatakan bahwa "Di kampung Lumpangi kala itu masih berupa kehidupan Balai, yaitu "Balai Ulin; dan di sana terdapat tokoh yang disebut penghulu Balai yang terkenal dengan kemampuannya mengobati orang sakit. Ternyata, kemampuan medis habib yang baru datang ke wilayah itu lebih tinggi darinya, sehingga warga Balai sangat terkesima dan akhirnya mau menerima Islam. Bahkan, disebutkan bahwa di antara tokoh habib itu ada yang menikahi puteri penghulu Balai Ulin."

Salah satu tradisi adat Dayak Langara dalam hal memilih juduh adalah berada pada pihak perempuan. Jadi perempuanlah yang berperan menentukan juduhnya untuk pasangannya. Oleh karenanya Puteri Milah selalu melayani dan menemani Habib siang dan malam selama dalam tahanan adat Dayak untuk mendapatkan juduhnya. Begitu pula dalam hal Cerai berada dipihak perempuan.

Hal kisah senada yang disebutkan lebih awal dari Artikel "Habib Abu Bakr Assegaf -Cerita Para Wali dan Datu". Telah disebutkan oleh Artikel "Islam Loksado dan Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf" yang diposting 20 Februari 2011 menyebutkan  ”Di kampung Lumpangi kala itu masih berupa kehidupan Balai, yaitu Balai Ulin; dan di sana terdapat tokoh yang disebut penghulu Balai yang terkenal dengan kemampuannya mengobati orang sakit. Ternyata, kemampuan medis habib yang baru datang ke wilayah itu lebih tinggi darinya, sehingga warga Balai sangat terkesima dan akhirnya mau menerima Islam. Bahkan, disebutkan bahwa di antara tokoh habib itu ada yang menikahi puteri penghulu Balai Ulin (Harisuddin). 

11. Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf Mempersunting dan  mengawini Puteri Milah anak Penghulu /Tetuha  Balai Adat 

Dimalam akhir hukuman, 13 Sya'ban 1117H/1705M Habib melamar dan mengawini puteri Milah, setelah beragama Islam bernama Siti Jamilah Calon Isteri, demikian juga Langara ayahnya menjadi Muhammad Langara sebagai wali nikah, Talib saudara tertuanya menjadi Abu Thalib, dan Anjah menjadi Hamzah. menjadi saksi dalam pernikanan Habib. Dimalam itu Siti Jamilah resmi menjadi Isteri Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf. 

Bekata Tanqir Ghawa kepada anak cucunya bahwa “Syukur alhamdu lillaah banar kita ine cucuai, jaka kada datang habib membawa Islam dan datung kita bahari ada yang balaki lawan habib lalu ia maislamakan datu nine bubuhan  kita Dayak lumpamgi, jaka kada baislam datu nine bahari maka kita rugi banar dan kita akan dimasukakan ke dalam Naraka, nauudzu billaahi mindzaalik” Menurut Beliau bahwa "Ucapan seperti ini juga telah diucapkan oleh datu - nine kita bahari sebelumnya".

    Saat itu andaikata Sayyid Abu Bakar bin Hasan Assegaf ada punya teman atau keluarga yang tuhu saat berakhir masa tahanan adat, maka saat prosisi akad nikah dengan anak Tetuha / Penghulu adat hampir dipastikan Langara dan Talib dan Anjah kedua anak laki-lakinya tidak akan menerima Islam. sebab masih ada jalan lain menikah secara Islam tanpa Penghulu Adat (wali) dan kedua anaknya (2 saksi) yaitu dengan jalan Tahkim, wali dan dua saksi dari orang Islam sendiri.

        Kemudian Habib membangun mushalla atau langgar dibelakang Rumah Adat Balai Ulin, mushalla itu bertiang Kayu Sungkai, lantai Riing Bambu, berdinding Palupuh, dan beratap Rangkup. Sebagai tempat mengajarkan dan belajar Islam tentang Tauhid, Figh dan Tasawuf dan lainnya siang dan malam kepada keluarga isterinya dan masyarakat sekitarnya hingga mereka paham. Akhirnya semua keluarga Tetuha Adat Muhammad Langara menerima hidayah Islam kecuali Ulang dan keluarganya. Mereka takut kehilangan kesaktian-kesaktian yang mereka miliki turun temurun, pada akhirnya dengan suka rela keluarga ini mulai menjauhi Habib. Pada mulanya mereka membuka lahan pertanian/bahuma di Hulu Banyu, setelah penen, anak isteri mereka satu persatu dijemput menuju Hulu Banyu, tetapi hubungan kekeluargaan tetap terjaga dengan baik. 

   Ulang adalah adik kandung Muhammad Langara yang belum muslim. Kemudian namanya diabadikan oleh masyarakat setempat / dzuriat anak cucunya menjadi nama kampung atau nama desa, maka bernamalah lokasi tempat kediamannya menjadi desa Ulang. Dia adalah seorang Dayak yang melahirkan suku Dayak Ulang didesa Ulang.

        Bumbuyanin adalah nama Tetuha Adat Dayak yang mempunyai 3 anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Dimasa kecilnya mereka bertiga pernah diutus atau dikirim orang tuanya ke Desa Lumpangi untuk menuntut Ilmu Islam beserta sepupu-sepupunya kepada Habib oleh karenanya mereka mengenal Islam dengan baik.

        Kemudian tahun 1705 Masihi terjadi perkawinan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dengan puteri Siti Jamilah anak Tetuha Adat Langara ini membuahkan keturunan  dan Nasabnya tercatat dengan baik.


12. Balai Adat Balai Ulin pernah Simpan Biji Padi Sebesar Kelapa

Diceritakan bahwa dahulu kala Balai Adat Balai Ulin sewaktu dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dayak atau Kepala Balai atau Penghulu Adat yang bernama Langara, mereka pernah memiliki dan menyimpan peninggalan benda prasejarah, berupa tiga buah biji banih seukuran kelapa yang dinamakan “Banih kelapa atau Banih Nyiur”.yang diletakan ditengah-tengah Kindai Banih dirungan tengah Balai.yang dijadikan sebagai “Ajimat pipikat sakti”. Banih Nyiur itulah yang memanggil ruh-ruh kawannya /membawai nyawa kawannya sehingga Kindai Banih tidak pernah kosong atau habis. Dengan ikhtiar Pemiliknya bahuma yang luas dan hasilnya selalu melimpah. Konon masa itu benda-benda banyak yang berukuran jumbo.

Orang-orang dahulu kalau ingin memasak nasi dari banih kelapa itu,  maka banih itu dipipiki satu persatu dari tangkainya dan ditaruh dalam lasung kayu baru ditumbuk dengan Halu hingga lanik dan ditampi dengan nyiru dahulu baru beras itu dimasak.

Dan dari ketiga buah biji padi tersebut atas permintaan Dayak Ulang kepada kakaknya Langara, bahwa ia dan keluarganya saja yang memeliharanya, maka buah biji Banih itu masing-masing dibawa Dayak Ulang satu biji padi ke desa Ulang, dan dibawa Dayak Bumbuyanin ke Pantai Dusin Hulu Banyu satu biji padi dan juga satu biji padi dibawa Dayak Bayumbung ke Harantan Hilir Banyu saat Balai Adat bubar.  Namun masyarakat sekarang tetap percaya bahwa beras yang kecil saat ini, dahulunya adalah beras besar tersebut. Walaupun sudah tidak ada lagi bukti – fakta sejarah tersebut sampai saat ini, namun masih banyak masyarakat yang mempercayainya Walaupun benda yang tinggal tiga biji tersebut sudah musnah, akibat musibah banjir dan kebakaran balai Adat.

 13. Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf Mendirikan tempat ibadah sedarhana berupa  langgar 

Setelah perkawinannya dengan puteri Siti Jamilah anak Tetuha Adat, ia tinggal di Balai Adat dan Habib beradaptasi dengan masyarakat sekitarnya, beberapa tahun berlalu penganut Islam di kampung itu mulai banyak, maka Habib Abu Bakar bersama penduduk kampung mendirikan sebuah tempat ibadah (an.Baiturrahman) yang sedarhana berupa  langgar di dibelakang  Rumah  Adat, tempat ibadah itu dipungsikan untuk tempat mengajar dan belajar Islam bagi  keluarga isterinya dan para muallaf yang baru menerima hidayah Islam maupun yang belum menerima Islam. Ditempat  inilah mereka mempelajari Islam siang dan malam. Habib mengajarkan Islam kepada mereka tentang Tauhid dan Tasawuf dan lainnya siang dan malam kepada keluarga isterinya dan masyarakat sekitarnya hingga mereka paham betul tentang Islam.

Menurut Artikel Sejarah Habib Lumpangi || Pembawa Islam Pertama di Pegunungan Meratus Loksado Hulu Sungai Selatan yang saya kutip menyebutkan bahwa “Sayyid Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dalam berdakwah tidak sama sekali menggunkan cara kekerasan. Beliau berdakwah dengan cara lemah lembut dan santun yang mana mencerminkan akhlak Rasulullah saw. Menjadikan Islam mudah diterima oleh masyarakat pegunungan Meratus. Kampung Lumpangi pun berkembang pesat, dan setelah berhasil beradaptasi dengan masyarakat sekitar, beliau memulai berdakwah secara lisan di kalangan warga mengenai akhlak dan amaliyah serta ajaran lainnya. Setelah diterima dengan baik oleh warga Lumpangi, mereka pun bersemangat untuk mempelajari agama Islam."

 

14. Balai Adat Balai Ulin Lumpamgi di pindah ke Pantai Dusin Hulu Bayu

Diceriterakan orang bahwa di awal pertengahan abad ke-18 Masihi Bumbuyanin bin Ulang memindah rumah Balai Adat Balai Ulin ke pemukiman  baru di Pantai Dusin Desa Hulu Banyu Kecamatan Loksado. Setelah mereka pindah lokasi pemukiman  dari Tamiang Malah Muara Hatip menuju lokasi baru yakni Pantai Dusin.

Kemudian atas musyawarah dan kesepakatan bersama Balai Adat Balai Ulin Lumpangi dipindah ke Pantai Dusin Hulu Banyu, tetapi kakaknya minta agar 1 batang tiang dari bagian muka Balai Adat itu ditinggal atau dibiarkan tetap berdiri atau tidak dialih atau dipindah. Katanya "Tiang itu fungsinya dijadikan sebagai Simbol Balai bahwa di Lumpangi pernah berdiri sebuah Balai Adat Dayak".

Menurut Ahmad atau Amat yang saya wawancarai, ia asal dayak Bayumbung yang sudah muslim ceritera dari datuk-neneknya bahwa " Bekas tiang-tiang ulin Balai Adat Balai Insulin itu telah diangkut atau dibawa ke Pantai Dusin Hulu Banyu" Dengan adanya sebab akibat dan bergesirnya waktu  tempu dulu maka Balai Adat Bumbuyanin pindah lokasi / tempat, sekarang Balai Adat tersebut beralamat di desa Kemawakan Kec. Loksado.

Setelah Balai Adat Balai Ulin bubar awal abad ke-18 tahun 1722M karena banyak penghuni Balai Ulin yang memeluk Islam, maka Balai Ulin Desa Lumpangi mulai ditinggalkan oleh Suku Dayak yang belum menerima hidayah Islam, walaupun mereka sudah mengenal Islam dengan baik hingga bertahun-tahun.

Menurut sumber data bahwa sesudah Balai Adat Balai Ulin bubar maka beberapa tahun kemudian datanglah Dayak Ulang dan kedua anaknya Bumbuyanin dan Bayumbung ke Lumpangi. Bumbuyanin membawa ketiga anaknya an. Pang Ayuh, Bambang Basiwara dan Diang Gunung (Umi Salamah). Usia Bambang lebih tua dari Abu Bakar as-Tsani dan usia Umi Salamah lebih muda 2 tahun darinya. Keduanya ayah dan kakeknya minta kepada Habib agar ketiga anaknya diajari tentang Islam. Mereka nanti akan tinggal di kampung Balai Ulin beberapa tahun mempelajari ilmu Islam. Saat itu  Dayak Ulang dan Bumbuyanin menemui kakaknya Muhammad Langara dan keduanya memohon agar Balai Adat Balai Ulin yang tidak berfungsi itu bisa dipindahkan ke Pantai Dusin Hulu Banyu dan disetujui.

 

15. Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf menepati janjinya.  

Mereka beranggapan bahwa apabila masuk Islam maka kesaktian-kesaktian itu hilang  dan dibuang. Inilah salah satu alasan sehingga mereka enggan menerima Islam, mereka menjauhi keluarga Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf dan mengasingkan diri dengan keluarganya  menuju ke Pegunungan-pegunungan Meratus. Lama kelamaan keturunan keluarga yang belum menerima Islam ini menjadi banyak. Terus membesar hidup berkelumpok-kelumpok dan mereka tinggal menempati kaki-kaki  Pegunungan Meratus dan mereka masing-masing kelumpok itu membangun sebuah Balai Adat yang banyak menjamur di kaki-kaki  Pegunungan Meratus. Masing-masing Balai Adat dengan nama suku Dayak Meratus. Balai Adat - Balai Adat ini masih berdiri kukoh hingga pada sekarang ditahun 2022M.

Sayyid Abu Bakar ayahnya Habib Lumpangi adalah orang yang sangat setia dan menepati janjinya, ia benar-benar melaksanakan Adat Dayak. ia tidak pernah meninggalkan isterinya. Dan ia tinggal bersama isterinya Siti Jamilah dan diantara anak lelakinya (Jamiluddin dan Jalaluddin) dan anak-anak perempuannya  beserta cucu-cucunya dan keluarga isterinya tinggal di rumah Balai Ulin hingga akhir hayatnya.

Menurut tradisi adat Dayak bahwa "Bila seseorang laki-laki lajang (perantau atau pendatang) menikahi perempuan suku Dayak maka ia harus ikut tinggal di tanah kelahiran isterinya, sebagai bentuk kesetian adat Dayak". Tetapi bila kangen dengan ayah-ibu atau keluarga ia boleh menenguk mereka sendirian atau bersama isterinya, setelah selesai hajatnya ia harus kembali lagi kerumah isterinya. Suaminya hanya memiliki satu isteri maksudya tidak dimadu.

 

16. Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf wafat thn 1759M.

Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf Beliau wafat di kampung Balai Ulin Lumpangi hari Jum'at, tanggal 17 Dzul Hijjah 1172H, dipertengahan akhir abad ke-18 Masih. Bertepatan dia wafat 10 Agustus tahun 1759 Masihi. Haulan Beliau terebut dilaksaaanakan oleh Ahlul Bait setiap tanggal 17 Dulhijjah. Dan Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf dimakamkan berdampingan dengan Siti Jamilah isterinya di kampung Balai Ulin Lumpangi. 

Habib setia menjalani hukum adat Dayak yang ia sepakati, saat ia ingin mengislamkan Tetuha Adat, Puteri dan kedua saudara puteri yakni Hamzah dan Thalib dan Habib berjanji bahwa ia tidak akan meninggalkan mereka hingga ajal menjemputnya. Adapun Titik Koordinat makam Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf dengan Siti Jamilah isterinya yaitu lat 2,80928, long 115,41767,  146,7m, 8 derajat

 

3. Rakam Jejak Habib Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf memdibatalkan beberapa Tradisi Suku Dayak Maratus yang dianggaf merugikan Sukunya.


01. Habib Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf dilahirkan.

Perkawinan inilah yang sangat merekatkan hubungan suku  Dayak Langara dengan Habib. Adanya ikatan tersebut Islam berkembang dengan cepat. Di tambah lagi adanya hubungan  darah dengan lahirnya Muhammad Djamiluddin cucu pertama Tetuha Adat.  Akhirnya mereka karena merasa berkelurga dengan Habib, merasa badangsanak dengan Habib, mereka tertarik dengan Islam dan menerima Islam dengan sukacita dan juga hasil perkawinan itu membuahkan keturunan dan dzuriatnya yang bersambung dan nasabnya tercatat dengan baik sampai saat ini.

Menurut Folklor ceritra Datuk-datuk dan nenek kami bahari bahwa  "Djamiluddin"  adalah Putera pertama dari Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy dengan isterinya Siti Jamilah binti Muhammad Lanagara. Namun versi lain menyebutkan bahwa anak itu bernama : "Muhammad Djamiluddin" Ia lahir dimasa pemerintahan raja banjar Sultan Suria Alam alias Sultan Tahmidullah 1 bin Sultan Tahirullah bin al-Maliku'llah adalah Raja Banjar yang memerintah tahun 1700-1717 Masihi. Ia dilahirkan di Lumpangi, hari Senin, 13 Syawwal 1118H /1707Masihi dan dibesarkan di Desa Lumpangi, ia lahir ditengah-tengah keluarga yang baru menemukan hidayah Islam. Ia adalah orang yang shalih, ia memperoleh pengajaran agama Islam langsung dari orang tuanya dan kedua Kakeknya M. Langara dan Sayyid Hasan ketika ia berada di Desa Taniran dan juga paman Ayahnya Habib Idrus.

Kelahirannya “Djamiluddin"  sangat  dinantikan dan ditubggu oleh keluarga muslim dan keluarga Dayak. Ketika ia hadir sanak keluarganya sangat bersukaria dengan menghadirkan jamuan hidangan dari seekor payau /menjangan. Ketiika ia berumur 7 tahun ayah dan ibunya memisahkan diri atau pindah dari Balai Adat. Membuat rumah sendiri tak jauh dari Balai Adat. Ketika ia berumur 14-15 tahun Balai Adat mulai bubar.

Ditahun usia  muda menjelang remajanya Balai Adat "Balai Ulin" bubar tahun 1722M karena banyak dipihak keluarga ibunya yang menerima hidayah islam/ memeluk Islam, maka Balai Ulin Desa Lumpangi mulai ditinggalkan oleh para keluarganya yang belum menerima hidayah Islam, walaupun mereka sudah mengenal Islam dengan baik hingga bertahun-tahun.

 

02. Habib Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf Menerima Penngajaran Agama.

 Menurut folklor ceritera datu dan nenek kami bahwa “berkata sebahagian orang-orang Lumpangi masa itu bahwaTidak ada Orang yang memilki keilmuan yang paling dalam dan luas tentang Islam kecuali dimiliki oleh Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf".Ia memperoleh pengajaran dan bimbingan (suluk, riiyadhah) ilmu Islam langsung dari ayahnya, kakeknya dan pamannya.

Berkata Muhammad Bahrudin bin Marsal ( Beliau keturunan Syarifah asal Amawang) bahwa "Habib Djamaluddin adalah orang yang paling berprngaruh, ia orang yang paling alim dan ia orang yang paling berpengetahuan agama diantara semua penghuni pusara/ makam di Kampung Balai Ulin ini, Ia memperoleh pengajaran langsung dari ayahnya, kakeknya dan pamannya. hal ini kalau bisa disembunyikan."

Salah seorang Serjana Agama abad ke-21 Masihi keturunan Dayak Lumpangi Habib H.Hasan Baseri,S.Ag bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf Berkata bahwa "Andaikata Habib Djamiluddin bukan keturunan Dayak Lumpangi, walaupun ia adalah orang yang paling berprngaruh, ia orang yang paling alim dan juga ia orang yang paling berpengetahuan agama diantara semua penghuni Kampung Balai Ulin Lumpangi saat itu, hampir dipastikan ia tidak akan membatalkan beberapa tradisi suku Dayak yang berlaku di dalam Keluarganya. Akan tetapi karena beberapa tradisi suku Dayak di Keluarganya menyangkut untung dan rugi yakni dianggap merugikan sukunya maka ia membatalkan dan menghapusnya”. Adapun Tradisi dimasud adalah -Tradisi Memuliakan Tamu Nginap, -Tradisi Kuping Panjang, -Tradisi Tato atau rajah adalah simbol kekuatan, -Tradisi Tiwah atau Kuangkay ialah upacara kematian, -Tradisi Penguburan Mayat tidak dalam tanah, -Tradisi Ngayau berburu kepala musuh. Dan -Manajah antang, tradisi ini suatu ritual mencari di mana musuh berada ketika berperang

  

 03. Nasab Habib Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf.

 الْحَبِيْب مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله،

 

04. Perkawinan Siti Sarah binti Abu Thalib dengan Habib Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf

Akhirnya Abu Thalib beserta isterinya dan Datu Muhammad Langara ayahnya membuat rumah baru dan pindah rumah ke kampung Batu Tangah. Kemudian Abu Thalib dikampung itu dikeruniai anak perempuan an. Siti Sarah. Nantinya untuk menambah kuatnya tali/hubungan darah/ kekeluargaan atau tali persaudaraan Habib Abu Bakar Assegaf mengawinkan Habib Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi) anaknya setelah remaja dengan Siti Sarah binti Abu Thalib bin Datu Muhammad Langara, ia seorang perempuan dari kampung Batu Tangah.

Setelah Muhammad Jamaluddin tumbuh remaja hingga dewasa, Ia juga termasuk orang berpengaruh di Lumpangi setelah ayahnya. Dan ia berada di desa yang sangat terisolasi dari keramaian kota, ia tinggal diudik sungai Kali Amandit yang sangat jauh, kalau berpergian masa itu selalu jalan kaki. Isterinya Siti Sarah seorang muslimah yang shalehah keturunan asli Dayak Balai Ulin Lumpangi, begitu juga kedua orang tua muslim. Siti Sarah binti Abu Thalib bin Muhammad Langara, ia seorang perempuan dari kampung Batu Tangah Desa Lumpangi. Perkawinan sepupu tersebut membuahkan keturunan anak laki-laki, ia lahir di Lumpangi, Jum'at, 10 Jumadil Awwal 1155H/1742M.an. Habib Ahmad Suhuf yang panggilan sehari-harinya Habib Ahmad.

