Oleh H.Hasan Baseri bin H.M.Barsih bin Ahmad Baderi
Destinasi objek wisata Loksado
memiliki pesona dan keunikannya tersendiri yang merupakan bagian kawasan
Pegunungan Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan memiliki banyak pesona alam yang luar biasa
indah dan objek wisata. selain itu juga anda dapat menikmati bening dan
sejuknya air pegunungan yang mengalir ke Sungai
Amandit serta riak-riak arus dari jeram atau riam kecil yang cukup menarik hati.
“Destinasi” adalah area
geografis sebagai lokasi yang dapat menarik wisatawan untuk tinggal secara
sementara yang terdiri dari berbagai produk periwisata, sehingga membutuhkan
berbagai prasarat untuk merealisasikannya.
Masing-masing destinasi itu
memiliki pesona dan keunikannya masing-masing. Bila Anda belum sempat
mengunjungi destinasi perbukitan batu Langara dan makam religi Habaib keluarga
Assegaf Lumpangi Loksado, yang menawarkan keindahan alam luar biasa bagi siapa
pun yang berkunjung mungkin tak ada salahnya menyiapkan rencananya sejak saat
ini
Sementara destinasi objek
wisata lain alam Loksado, berupa air Terjun Haratai berjarak sekitar sepuluh
kilometer dari ibukota kecamatan dengan menyisir bukit ke arah pedalaman.
Ooh Lumpangi! Kau adalah
desaku, desa tempat lahirku, kau tempat lahir
nenek dan kakekku, desa tempat tinggalku masa kanak-kanak hingga remaja.
Lumpangi adalah sebuah desa yang ramah lingkungan, ia desa yang terisolasi,
udaranya yang sejuk. air sungainya yang bening, ia jauh dari pusat keramaian
kota kandangan, dulu jaraknya sangat jauh dari kota Kandangan, bisa ditempuh
6-7 jam jalan kaki. dan belum bisa
ditempuh dengan kendaraan roda dua atau roda empat. Tetapi sekarang desa
Lumpangi bisa ditempuh anatara 20-25 menit dengan kendaraan roda dua atau roda
empat dari kota Kandangan.
Ada sebagian Keluarga Habib yang dulunya masih bertempat
tinggal dekat areal makam di kampung
Balai Ulin. Keluarga itu adalah keturunan Habib Iberahim Abu Tha’am bin
Abu Bakar as-Tsani bin Ahmad Suhuf. Ia
punya anak 3 orang yaitu an.Muhammad Abu Thair, Siti Khadijah dan Daud. Abu
Thair Muhammad tinggal dekat Masjid, sedangkan kedua adiknya tinggal di kampung
Balai Ulin. Kemudian anak Siti Khadijah an. Ahmad I’ing dan Hambali yang
dulunya bertempat tinggal (rumah) dekat makam, dan karena merasa susah PP ke
Lumpangi, harus menyeberangi sungai Kali Amandit, arus sungainya yang deras
sedalam lebih dari 1 meter, menyeberangi dengan jalan kaki, atau menyeberangi
dengan rakit bambu untuk samapai ke masjid dan ke pasar dan juga di pasar ini untuk mencari keperluan
hidup lainnya seperti uyah, asam, acan
dan timbaku.
Maka setelah dibuatnya
jembatan gantung penghubung antara desa Lumpangi dengan kampung muara Ahan.
Maka kedua saudara ini Julak Ahmad I’ing dan Hambali pindah rumah dari kampung
Balai Ulin ke kampung Muara Ahan. Maka kampung Balai Ulin kosong dari perumahan
penduduk. Kekosongan itu terjadi sebelum Indonesi merdeka. Kemudian Julak Ahmad I’ing dan Hambali (pa. Uut) mendirikan