Adapun adik kandung Muhammad Djamiluddin antara lain  : Sy. Ummi Badar, Sy. Amas (Mastora) dan yang paling  bungsu bernama Ahmad Djalaluddin, ia dilahirkan 10 Sya’ban 1149H/1736M di Desa Lumpangi bersamaan tahun dengan kelahiran Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin yakni  Ahad,10 Jumadil Awal 1149H/1736M dan kedua anak ini (Mamarina dan Kemanakan) tumbuh dan dibesarkan dilingkungan orang-orang  muslim yang taat Agama islam di Desa Lumpangi, silsilah nasabnya tercatat dengan baik.

Menurut sumber data bahwa semua ilmu Habib Abu Bakar ayahnya, Habib Hasan kakeknya, Habib Idrus paman ayahnya dan ilmu Muhamamad Langara kakeknya telah tertuang dan tercurah pada Habib Muhammad Djamaluddin (Habib Lumpangi), berkata ( Beliau keturunan Syarifah asal Amawang) Muhammad Bahrudin bin Marsal salah seorang yang ikut berziarah ke Makam Habib Jamiluddin  bahwa "Habib Djamaluddin adalah orang yang paling alim dan orang yang paling berpengetahuan agama diantara semua penghuni makam di Kampung Balai Ulin ini, hal ini kalau bisa disembunyikan."

Menurut Ahmad Khairudin asal Kapuas bahwa yang memilki keilmuan Islam yang paling dalam tentang Islam adalah "Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf".Ia memperoleh pengajaran langsung dari ayahnya, kakeknya dan pamannya.

Menurut silsilah nasabnya bahwa "Muhammad bin Umar as-shufy Assegaf" punya anak an. Hasyim. Hasyim punya anak an. Hasan dan Idrus. Hasan punya anak Abu Bakar dan Abu Bakar punya anak pertama an..Shaleh yang ibunya dari Seiyun Tarim Hadramaut. Dan Abu Bakar  juga punya an. Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi) yang ibunya dari suku Dayak Langara Lumpangi Loksado, yang dipanggil sehari “Djamiluddin” atau "Muhammad" dan kemudian Djamaluddin juga punya anak an.Ahmad Suhuf yang dipanggil sehari ”Ahmad”. Kemudian Ahmad Suhuf punya anak an. Abu Bakar yang dipanggil sehari “Abubakar as-Tsani’.

05. Makam/ pusara  Habib Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dengan Siti Sarah isterinya 

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami bahwa “Habib Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf diperkirakan wafat Jum'at, 10 Syawal 1195H atau 1781 Masihi”. Ia di makamkan berdampingan dengan makam Siti Sarah isterinya, dengan usia Habib sekitar 64 tahun dan ia berpusara di kampung Balai Ulin Lumpangi Kec. Loksado. Adapun  Titik Koordinat makam/ pusara  Habib Muhammad Djamiluddin dengan Siti Sarah isterinya yakni lat 2,80908,long 115,41756,  143,5m, 281 derajat

Berkata Habib Baseraninor bin H. Muhammad Barsih Assegaf “Waktu  dahulu diareal Makam Habaib kampong Balai Ulin itu tumbuh sebatang pohon kembang kenanga yang besar. Pohon Kenanga itu tidak putus-putusnya terus-menerus berbunga (berkembang) sehingga Areal Pusara selalu bau harum. Tetapi tidaklah sembarang orang bisa mengambil kembang kenanga yang jatuh dari pohonnya diareal makam Habaib Lumpangi itu kecuali ada ikatan dzuriatnya sebab bila tidak ada ikatan dzuriatnya maka orang yang mengambilnya bunga kenanga itu, badannya kena sakit panas selama 3 hari 3 malam.

 

3. Rakam Jejak Habib Ahmad Suhuf bersama Muhammad Djamiluddin Assegaf Ayahnya membatalkan sebagian Tradisi Suku Dayak Maratus 

Sejarah singkat Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi Loksado) bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf. Ia adalah seorang yang aliim sesudah ayahnya dan seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at yang memelihara iman dan islam, ia amat kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah dzahir dan bathin lainya.

1. Kelahiran Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf.

 Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Habib Ahmad Suhuf dilahirkan Ahad,10 Jumadil Awal 1149H/1736M di Desa Lumpangi, dan ia tumbuh dan dibesarkan dilingkungan orang-orang  muslim yang taat Agama islam di Desa Lumpangi, ia berada di desa yang sangat terisolasi dari keramaian kota Kandangan, berada diudik sungai Kali Amandit yang jauh, kalau berpergian masa itu selalu jalan kaki. Isterinya Diang Galuh Aminah bin Abdullah bin Hamzah, ia adalah buyut Datu Muhammad Lngara.

 Sayyid Ahmad Suhuf adalah nama panjangnya, sedangkan Ahmad adalah nama panggilannya sehari-hari. Kedua orang tuanya memberinya nama Ahmad Suhuf. Nama ayahnya adalah Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi) dan ibunya bernama Siti Sarah binti Abu Thalib bin Muhammad Langara. Ahmad adalah keturunan ke-3  atau cucu tersayang Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf. Kakek dan kedua orang tuanya menaruh harapan besar kepadanya.

2. Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar Assegaf Mendapatkan Pengajaran Ilmu Agama

Dimasa kecinya Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar Assegaf berada di bawah asuhan orang tuanya di Desa Lumpangi, ia ingin mengembara,  ke Negeri orang, kata orang tuanya bahwa “Kalau kau ingin merantau, kau harus banyak basango ilmu, supaya kembalinya kau selamat,” maka iapun telah membekali dirinya dengan giat belajar dan bertanya tentang ilmu-ilmu agama kepada orang tuanya, kepada kakeknya dan pamannya dan juga kepada orang lain tentang ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat.

Habib Ahmad Suhuf Mendapatkan Pengajaran Ilmu Agama langsung dari : -Muhammad Djamiluddin & Siti Raudah ayah-ibunya, -Abu Bakar kakeknya –Ahmad Jaluddin pamannya. Oleh karenanya Dia pandai baca Al-Qur’an dan baca tulis arab Malayu

3. Silsilah Nasab Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf

الْحَبِيْب اَحْمَدْ صُحُف  بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله.

 4. Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf Menikah dengan Siti Aminah

Menurut sumber data bahwa Habib Ahmad Suhuf yang panggilan sehari-harinya Habib Ahmad telah menikah masa remaja (usia muda) - hingga dewasa, tetapi tidak punya keturunan, maka untuk medapatkan anak keturunan ia dikawinkan pula dengan Diang Galuh Aminah. Galuh Aminah adalah salah satu keturunan buyut Muhammad Langara.

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa di bawah usia 24 tahun Sayyid Ahmad Suhuf sudah menikah dan bekeluarga  dan   juga bertahun-tahun masa perkawinannya pasangan suami –isteri ini belum juga punya keturunan. Karena tidak punya anak, kemudian ia menikah lagi di usianya 40 tahunan dengan sepupunya Galuh Siti Aminah cucu Hamzah, asal desa Muara Lumpangi, Senin, 10 Muharam 1190H atau 1776M. Kemudian hasil perkawinan tersebut lahirlah seorang anak laki-aki yang diberi nama Sayyid Abu Bakar. kemudian untuk membedakan nama anak ini dengan nama Kakeknya maka diujung namanya ditambah kalimat 'as-Tsani artinya yang ''kedua' maka namanya menjadi Sayyid Abu Bakar. as-Tsani

 5. Masa Muda Habib Ahmad Suhuf bersama Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar Assegaf Ayahnya Membatalkan beberapa Tradisi Suku Dayak Pegunungan Meratus.

Menurut ceritera Datu-datu kami bahwa Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf kakeknya Habib Ahmad Suhuf sudah datang, ia berada di Lumpangi tahun 1705M jauh sebelum Belanda datang ke Kesultanan Banjar. Saat itu usia Habib Abu Bakar antara 40-45 tahunan, ia berniaga berjualan kain sarung dan perhiasan wanita, sambil melakukan dakwah di Balai Ulin Lumpangi, Keberadaannya di desa tersebut semasa dengan pemerintahan Sultan Tahmidullah, Raja Banjar ke-10 tahun 1700-1717 Masihi hingga Sultan Tamjidillah I Raja Banjar ke-13 yang berpusat pemerintahan di Martapura Kalsel Tahun 1734-1759M, Kala itu Belanda belum menjajah Kesultanan Banjar.

 Menurut catatan Sejaarah Tahun 1747M, Belanda menduduki Banjarmasin. Kemudian tahun 1761–1801, masa pemerintahan Sultan Tahmidullah II/Sunan Nata Alam. 1762, Saudara Sultan Nata yang bernama Pangeran Prabujaya dilantik sebagai mangkubumi oleh Dewan Mahkota Kesultanan Banjar (Kesultanan Banjar).

Ada beberapa Tradisi Unik Suku Dayak Pegunungan Meratus yang Membudaya sebelum datang Habib dan dimasa Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf

Dilansir dari berbagai sumber atau data, bahwa suku Dayak memiliki berbagai unik, tetapi tradisi tersebut ditinggalkan oleh Dayak Pegunungan Maratus dan tradisi itu dibatalkan dimasa keberadaan Habib Lumpangi yaitu Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya kecuaali tradisi Tarian Gantar (batandik), Beberapa tradisi yang ditinggalkan di antaranya meliputi :

1. Tradisi memuliakan Tamu Nginap.

Salah satu tradisi/adat Dayak ketika itu, bagi Tamu Nginap untuk kaum laki-laki lajang diperbolehkan tidur satu kamar/ tidur satu kelambu dengan wanita lajang puteri dari Tetuha Adat. Bila tidak punya anak gadis maka isterinya yang menemani tidur tamunya. (kalau tamunya sudah beristeri maka ia tidur satu kamar dengan isteri sahabatnya) sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu atau sahabat, tak terkecuali dengan Habib, beliau tidur ditemani oleh Aluh Milah sepanjang malam, tetapi pagar ayu puteri Milah tetap terjaga dengan baik. Habib tidak mau mengganggu dan apalagi mempermainkan puteri Milah.

2. Tradisi Kuping Panjang

Telingaan Aruu adalah tradisi adat Suku Dayak dengan cara memanjangan telinga. Untuk memanjangkan daun telinga, mereka menggunakan anting-anting berbentuk gelang yang terbuat dari tembaga. Anting-anting berukuran besar tersebut dalam bahasa kenyah disebut belaong.

Di Kalimantan Timur, perempuan Dayak memiliki tradisi unik memanjangkan telinga mereka. Keyakinan di balik tradisi ini adalah bahwa telinga yang panjang membuat perempuan terlihat semakin cantik. Selain untuk aspek kecantikan, memanjangkan telinga juga memiliki nilai simbolis dalam menunjukkan status kebangsawanan dan melatih kesabaran.

Proses memanjangkan telinga melibatkan penggunaan logam sebagai pemberat yang ditempatkan di bawah telinga atau digunakan untuk anting-anting. Perempuan Dayak diperbolehkan memanjangkan telinga hingga dada, sementara laki-laki bisa memanjangkan telinga hingga bawah dagu

3. Tradisi Tato

Tato atau rajah adalah simbol kekuatan, hubungan dengan Tuhan, dan perjalanan kehidupan bagi suku Dayak. Tradisi tato ini masih dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan Dayak.

Proses pembuatan tato terkenal karena masih menggunakan peralatan sederhana, di mana orang yang akan ditato akan menggigit kain sebagai pereda sakit, dan tubuhnya akan dipahat menggunakan alat tradisional. Setiap gambar tato memiliki makna khusus, misalnya tato bunga terong menandakan kedewasaan bagi laki-laki, sementara perempuan mendapatkan tato Tedak Kassa di kaki untuk menandakan kedewasaan mereka.

Dalam konteks sejarah, dikatakan bahwa suku Dayak Iban menggunakan tato ini selama peperangan untuk membedakan antara teman dan musuh.

4. Tradisi Tiwah

Kwangkey atau Kuangkay ialah upacara kematian yang dilakukan Suku Dyaka Benuaq yang tinggal di pedalaman Kalimantan Timur. Tradisi ini berasal dari kata ke dan angkey, artinya adalah melakukan atau melaksanakan dan bangkai.

Menurut istilah bahasa daerah setempat, Kwangkey mempunyai makna buang bangkai. Maknaya yang ingin disampaikan adalah melepaskan diri dari kedukaan dan mengakhiri masa berkabung

Tiwah adalah upacara pemakaman masyarakat Dayak Ngaju yang melibatkan pembakaran tulang belulang kerabat yang telah meninggal.

Tradisi ini dilakukan sesuai dengan kepercayaan Kaharingan dan dipercaya membantu arwah orang yang meninggal untuk menuju dunia akhirat atau disebut juga dengan nama Lewu Tatau. Selama pelaksanaan Tiwah, keluarga yang ditinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil mengelilingi jenazah.

Proses pembakaran tulang belulang jenazah dilakukan secara simbolis, sehingga tidak semua tulang jenazah ikut dibakar dalam upacara Tiwah.

Tradisi suku Dayak ke-4 ialah Tiwah yang upacara pemakaman yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Ngaju. Dalam upacara ini,  mereka akan membakar tulang belulang dari kerabat yang telah meninggal dunia. Menurut kepercayaan Kaharingan, tradisi Dayah Tiwah, dipercaya mampu mengantarkan arwah dari orang yang telah meninggal agar mudah menuju dunia akhirat atau disebut pula dengan nama Lewu Tatau. Ketika melaksanakan tradisi Tiwah, biasanya keluarga yang ditinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil mengelilingi jenazah. Proses pembakaran tulang belulang jenazah hanya dilakukan secara simbolis sehingga tidak semua tulang jenazah akan ikut dibakar dalam upacara Tiwah.

5. Tradisi Ngayau

Tradisi berburu kepala ini, yang pernah ada tetapi sekarang sudah dihentikan, melibatkan pemburuan kepala musuh oleh beberapa rumpun Dayak, seperti Ngaju, Iban, dan Kenyah.

Tradisi ini penuh dendam turun-temurun sebab anak akan memburu keluarga pembunuh ayah mereka dan membawa kepala musuh ke rumah. Ngayau juga menjadi syarat agar pemuda Dayak bisa menikahi gadis yang mereka pilih.

Pemuda Dayak diwajibkan untuk berpartisipasi dalam tradisi berburu kepala sebagai cara untuk membuktikan kemampuannya dalam memuliakan keluarganya dan meraih gelar Bujang Berani.

Larangan terhadap tradisi ini dihasilkan dari musyawarah Tumbang Anoi pada tahun 1874, yang bertujuan menghindari perselisihan di antara suku Dayak.

Ke-5 tradisi tersebut sudah ditinggalkan oleh Dayak Maratus dan dibatalkan dimasa keberadaan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf dan anak cucunya kecuaali tradisi Tarian Gantar

6. Tradisi Penguburan

Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan:

penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat

penguburan di dalam peti batu (dolmen)

penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.

Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni:

•dikubur dalam tanah

•diletakkan di pohon besar

•dikremasi dalam upacara tiwah

Prosesi penguburan sekunder

a. Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.

b. Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Tulang belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.

c. Marabia

d. Mambatur (Dayak Maanyan)

7. Manajah antang

Tradisi dari suku Dayak selanjutnya ialah manajah antang, tradisi ini merupakan suatu ritual untuk mencari dan memastikan di mana musuh/seteru/lawan berada ketika berperang. Menurut cerita masyarakat Dayak, ritual manajah antang merupakan ritual pemanggilan roh para leluhur dengan burung Antang, di mana burung tersebut dipercaya dan diyakini mampu memberitahukan lokasi musuh/lawan. Selain dipakai ketika berperang, tradisi manajah antang pun dipakai untuk mencari petunjuk-petunjuk lainnya.

8. Mantat Tu’Mate

Seperti halnya Tiwah, tradisi mantat tu’mate merupakan tradisi untuk mengantarkan orang yang baru saja meninggal dunia. Namun mantat tu’mate berbeda dengan Tiwah. Sebab, mantat tu’mate dilakukan selama tujuh hari dengan konten acara iring-iringan musik serta tari tradisional. Setelah upacara selama tujuh hari selesai, barulah jenazah kemudian akan dimakamkan

8.Tari Gantar

Tari Gantar adalah salah satu tarian khas Suku Dyak. Tarian ini adalah tari pergaulan muda-mudi Suku Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung di Kabupaten Kutai Barat.

Tarian Gantar mengekspresika kegembiraan serta keramahan dalam menyambut tamu, baik wisatawan atau tamu kehormatan. Tari ini juga berfungis untuk menyambut pahlawan dari medan perang. Ada tiga jenis tarian Gantar, yakni Gantar Rayat, Gantar Busai, dan Gantar Senak dan Kusa.

6. Wafatnya Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shaafy bin Abdurrahman Assegaf

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa “Habib Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin Assegaf atau dipanggil sehari-harinya "Ahmad" Ia wafat Ahad,13 Jumadil Awal 1211H/ 1796M di usia 60 tahun dan dimakamkan berdampingan dengan isterinya Diang Galuh Siti Aminah di kampung Balai Ulin Desa Lumpangi Loksado.

Makam Habib Ahmad Suhuf bin  M.Jamiluddin dan Galuh Aminah

Habib dimakamkan berdampingan dengan isterinya Diang Galuh Siti Aminah di kampung Balai Ulin Desa Lumpangi Loksado

 Adapun Titik Koordinat, pusara makam Habib Ahmad Suhuf dan Galuh Siti Aminah isterinya adalah lat 2,80926, long 115,41769,  144,7m, 134 derajat

 

Rakam Jejak Sayyid Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf


01. Lahirnya Sayyid Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Habib Abu Bakar ast-Tsani adalah anak pertama dari pasangan suami isteri Habib bin Ahmad Suhuf Assegaf dengan Diang Galuh Aminah, asal desa Muara Lumpangi, pasangan suami isteri ini menikah Senin, 10 Muharam 1190H atau 1776M. Kemudian Abu Bakar ast-Tsani lahir hari Rabu, 15 Dzulhijjah 1191H/ 1778 Masihi di Lumpangi. Dan Abu Bakar ast-Tsani  adalah keturunan ke-3  atau cucu tersayang Habib Muhammad Djamiluddin  bin Abu Bakar (Habib Lumpangi) Ia adalah buyut dari Habib Abu Bakar Bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar ash-Shaafy Assegaf.

Sedangkan nama Abu Bakar adalah  nama pemberian dari kedua  orang tuanya. Dan ia menjadi nama panggilannya sehari-hari, as-Tsani artinya yang kedua, yang disisipkan dibelakang namanya. Hal ini diberikan adalah sebagai nama pembeda dengan Datuknya Sayyid Abu Bakar. Oleh karenanya ia juga berwajah-serupa dan postur tubuhnya dan prilakunya persis sama dengan Datuknya Sayyid Abu Bakar Assegaf. Maka orang-orang sekelilingnya dan sahabatnya menyebutnyai "Abu Bakar as-Tsani" yakni " Abu Bakar yang kedua".


02. Sayyid Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin Assegaf Menerima Ilmu Agama

Sayyid Abu Bakar ast-Tsani  adalah seorang anak cerdas dan  shalih yang membanggakan orang tuanya, ia memperoleh pengajaran ttg Islam langsung dari ayah-ibunya dan kakeknya dan juga dari Paman-pamannya.

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Sayyid Abu Bakar ast-Tsani  Assegaf mendapatkan pengajaran Agama langsung dari : - Diang Galuh Aminah ibunya, - Ahmad Suhuf ayahnya, - Muhammad Djamiluddin dan Ahmad Jalaluddin  kakeknya. Dan guru-guru agama disekitarnya. Sejak kecil iapun telah membekali dirinya dengan giat belajar ilmu-ilmu agama kepada orang yang lebih tua dari nya, juga kepada orang lain tentang ilmu fiqih, ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat. Oleh karenanya ia pandai baca Al-Qur’an dan baca tulis arab Malayu.

 Menurut sumber data bahwa sesudah Balai Adat Balai Ulin bubar maka beberapa tahun kemudian datanglah Dayak Ulang dan Bumbuyanin dan Bayumbung kedua anaknya ke Lumpangi. Bumbuyanin membawa ketiga anaknya an. Pang Ayuh, Bambang Basiwara dan Diang Gunung (Umi Salamah). Usia Bambang lebih tua dari Abu Bakar as-Tsani dan usia Umi Salamah lebih muda 2 tahun darinya. Keduanya ayah dan kakeknya minta kepada Habib agar ketiga anaknya diajari tentang Islam. Mereka nanti akan tinggal di kampung Balai Ulin beberapa tahun mempelajari ilmu Islam. Saat itu  Dayak Ulang dan Bumbuyanin menemui kakaknya Muhammad Langara dan keduanya memohon agar Balai Adat Balai Ulin yang tidak berfungsi itu bisa dipindahkan ke Pantai Dusin Hulu Banyu dan disetujui.


03. Silsilah Nasab Sayyid Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf

الْحَبِيْب اَبُوْ بَكْرٍ الثَّاني بِنْ اَحْمَدْ صُحُف  بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله

04.  Karomah Habib Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf  Assegaf perkawinannya dengan Umi Salamah.

Salah satu karomah terbesar Habib Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf  Assegaf adalah melalui perkawinannya dengan Umi Salamah (Diang Gunung) binti Dayak Bumbuyanin bin Dayak Ulang maka berIslamlah Orang-orang Hulu Banyu Kec. Loksado di akhir abad ke-18 Masihi.

Malalui perkawinan Habib Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf dengan Putri Umi Salamah. Adapun menjadi Wali pada akad nikahnya Putri kakak kandungnya sendiri yakni Bambang Basiwara. Perkawinan ini terjadi Ahad, tanggal 12 Sya'ban 1210 H / 1796 Masihi dipertengahan  akhir abad ke-18 Masihi. Didahului oleh keduanya menerima hidayah Islam, maka dengan Islamnya kedua kakak beradik tersebut telah diikuti oleh orang-orang suku dayak daerah Hulu Banyu Loksado, sebahagian mereka juga mendapat hidayah Islam, seperti

  1. kampung  Tar Laga.
  2. kampung Majulung,
  3. kampung Ni'ih
  4. kampung Tanuhi,
  5. Kampung Tamiyng Malah (Muara Hatip)
  6. Kampung Hutap
  7. Kampung  Tariban.
  8. Kampung Tar Mangkung,
  9. kampung Lambuk
  10. kampung Tar Belimbing
  11. dan kampung sebahagian Kemawakan menjadi Muslim.

Menurut ceritera Habib Muhammad Jamberi bin Ahmad Darani Assegaf dan ia ceritera dari Datu-neneknya , dan ceritera ini yang dikuatkan ceritera Habib Muhammad Burhanudddin Rabbani Assegaf yang sering saya temui dan saya wawancarai di kediamannya Desa Tabihi tentang “Asal usul sebahagian orang-orang Hulu Banyu Loksado yang menerima hidayah Islam”. Dan beliau berceritera kepada saya, yaitu ceritera dari sepupunya Habib Muhammad Jamberi bin Ahmad Darani bin Abdul Hamid bin Aliadam bin Abdullatif bin Abu Bakar ats-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf dan nasabnya tercatat  dengan rinci bahwa "Tertulis jelas Habib Abu Bakar ats-Tsani bin Ahmad Suhuf adalah cucu Muhammad Djamiluddin bin Habib Abu Bakar Assegaf, ia dimasa mudanya dikawinkan dengan Umi Salamah (nama asal dayak : Diang Gunung) binti Bumbuyanin bin Ulang dari Hulu Banyu kampung Pantai Dusin. Karena yang menjadi panutan mereka, kedua kakak beradik ini an. Bambang Basiwara dan Umi Salamah telah menerima hidayah Islam, maka hidayah Islam diikuti oleh Keluarga suku Dayak Hulu Banyu yang lain. Hasil perkawinan Puteri tersebut menurunkan anak laki-laki diantaranya an.

  1. Iberahim (bergelar Abu Tha’am),
  2. Abdul Lathif (bergelar Abu 'Aly)
  3. 'Aly (Abdullah) yakni Abu Tayau.

05. Perkawinan Habib Abu Bakar ats-Tsani  dengan Wanita lain asal kampung Batu Tangah

Menurut sumber bahwa isteri Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf yang bernama Umi Salamah binti Bumbuyanin ketika berusia 44-60 tahun ia sudah sering sakit-sakitan hingga membawa maut dan ia punya 4 orang cucu an. Muhammad bin Ibrahim dan Aliadam, Abdul Karim dan Abdullah bin Abdullatif.

Namun disisi lain Habib Abu Bakar as-Tsani bahwa setelah isterinya (Umi Salamah binti Bumbuyanin) wafat diperkirakan usianya 60 tahun lebih maka ada kemungkinan dan diduga kuat Habib Abu Bakar bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamaluddin Assegaf ini, Beliau menikah lagi dengan wanita  muda lain disisa usianya yang panjang sehingga pernikahan itu punya anak atau keturunan yang baru, selain keturunan yang telah kami sebutkan diatas yang belum kami gali dan belum kami ketahui kejelasannya dan juga belum kami ketahui nasab silsilahnya. Akan tetapi apabila ditelusuri artikel yang ditulis Saadilah Mursyid maka diduga kuat bahwa anak dari isteri barunya  asal kampung Batu Tangah dimaksud itu bernama Habib Husin dan Habib Ahmad dan menurut artikel dimaksud dzuriatnya masih ada dan tersebar hingga sa'at ini.

06. Tragedy runtuhnya Balai Adat Hulu Banyu pecehan Balai Ulin

Selanjutnya di ceriterakan  orang  bahwa pada  zaman dahulu, setelah pecah dan bubarnya  Balai Adat di Balai Ulin Lumpangi, kemudian berdiri Balai  Adat yang  kedua  di kampung Pantai Dusin  Hulu Banyu, balai Adat  tersebut  dibangun  di tepi sungai, berdekatan dengan kampung  Datar Laga dan kampung Datar Mangkung. Tetuha  Adat pertama  bernama  Bumbuyanin,  dia  adalah anak sulung  Tetuha Adat  Ulang.

Pada masa cucu dan buyutnya Bumbuyanin, Balai Adat  ini  mengalami tragedy mencekam terjadi banjir besar. Ketika itu Balai beserta  penghuninya hanyut (larut) di bawa  air  bah (ba'ah) besar, mungkin 6-7 kepala keluarga penghuninya  tidak dapat  menyelamat diri.

Sebagian orang ada yang berkata bahwa Tragedy Balai Adat Hulu Banyu pecehan Balai Ulin Lumpangi Loksado terjadinya 7 Rajab 1247H/1831 Masihi.  Dengan adanya sebab akibat dan bergesirnya waktu  tempu dulu maka penghuni Balai Adat Bumbuyanin pecah terbagi dua kelompok. ada penghuninya yang bertahan dan memindah Balai Adat tidak jauh lokasi Pantai Dusin yakni (Balai Adat Tanginau) dan kelompok kedua memindah jauh dari lokasi awal, sekarang Balai Adat tersebut beralamat di desa Kemawakan Kec. Loksado.


07. Letak Geografis Balai Adat Bumbuyanin

Menurut ceritera Habib Basrani Noor bin H.Muhammad Barsih Assegaf (Usia 57 tahun) yang saya wawancarai bahwa Balai Adat Pertama sesudah  Balai Ulin Lumpangi di Hulu Banyu Loksado adalah Balai Adat Bumbuyanin yang terletak di Pantai Dusin. Pantai ini terletak dihulu kampung Uling  setelah kampung Majulung, ia berseberangan dan dekat  kampung Datar Laga dan kampung Datar Mangkung. Di kampung Pantai Dusin inilah Bumbuyanin sebagai Tetuha Adat membangun Balai Adat yang terletak ditepi udik tiga muara sungai Amandit.

Menurut Ahmad atau Amat yang saya wawancarai, ia asal dayak Bayumbung yang sudah muslim bahwa "Letak Balai Adat Pantai Dusin itu, kalau kita berada dari kampung Lambuk menuju hulu sungai ke Datar Mangkung terus ke kampung Datar Laga terus ke kampung Uling terus kehulu lagi hingga Pantai Dusin, dan dihulu Pantai Dusin itu sekarang Balai Adat Tanginau".


08. Kisah sebelum terjadinya Banjir besar.

Sebagian orang ada yang berkata bahwa  “Tragedy Banjir Besar yang menimpa Balai Adat Hulu Banyu pecehan Balai Ulin Lumpangi Loksado terjadinya 7 Rajab 1247H/1831 Masihi”. Saat itu usia Abu thair Muhammad bin Habib Abu Tha'am Ibrahim Assegaf kurang lebih 2 tahun.

Konon di ceriterakan bahwa  ada seorang istri Tetuha Balai muda Pantai Dusin dan menentunya sedang hamil muda (ngidam) secara bersamaan.keduanya sering pusing-pusing dan tidak mau makan bahkan berhari-hari, membuat suaminya pusing kepala. Kedua istri yang ngidam ini pingin sekali memakan iwak hidup yang (dipalan) dimasak dalam seruas batang buluh. 

Akhirnya untuk memenuhi hasrat isteri dan menentunya, suami an.Dusin dan anak lelakinya an.Uling pergi ke sungai dengan membawa sebuah jala (lunta) mencari iwak hidup. Kepergian keduanya diikuti oleh seekor anjing setianya bernama si “Balang”

Konon  bahwa  Penghuni Balai Adat ini  memakan anak orang (dalam bentuk  seekor  iwak sili-sili sebesar buah Bunglay berkepala seperti anak Naga atau ikan berkepala yang aneh). Yang mereka  peroleh  dengan  menjala (melonta) di sungai. 

Di ceriterakan bahwa Penjala ikan “Tidak seperti biasanya, setelah berkali-kali ia melepas jaring jalanya ke sungai dan menariknya pelan-pelan, tetapi ia tidak merasakan dan menemukan adanya ikan yang tersangkut dijaring jalanya, kecuali seekor ikan tilan/ sili-sili sebesar buah bunglay yang berbentuk aneh (berkepala seperti anak Naga). Ikan itu dilepas kembali ke sungai, mereka semakin jauh berjalan menuju hilir sungai. Sehingga menghabiskan waktu berjam-jam, menjala ikan,  tapi tak seekorpun  ikan yang dicari didapat. 

Bahasa orang Banjar “Ujar anaknya, parut ulun sudah lapar, amun kaya ini bahay, kita kada kulihan iwak. baik kita bulikan haja kerumah, bahay. Ujar nang abah, hadangi dahulu nakay, aku masih panasaran, sakali  laginah aku menimbai lonta. Lalu Lonta itu ditimbai ketengah sungai dan ditarik pelan-pelan, ternyata  ikan Aneh itu lagi yang terjaring. Ujar nang abah jangan dibawa! nakkai iwak itu” tetapi ujar nang anak, "Napa bah kita lauk makan hari ini, bini ulun kada mau makan saharian".

Kemudian . iwak hidup dibawa pulang ke Balai dan disambut istrinya riang gembira. Iwak hidup disiangi, dipotong-potong dan (dipalan) dimasak dalam seruas batang buluh muda, tak lama setelah itu tercium dengan bau aromanya yang lejat dan siap dimakan bersama-sama hingga habis. 

Sejurus kemudian datanglah seorang laki-laki tua bungkuk berpakaian serba putih dan bertongkat, dari hilir sungai ia berjalan tergopuh-gopuh dengan tongkatnya sedang mencari anaknya yang hilang, dan ia bertanya-tanya kepada orang-orang yang ditemuinya tetapi jawaban orang selalu tidak kenal dan tidak pernah melihatnya. Kemudian ia masuk ke teras balai dan bertanya kepada Penghuni Balai Adat Bumbuyanin kala itu yang berlokasi di pantai dusin. Kakek tua itu menjelaskan kepada mereka bahwa “ia orang tarlaga (tarlaga artinya rumah naga) ciri-ciri anaknya an.Mangkung "Berkepala Naga dan berbadan ikan sili-sili sebesar buah Bunglay, akibat dari kena kutukannya."

Ia pernah berkata kepada anaknya" Hai Mangkung anakku kamu akan selamanya jadi iwak sili-sili berkepala naga terkecuali jika kau besar nanti ditemukan orang dan kau dimakan oleh dua perempuan sedang hamil muda (ngidam) baru kau dapat menetis/menjelma hidup normal kembali lewat kedua Rahim perempuan hingga kamu dilahirkan dari perempuan tersebut. Baru kutukan terhadapmu akan berakhir.

 Kata Penghuni Balai “kami tiada melihat anak sampian”, kata orang tua itu "Kau bohong, Kalian semua berbohong "

Disini terjadi perdabatan sengit, yang akhirnya kata orang tua itu "Iwak yang kalian makan itu adalah anakku, tetapi adakah lagi sisanya atau tulang-tulangnya ? "Aku mohon aku pinta kembalikan kepadaku" kata orang tua itu. Kata Penghuni Balai “semuanya kami makan, habis tiada tertinggal sedikitpun”, padahal tulang-belulangnya masih ada. kata orang tua itu, ‘Sebagai gantinya anakmu dan cucumu” yang masih dalam kandungan itu akan aku bawa, nanti keduanya akan aku jadikan Pengiran dan Ratu dinegeri kerajaanku " karena Kalian masih berbohong" tetapi jika benar bahwa kalian tidak berbohong, maka Tongkatku ini tidak akan bisa mengeluarkan air. 

Pak Tua itupun turun dari Balai menuju halaman, ia memajamkan matanya lalu bibirnya kumat-kamit membaca mantera dan mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi disambut sembaran kilat dan patir menggalagar, lalu orang tua itu menghunjamkan tongkatnya ke tanah, maka keluarlah mata air yang melimpah disertai angin dan hujan dengan derasnya selama 3 hari dan tiga malam tidak henti-hentinya dan orang tua itu berubah menjadi seekor Naga sebesar pohon Enau dan menghilang ditelan air. Kemudian terjadilah air ba’ah yang besar, sunami yang besar secara tiba-tiba, hingga  Balai Adat kampung Pantai Dusin dan Penghuninya  hanyut ditelan air ba'ah yang dahsyat.

Ketika tanaman padi sudah setinggi dada (banih rangkumkupak) ia pulang dari melonta bersama Dusin ayahnya, hari menjelang senja Uling dan seekor anjing setianya si “Balang”singgah menjenguk pahumaannya untuk menghidupi parapian (balaman api) sambil membakar ubikayu untuk mengganjal perutnya hingga ia tertidur pulas hingga pagi dipondok humanya. Di hari itu turun hujan sangatlah deras selama 3 hari dan tiga malam tidak henti-hentinya dan disertai angin kencang, ia lihat air sungai pun yang melimpah dan membuatnya tidak bisa pulang ke Balai beberapa hari.

Selanjutnya menurut Baliau bahwa diperkirakan keberadaan Balai Adat kampung Pantai Dusin yang di bangun oleh Bumbuyanin dan diturunkan kepada anak tertuanya Datu Ayuh atau nama lainnya sang Dayuhan, tidak sampai dari satu abad, Balai Adat dan penghuninya ini kena musibah banjir, semuanya telah hanyut diterjang banjir besar, kecuali orang-orang yang selamat adalah orang-orang yang masih tinggal ( badim dipahumaan).

09. Tanah Bekas lokasi bangunan Balai Ulin menjadi badan sungai

Adanya peristiwa air ba’ah yang besar menghayutkan Balai Adat dan Penghuninya tersebut, air bah itu  telah melewati desa Lumpangi, kemudian arus air sungai membelah dua, yakni : Tanah bekas lokasi bangunan Balai Ulin dulu berubah menjadi badan sungai baru pada bagian kiri dan lebih deras airnya dari badan sungai lama pada bagian kanan, hingga timbul murung (pulau) ditengah-tengah belahan sungai tersebut. Sekarang ini, kalau kita menyebaragi kali Amandit lewat jembatan gantung menuju Kubah Datu Lumpangi, dan kalau kita berdiri di tengah-tengah jembatan itu memandang kehilir sungai. Maka kita akan melihat sungai itu membalah dua dan dihilir murung (pulau),  air sungai itu menyatu kembali

10. Warna air ba'ah itu putih seperti susu kehitam-hitaman

Sebagian ada yang berkata menurut Datu-Nenek kami bahari bahwa "Warna air ba'ah itu putih seperti susu kehitam-hitaman dan sangat kalat  rasanya, seperti bercampur belirang atau bau batu bara sehingga mata iwak-iwak atau ikan -ikan kabur, maka banyak ikan-ikan yang naik ke tepi sungai untuk menyelamatkan diri dan akhirnya mati terkapar, akibat matanya tidak dapat melihat lagi dalam air karena pengaruh kalatnya air ba'ah itu. Hal ini sangat menggembirakan dan menguntungkan masyarakat Lumpangi mereka panen ikan sa'at itu".

 

11. Habib Abu Bakar atst-Tsani , Beliau wafat dengan usianya yang panjang lanjut

Habib Abu Bakar as-Tsani lahir hari Rabu, 15 Dzulhijjah 1191H/ 1778 Masihi di Lumpangi, Beliau hidup dengan usianya 1 abad bahkan lebih, tetapi sumber lain ada yang menyebutkan bahwa “Habib Abu Bakar as-Tsani wafat Jum'at, 14 Januari 1875M atau bertepatan 17 Dzulhijjah 1292H”.

Sumber lain juga ada yang menyebutkan bahwa Beliau diberi Allah Swt umur panjang dan  ia sudah punya buyut an. Habib Tanqir Ghawa bahkan ada menyebutkan Beliau sudah punya pipit (intah) saat hidupnya, Beliau menutup mata meninggalkan anak cucunya Kamis 27 Maret tahun 1902M/1319H dengan usia Beliau 124 tahun Masihi ketika wafat. Beliau dimakamkan kampung Balai Ulin Lumpangi Loksado.Haulan Habib tersebut dilaksaaanakan oleh Ahlul Bait setiap tanggal 17 Dulhijjah.

Keberadaan Habib Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf di Lumpangi Kec. Loksado. 

Adapun saudara sepupu tuanya yang bernama Habib Alwi w.1842M bin Abdillah bin Shaleh bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf yang mendapat hibah tanah di Karang Putih Martapura, kedua habib tersebut adalah buyut dari Habib Abu   Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf. Masa hidupnya tidaklah terlepas dari ceritera atau kisahnya bersamaan dengan masa perebutan kekuasaan Sultan Banjar (Pangeran Amir dan Pangeran Nata Alam).hingga berakhirnya kekuasaan Sulthan Adam Al-Watsiq Billah dipertengahan abad ke-19 Masihi. 


11. Halaman Masjid "Baiturrahim" dan sekitarnya menjadi Pantai

Akibat terjadinya Erosi. Fostur tanah tempat berdirinya Balai Adat "Balai Ulin Lumpangi" dan sekelilingnya menjadi rendah atau talabuh atau tanahnya terkikis sebagai akibat air ba’ah itu.

 Sebagian erosi dilakukan oleh air, angin, dalam bentuk gletser adalah sebuah bongkahan atau endapan tanah yang besar dan tebal yang terbentuk di atas permukaan tanah. Selain itu, erosi juga dipengaruhi oleh letak astronomis.

Maka menjadi keuntungan bagi masyarakat Desa lumpangi.  Sebab disaat itu desa Lumpangi ini sudah lama berdiri sebuah Mesjid tua bernama "Baiturrahim" kemudian merubah nama menjadi "Jannatul Anwar". Dulu masjid ini dibangun  ditepi sungai Amandit, kemudian akibat  air ba’ah yang besar (ba’ah/banjir), maka sungai kali Amandit pindah mendekati bukit batu Langara, dan arus sungai dekat pasar dan sebagai akibat erosi tanah, arus sungai di bawah-halaman Masjid menjadi pantai. Yaitu sebuah bongkahan atau endapan tanah yang besar dan tebal yang terbentuk di atas permukaan tanah.  Sehingga arus sungai sekarang ini jauh dari Masjid. Sedangkan  bukti  sungai itu pindah sendiri bahwa bukti masih ada. Dan terlihat jurang tanah bekas dinding sungai dibelakang/samping WC  Masjid tersebut. Ini adalah salah satu karamah masjid yang dibangun mula-mula oleh Datu Habib Lumpangi dan anak cucunya ,bersama masyarakat di sekitarnya

 

Biografi Sejarah Singkat Sayyid Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar ats-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin  Assegaf

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Sayyid Abu Tha'am Ibrahin, Ia adalah seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at yang memelihara iman dan islam, ia amat kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah bathin lainya.


01. Lahirnya Sayyid Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar ats-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa “Habib Abu Tha’am Ibrahim adalah anak pertama dari pasangan suami isteri Habib Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf dengan Umi Salamah (Namanya Diang Gunung seorang perempuan Dayak Pegunungan Maratus asal Pantai Dusin Hulu Banyu Loksado)”. Ibrahim lahir di Desa Lumpangi hari Senin tanggal 9 Rajab tahun 1213 Hijeriah/ 17 Desember tahun 1798 Masihi. Ia adalah intah dari Habib Abu Bakar Bin Hasan Assegaf.

Ia adalah salah seorang dzuriat yang ke-12 dari  al Faqih al Muqaddam al Tsani.  yakni Habib Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Aly bin Sayyid Abdurrahman Assegaf bergelar al Faqih al Muqaddam al Tsani. ia termasuk dzuriat Nabi Saw yang  hidup di abad ke-19 Masihi.

Namanya adalah “Ibrahim” nama lengkapnya adalah Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf. “Abu Tha'am" adalah Kuniyah atau Gelar nama kehormatan yang disimatkan pada awal namanya ia adalah orang yang senang sekali makan makanan. Cumilan hingga setiap ia pergi berteman atau pergi kemana saja, ia selalu membawa makanan.  Ibrahim adalah nama asli yang diberikan kedua orang tuanya. Namun orang-orang disekelilingnya, dan teman-temannya memberinya gelar kehormatan “Abu Tha’am”. Hal ini terjadi berkenaan dengan kegemaran masa muda dan hobynya selalu memikirkan makan melulu dan  suka makan-makan (berupa  Nasi ataupun Cimilan), hingga ia menjadi orang yang gemuk, mereka memberinya nama “Bapa yang suka makan” yakni “Abu Tha’am”.

 

02.  Silsilah Nasab Sayyid Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf bersambung ke Rasulullah Saw

الْحَبِيْب اَبًوْ طَعَامٍ اِبْرَاهِيْمَ بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ الثَّاني بِنْ اَحْمَدْ صُحُف  بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله

03. Sayyid Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar ast-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf Menerima (Menimba) Ilmu Agama

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Sayyid Abu Tha'am Ibrahin Assegaf mendapatkan pengajaran Agama langsung dari : -Umi Salamah ibunya, - Abu Bakar ats-Tsani ayahnya, - Ahmad Suhuf kakeknya. Dan guru-guru agama disekitarnya. Sejak kecil iapun telah membekali dirinya dengan giat belajar ilmu-ilmu agama kepada orang yang lebih tua dari nya, kepada pamannya dan juga kepada orang lain tentang ilmu fiqih, ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat. Oleh karenanya ia pandai baca Al-Qur’an dan baca tulis arab Malayu.

Habib Abu Tha’am Ibrahim tumbuh dan besar di desa Lumpangi. Ia adalah seorang anak cerdas dan  shalih yang membanggakan orang tuanya, ia memperoleh pengajaran ttg Islam langsung dari ayah dan kakeknya.

Pasar Jum’at Lumpangi yang ramai dikunjungi oleh Para Pedagang dari Kandangan, Kayu Abang, Bamban, Pakuan dan Pedagang lainnya.

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Diawal abad ke-19 orng-orang Kandangan, Kayu Abang, Bamban, Pakuan mereka telah banyak berdatangan ke desa Lumpangi untuk berniaga, dagangan mereka berupa beras, pakaian, sarung, ikan, iwak kering, iwak pakasam, iwak samu dan lainnya

 Ketika pasar “Jum’at Lumpangi” tiba, Habib lewat di depan orang jualan iwak, matanya tertuju pada salah seorang wanita setengah tua cantik rupawan sedang duduk menanti pembeli jualannya an. orang tua Diang. Habib mendekatinya dan menyapanya, setelah terjadi dialog basa-basi anak muda, iapun memborong ikan/iwak dagangan orang tua Diang tersebut. Setelah transaksi selesai, orang tua Diang bertanya 'Untuk apa nang kau nukar iwak sebanyak ini? jawab Habib :"Ulun cilai handak memberi makan upahan orang yang mengatam diwadah ulun !' Kata orang tua Diang "Umpat pang nang, acil mengatam lawan ikam". Acil sambil bahaluya atau bagaya.

Habib bertanya "Macam apa cil menangkap iwak sebanyak ini?  ada iwak haruan, ada iwak papuyu, ada iwak sapat siam, ada iwak pentet," Kata Penjual, Naah ham sidin batakun kaya apa manangkapnya! Iwak ini Nangai  ditangkap dengan lukah, tampirai, ringgi, lalangit, hancau, jambih, lonta, membanjur  atau  maunjun. Ulun kada suah tahu "Nangkaya apa cil nangaranya Tampirai itu ? tanya Habib. Naah "Tampirai itu Nangai nangkaya ini nah dan ada pupukiannya di tengah-tengahnya, namun sampian rasa panasaran  terhadap alat-alat itu kaina ulun bawa,  sampian bailang ke rumah di  Bamban sana".

04. Sayyid Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar ats-Tsani bin Ahmad Suhuf Assegaf Menikah dengan Diang Tangang

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa setelah selesai panen raya sekitar tahun 1828 Masihi Habib rihlah (bajalanan) ke Bamban bersama rombongan pedagang  untuk melihat peralatan menangkap ikan dan salajur mencari tantaran unjun paring kala'i. Sesampainya disana, maksudnya dirumah Acil Penjual iwak di Bamban, ia bertemu dan berkenalan dengan seorang dara muda yang bernama Siti Rahmah (Diang Tangang) sedang menumbuk padi dilasung di muka rumahnya anak Acil Penjual iwak. dan Habib langsung jatuh hati kepadanya.

Acil Penjual iwak menjelaskan kepada Habib bahwa “Siti Rahmah anaknya, Dia seorang janda muda yang sudah beranak ditinggalkan mati suaminya dua tahun yang lalu”. Ia banyak punya saudara dan kelurga, ia seorang yang cantik rupawan memikat dan menyejukkan hati kalau dipandang, dipasca musim panen inilah awal perkenalannya dengan Habib, kemudian Diang Tangang dipersunting dan dikawini Habib Ibrahim bin Abu Bakar ats-Tsani.

Diceritakan bahwa "Ketika menginjak dewasa Habib Ibrahim menikah dengan seorang wanita shalihah an. Siti Rahmah (Diang Tangang) tahun 1828M atau Ahad, 14 Jumadil Awal 1228H. Dan Perkawinan itu punya anak / keturunan tunggal an. Muhammad dan ia lahir tahun 1829 Masihi, kemudian ia ditinggal mati oleh isterinya.

 Dimasanya Sayyid Abu Tha’am Ibrahim dan anaknya  Muhammad berumur sekitar 2 tahun telah terjadi Banjir besar, air sunami yang sangat mencekam, dan banyak menelan korban. Balai Adat Pantai Dusin Hulu Banyu bekas tinggal ibunya (Umi Salamah) dan sebagian keluarga ibunya telah hanyut dibawa air ba’ah. Di desa Lumpangi disamping rumahnya air bah itu, mampu membelah dua arus, hingga terjadi Erosi (Erosi merupakan proses terkikisnya lapisan permukaan tanah yang disebabkan oleh pergerakan air, angin, es, dan gravitasi serta berlangsung secara alamiah). Erosi membuat sungai baru. Sehingga adanya peristiwa itu halaman MasjidBaiturrahim” pun yang dulunya aliran sungai,  telah berubah menjadi tanah pantai. Aliran Sungai Amandit sa’at Banjir besar itu telah menjauh dari Masjid sekitar 50 meter.

Sebagai akibat dari peristiwa banjir besar itu ikan-ikan sungai banyak yang mati terkapar. Sebagian ada yang berkata menurut Datu-Nenek kami bahari bahwa "Warna air ba'ah itu putih seperti susu kehitam-hitaman dan sangat kalat  rasanya, seperti bercampur belirang atau bau batu bara sehingga mata iwak-iwak atau ikan -ikan tak bisa melihat atau kabur, maka banyak ikan-ikan yang naik ke tepi sungai untuk menyelamatkan diri dan akhirnya mati terkapar, akibat matanya tidak dapat meliat lagi dalam air karena pengaruh kalatnya air ba'ah itu.

Sebagian orang ada yang berkata bahwa “ “Tragedy Banjir Besar yang menimpaBalai Adat Pantai Hulu Hulu Banyu pecehan Balai Ulin Lumpangi Loksado terjadinya 7 Rajab 1247H/1831 Masihi”. 

05. Sayyid Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar bin Ahmad Suhuf Assegaf Wafat

Makam Abu Tha'am Ibrahin bin Abu Bakar bin Ahmad Suhuf Assegaf

Sebahagian orang ada berkata bahwa Sayyid Abu Tha'am Ibrahin Assegaf, ia mulai sakit-sakitan  yang sangat serius diusia muda sekitar 45 tahun dan akhirnya ia wafat Jum'at, 5 Rajab 1252 H bertepatan 7 November 1834M. Ia dimakamkan di kampung Balai Ulin Desa Lumpangi.


Rakam Jejak Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar ats-Tsani Assegaf 

Habib Abu Thair Muhammad, ia seorang yang shaleh,  dan ia seorang yang ta’at beragama yang sangat memelihara iman dan islam, ia amat dekat dan kenal dengan Tuhannya, ia seorang yang bertanggungjawab kepada keluarganya dan ia selalu berusaha menjalankan syari’at yang diperintahkan Tuhannya secara ketat selama hidupnya, seperti shalat, puasa, zakat dan amaliah-amaliah dzahir dan amaliah-amaliah bathin lainya.

01. Lahirnya Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar ats-Tsani Assegaf 

Menurut ceritera Datu-datu dan Nenek kami bahwa  Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim Assegaf di Desa Lumpangi  kelahirannya awal abad ke-19M tahun  1829 Masihi dan wafatnya tahun 1942 Masihi Sumber data lain ada yang menyebutkan bahwa Habib Abu Thair Muhammad Assegaf lahir di Desa Lumpangi hari Jum'at, tanggal 14 Ramadhan tahun 1252 H/1829 Masihi.

Nama ayahnya adalah Habib Abu Tha’am Ibrahim Assegaf sedangkan nama ibunya Siti Rahmah (Diang Tangang), yang aslinya orang Tangang Bamban Kec. Angkinang. Sebelumnya ibunya bekerja sebagai Pedagang atau penjual Iwak yang ia bawa sendiri dengan lanjung dari Tangang Bamban ke pasar “Jum'at Lumpangi” setiap minggunya.

02. Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar ats-Tsani Assegaf Menerima Pengajaran ilmu Agama

Sejak kecil Habib Abu Thair Muhammad  Assegaf, ia bercita-cita ingin  merantau ke Negeri orang, kata orang tuanya hai Habib Abu Thair Muhammad bahwa “Kalau kau ingin merantau, kau harus banyak basango ilmu, supaya kembalinya kau selamat,” maka iapun telah membekali dirinya dengan giat belajar ilmu-ilmu agama kepada orang tuanya, kepada kakeknya dan pamannya dan juga kepada orang lain tentang ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat.

Dimasa kecil (lahir)nya Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar ats-Tsani Assegaf berada di bawah asuhan kedua orang tuanya bersembunyi di Desa Lumpangi, dimasa penjajahan Belanda datang ke Kalimantan.

Ia Mendapatkan Pengajaran Agama langsung dari : -Abu Tha’am Ibrahim/ Siti Rahmah ayah-ibunya, -Abu Bakar ats-Tsani kakeknya -Abdullatif pamannya. Dan -Abu Ali pamannya. Oleh karenanya Dia pandai baca Al-Qur’an dan baca tulis arab Malayu”.

03. Silsilah Nasab Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar ats-Tsani Assegaf

الْحَبِيْب اَبًوْ طَيْرٍمُحَمَّدْ بِنْ اَبًوْ طَعَامٍ اِبْرَاهِيْمَ بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ الثَّاني بِنْ اَحْمَدْ صُحُف  بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍ بِنْ حَسَنٍ بِنْ هَاشِمٍ بِنْ مًحَمَّد بِنْ عًمَرَ الصُّوْفِيِّ [عُمَرُ الصَّافِيّ] بِنْ عَبْدُ الرَّحْمن بِنْ مُحَمَّد بِنْ عَلِيٍّ بِنْ اَلْاِمَامً عَبْدُ الرَّحْمن اى وَلِيُّ الله الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم الثانيّ السَّقَّافُ بِنْ سَيِّدِنَا مًحَمَّد مَوْلَى اَلدَّوِيْلَةِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلِيٌّ صَاحِبُ الدَّرْكِ بِنْ سَيِّدِنَا عَلْوِىْ الْغُيُوْرْ بِنْ سَيِّدِنَا الْفَقِّيْه الْمًقّدَّم مًحَمَّد بِنْ سَيِّدِنَا علي الوالد االفقيه بن سَيِّدِنَا الامام مًحَمّدْ صاحب مرباط بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ علي خالع قسم بن سيدنا عَلْوِيْ با عَلَوِيٌّ  بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الصَّاحِبُ الصُّمْعَةُ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلْوِيُ الْمُبْتَكِرُعَلَوِيّيْن بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَبْدُاللهِ [عُبَيْدُالله الصَّاحِبُ الْعَرْضِيُّ] بنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ أَحْمَدُ الْاَبَحُ الْمُهَاجِرُ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ عِيْسَى الرُّوْمِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا الْاِمَامُ مًحَمّدٌ النَّاقِبُ بنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ الْعُرَيْضِيُّ بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ جعفر الصادق بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ مًحَمّدْ الباقر بِنْ سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ عَلِيُّ زَينُ الـعـابدين بن سَيِّدُنَا اَلْاِمَامُ الْحُسَيْنُ بنْ السَّيِّدِةُ فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بِنْتُ مًحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنْ عَبْدُ الله 


04. Nama Kuniyah Sayyid Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim Assegaf.

Nama aslinya Muhammad, sedangkan nama kehormatannya Abu Thair atau Ambuthair itu sendiri adalah nama pemberian orang-orang  dan teman-teman disekelilingnya. Mereka memanggilnya dengan gelar “Abuthair" maknanya "Bapa yang punya Burung" tetapi ada juga orang memanggilnya  "Ambutheir” artinya Anak yang pertama atau anak tunggal (nama panggilan untuk anak pertama).

Gelar “Abuthair" (َاَبُوْ طَيْرٍ) nama Abu Thair yang disimatkan pada awal namanya adalah "Hal ini berkaitan dengan profisi kegemarannya" sejak masa anak-anak hingga remaja, membuat rumah-rumahan (popundokan) dari bambu disamping rumah Ayanya. Dan ia juga gemar sekali memelihara dan memberi makan anak burung, yang diambilnya dari atas pohon kemudian dipeliharanya.  Khususnya burung jenis Tiung dan Sarindit. Ia gemar menjebak, mamasang perangkap untuk mendapatkan burung-burung yang hinggap di atas pepohonan antara lain : “Memulutinya”. Bila burung itu hinggap dekat pulut, kemudian mengibas-ngibaskan sayapnya, maka bulunya kena getah yang ada pada pulut tersebut. Burung itu pasti jatuh ke tanah karena tidak bisa mengembangkan sayapnya. Oleh karenanya ia suka panjat-panjat  pohon untuk pasang pulut dan cari sarang  dan anak burungnya. Sehingga orang-orang disekitarnya menyimatkan pada namanya “Abuthair atau Ambutir”  dengan maknanya “Bapak penyayang burung”

05. Merehab Masjid "Baiturrahim" (Jannatul Anwar namanya sekarang)  Desa Lumpangi

Sebelum terjadinya banjir besar Masjid Baiturrahim Desa Lumpangi sudah beberapa kali diperbaiki oleh Masyarakat sekitarnya. Setelah peristiwa banjir besar tersebut maka timbullah inisiatif untuk memugar atau merombak Masjid. Peristiwa pemogaran dan perombakan Masjid Pertama Lumpangi terjadi di masa Habib Abu Thair Muhammad dan Tanqir Ghawa anaknya akhir abad ke-19 sekitar tahun 1895-1902 Masihi.

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Setelah aliran sungai jauh dari Masjid Baiturrahim, maka Masid itu direhap total dan dibangun kembali tiang, atap dan dinding menggunakan kayu ulin, kubah bundar atap siraf dan diatasnya dilengkapi dengan aksisoris, lantainya tihal yang dibeli oleh Habib Tanqir Ghawa dari Surabaya dan selesai diawal abad ke-20 Masihi sekitar tahun 1902 Masihi. Menurut ceritera datu nenek kami bahwa ada beberapa tokoh orang Lumpangi yang berperan ikut andil membangun Masjid Jannatul Anwar (Masjid Baiturrahim nama dulunya) Lumpangi kala itu antara lain : Habib Abu Thair Muhammad sebagai ketua Pembangunan, Habib Tanqir Ghawa, H. Bustani, H.Mastur, H.Ahmad, Ali dan tokoh masyarakat lainnya sebagai anggota.

Atas kesepakatan bersama masyarakat Lumpangi, Masjid  Jannatul Anwar direhap total, semua bahan bangunannya dari kayu Ulin, beratap dan kubahnya sirap.

Menurut ceritera penuturan Habib Bahriansyah Assegaf.yang saya temui dirumahnya bahwa “Aksisoris kobah Masjid  Jannatul Anwar Lumpangi dari terbuat almanium dan lantainya tihal yang dibeli oleh Habib Tanqir Ghawa dari Surabaya. Keterangan ini adalah menurut ceritera atau penuturan Habib Bahriansyah bin Bahur bin Habib Tanqir Ghawa Assegaf."

Adapun tiang-tiang Masjid, atap dan dinding menggunakan kayu ulin yang sudah modern, ada seni pahatan dan ukirannya khususnya pada lis-lis dinding atap juga atap kubah sirap yang diberi petaka dan aksesoris diatas kubahnya dan lis-lis kubah, jendela kaca dan aksesoris didalamnya (bawah kubah) berupa lampu-lampu lilin digantung dengan rantai besi. Proses renovasi itu dengan mendatangkan Tukang-tukang seni pahat dari kota Kandangan dan masjid tersebut selesai direnovasi bangunannya diawal abad ke-20 Masihi sekitar tahun 1902 Masihi.

Menurut sumber  data yang kami dapatkan bahwa ".Sebagai akibat banjir besar tersebut sisa satu batang tiang bekas Balai Adat  itu untuk simbol bahwa di Lumpangi pernah berdiri sebuah Balai Adat Dayak, tiang itu condong dan bergesir  hingga rebah ke dasar sungai, dari belahan sungai yang baru terbentuk akibat kuatnya terjangan banjir "..

Berkata Habib H.Hasan Basri Assegaf “Andaikata Muhammad Langara (mantan Tetuha Adat Dayak) ia lupa berniat/ ia tidak berkeinginan menjadikan  tiang Masjid Lumpangi dari sisa satu batang tiang bekas Balai Adat  tersebut sebagai simbol, maka dapat dipastikan bahwa “satu batang tiang itu pastilah hanyut ditelan air ba’ah yang ganas itu.”

Kemudian dimasa Habib Abu Bakar as-Tsani masih hidup, dan cucunya Abu Thair dan Tanqir Ghawa buyutnya bahwa "1 batang tiang Balai Adat yang terandam didasar sungai itu diangkat dan dijadikan tiang utama atau tiang suku Guru masjid dan diletakkan ditengah-tengah sebagai Simbol atau penyangga atau pananggak kubah saat renovasi pembangunan masjid"Jannatul Anwar" Desa Lumpangi.


06. Wafatnya Habib Abu Thair Muhammad bin Abu Tha’am Ibrahim bin Abu Bakar ats-Tsani Assegaf

Sebagian orang berkata bahwa "Saat Muhammad Barsih buyutnya berumur kurang lebih 5 tahun Habib Abu Thair Muhammad telah wafat." Masmurah isteri Habib Ahmad Baderi cucunya telah melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberinama “Muhammad Barsih”. tahun 1937 M.

Habib Muhammad Burhan Rabbani bermimpi datuknya Habib Abuthair Muhammad bin  Abu Tha'am  Ibrahim Assegaf Tanggal 14 April tahun 2022M telah terjadi wangsit lagi, setelah beberapa kali ia mendapati buyutnya lewat sebuah mimpi, ia memberi isyarat bahwa “Ia pulang hari ini, 16 Ramadhan”. Kemudian Buyutnya Habib Muhammad Burhan Rabbani bermusyawarah dikeluarganya. Kemudian hasilnya ia mengumpulkan orang-orang untuk mengadakan jamuan makan dan di iringi do’a - do’a pada haulnya setiap tanggal 16 Ramadhan, khususnya di tahun tersebut.

Sebagian orang ada yang menyebutkan bahwa Habib Abuthair Muhammad bin  Abu Tha'am  Ibrahim Assegaf berusia cukup lanjut, kurang lebih usianya sekitar 113 tahun, dan ia wafat di Desa Lumpangi, Ahad, 16 Ramadhan 1361H/ bertepatan 27 September 1942 Masihi. Dia dimakamkan di Kuburan Muslimin, di samping kanan Masjid Baiturraahim (dulu nama masjid) atau bawah jalan bahari sekitar lingkungan Masjid Jannatul Anwar Lumpangi sekarang.

Adapun nama Isteri Abu Thair Muhammad yang terakhir adalah "Siti Aisyah" asal orang Tangang Desa Bambam Kecamatan Angkinang, Siti Aisyah juga orang yang diberi umur panjang. Berdasarkan beberapa sumber : ia wafat diakhir tahun 1960-an di makamkan di Kandangan Hulu. 

07. Karomah Siti Tiyadah (Siti Siyadah/ Siti Qiyadah) Ibunda Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf. 

Salah satu Karomah Siti Tiadah Ibunda Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf adalah Menurut ceritera Kayi Sepuh Lumpangi kelahiran 1935M (Husni bin Ahmad Karji) konon diceriterakan bahwa ketika Datung Siti Tiadah atau Datung Qiadah, mandengar  anaknya  Sayyid  Tanqir Ghawa saat merantau di Kampung orang, ia berkalahi (dituduh berbuat onar) dan mendapat masalah di negeri orang, maka Datung Tiadah datang menjemput (maambili) anaknya Sayyid Tanqir ke Pulau Laut (Batulicin). Kata orang bahwa Ibu Sayyid Tanqir Gawa, ia hanya balarut mengayuh jukung yang sangat sedarhana, konon ia bisa dengan mudah dan cepat sampai ke sana, dengan bantuan sahabatnya para tentara Buaya. Beliau orang sakti atau harat, menurut penglihatan orang-orang ketika itu, ia bisa barjalan di atas permukaan air (banyu.) dengan cepat.


30. Dzuriat Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf

Adapun anak-anak Datu Habib Lumpangi dari isteri pertama dari Seiyun dan isteri terakhir dari suku Dayak antara lain  :

  1. Shalih (ibunya dari Seiyun Hadramaut)
  2. Abdurrahman (Sungai Mesa Bandarmasih)
  3. Muhammad Djamiluddin
  4. Sy. Ummi Badar,
  5. Sy. Amas (Mastora) dan
  6. Ahmad Djalaluddin, anak yang paling  bungsu

Adapun anak laki-laki Datu Habib Lumpangi Abu Bakar bin Hasan Assegaf yang terkomvirmsi saat ini akhir tahun 2023 abad ke-21 Masihi dan silsilah nasabnya tercatat dengan baik antara lain ”

1.   Shalih

2.   Muhammad Djamiluddin

3.   Ahmad Djalaluddin

Ada empat sumber catatan silsilah nasab yang Penyusun terima yaitu    :

1. Tanqir Ghawa bin Muhammad bin Ibrahim Assegaf

"تَنْقِرُ الْغَوَى بِنْ  اَبًوْ طَيْرٍ مُحَمَّدْ  بِنْ اَبًوْ طَعَامٍ اِبْرَاهِيْمَ  بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ بِنْ اَحْمَدْ صُحُفٍ بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍالسقاف"
Adapun catatan silsilah nasab yang saya terima dari Habib Tanqir Ghawa adalah “Tercatat  Tanqir Ghawa bin Abu Thair (Muhammad) bin Abu Tha’am (Ibrahim) bin Abu Bakar bin Ahmad Suhuf bin Djamiluddin bin Abu Bakar Assyggaf.

2. Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa bin Muhammad Assegaf

اَحْمَدْ بَدْريْ بِنْ  تَنْقِرُ الْغَوَى بِنْ  اَبًوْ طَيْرٍ مُحَمَّدْ  بِنْ اَبًوْ طَعَامٍ اِبْرَاهِيْمَ  بِنْ اَبُوْ بَكْرٍ بِنْ اَحْمَدْ صُحُفٍ بِنْ مًحَمَّدْ جَميْلً الدِّيْن بِنْ اَبًوْ بَكْرٍالسقاف

Adapun catatan silsilah nasab yang saya terima dari Habib Ahmad Baderi adalah “Tercatat  Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair (Muhammad) bin Abu Tha’am (Ibrahim) bin Abu Bakar bin Ahmad Suhuf bin Djamiluddin bin Abu Bakar Assyggaf.”

3. Muhammad Jamberi bin Ahmad Darani bin Abdul Hamid Assegaf

Catatan nasab dari Habib Muhammad Jamberi bin Ahmad Darani Assegaf dan dengan rinci bahwa “tertulis Habib  Abu Bakar bin Ahmad adalah cucu Habib Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf kawin dengan Umi Salamah (nama asal dayak : Diang Gunung) binti Bumbuyanin bin Ulang dari Hulu Banyu. Dan menurunkan tiga anak laki-laki” an. -Ibrahim (gelar Abu Tha'am), -Abdul Lathif (gelar Abu 'Aly) 'Aly (gelar Abu Tayau). Adapun Abdul Lathif punya anak Aliadam. Aliadam punya anak : Hasan, Umpat, Abdul Hamid, Abdullah dan Masrah. Abdul Hamid punya anak : Ahmad Darani. Ahmad Darani punya 7 anak : Ismail Jumberi, Muhammad Jamberi dan seterusnya.

4. Ahmad Ilham  bin Janggi Ali bin Jambran bin Jama'in Assegaf

Menurut catatan Habib Ahmad Ilham bin Janggi Ali Assegaf bahwa “Ahmad Djalaluddin salah satu anak laki-laki Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf.” Hal ini dapat dilihat catatan silsilah nasabnya yakni Ahmad Ilham bin Janggi Ali bin Jambran bin Jama’in bin Ahmad bin Ali bin Abdullah bin Husain bin Ahmad Djalaluddin bin Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad Assegaf……..

Ada tiga bukti kuat hubungan nasab dengan Habib Lumpangi yaitu  :

a. Adanya perkawinan Galuh Milah (asal Dayak) dengan Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf

b. Adanya silsilah Nasab yang bersambung dari Dzuriat Habib Abu Bakar/ Lumpangi Assegaf dengan Galuh Milah (asal Dayak)

c.  Historis penguasaan tanah makam dan sekitarnya sebelum tahun 1970 an:


Adapun anak laki-laki Datu Habib Lumpangi Abu Bakar bin Hasan Assegaf yang terkomvirmsi saat ini Juni tahun 2025 abad ke-21 Masihi dan silsilah nasabnya tercatat dengan baik antara lain ”

  1. Shalih
  2. Abdurrahman
  3. Abdul Hamid dan salah satu anakya an.Saqqaf (dibaca Segaf - Nagara). 
  4. Muhammad Djamiluddin
  5. Ahmad Djalaluddin

 

31. Nasab Dzuriat Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf (Datu Habib Lumpangi)

        Adapun Nasab Dzuriat Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf yang ke-11 ada 5 orang. Keturunan beliau yang tertua adalah perempuan kelahiran 2004 an. Ati binti Farida Hayati binti Habib Basrani Noor bin H. Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf. Kedua kelahiran 2017 an. Habib Ajril bin Syahril Majid bin Habib Basrani Noor bin H. Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf. Ketiga kelahiran 2020M an. Habib Ahmad Fadhil Mubarak bin Muhammad Ibnu Mubarak Assegaf. Kalau dirunut dari dzuriat Nasab Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf  yang paling muda kelahiran 13 Januari 2020M  FAM atau Marga Assegaf adalah sebagai berikut  ;

  1. Habib Ahmad Fadhil Mubarak Assegaf 
  2. bin Muhammad Ibnu Mubarak, S.Pd
  3. bin H. Hasan Basri, S.Ag
  4. bin H. Muhammad Barsih (1937-1978M)
  5. bin Ahmad Baderi (1918-1993M)
  6. bin Tanqirr Ghawa w.1862-1985M/1279-1405H=(123 tahun M)
  7. bin Abu Thair Muhammad, w.1361H/1942M  “Abu Thair/AmbuthairPada nama awalnya adalah nama gelar kehormatannya.
  8. bin Abu Tha'am Ibrahim. “Abu Tha’am/Ambutha'ampada nama awalnya adalah nama gelar kehormatannya. 
  9. bin Abu Bakar as-Tsani, Nama as-Tsani adalah nama yang diberikan untuk membedakan dengan Datuknya.
  10. bin Ahmad Suhuf Tahun1736-1796M)
  11. bin Muhammad Djamiluddin (Habib Lumpangi) 1118-1195H
  12. bin Habib Abu Bakar (Datu Habib Lumpangi) w.1172H/1759M
  13. bin Hasan.  w.1720M
  14. bin Hasyim w.1077H
  15. bin Muhammad
  16. bin Umar as-Shufy
  17. bin Abdurrahman
  18. bin Muhammad
  19. bin Aly w.840H di Seiyun Hadramut
  20. bin Sayyidina Syekh al Imam al-Quthb Abdurrahman Assaqqaf /Assegaf (1338-1416M)  Beliau diberi gelai "Al Faqi al-Muqaddam Tsani Assaqaf."
  21. Syekh Muhammad (Maula ad-Dawilah) w.665H.
  22. bin Syekh 'Aly (Shahibut Dark) w. Rabu 17 Rajab 709H /1289M
  23. bin Sayyidina al Imam Alwi al-Guyur w.669H
  24. bin Sayyidina al-Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad (574-653H/1232M)
  25. bin  Sayyidina 'Aly Walidul Faqih w.593H
  26. bin al Imam Muhammad Shahib Mirbath w.556H/1161M
  27. bin Sayyidina 'Aly (Al Iman Khaly al Qasam) w.527H/1133M
  28. bin Sayyidina Alwi  Ba' Alawi w.512H/1118M
  29. bin Sayyidina al-Imam Muhammad ( Maula Shahib as-Shaouma'ah) w.446H/1054M
  30. bin Sayyidina al-Imam Alwi  al Mubtakir (Shahib Saml) Alawiyyin
  31. bin Sayyidina al-Imam Abdullah (Ubaidillah Shahibul Aradh w.383H/993M
  32. bin Sayyidina al-Imam  Ahmad al-Abah al-Muhajir 820-924M
  33. bin  Sayyidina al-Imam 'Isa ar-Rumi w.270H/883M
  34. bin  Sayyidina al-Imam Muhammad An-Naqaib
  35. bin  Sayyidina al-Imam 'Aly al-Uraidhi 765-818M
  36. bin Sayyidina al-Imam Ja'far as-Shadiq (702-765M)
  37. bin Sayyidina al-Imam Muhammad Al-Baqir (676-732M)
  38. bin Sayyidina al-Imam 'Aly Zainal Abidin (658-713M)
  39. bin Al-Imam as-Syahid Syahab Ahlil Jannah Sayyidina Husain (625-680M)
  40. bin Sayyidia 'Aly bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah Az-Zahra (11H/632)
  41. binti Muhammad ibnu Abdullah Rasulullah Saw (570-632M)

 

32. Ligalitas Silsilah Nasab dzuriat Datu Habib Tanqir Ghawa


Puji Syukur Alhamdulillaah kami ucapkan bahwa Nasab dan Silsilah kami yang tertulis tersebut diatas dinyatakan (اَلصَّحِيْحُ) “SHAHIH” Atau “BENAR” oleh salah satu Lembaga Peneliti dan Pentashih Nasab Dzuriat Nabi Saw. yang berkedudukan di Jakarta.  Yaitu Lembaga Baitul Ansab Lil Asyraf Azmatkhan Wa Ahlul bayt Al Alamy.

(نَقَبَةُ بَيْتِ الْاَنْسَابِ لِلْاَشْرَافِ الْعَظَمَتْ خَانْ وَ اَهْلُ الْبَيْتِ الْعَالَمِيِّ)

Ligality =أِSK.Kemenkumham RI Nomor : AHU-0013814.AH.01.04 TAHUN 2020

Secara resmi Lembaga Nasab Asyraf Internasional, yaitu Baitul Ansab Lil Asyraf Al-Azhmatkhan Wa Ahlulbayt Al- Alamy, mendata dan Mentashih 3.110 Qabilah  Dzuriat Rasulullah Saw, 1.555 Qabilah jalur al-Imam al Hasani dan 1.555 Qabilah jalur al-Imam al Husaini, Di  seluruh Dunia, 7 Benua, 195 Negara.

Alhamdulillaah, Melalui Penelitian dan Pentashihan uji sampal atau pemeriksaan melalui photo wajah, photo kedua talpak tangan an. H.Hasan Basri dan data Silsilah Nasab Kehabiban hingga Nabi Saw yang dikrim dan diperiksa dan diteliti oleh Syekh Imam an-Naqib Sayyid Mufassir Hafiz Prof. Dr. R. Shohibul Faroji al-Azmatkhan S.Ag MA PhD Ba'alawi, dari Lembaga Peneliti dan Pentashih Nasab Qabilah Ahlul Bayt (Qabilah al Hasani dan al Husaini) sedunia. Beliau (kelahiran di Banyuwangi, 13 Juni 1977) yaitu tokoh sufi dan alawiyyin yang bersumber dari Indonesia.  Beliau juga Doktor Spisialis tentang Nasab dzuriat Nabi Saw.

Bulan Januari 2023 kami daftarkan Silsilah Nasab kami dimaksud ke Lembaga ASYRAF INTERNASIONAL perwakilan Pengurus Wilayah Prov. Kalsel yang ada di Banjarbaru.






Habib Abu Bakar as-Tsani adalah orang yang pertama mengislamkan orang-orang Dayak Hulu Banyu diakhir abad ke-18M yang pertama menerima Islam adalah Dayak Diang Gunung (Umi Salamah) dan kakaknya Bambang Basiwara juga menerima Islam kemudian diikuti oleh keluarga Dayak yang lain.

Abu Bakar as-Tsani lahir Rabu, 15 Dzulhijjah 1191H/ 1778 Masihi di Lumpangi, Beliau wafat dengan usianya 100 tahun lebih, tetapi ada yang menyebutkan bahwa Beliau wafat yakni Jum'at, 14 Januari 1875M atau bertepatan 17 Dzulhijjah 1292H. Sumber lain juga ada yang menyebutkan bahwa Beliau diberi Allah Swt umur panjang dan  ia sudah punya buyut an. Habib Tanqir Ghawa bahkan ada menyeutkan Beliau sudah punya pipit (intah) saat hidupnya, Beliau menutup mata meninggalkan anak cucunya Kamis 27 Maret tahun 1902M/1319H dengan usia Beliau 124 tahun Masihi ketika wafat. Beliau dimakamkan kampung Balai Ulin Lumpangi Loksado.Haulan Beliau tersebut dilaksaaanakan oleh Ahlul Bait setiap tanggal 17 Dulhijjah.

Makam Habib Abu Bakar as-Tsani 

Makam Habib Ahmad Suhuf dan Galuh Siti Aminah"

        Menurut ceritera Habib Muhammad Jamberi yang dikuatkan ceritera Habib Muhammad Burhanuddin Rabbani Assegaf (L.13 Juli 1955) yang saya wawancarai dikediamannya September 2021 sedikit tentang silsilah Nasab dzuriat Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf, beliau beceritera kepada saya, bahwa ceritera beliau ini adalah ceritera dan ada catatan dari Habib Muhammad Djamberi bin Ahmad Darani bin Abdul Hamid bin Aliadam bin Abdul Lathif (gelar atau laqabnya Abu Aly) bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar bin Hasan Assegaf, bahwa "Habib Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad bin Muhammad Djamiluddin Assegaf  dimasa remajanya dikawinkan dengan sepupunya Umi Salamah (Diang Gunung, asal nama Dayaknya) binti Bumbuyanin bin Ulang asal daerah Hulu Banyu Loksado, kemudian hasil pernikahan tersebut punya 3 keturunan laki-laki salah satunya bernama :Habib Abdul Lathif (Abu Aly) dan menurut Habib Husni bin Mansyur bin Hasan bin Aliadam bin Abdul Lathif bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf yang saya wawancarai di kediamannya bahwa dia juga punya 3 keturunan  laki-laki yang bernama :

  1. Habib Aliadam (Abu Hasan).
  2. Habib Abdullah
  3. Habib Abdul Karim.

        Menurut penuturan Tanqir Ghawa dan Ahmad Baderi dicatat anak cucunya yang di Sir / disampaikan September 2021M lewat grof WA Keluarga Besar Datu Tangkir catatan Silsilah Nasab  dzuriat Habib Lumpangi dimaksud adalah "Habib Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad bin Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamaluddin bin Habib Abu Bakar Assegaf." Habib Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf. Sedangkan ayahnya Ahmad Suhuf yang dipanggil orang-orang sehari-harinya dengan nama "Habib Ahmad"

Makam Habib Muhammad Djamiluddin dan Datung Siti Sarah

       Dengan Muslimnya Bambang Basiwara dan Umi Salamah kedua kakak ber adik dan melalui perkawinan sepupu sekali ini maka diikuti oleh para keluarga Dayak Hulu Banyu Loksado banyak yang menjadi Muslim antara lain Desa Tanuhi, Hutap, Ni'ih, Majulung, menyeberang sungai seperti Desa Datar Mangkung, Datar Laga, Lambuk,  Desa Datar Belimbing dan sebagian Desa Kemawakan.

Menurut silsilah nasabnya bahwa "Muhammad bin Umar as-shufy Assegaf" punya anak an. Hasyim. Hasyim punya anak an. Hasan dan Idrus. Hasan punya anak Abu Bakar (Datu Habib Lumpangi) dan Abu Bakar punya anak an..Shaleh (ibunya dari Seiyun Tarim) Shaleh punya anak an.Abdillah dan Abdilah punya anak an.Alwi w.1842M dan Alwi punya anak an.Ali dan Muzenah, dan Ali menikah dengan Ratubah punya anak an, Zen. Zen menikah dengan Syarifah punya anak an. Alwi. Alwi punya anak an. Fatimah kampung Melayu Martapura dan Abdul Kadir Jailani di di Sungai Mesa. Zen menikah lagi dengan perempuan dari kampung Banakmah berputra AliSyarifah ZainabSyarifah FetumSyarifah Noor dan Syarifah Fedlon tinggal di Kampung Bugis,  

Sedangkan dari Abu Bakar bin Hasan Assegaf menikah Milah (Dayak) dari isteri kelimanya (terakhir) dan punya anak bernama : "Muhammad Djamiluddin" (Habib Lumpangi) dan (ibunya dari suku Dayak Langara Lumpangi Loksado), yang dipanggil sehari “Muhammad” atau "Djamiluddin" kemudian Muhammad Djamiluddin menikah dan punya anak an.Ahmad Suhuf yang dipanggil sehari ”Ahmad”. Kemdian Ahmad menikah dan punya anak an. Abu Bakar yang dipanggil sehari “Abu Bakar as-Tsani’ dan Abu Bakar menikah dengan Umi Salamah (Dayak) punya 3 anak an.

  1. Ibrahim, nama kehormatannya Abu Tha'am
  2. Abdullathif, nama kehormatannya Abu 'Aly
  3. Abdullah, nama kehormatannya Abu Tayau

Menurut Burhanuddin bin Ahmad baderi Assegaf dikediamannya Desa Tabihi Kec. Padang Batung, beliau bercerita kepada saya bahwa kakeknya Habib Tanqir  Ghawa,bercerita kepadanya bahwa Abdullah, nama kehormatannya Abu Tayau, ia seorang pengembara  dan menikah 7 kali dengan wanita yang berbeda, pernikahannya yang ke-5 punya anak 3 orang, pernikahannya yang ke-6 punya anak 1 orang, dan pernikahannya yang ke-7 punya anak 5 orang.

Adapun Ibrahim menikah dengan Diang Tangang (Siti Rahmah), ia seorang perempuan janda  yang sudah beranak, asal kampung Tangang Bamban Kec. Angkinang. Pernikanan Habib dengan Diang Tangang tersebut menurunkan nasab / anak laki-laki  tunggal an. Muhammad (bergelar kehormatannya "Abu Thair atau Ambutheir). 

Makam  di belakang Msjid Lumpangi
Habib Muhammad  "Abu Thair atau Ambutheir 

Kemudian Abuthair Muhammad menikah dengan Siti Siadah asal Amuntai, ia berprofisi dayang pemayungan Permaisuri Raja Kuripan Amuntai punya anak tunggal an. Tanqir Ghawa,

 

Habib Tanqir Ghawa Assegaf Lahir

Tanqir Ghawa lahir di Lumpangi, Senin, 19 Rabi'ul Awwal 1279 Hijeriyah Berdasarkan informasi beberapa sumber catatan bahwa Sayyid Tanqir Ghawa lahir di Lumpangi ditengah-tengah keluarga yang sangat sedarhana, hari  Senin, 19 Rabi'ul Awwal 1279 H bertepatan dengan tanggal  13 Oktober 1862 Masihi. Dia seorang duriat Nabi Saw yang diberi umur panjang 126 tahun Hijeriyah atau 123 tahun Masihi. 

Sejak kecil Sayyid Tanqir Ghawa Assegaf, ia bercita-cita ingin mengembara, merantau ke Negeri orang, kata orang tuanya bahwa “Kalau kau ingin merantau, kau harus banyak basango ilmu, supaya kembalinya kau selamat,” maka iapun telah membekali dirinya dengan giat belajar ilmu-ilmu agama kepada orang tuanya, kepada kakeknya dan pamannya dan juga kepada orang lain tentang ilmu akhlak, ilmu tauhid dan ilmu hakekat.


Habib Tanqir Ghawa Mendapatkan Pengajaran Agama

Ia Mendapatkan Pengajaran Agama langsung dari : -Abu Thair Muhammad ayahnya, -Abu Tha’am Ibrahim kakeknya -Abdullatif paman ayahnya. Dan Aliadam pamannya. Oleh karenanya Dia pandai baca Al-Qur’an dan baca tulis arab Malayu”.


Masa-masa Muda Remaja Habib Tanqirr Ghawa Assegaf

Konon ketika usia Tanqirr Ghawa. 18 tahun, ia  dikawinkan oleh orang tuanya. Kemudian ayahnya pergi merantau ke Pulau Laut (Kotabaru) meninggalkannya & ibunya cukup lama dan kabar berita, yang berakibat ibunya tidak tahan menunggunya, pada akhirnya ibunya bercerai dengan ayahnya.

Menurut Folklor ceritra Datu-datu dan nenek kami menyebutkan bahwa Habib Tanqir Ghawa" ia dijodohkan (dikawinkan) oleh orang tuanya diusia muda sekiar 18 tahun dengan seorang perempuan lebih muda darinya yang bukan kemauannya & bukan wanita pujaan hatinya, untuk tidak mengeciwakan hati orang tuanya, ia pun menikahinya dan punya anak " sekitar 5-7 tahun suami-isteri tersebut hidup rukun berumah tangga (bertahan), mungkin ada masalah dengan orang pihak ke-3 mertuanya, kemudian ia meninggalkan anak & dan isteri pertamanya asal orang Amawang.

Keturunan (dzurriat) Habib Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf

Keturunan atau anak isteri pertama

Menurut keterangan Habib Bahriansyah (Utuh undul,72 thn) bin Bahur Assegaf yang saya wawancarai saat aqiqah buyut pertamanya dikediamannya, bahwa ia dari keterangan ayahnya & kisah neneknya bahwa Kayi Tanqir Ghawa dimasa mudanya dikawinkan oleh orang tuanya sebelum ia pergi  mengembara ke Pulau Laut, (sekarang Kab Kotabaru) ia telah menikahi seorang perempuan dan punya anak. Kayi Karji adalah anak kandung Kayi Tanqir Ghawa dengan isteri pertamanya orang Amawang, dan isterinya tersebut bekeluarga dekat dengan Siti Nurah (adik kandung Atha’illah) isteri Ahmad Darani bin Abdul Hamid bin Aliadam Assegaf 

Menurut keterangan Habib Muhammad Ibnu Mubarak bin Hasan Basri Assegaf bahwa ia dari keterangan Drs.Habib Tajuddinnor,MM bin Ahmad Baderi Assegaf  paman ayahnya yang ia wawancarai dikediamannya di Barabai bahwa Kayi Karji adalah anak kandung Kayi Tanqir Ghawa dari isteri pertamanya.

Menurut Habib Muhammad Burhannor bin Ahmad Baderi Assegaf yang saya wawancarai dikediamannya, bahwa mereka anak-anak Kayi Karji antara lain (Husni) dan cucu-cucunya mengakui dan meyakini bahwa ayah mereka adalah keturunan/ anak Kayi Tanqir Ghawa bin Muhammad bin Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf

Menurut ibu saya Hj. Masitah binti Salamat (umur 83 thn),  yang saya wawancarai dirumah Beliau di jalan  Alfalah Kandangan mengatakan, ia dari ucapan Umbuy Uja isteri terakhir Kayi Karji bahwa Kayi Tanqir ayah tiri Nanang Karji

Menurut Habib Burhannor, ia dari ucapan Ahmad Baderi ayahnya bahwa Kayi Karji bukan saudara kandung kami (.Bahar,Badariah,Maswati dan Salmiati) tetapi ia saudara seketirian  kami. Menurut keterangan Habib Burhannor, ia dari ucapan Ahmad Baderi ayahnya bahwa selama 12 tahun lebih Kayi Tanqir hidup berumah tangga dengan mamanya Kayi Nanang Karji tetapi belum punya keturunan kemudian disebutkan bahwa sekitar tahun 1900-1909 ia menikah lagi dengan perempuan janda yang ditinggal mati suaminya hingga lahirlah anak pertama yang diberinama “Ahmad Baderi”. Beda usia Karji deengan Baderi sebanyak 13 tahun.

Menurut ibu saya Hj. Masitah binti Salamat (umur 83 thn),  yang saya wawancarai dirumah Beliau di jalan  Alfalah Kandangan mengatakan, ia dari ucapan Umbuy Uja isteri terakhir Kayi Karji, mengatakan bahwa Kayi Tanqir ayah tiri Kayi Karji.

Adapun Ahmad Karji adalah anak pertama dari Tanqir Ghawa bin Muhammad bin Ibrahim bin Abu Bakar bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Asseaf, setelah dewasa ia menikah Maimunah punya anak :

  1. Husni (Utuh Gunung)
  2. Ahmad
  3. Unan
  4. Misran (Imis) bin Maisyarah isteri kedua setelah isteri pertama wafat.

Kemudian Habib Ahmad Karji (Julak Nanang Karji) bin Tanqir Ghawa Assegaf setelah isterinya wafat, ia menikah lagi dengan Maisyarah perempuan asal Desa Tilahan Kec. Hantakan Barabai punya anak tunggal bernama Misran (Imis). Sedangkan Habib Husni bin Ahmad Karji  bin Tanqir Ghawa Assegaf menikah dan punya anak : Habib H.Bastami dan Sy. Nur Aida. Adapun Habib H.Bastami bin Husni bin Ahmad Karji bin Tanqir Ghawa Assegaf menurunkan anak bernama Toni Jemain dan Beny.

Keturunan atau anak isteri Kedua

Sayyid Tanqir Ghawa menikahi Siti Khadijah seorang janda muda. Versi lain juga menyebutkan bahwa sekitar tahun 1909 ia menikah dengan perempuan janda yang ditinggal mati suaminya janda itu bernama Siti Khadijah asal orang Kandangan Hulu yang berdomisili di Lumpangi keluarga ini karena takut dengan kesewenangan Penjajah Belanda mereka berhijrah ke hulu banyu..”Maka dipihak keluarga memutuskan bahwa Tanqir Ghawa harus segera dikawinkan.. Akhirnya ia menikah dengan Siti Khadijah seorang janda beranak satu an. Ahmad Karjah. Dan  dari hasil perkawinannya  dengan janda itu kemudian ia punya keturunan 6 anak an.

  1. Habib Ahmad Baderi (1918-1993M)
  2. Habib Bahar
  3. Sy Badariah 
  4. Habib Bahur 
  5. Sy Maswati/ Taluh
  6. Sy Salmiati

Habib  Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf Wafat 

Habib Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf wafat hari Ahad, tanggal 13 Januari  1985 Masihi, atau 21 Rabi'ul Awwal 1405H dirumah anaknya Habib Ahmad Baderi Assegaf  di Rasau Kec. Pandawan Barabai, dimakamkan di Pakuburan Muslimin Desa Matang Ginalon Barabai. Dengan usia 126 tahun Hijeriah  lebih atau kalau dihitung tahun masihi berumur 123 tahun Masihi. Keterangan Tanqir Ghawa diambil dari bahasa Arab maknanya Sedikit Tergoda


Dzuriat Habib Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf


Maslianor
Habib Muhammad Burhan Noor

Setelah dewasa Ahmad Baderi awal tahun 1936 ia menikah dengan Masmurah binti H. Bustani orang Kandangan Hulu 2, punya anak tunggal an. H.Muhammad Barsih 1937-1978M. Kemudian tahun1953 ia menikah lagi dengan Maslianor binti Usman  w.1997M asal Nagara Tumbukan Bayu dan punya anak 7 orang yakni :
  1. Muhammad Burhan Noor (l.13 Juli 1955M)
  2. Rumaynoor
  3. Drs.H.Tajuddin Noor,MM
  4. Syahruddin Noor L.1963
  5. Nurlianti (Nunur)
  6. Nor Jatunnisa
  7. Nur Izzati Rahmi, S.H.I (Untung) 
Kemudian tahun 1960 Masihi H. Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa Assegaf menikah dengan Hj. Masitah asal orang Kayu Abang Kec. Angkinang




 punya anak 9  orang an.  :
  1. Basuni (wafat saat kecil)
  2. Basrani Noor


  3. H.Hasan Basri, S.Ag
  4. M.Nurdin Effendi w.10 Sya'ban 1433H
  5. Taniah w.8 Dzulhijjah 1443M
  6. Maimunah (wafat saat kecil)
  7. Nursinah, S.Pd w.4-4-2014M
  8. Dzulkipli Lubis
  9. M.Ariatim /Aryanorhadi,S.Pd
Adapun anak Hj. Masitah binti Salamat yang kedua dari 9 orang bersaudara bernama Basrani Noor bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf. Ia menikah dengan Ainah binti Kasran asal orang Malinau dan punya anak 4 orang, 2 laki-laki  dan 2 perempuan an. 
  1. Farida Hayati
  2. Syahril Majid, 
  3. Ali Marzuki,  dan 
  4. Eva. 
Adapun Syahril Majid bin Basrani Noor bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf  menikah dengan Diana binti Ayau asal orang Lumpangi dan punya anak 1 orang laki-laki an. Ajril. Sedangakan adiknya Ali Marzuki menikah dengan Saidah Hasanah dan punya anak 1 orang laki-laki an. Muhammad Angga Saputra.


H.Hasan Basri bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assega


Kemudian H.Hasan Basri bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf  Maret tahun 1991 menikah dengan Hj. Masliana binti H.Yusuf bin H.Syukur asal kota Raden Amuntai dan punya anak 3 orang laki-laki an. 

  1. Muhammad Ibnu Mubarak, S.Pd 
  2. Ibnu Salam M.Pd  dan 
  3. Muhammad Ibni Athaillah. ST



                                                 

Adapun Muhammad Ibnu Mubarak bin H.Hasan Basri bin H.Muhammad Barsih bin Ahmad Baderi Assegaf  tahun 2019 menikah dengan Lina Hafizah binti Hamberan asal Desa Pamintangan Kab. Hulu Sungai Utara Amuntai dan punya satu anak bernama "Ahmad Fadhil Mubarak"

Salah satu dari 7 anak Ahmad Baderi bin Tanqir Ghawa bin Muhammad Assegaf dengan Maslianoor bernama “Muhammad Burhan Noor” anak pertama ia lahir di Kandangan 13 Juli 1955M. Sa’at dewasa ia menikah dengan perempuan bernama “Mastinah” binti Muhammad Yusuf dan punya 4 keturunan /anak  an. : 

  1. Hendri Yusliani Noor, 
  2. Aulia Ismatullah Halim, 
  3. Muhammad Subhan dan 
  4. Muhammad Ainurahman. 

Sedangkan anak ketiga bernama Drs.H.Tajuddin Noor,MM. Setelah dewasa ia menikah dengan perempuan bernama “Hj.Norliani” dan punya 3 keturunan /anak  an. : 

  1. Hikmatu Diniah, 
  2. M.Firdaus Fansuri dan 
  3. Hafijatun Nadia. 

Adapun M.Firdaus Fansuri menikah dengan perempuan an. Ina punya 1 anak an. Adilla Risa, kemudian ia menikah dengan perempuan an. Ana isteri keduanya dan punya 1 anak an.  M.Aiman Firdaus.

Adapun Syahruddin Nor L.1963 bin Ahmad Baderi Assegaf menikah dengan perempuan an. Siti Nikmah (isteri) punya 2 anak laki-laki an

  1. M.Taufik Abdillah
  2. Faqih Maulana


 Dzuriat Habib Bahar bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf

Beliau menikah dengan perempuan orang asal Batu Tambun/ Pagat Batu punya anak 3 orang  an.

  1. Baiyah
  2. Bahrudin
  3. Hayah

Adapun Habib Bahrudin menikah perempuan an. Aluh binti Gantar punya anak 2 orang antara lain  

  1. Salman dan
  2. Amak


 Dzuriat Habib Bahur bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf

Habib Bahur bin Tanqir Ghawa Assegaf

gambar 1975
Beliau menikah dengan perempuan orang Tilahan punya anak 3 orang  :

  1. Habib Bahriansyah (Utuh Undul) Kandangan Hulu 1
  2. Habib Suriansyah (Iyan) domisili Kupang Lumpangi
  3. Sy Bariyatul Misbah domisili Muara Ahan Lumpangi

Adapun Habib Bahriansyah menikah perempuan an. Murdiana punya anak 4 orang antara lain  :

  1. Sy Bahmiyati (Ati)
  2. Sy Murlinah Hayati
  3. Habib Hamberani (Anit) w.2018
  4. Habib Ahmad Raini (Irai)

Sedangkan Habib Hambrani (Anit) punya 2 orang anak laki-laki an.

  1. Habib Muhammad Herdi
  2. Habib Muhammad Huzzairi

Adapun Habib Ahmad Raini (Irai) menikah dengan Lestari punya anak perempuan yang diberinama "Hanna Halwatuzahra"

Sedangkan Habib Suriansyah bin Bahur bin Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad Assegaf

Ia menikah dengan perempuan an........ dan punya anak antara lain :

  1. Sy Ani
  2. Sy Marliani
  3. Habib Yadi

Adapun Habib Yadi menikah dengan perempuan orang Tanuhi Hulu Banyu Loksado punya anak an. Fauzan, kemudian ia menikah lagi dengan perempuan orang Pagar Haur dan punya anak laki-laki an. Zaidan" kelahiran 2020.


Dzuriat Habib Abdul Lathif bin Abu Bakar As-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf

Sedangkan dzuriat nasab dari Abdul Lathif bin Abu Bakar bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Abu Bakar Assegaf menikah dengan Diang Putih (Mutmainnah) menurunkan anak tunggal an. Habib Aliadam. Menurut Habib Husni bahwa ia punya 2 adik laki-laki an. Abdullah dan Abdul Karim. Beliau ini (Habib Aliadam menikah dengan dengan Nini Lantih/ Nurhasanah) menurunkan anak antara lain : 

  1. Habib Hasan
  2. Umpat, 
  3. Abdul Hamid
  4. Abdullah dan 
  5. Syarifah Masrah

Adapun anak Datu Habib Aliadam yang pertama adalah bernama Habib Hasan. Menurut Habib Husni bin Mansur bahwa Habib Hasan punya 3 orang anak  :

  1. Sy Basriah
  2. Habib Mansyur
  3. Sy Masniah

Sedangkan Habib Mansyur bin Hasan bin Aliadam bin Abdullatif bin Abu Bakar As-Tsani Assegaf punya anak 5 orang anak antara lain    :

  1. Habib Husni
  2. Habib Jailani
  3. Habib Mugni
  4. Sy Isnawati
  5. Habib Muhaimin

Menurut Habib Husni bin Mansyur Assegaf bahwa Habib Hasan bin  Aliadam Assegaf dan Habib Mansyur bin Hasan bin Aliadam bermakan dekat langgar Darul Muttaqin di Tibung Raya Kec. Kandangan.

Adapun Habib Husni tercatat di KTP Beliau lahir di Hulu Sungai Selatan tanggal 27 Februari 1959 pekerjaan Polisi Kehutanan  Beliau menikah dengan Rasuna dan mereka  punya 4 orang anak antara lain  :

  1. Sy. Elly Maranti
  2. Sy. Erliyantisti
  3. Sy. Erini
  4. Habib Anhari Anshar (lhr 2003)

Habib Jailani menikah punya anak 1 orang yang bernama "Amin" sedangkan Habib Mugni menikah dengan Masniah punya 3 orang anak yaitu  :

  1. Sy. Linda (kelahiran 2002//20 th)
  2. Sy. Fina  (kelahiran 2013/9 th)
  3. Habib Azka (kelahiran 2015/7 th)

Kemudian dari anak yang ketiga bernama Habib Abdul Hamid bin Aliadam bin Abdullatif bin Abu Bakar bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin Assegaf menikah dengan Diang Kacil/Mardiah dan punya anak tunggal bernama Ahmad Darani. Dan setelah dewasa Ahmad Darani menikah dengan Siti Nurah punya 7 anak an.

  1. Habib Ismail Jumberi.
  2. Habib Muhammad Jamberi,
  3. Sy Salabiah,
  4. Sy Aisyah,
  5. Habib Fakhrurrazi,
  6. Sy Armaniah dan
  7. Sy Tarmiah.

Setelah dewasa Muhammad Jamberi bin Ahmad Darani bin Abdul Hamid Assegaf menikah dengan Siti Aisyah punya anak an. Wardah dan Budi. Kemudian Beliau menikah lagi dengan Rusdiana isteri keduanya dan punya anak an. Muhammad Mahyudi. Sedangkan Habib Aliadam adalah Datunya Habib  Muhammad Jamberi Assegaf. Jadi Habib Aliadam tersebut, ia telah merantau ke daerah Cantung dan ia wafat dan bamakam di Cantung Kec. Kelumpang Hulu Kab. Kotabaru.

Adapun Fakhrulrazi bin Ahmad Darani bin Abdul Hamid bin Aliadam bin Abdullatif bin Abu Bakar as-Tsani Assegaf isterinya (Fahrul) pertama punya dua orang anak  :

  1. Perempuan
  2. Perempuan

sedangkan isterinya yang kedua bernama ......   dan beralamat atau domisili Ds. Mawangi Kec. Padang Batung dan punya 2 anak laki-laki bernama :

  1. Muhammad Taufik
  2. Ahmad Akbar

Sedangkan silsilah nasabnya yang lain bahwa "Umar as-shufy bin Abdurraman Assegaf" punya anak an. Muhammad dan.Thaha, Thaha punya anak an. Umar, dari Umar punya anak an. Thaha al Qadhi dan Thaha al Qadhi punya anak an. Umar. .dari Umar punya anak an. Muhammad al Qadhi. dan ia punya an. Segaf dan ia punya anak an. Umar dan Umar punya anak an, Aly

Namun disisi lain Habib Abu Bakar bahwa setelah isterinya  (Umi Salamah atau Diang Gunung binti Bumbuyanin) wafat diperkirakan usianya 45 tahun maka ada kemungkinan dan diduga kuat Habib Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin Assegaf ini, Beliau menikah lagi dengan wanita lain disisa usianya sehingga pernikahan itu punya anak atau keturunan yang baru, selain keturunan yang telah kami sebutkan diatas yang belum kami gali dan belum kami ketahui kejelasannya. Akan tetapi apabila ditelusuri artikel yang ditulis Saadilah Mursyid maka diduga kuat bahwa anak dari isteri barunya dimaksud itu bernama Habib Husin dan Habib Ahmad dan menurut artikel dimaksud dzuriatnya masih ada dan tersebar hingga sa'at ini.

Diantara nama-nama keturunan beliau yang sampai sekarang masih hidup adalah Habib Aziz (Muara Banta), Habib Yahya (Telaga Bidadari), Habib Yadi (Muara Hatip)” (Saadilah Mursyid 2017)

        Sekitar bulan September 2021 yang lalu Penulis diberitahu lewat grof WA tentang sebuah artikel "Riwayat Singkat Habib Lumpangi - Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad Assegaf" yang ditulis tahun 2017 oleh Saadilah Mursyid. Sebuah Artikel yang sangat berharga dan bagus dan belum ada ditemukan orang yang menulis sebelumnya. Terima kasih sang Penulis namun Kami Keluarga Besar Datu Tanqir salah satu Ahli Waris Makam Habaib sangat kecewa tentang penulisan Pantai Ulin (dulu Balai Ulin) dan tahun wafatnya Syekh. Tulisan kampung Pantai Ulin ini akan menghilangkan fakta sejarah Makam itu sendiri. Artikel dimaksud mengungkap tentang "Sebahagian keberadaan suku Dayak Langara pancaran suku Dayak Maanyan dengan nama Balai Adatnya BALAI ULIN di desa Lumpangi tempu dulu pada awal abad ke-18. Mereka menemukan hidayah Islam tiga abad yang silam melalui tangan Syekh Sayyid Abu Bakar Assegaf.


Makam Abu Bakar bin Hasan Assegaf dan Datung Milah


    Didaerah Selatan Kalimantan suku Dayak pernah membangun sebuah Kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak di daerah itu sering disebut Nansarunai Usak Jawa, yakni kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang dihancurkan oleh Majapahit yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309 - 1389. Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak Maanyan terdesak dan terpencar , sebagian masuk daerah pedalaman kewilayah suku Dayak Lawangan. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak besama masuknya para Pedagang Melayu sekitar tahun 1520M (Suku Dayak)
    Menurut Lindblad bahwa kata Dayak berasal dari kata "daya" dari bahasa Kenyah yang berarti hulu sungai atau pedalaman. Suku Dayak adalah suku bangsa atau kelompok etnik yang mendiami pedalaman pulau Kalimantan.

    Disebutkan orang bahwa keadaan fisik beliau adalah berperawakan tinggi besar, beliau  mempunyai janggut putih hingga dada. Keluarga Assegaf yang ada di Taniran dan Lumpangi ini mayoritasnya  berasal dari rumpun marga Assegaf ash-Shufy. Yang pertama kali menyandang marga ini adalah Habib Umar ash-Shufy yakni turunan nasab Nabi Saw yang ke-26.
    Orang Arab dikenal sebagai orang yang suka berpetualang menjelajahi sepanjang lautan sebelum dan sesudah berkembangnya Islam. 
Pedagang-pedagang Arab pada abad 16 hingga 17 M sejak kesultanan Banjar dipimpin oleh seorang muslim, berdatanganlah para pendatang ke wilayah ini disamping untuk berdagang mencari rempah-rempah misi penting lain juga tidak terlewatkan untuk berdakwah (Gafur 2009).

    Diperkirakan pada awal abad ke-16 yakni tahun 1536 Masihi, masa pemerintahan sultan Suriansyah Raja Banjar pertama, menurut sumber bahwa “Habib asal Hadramaut yang datang pertama kali berkunjung ke Bandarmasih tujuannya berdagang dan mencari rempah-rempah adalah orangtua Umar Ash-Shufy yakni Abdurrahman bin Muhammad bin ‘Aly Assegaf. Beliau tidak lama menetap di kota ini kemudian balik lagi. Beliau berasal dari  Seiyun.
Seiyun (juga ditransliterasikan sebagai Saywun, Sayoun atau Say'un; Arab: pengucapan Hadhrami: [seːˈwuːn], Sastra Arab: [sæjˈʔuːn]; Arab Selatan Kuno: S¹yʾn) adalah sebuah kota di wilayah dan Kegubernuran Hadhramaut di Yaman. Terletak di tengah Lembah Hadhramaut, sekitar 360 km (220 mi) dari Mukalla, ibu kota Distrik Mukalla dan kota terbesar di wilayah tersebut, melalui jalur barat. Juga berjarak 12 km (7,5 mil) dari Shibam dan 35 km (22 mil) dari Tarim, kota-kota besar lainnya di lembah. Menurut sumber informasi lain bahwa Habib Umar Ash-Shufy punya anak diantaranya : Muhammad, Thaha, Segaf dan ….

Beliau (ayah Habib Lumpangi) adalah salah satu dzuriat keturunan Syekh dan Imam Sayyid Abdurrahman bin Sayyid Muhammad Maula Dawilah berasal dari Hadramaut Yaman yang tumbuh dan besar pada lingkungan keluarganya di Kesultanan Demak yakni Kelurahan Randusari, Kec. Semarang Selatan, Kota Semarang, Jawa Tengah sehingga beliau sikaf dengan adat Jawa lembut dan sopan dan juga sangat pasih berbahasa Indonesi. Fam/marga beliau As-Saqqaf, akan tetapi orang-orang Arab menyubutkan kata as-Saqqaf sulit/tidak bisa maka disebutkan dengan lisan Arab adalah as-Seggaf. Orang Indonesia menulinya "Assegaf".  
    Aal ALSSAQQAF   ال السقَّاف  (dibaca As-Seggaf atau As-Segaf) Yang pertama kali digelari As-Saqqaf ialah Waliyullah Al Muqaddam Al Tsani Al Imam Abdurrahman bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam. Gelar yang disandang karena beliau sebagai pengayo para wali pada zamannya agar terhindar dari perkara bid'ah. Para ulama ahli hakikat dan para wali yang bijaksana menamakan beliau "Al-Saqqaf"  karena beliau menutup hal keadaanya dari penduduk di zamannya. Beliau sangat benci dengan kesohoran, ketinggian derajat beliau dari para wali di zamannya bagaikan kedudukan atap bagi rumah. Beliau dilahirkan di kota Tarim, dikeruniai 13 anak laki-laki dan 7 orang yang meneruskan keturunannya  : Abu Bakar As-Sakran, Alwi, Ali, Aqil, Abdullah, Husen dan Ibrahim. Waliyullah Abdurrahman As-Saqqaf wafat di Tarim tahun 819H (Afandi 2008).
    Imam Sayyid Abdurrahman  bin Habib Muhammad Maula Dawilah hidup dari tahun 1338-1516M/ 739-819H dari ke-13 anak laki-laki beliau ini adalah dzuriat Rasulullah yang bermarga/ fam as-Segaf telah menyebar kepelusuk negeri, salah satunya ke negara Asia Tenggara yakni Indonesia, diantaranya ke pulau Jawa pada masa Kesultanan Demak untuk mengembangkan syari'at Islam dari Datu Moyang mereka. Di Kesultanan Demak inilah Habib Fam as-Segaf  mengawini  penduduk asli setempat dan punya keturunan yang banyak.
Masa Kesultanan Banjar mengalami keemasan maka guntung siwur dan cicip moning yakni genarasi-keturunan ke-7 dan ke-8 dari al-Imam al-Qutb Sayyid Abdurrahman as-Saqqaf bin Habib Muhammad Maula Dawilah adalah Habib Hasan dan anak kandungnya an. Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Habib Umar as-Shufy Assegaf. Habaib inilah yang asal menurunkan nasab Habaib yang ber-MARGA / FAM (family-keluarga) masuk ke Kasultanan Banjar Kalimantan Selatan dan menetap beberapa tahun di kota ini. Dan diperkirakan Habaib ini telah menyeberang dan masuk kedaerah kota Bandarmasih pada awal abad ke-18 Masehi.
    Pedagang-pedagang Arab pada abad ke-16 hingga abad ke-17M sejak Kesultanan Banjat dipimpin oleh seorang muslim, berdatanganlah para pedagang ke wilayah ini disamping untuk berdagang mencari rempah-rempah misi penting lainnya juga  tidak terlewatkan untuk berdakwah (Gafur 2009)

    Kemudian Ulama/Habaib yang bermarga Assegaf asal kota Tarim Hadramaut bersama keluarganya yang sudah lama menetap atau tinggal yakni Kelurahan Randusari, Kec. Semarang Selatan, Kota Semarang, di Jawa Tengah, Semarang masa Kesultanan Demak. Tetapi ada sebgian dari keluarga tersebut menyeberang menuju ke Kesultanan Banjar membawa misi dakwah. Yakni Habib Abu Bakar dan ayahnya Habib Hasan beserta adik kandungnya Habib Hasan an. Habib Idrus bin Hasyim Assegaf. Di kota Bandarmasih ini mereka tinggal. Setelah beberapa tahun  tinggal di kota tersebut Habib Idrus Assegaf punya anak an. Habib Aly Assegaf. Kemudian dari Bandarmasih kampung Sungai Mesa, Habaib ini pindah berhijrah dengan perahu jukung yang sedarhana, mereka sambil berniaga menuju Banua Anam yaitu desa Taniran kota Kandangan. Di kota ini terjadi pembagian tugas dan lokasi misi dakwah. Adapun Habib Idrus mengambil wilayah dakwah Simpur dan Sungai Raya. Oleh karenanya dzuriatnya banyak tinggal atau berdomisili di dua Kecamatan ini hingga sekarang ini dan ia tidak terlalu lama di Kalimantan ia kembali ke Kesultanan Demak hingga wafat. Sedangkan Habib Hasan, karena sudah sepuh /tua dan sering sakit-sakitan maka Habib Hasan bin Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy bin Abdurrahman bin Muammad Assegaf berdakwah dan berkhidmat di kota Kandangan khususnya di wilayah Kecamatan Angkinang.
    Akhirnya beliau wafat diusia 93 tahun pada awal abad ke-18 sebelum Belanda datang ke Banjarmasin. Belanda mulai menduduki kota Banjarmasin sekitar tahun 1747M. Beliau bermakam di Desa Taniran Kubah RT 002 RW 001, sekitar 600 meter dari jalan besar  atau jalan induk. Atau kurang lebih 500 meter dari makam Syekh Datu Taniran. Makam beliau berseberangan dengan Langgar Darul Miftahul Jannah, kubah beliau dikunjungi orang. 
Sedangkan Habib Hasyim bin Muhammad bin Umar as-Shufy Assegaf orang tua Habib Hasan Taniran berdomisili dan wafat di Kel. Randusari, Kec. Semarang Selatan, Semarang, Jawa Tengah, bersama anaknya Habib Idrus.

                                        Makam Habib Hasan bin Habib Hasyim Assegaf

        Kemudian misi dakwah untuk tugas dan lokasi pelusuk pedalaman dan Hulu Sungai diserahkan pada anak muda yakni Habib Abu Bakar bin Habib Hasan  Assegaf. Beliau berdagang hingga akhirnya takterasa sambil membawa jualannya sampailah ia ke pelusuk suku Dayak Langara desa Lumpangi yang belum pernah tersentuh Islam diperkirakan pada awal abad ke-18 Masihi. Melalui Syekh Habib Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim bin Muhammad Assegaf yang mengislamkan suku Dayak Langara dengan Balai Adatnya bernama "Balai Ulin". Menurut mitologi bahwa suku dayak Langara adalah bagian dari pancaran dari suku dayak Maanyan, suku dayak tertua di Kalimantan Selatan.

1. Historis Kepmilikan Tanah Makam dan sekitarnya dan Historis  Makam Lumpangi dan Perkiraan Usia Makam Pengamatan Tahun 1970 hingga 1980M.

        Langara adalah nama seorang Kepala Suku Dayak atau Tetuha Adat Dayak pertama yang mendiami antar tepi Sungai Kali Amandit dan kaki Bukit Batu di desa Lumpangi dan nama Balai Adatnya dinamakan Balai Ulin. Kemudian masyarakat setempat mengabadikan nama Kepala Suku atau Tetuha Adat Dayak pada bukit batu, maka disebutlah oleh masyarakat sesudanya dengan nama "Bukit Batu Langara". Langara dalam bahasa dayak berarti "benteng kuat atau tinggi" juga berarti Tegar dan kukoh. Masyarakat setempat menamakan Langara dengan nama Bukit Batu atau Gunung Batu.
                                                Jembata Penghubung ke Kubah Habaib

        Berdasarkan hasil pengamatan atau Opservasi kami 50 tahun yang lalu, kampung Balai Ulin berada di kaki bukit batu Langara, makam Habaib belum dibina dan disekitar luar areal makam tidak ada rumah penduduk dan sudah lama ditinggalkan orang. Ada beberapa bukti yang kami dapatkan mengapa penduduk tidak mendiami atau meninggalkan kampung Balai Ulin saat itu  :
a.  Banyak ditemukan pepohonan berupa pohon Langsat, Ramania, Manggis lebih besar dari embir plastik ukuran 16 liter bahkan ada yang lebih besar lagi, jenis pohon yang hidup disekitar kebun yang tidak terawat itu banyak seperti paring tali, pohon kelapa yang tidak berbuah lagi, pohon durian sebesar drum minyak gas isi 216 liter tetapi kami tidak menemukan pohon kayu ulin. Pohon-pohon ini menunjukkan sebagai bukti sudah sangat lama ditanam orang.
b. Bukti kedua kepemilikan lahan tanah makam Habaib dan sekitarnya tidak dimiliki oleh masyarakat umum.
c. Bukti ketiga kepemilikan lahan tanah makam Habaib dan sekitarnya hanya dimiliki / dikuasai oleh  cucu, cicit, canggah dan wareng dari Habib Abu Bakar Asssegaf itu sendiri atas nama Ibrahim (gelar Abu Tha'am) bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhup bin Muhammad Djamiluddin bin Habib Abu Bakar Assegaf.
                                                  Photo Ziarah Habib Lumpangi tahun 2014

d. Orang-orang dari Hulu Banyu pulang dari kota Kandangan tidak melewati lagi kampung Balai Ulin, sejak ditemukannya jalan baru lewat diantara dua batu sempit di ujung kampung Muarakitar terus menuju tepi sungai ke Hulu Sungai Ahan hingga ke Desa Datar Balimbing.
        Kami temukan juga Batur-batur pada makam/pusara Habaib di kampung Balai Ulin kala itu, tidak kurang dari 4 buah, ukuran panjang dan lebarnya lebih kurang 6 x 4 meter perbuahnya dan belum punya atap seperti sekarang. Batur Ulin dengan tebal antara 3-4 cm, dan salah satunya ada terdapat pohon kembang Kenanga kurang lebih sebesar drum. Ketika kami masih sekolah rakyat (SR) hari libur kami sering kesana untuk mengambil kembang yang jatuh dari pohon dan juga mencari humbut risi diareal makam dan sekitarnya untuk dijadikan sayuran.
        Selain itu kami mengamati makam Habaib saat mencari umbi gadung/ bungkah gadung untuk dijadikan makanan cemilan dimasa paciklik. Kami adalah penduduk asli desa Lumpang, letak rumah kami dulu tidak jauh dari areal makam hanya dihalat sungai kali Amandit. Sekarang kalau kita berada ditengah-tengah jembatan penghubung ke makam Habaib dan memandang ke hilir sungai, maka sungai itu terbelah dua, nah diantara belahan sungai itu ada pulau atau kami menybutnya Murung. Murung/ pulau dimaksud adalah milik Datu kami dari pihak perempuan, sekarang dijual sudah menjadi milik orang lain. 
        Waktu kami mengadakan pengamatan terhadap Makam Habaib tahun 1970-1980 an 
  1. Nisan-nisan pusara /makam Habaib Balai Ulin sudah raif 
  2. Seringnya terbakar api dimasa kemarau panjang tetapi sebagian berupa batu sungai, 
  3. Belum ada catatan atau tulisan yang kami temukan kala itu ttg wafat Beliau
  4. Tanqir Ghawa lahir Senin, 19 Rabi'ul Awwal 1279H bertepatan dengan tanggal  13 Oktober 1862M. Beliau adalah dzuriat ke-6 dari Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf
  5. Ada 6 generasi yang dilewati yaitu "Tanqir Ghawa bin Abu Thair Muhammad  bin Abu Tha'am Ibrahim bin Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf bin Muhammad Djamiluddin bin Sayyid Abu Bakar Assegaf.
        Lagi pula tanah areal makam dan sekitarnya dikuasai oleh Ibrahim (Abu Tha'am) bin Ahmad Assegaf dan dibagikan 4 bagian. satu bagian untuk Muhammad Abuthair, satu bagian untuk Siti Khadijah, satu bagian untuk Daud dan satu bagian untuk Aliadam (anak saudaranya). Keturunan Abu Tha'am Ibrahim Assegaf ini yang masih banyak bercokol di Desa Lumpangi yang tidak jauh dari makam Habaib itu. Jadi merekalah yang lebih tahu tentang hal ihwal makan Habaib dimaksud.
        Andaikata ada orang lain yang menemukan catatan tulisan yang tertera di Nisan-nisan makam Habaib Lumpangi setelah tahun 1980 an itu adalah suatu hal yang dibuat-buat secara sengaja untuk mencocokkan /mensenkronkan dengan kepentingan mereka . Wassalam para Pembaca yang budiman.......



Judul Baru ttg Nasab Muhammad Saw-Adam AS
Silsilah nasab Muhammad Saw dari Nabi Ibrahim AS sampai kepada Nabi Adam AS.

Menurut Artikel Ani Nursalikah ttg Tiga Tingkatan Nasab Nabi Muhammad Saw yang ia publikasikan Rabu 08 Jul 2020 15:40 WIB lewat Internet, yang Saya kutif  sbb :

Tingkat ketiga nasab Muhammad dari Nabi Ibrahim AS sampai kepada Nabi Adam AS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nasab Nabi Muhammad SAW dapat dibagi kepada tiga tingkatan. Tingkat pertama dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada Adnan.

Bagian ini disepakati oleh para sejarawan dan ahli nasab. Tingkat kedua dari Adnan sampai kepada Nabi Ibrahim AS. Sampai kepada Ibrahim AS nya disepakati, tapi perincian nasabnya terjadi perbedaan pendapat antara para sejarawan dan  ahli nasab.

Tingkat ketiga dari Nabi Ibrahim AS sampai kepada Nabi Adam AS. Rujukan untuk bagian ketiga ini umumnya dari para Ahli Kitab.

Nasab Nabi sampai kepada Adnan adalah sebagai berikut: 

  1. Muhammad 
  2. ibn Abdullah 
  3. ibn Abdul Muththalib (nama aslinya adalah Syaibah) 
  4. ibn Hasyim (nama aslinya Amr) 
  5. ibn Abdul Manaf (nama aslinya al-Mughirah) 
  6. ibn Qushay (nama aslinya Zaid) 
  7. ibn Kilab 
  8. ibn Murrah 
  9. ibn Ka’ab 
  10. ibn Lu’ay 
  11. ibn Ghalib 
  12. ibn Fihr (nama julukannya Quraisy dan menjadi nama kabilah) 
  13. ibn Malik 
  14. ibn Nadhar (nama aslinya Qais) 
  15. ibn Kinanah 
  16. ibn Khuzaimah 
  17. ibn Mudrikah (nama aslinya Amir) 
  18. ibn Ilyas 
  19. ibn Mudhar 
  20. ibn Nizar 
  21. ibn Ma’ad 
  22. ibn Adnan..Dari Adnan sampai Nabi Ibrahim adalah sebagai berikut: Adnan 
  23. ibn 'Adad 
  24. ibn Hamaisa' 
  25. ibn Salaaman 
  26. ibn 'Iwadh 
  27. ibn Buuz 
  28. ibn Qimwal /Qumwal
  29. ibn Abi /Ubay
  30. ibn 'Awwam 
  31. ibn Naasyid 
  32. ibn Hiza /Haza 
  33. ibn Buldas /Baldas 
  34. ibn Yadhaf 
  35. ibn Thabiikh 
  36. ibn Jaahim 
  37. ibn Naahisy 
  38. ibn Maakhi 
  39. ibn 'Iid /Aidh
  40. ibn 'Abqor 
  41. ibn 'Ubaid 
  42. ibn Addi'a /Da'a
  43. ibn Hamdaan 
  44. ibn Sunbur /Sinbar 
  45. ibn Yatsrib 
  46. ibn Yahzan 
  47. ibn Yalhan 
  48. ibn Ar'awi
  49. ibn 'Iid/ Aidh 
  50. ibn Disyaan 
  51. ibn 'Aishor 
  52. ibn Afnaad 
  53. ibn Ayhaam 
  54. ibn Miqhsor 
  55. ibn Naahits 
  56. ibn Zaarih 
  57. ibn Sumay 
  58. ibn Mizzi /Muzay 
  59. ibn 'Uudah /Iwadhah
  60. ibn. 'Urom /Iram
  61. ibn Qoidzar /Qaidar (Haidir) 
  62. ibn Ismail 
  63. ibn Ibrahim. Dari Nabi Ibrahim AS sampai Nabi Adam AS adalah sebagai berikut: Ibrahim
  64.  ibn Tarah (Azar) 
  65. ibn Nahur
  66. ibn Saru’ (Sarugh) 
  67. ibn Ra’u 
  68. ibn Falakh 
  69. ibn Aibar 
  70. ibn Syalakh 
  71. ibn Arfakhsyad 
  72. ibn Sam 
  73. ibn Nuh 
  74. ibn Lamk 
  75. ibn Matusyalakh 
  76. ibn Akhnukh (Idris) 
  77. ibn Yard 
  78. ibn Mahla’il 
  79. ibn Qainan 
  80. ibn Anusy 
  81. ibn Syits 
  82. ibn Adam.  (Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri:ar-Rahiq al-Makhtum, hal. 56-57)

Jika Nabi Muhammad SAW diberi nomor urut 1 maka Adnan jadi nomor 22. Jika Adnan diberi nomor urut 22 maka Nabi Ibrahim AS adalah nomor 63. Jika Nabi Ibrahim AS diberi nomor urut 63 maka Nabi Adam AS adalah nomor 82. Kalau dibalik Nabi Adam AS nomor 1 maka Nabi Muhammad SAW adalah nomor 82.

Nabi Muhammad SAW dari keluarga Bani Hasyim. Nama asli Hasyim adalah Amr (lahir tahun 464 M). Ia disebut Hasyim yang artinya si penumbuk roti karena suka menumbuk roti untuk dibuat tsarid (sejenis roti yang dimakan campur kuah) yang dibagikan untuk jamaah haji. Hasyim pemegang hak siqayah dan rifadah dari keluarga Bani Abdul Manaf. Siqayah adalah memberi minum jamaah haji, sedangkan rifadah adalah memberikan makanan.

Fatimah binti Sa’ad bin Sahl kawin dengan Kilab dan mempunyai anak bernama Zuhrah dan Qushay. Qaushayy (lahir tahun 400 M) seorang yang banyak harta dan jadi pemimpin Makkah. Setelah Qushayy berusia lanjut beberapa kewenangan yang ada di tangannya diserahkannya kepada anaknya yang tertua Abdud Dar, seperti memegang kunci Ka’bah, panji suku, membagi air minum dan makanan untuk jamaah haji. Di samping itu, Abdul Manaf (lahir tahun 430 M) adik Abdud Dar juga sudah tampil sebagai tokoh terpandang pada masyarakat Qurasy.

Sepeninggal Abdud Dar, tugas itu diteruskan oleh anak-anaknya. Sementara itu, anak-anak Abdul Manaf seperti Hasyim, Abdus Syam, Muththalib dan Naufal sebenarnya memiliki kedudukan yang lebih dan terpendang di kalangan masyarakatnya.

Mereka sepakat mengambil pimpinan Makkah dari tangan sepupu-sepupu mereka. Menyikapi persaingan ini pihak Qurasy terbelah dua. Untuk mencegah terjadinya perang saudara akhirnya kewenangan dibagi. Keluarga Abdul Manaf dapat bagian mengurus persoalan air minum dan makanan untuk jamaah haji, sedangkan kunci Kabah, panji dan pimpinan rapat ditangan keluarga Abdud Dar.

Dalam perjalanan dagang ke Syam, Hasyim singgah di Madinah (Yatsrib) dan menikah di sana dengan Salma binti Amrdari Bani Adi ibn Najar dan menetap di sana beberapa waktu. Setelah itu Hasyim meneruskan perjalanannya ke Syam dan meninggalkan Salma di Madinah dalam keadaan hamil. Ternyata Hasyim meninggal di Gaza Palestina. Salma melahirkan seorang putera pada tahun 497 M dan diberi nama Syaibah.

Salma mengasuh bayinya di rumah ayahnya di Yatsrib. Tidak seorangpun keluarga Bani Hasyim di Makkah yang mengetahuinya.

Tugas Hasyim sebagai pemberi minum dan makanan kepada jamaah haji diteruskan oleh saudaranya, Muththalib ibn Abdul Manaf yang dikenal dermawan. Ketiga Syaibah ibn Hasyim berumur 7 tahun barulah Muththalib mengetahui Syaibah adalah anak saudaranya.

Muththalib pergi ke Yatsrib menjemput kemenakannya tersebut. Setelah mendapat izin dari ibunya maka Syaibah dibawanya ke Makkah. Masyarakat Makkah mengira Syaibah adalah budak Muthalib sehingga mereka memanggilnya Abdul Muththalib (budaknya Muththalib). Walaupun sudah dijelaskan oleh Muththalib bahwa Syaibah bukan budaknya tapi anak saudaranya Hasyim, tetapi nama itu tetap melekat dan Syaibah populer dengan sebutan Abdul Muththalib dan tinggal dengan pamannya sampai dewasa.

Muththalib meninggal di Yaman. Posisinya digantikan oleh kemenakannya Abdul Muththalib dan dia berhasil tampil sebagai pemimpin suku Quraisy yang disegani. Abdul Muththalib punya sepuluh anak laki-laki yaitu Harits, Zubair,  Abu Thalib,  Abdullah (lahir tahun 545 M), Hamzah, Abu Lahab, Ghaidaq. Muqawwim, Dhirar dan Abbas. (Muhammad Husain Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, hlm. 32-34 dan ar-Rahiq al-Makhtum hal. 57-58)

Tatkala puteranya masih satu orang, Abdul Muththalib bernazar jika dapat sepuluh orang anak laki-laki, salah seorangnya akan dia korbankan. Setelah anak laki-lakinya berjumlah sepuluh orang,maka nazar itu dia laksanakan. Dia mengundi dari sepuluh anaknya tersebut siapa yang akan dikorbankan.

Undian jatuh kepada Abdullah, anak yang paling tampan dan paling disayanginya. Lalu dia membimbing Abdullah menuju Ka’bah sambil membawa sebilah parang untuk menyembelihnya. Orang-orang Qurasy yang melihatnya berusaha mencegah, lebih-lebih paman-pamannya dari Bani Makhzum.

Saudaranya Abu Thalib juga mencegah bapaknya. Akhirnya mereka meminta pertimbangan kepada seorang dukun. Dukun itu menyarankan supaya diundi antara Abdulllah dan 10 ekor onta. Dua anak panah disiapkan untuk undian. Yang satu pada batangnya ditulis nama Abdullah, dan pada yang satu lagi ditulis 10 ekor onta. Lalu dicabut salah satunya. Ternyata yang tercabut tetap nama Abdullah. Lalu anak panah yang satu lagi diganti dengan anak panah yang bertuliskan 20 ekor onta, kemudian dicabut kembali.

Ternyata yang tercabut tetap nama Abdullah. Hal yang sama dilakukan berulang kali dengan menambah 10 ekor setiap kali diulang. Akhirnya pada angka 100 ekor onta, barulah nama Abdullah tidak lagi tercabut. Akhirnya 100 ekor onta disembelih sebagai tebusan nazar Abdul Muththalib.

Nabi SAW pernah bersabda: “Aku adalah anak dari dua kurban”. Yang beliau maksud adalah Ismail AS dan ayah beliau Abdullah.”

Setelah berumur 24 tahun, Abdullah menikah dengan Aminah binti Wahab ibn Abdul Manaf ibn Kilab. Aminah dikenal sebagai seorang perempuan dengan nasab dan martabat paling mulia di tengah-tengah suku Quraisy. Ayahnya adalah pemuka Bani Zuhrah. (ar-Rahiq al-Makhtum, hal. 62)

Teks -- 1 Tawarikh 1:1-54 (TB)

 Tampilkan StrongKonteks

Daftar keturunan Adam sampai Abraham

1:1 Adam, Set, Enos, 1:2 Kenan, Mahalaleel, Yared, 1:3 Henokh, Metusalah, Lamekh, 1:4 Nuh, Sem, Ham dan Yafet. 1:5 Keturunan Yafet ialah Gomer, Magog, Madai, Yawan, Tubal, Mesekh dan Tiras. 1:6 Keturunan Gomer ialah Askenas, Difat dan Togarma. 1:7 Keturunan Yawan ialah Elisa, Tarsis, orang Kitim dan orang Rodanim. 1:8 Keturunan Ham ialah Kush, Misraim, Put dan Kanaan. 1:9 Keturunan Kush ialah Seba, Hawila, Sabta, Raema dan Sabtekha; keturunan Raema ialah Syeba dan Dedan. 1:10 Kush memperanakkan Nimrod; dialah orang yang mula-mula sekali berkuasa di bumi. 1:11 Misraim memperanakkan orang Ludim, orang Anamim, orang Lehabim, orang Naftuhim, 1:12 orang Patrusim, orang Kasluhim -- dari mereka inilah berasal orang Filistin -- dan orang Kaftorim. 1:13 Kanaan memperanakkan Sidon, anak sulungnya dan Het, 1:14 serta orang Yebusi, orang Amori, orang Girgasi, 1:15 orang Hewi, orang Arki, orang Sini, 1:16 orang Arwadi, orang Semari dan orang Hamati. 1:17 Keturunan Sem ialah Elam, Asyur, Arpakhsad, Lud, Aram, Us, Hul, Geter dan Mesekh. 1:18 Arpakhsad memperanakkan Selah, dan Selah memperanakkan Eber. 1:19 Bagi Eber lahir dua anak laki-laki; nama yang seorang ialah Peleg, sebab dalam zamannya penduduk bumi terbagi, dan nama adiknya ialah Yoktan. 1:20 Yoktan memperanakkan Almodad, Selef, Hazar-Mawet, Yerah, 1:21 Hadoram, Uzal, Dikla, 1:22 Ebal, Abimael, Syeba, 1:23 Ofir, Hawila dan Yobab; itulah semuanya anak-anak Yoktan. 1:24 Sem, Arpakhsad, Selah, 1:25 Eber, Peleg, Rehu, 1:26 Serug, Nahor, Terah, 1:27 Abram, itulah Abraham.

Keturunan Abraham

1:28 Anak-anak Abraham ialah Ishak dan Ismael. 1:29 Inilah keturunan mereka: anak sulung Ismael ialah Nebayot, lalu Kedar, Adbeel, Mibsam, 1:30 Misyma, Duma, Masa, Hadad, Tema, 1:31 Yetur, Nafish dan Kedma; mereka itulah anak-anak Ismael. 1:32 Keturunan Ketura, gundik Abraham: perempuan itu melahirkan Zimran, Yoksan, Medan, Midian, Isybak dan Suah. Anak-anak Yoksan ialah Syeba dan Dedan. 1:33 Anak-anak Midian ialah: Efa, Efer, Hanokh, Abida dan Eldaa. Itulah semuanya keturunan Ketura.

Keturunan Esau

1:34 Abraham memperanakkan Ishak. Anak-anak Ishak ialah Esau dan Israel. 1:35 Anak-anak Esau ialah Elifas, Rehuel, Yeush, Yaelam dan Korah. 1:36 Anak-anak Elifas ialah Teman, Omar, Zefi, Gaetam, Kenas, Timna dan Amalek. 1:37 Anak-anak Rehuel ialah Nahat, Zerah, Syama dan Miza. 1:38 Anak-anak Seir ialah Lotan, Syobal, Zibeon, Ana, Disyon, Ezer dan Disyan. 1:39 Anak-anak Lotan ialah Hori dan Homam; adik perempuan Lotan ialah Timna. 1:40 Anak-anak Syobal ialah Alyan, Manahat, Ebal, Syefi dan Onam; anak-anak Zibeon ialah Aya dan Ana. 1:41 Keturunan Ana ialah Disyon; anak-anak Disyon ialah Hamran, Esyban, Yitran dan Keran. 1:42 Anak-anak Ezer ialah Bilhan, Zaawan dan Yaakan. Anak-anak Disyan ialah Us dan Aran.

Raja-raja Edom

1:43 Inilah raja-raja yang memerintah di tanah Edom, sebelum seorang raja dari orang Israel memerintah: Bela bin Beor, dan kotanya bernama Dinhaba. 1:44 Setelah Bela mati, Yobab bin Zerah, dari Bozra, menjadi raja menggantikan dia. 1:45 Setelah Yobab mati, Husyam, dari negeri orang Teman, menjadi raja menggantikan dia. 1:46 Setelah Husyam mati, Hadad bin Bedad menjadi raja menggantikan dia; dialah yang memukul kalah orang Midian di daerah Moab, dan kotanya bernama Awit. 1:47 Setelah Hadad mati, Samla, dari Masyreka menjadi raja menggantikan dia. 1:48 Setelah Samla mati, Saul, dari Rehobot-Sungai, menjadi raja menggantikan dia. 1:49 Setelah Saul mati, Baal-Hanan bin Akhbor menjadi raja menggantikan dia. 1:50 Setelah Baal-Hanan mati, Hadad menjadi raja menggantikan dia, dan kotanya bernama Pahi dan isterinya bernama Mehetabeel binti Matred binti Mezahab. 1:51 Setelah Hadad mati, maka yang menjadi kepala-kepala kaum di Edom ialah kepala kaum Timna, kepala kaum Alya, kepala kaum Yetet, 1:52 kepala kaum Oholibama, kepala kaum Ela, kepala kaum Pinon, 1:53 kepala kaum Kenas, kepala kaum Teman, kepala kaum Mibzar, 1:54 kepala kaum Magdiel dan kepala kaum Iram. Itulah kepala-kepala kaum di Edom


Larangan Mengaku dan Mengingkari Nasab

Pertalian keluarga atau nasab memiliki kedudukan yang penting sehingga seseorang dapat mengidentifikasi silsilah dan hubungan keluarganya. Nasab yang jelas dapat membantu memudahkan berbagai persoalan seperti pembagian warisan, wali nikah atau persoalan lainnya.

Akan tetapi dalam Islam ada larangan bagi seorang mengaku-ngaku memiliki nasab kepada orang lain padahal dirinya pun ragu atau klaimnya tidak memiliki kekuatan. Semisal seseorang mengaku-ngaku memiliki garis keturunan kepada nabi Muhammad Saw namun ternyata klaimnya itu palsu. Atau mengaku-ngaku orang tuanya adalah si A padahal sejatinya orang tuanya adalah si B Maka kedua hal itu yakni mengaku-ngaku nasab orang lain dan mengingkari nasab yang sebenarnya sangat dilarang dalam Islam. Bahkan dalam sebuah riwayat dijelaskan orang yang mengaku-ngaku nasab dan yang mengingkari nasab itu bisa membuat dirinya menjadi kafir dihadapan Allah

Rasulullah  ﷺ bersabda :

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنِ ادَّعَى نَسَبًا لَا يَعْرِفُ كَفَرَبِاللَّهِ وَمَنِ انْتَفَى مِنْ نَسَبٍ وَاِنْ دَقَّ كَفَرَبِاللَّهِ. رواه الطيرنى

Barangsiapa mengaku-ngaku nasab (keturunan) yang dia sendiri tidak mengetahuinya, maka jadi kafirlah ia kepada Allah. Dan barangsiapa mengingkari nasab walaupun samar nasab itu, maka kafirlah ia kepada Allah.” (HR. Thabarani(

Dalam keterangan lain dijelaskan:

وَرَوَى أَحَدُ: إِنَّ لِلَّهِ تَعَالَى عِبَادًا لَايُكَلِّمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ وَلَا يُزَكِّيْهِمْ وَلَا يَنْظُرُ اِلَيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ, قِيْلَ وَمَنْ اُولَئِكَ يَارَسُوْلَ اللَّهِ ؟ قَالَ مُتَبَرِّئٌ مِنْ وَالِدَيْهِ رَاغِبٌ عَنْهُمَاوَمُتَبَرَّئٌ مِنْ وَلَدِهِ وَرَجُلٌ أَنْعَمَ عَلَيْهِم قَوْمٌ فَكَفَرَ نَعْمَتَهُمْ وَتَبَرَّأَمِنْهُمْ. وَالْمُرَادُالْاِنْعَامُ بِالْعِتْقِ.

Dan diceritakan Imam Ahmad, Sesungguhnya Allah Ta'ala itu mempunyai hamba, yang tidak akan berbicara Allah dengan mereka pada hari kiamat. Dan Allah tidak akan mensucikan dosanya mereka, dan Allah tidak memandang mereka(dengan rasa kasih sayang). Dan bagi hamba itu diberikan siksaan yang pedih. Sahabat bertanya: Siapa mereka itu Rasulullah?. Rasullullah menjawab: Yaitu orang yang menyatakan lepas diri dari kedua orang tuanya (tidak mengakui orang tua) marah kepada orang tuanya. Orang yang lepas tangan dari anaknya(tidak mengakui anak). Dan orang yang diberi kenikmatan oleh suatu kaum lalu dia ingkar dari mereka serta melepaskan diri dari mereka. Yang dimaksud dengan “ memberikan kenikmatan” di sini ialah “Kemerdekaan (memerdekakan budak).

Arikel”Larangan Mengaku dan Mengingkari Nasab”, Fiqhislam.com  https://www.fiqhislam.com/agenda/syariah-akidah-akhlak-ibadah/132221-larangan-mengaku-dan-mengingkari-nasab

HUKUM MENGAKU-NGAKU HABIB ATAU SAYYID ?

Seorang jaba/orang awam tidak didukung silsilah yang  shahih Menurut Kitab “الشفا بتعريف حقوق المصطفى “ Mengaku Habib atau hukumnya haram. Adapun hukumannya menurut Imam Malik di Dunia ialah di pukul dan dipenjarakan. Sedangkan di Akhirat dimasukan ke dalam Neraka.

Referensi :

٠{الشفا بتعريف حقوق المصطفى - وحاشية الشمني، ج ٢ ص ٣١١}

وَرَوَى أَبُو مُصْعَب عَن مَالِك فِيمَن انْتَسَب إِلَى بيت النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْه وَسَلَّم يُضْرَب ضَرْبًا وَجِيعًا ويُشْهَر ويُحْبَس طَويلًا حَتَّى تَظْهَر تَوبَتُه لِأَنَّه اسْتِخْفَاف بِحَقّ الرَّسُول صَلَّى الله عليه وسلم

Artinya : Abu Mush'ab meriwayatkan dari Imam Malik tentang hukum seseorang yang mengaku-ngaku memiliki nasab keturunan Rasulullah, orang tersebut dihukum cambuk dengan pukulan yang menyakitkan, diumumkan, dan dipenjara dalam waktu yang lama, hingga kelihatan jelas- jelas bertaubat karena Dia telah meremehkan hak-hak Rasulullah.

{صحيح مسلم، ج ١ ص ٨٠}

١١٥ - (٦٣) حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّاءَ بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، وَأَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ، عَنْ سَعْدٍ، وَأَبِي بَكْرَةَ كِلَاهُمَا، يَقُولُ: سَمِعَتْهُ أُذُنَايَ، وَوَعَاهُ قَلْبِي مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ، وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ»٠

Artinya : Meriwayatkan hadis kepada kami, Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah dari Zakariya bin Abi Zaidah dan Abu Muawiyah dari Ashim dari Abi Utsman dari Sa'ad dan Abi Bakrah keduanya berkata : kedua telingaku mendengar, dan hatiku hafal Rasulullah bersabda :

"Barang siapa yang mengaku-ngaku bernasab kepada seseorang yang bukan bapaknya, dan Dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya, maka Surga haram baginya".

{فضل أهل البيت، ص ٨٢-٨٣}

أشرفُ الأنساب نسَبُ نبيِّنا محمد صلى الله عليه وسلم، وأشرف انتسابٍ ما كان إليه صلى الله عليه وسلم وإلى أهل بيتِه إذا كان الانتسابُ صحيحاً

Artinya : Nasab termulia adalah nasab Nabi KITA, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Alihi Wasallam Dan penisbatan termulia adalah penisbatan kepada Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Alihi Wasallam dan kepada ahlibait beliau, jika penisbatan tersebut benar adanya.

وقد كثُرَ في العرب والعجم الانتماءُ إلى هذا النَّسب، فمَن كان من أهل هذا البيت وهو مؤمنٌ، فقد جمَع الله له بين شرف الإيمان وشرف النَّسب، ومَن ادَّعى هذا النَّسبَ الشريف وهو ليس من أهله فقد ارتكب أمراً محرَّماً، وهو متشبِّعٌ بِما لَم يُعط

Sungguh telah banyak terjadi di Negeri Arab maupun selainnya, penisbatan kepada nasab yang mulia ini.

Barangsiapa yang memang termasuk ahlibait dan Dia Mukmin, maka sungguh Allah telah mengumpulkan baginya antara kemuliaan Iman dan kemuliaan nasab.

Namun sebaliknya barangsiapa yang mengklaim nasab yang mulia ini sedangkan dirinya bukanlah bagian darinya, maka sungguh Dia telah melakukan tindakan yang haram dan termasuk orang yang berperilaku dusta terhadap sesuatu yang tidak dimiliki.

وقد قال النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: ((المتشبِّعُ بِما لَم يُعْطَ كلابس ثوبَي زور))، رواه مسلمٌ في صحيحه (٢١٢٩) من حديث عائشة رضي الله عنها٠

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Alihi Wasallam bersabda :

“Orang yang (berpura-pura) berpenampilan dengan sesuatu yang tidak diberikan kepadanya bagaikan orang yang memakai dua pakaian palsu (kedustaan)”

(HR. Muslim, hadits ke- 2129 dari Sanad Aisyah)

وقد جاء في الأحاديث الصحيحة تحريمُ انتساب المرء إلى غير نسبِه، ومِمَّا ورد في ذلك حديثُ أبي ذر رضي الله عنه أنَّه سَمع النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يقول: ((ليس مِن رجلٍ ادَّعى لغير أبيه وهو يَعلَمه إلاَّ كفر بالله، ومَن ادَّعى قوماً ليس له فيهم نسبٌ فليتبوَّأ مقعَدَه من النار))، رواه البخاريُّ (٣٥٠٨)، ومسلم (١١٢)، واللفظ للبخاري٠

Dan sungguh terdapat beberapa hadist shohih yang menjelaskan keharaman seseorang bernasab kepada orang lain yang bukan nasabnya.

Diantara hadist yang menjelaskan hal tersebut adalah hadist dari sanad Abu Dzar al-Giffari, bahwasanya Dia mendengar Rasulullah bersabda : "Tiadalah seseorang mengaku bernasab kepada selain Ayahnya sedangkan Dia mengetahui kecuali Dia telah kufur kepada Allah. Dan barang siapa mengaku-ngaku keturunan suatu kaum sedangkan Dia tidak memiliki persambungan nasab dengan mereka maka hendaklah silahkan memilih tempatnya di Neraka".

(HR. Bukhori hadis ke -3508, Muslim hadis ke -112, redaksinya milik Bukhori)

 


Kepustakaan atau Daftar bacaan

  1. Nasab adalah Keturunan, Berikut Pengertian dan Hukumnya dalm Islam, Selasa 12 Januari 2021 20.00 Reporter : Novi Fuji Astuti https://www.merdeka.com/jabar/nasab-adalah-keturunan-berikut-berikut-pengertian-dan-hukumnya-dalm-islam-kln html
  2. Artikel tentang “Suku Dayak”yang di tulis oleh Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Suku Dayak - Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas (diakses pada 19 Oktober 2021)
  3. “Sejarah Kerajaan Jejak Panjang Nan Sarunai, Kerajaan Purba di Kalimantan”(tirto.id - Humaniora) Reporter: Iswara N Raditya Penulis: Iswara N Raditya Editor: Ivan Aulia Ahsan.- 9 Jan 2018 07:38 WIB  https://tirto.id/jejak-panjang-nan-sarunai-kerajaan-purba-di-kalimantan-cBfD
  4. Artikel  "TIGA ekspedisi militer dilancarkan Kerajaan Majapahit dari Tanah Jawa. Pasukan ini pun menggempur Kerajaan Nansarunai yang berada di pedalaman Kalimantan Selatan, hingga akhirnya puak Dayak dan Banjar pun terbentuk. Nansarunai; Kerajaan Dayak Maanyan Yang Merupakan Leluhur Urang Banjar", Diposting 29 maret 2021./ https://jejakrekam.com/2021/03/29/nansarunai-kerajaan-dayak-maanyan-yang-merupakan-leluhur-urang-banjar/
  5. Artikel "Kaharingan" Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas https://id.wikipedia.org/wiki/Kaharingan
  6. Artikel “Pesona Festival Adat Dayak di Loksado”  https://dinaspmd.kalselprov.go.id/2022/07/pesona-festival-adat-dayak-di-loksado/

  7. YouTube "ASAL USUL KAYAU SUKU DAYAK"  ..................................................................................................... https://www.youtube.com/watch?v=mKRx5FBGJLU

  8. Folklor  adalah Ceritera/kisah yang penyebaran dan pewarisannya cenderung dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari datu-datu dan nenek-nenek kami.
  9. Kitab Biografi Ulama-ulama Terkemuka Dunia dan Nasional” yang ditulis oleh “Syekh Samsul Afandi The source: hadhramaut.info/indo – 01/5/2008
  10. Artikel tentang Islam di Kesultanan Banjar pada abad ke 19M dan Peran Muhammad Arsyad Al Banjari ditulis oleh: Abd. Gafur tahun 2009
  11. Artikel tentang "Agama Kaharingan" https://kbr.id/nusantara/02-2014/agama_kaharingan__penciptaan_alam__tuhan_dan_suku_dayak/60612.htmlKBR. Nusantara, Selasa 25 Februari 2014, 13.41 Wib Author, Antonius Eko
  12. Hasil-hasil Pengamatan tentang Batur-batur dan Nisan pada makam Habaib Datu Lumpangi anatara tahun 1970 sd. 1980 dibandingkan dengan  Batur-batur dan Nisan pada makam Habaib anak Datu Bakumpai di Marabahan.
  13. Artikel “Biografi Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf: Ini Nasab Beliau sampai Nabi Muhammad” Eries Adlin - Jumat, 15 Januari 2021 | 20:51 WIB. https://www.ayobogor.com/nasional/pr-31874179/Biografi-Habib-Ali-bin-Abdurrahman-Assegaf-Ini-Nasab-Beliau-sampai-Nabi-Muhammad

  14. Hasil-hasil Wawancara dengan Habaib Fam/Marga Assegaf Desa Lumpangi yang masih hidup ditahun 2021Masihi, misalnya Habib Muhammad Burhan atau Muhammad Burhanuddin bin Ahmad Baderi Assegaf , Kayi Husni bin Karji, Kayi Usman bin Juhri . Dan lainnya
  15. Artikel “Biografi Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf: Ini Nasab Beliau sampai Nabi Muhammad” Eries Adlin - Jumat, 15 Januari 2021 | 20:51 WIB. https://www.ayobogor.com/nasional/pr-31874179/Biografi-Habib-Ali-bin-Abdurrahman-Assegaf-Ini-Nasab-Beliau-sampai-Nabi-Muhammad
  16. Dan beberapa catatan ttg silsilah Nasab Dzuriat Datu Lumpangi. Catatan Habib Muhammad Jamberi bin Ahmad Darani Assegaf dan catatan dari Habib Bahriansyah bin Bahur Assegaf
  17. Artikel "Islam Loksado dan Sayyid Abu Bakr bin Hasan Assegaf" oleh Ahmad Harisuddin yang diposting 20 Februari 2011M 
  18. Artikel “Sejarah Ahlul bait (keturunan) Sayyidina Muhammad Saw di Indonesa” dan http://fakhrur94.blogspot.com/2012/04/sejarah-ahlul-baitketurunan-sayyidina.html
  19. Artikel “Riwayat Singkat Habib Lumpangi - Abu Bakar bin Hasan bin Hasyim Assegaf” yang ditulis pada 3 Agustus 2017 oleh  Saadillah Mursyid ……………………………………….., http://saadillahmursyid.blogspot.com/2017/08/riwayat-singkat-habib-lumpangi-abu.html
  20. Artikel HOME NABI MUHAMMAD MUSLIMAH KISAH FATWA MOZAIK, Home > Islam Digest > Islam Digest, Tiga Tingkatan Nasab Nabi Muhammad, Rabu 08 Jul 2020 15:40 WIB, Red: Ani Nursalikah, Tiga Tingkatan Nasab Nabi Muhammad, https://www.republika.co.id/berita/qd56s5366/tiga-tingkatan-nasab-nabi-muhammad
  21. Teks -- 1 Tawarikh 1:1-54 (TB) https://alkitab.sabda.org/commentary.php?version=tb&passage=1+Tawarikh+1

     22, Artikel Datu Banua Lima, Panglima yang Ditakuti Prajurit Majapahit (Bagian-1)

 https://daerah.sindonews.com/berita/1019516/29/datu-banua-lima-panglima-yang-ditakuti-prajurit-majapahit-  bagian-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A.Historis dan Nasab Dzuriat Datu Habib Lumpangi

  Oleh H.Hasan Basri,S.Ag bin H.M.Barsih Assegaf NASAB AHLU ALBAIT NABI BESAR MUHAMMAD SAW IBN ABDULLAH IBN ABDUL MUTHALIB DARI KELUARGA A...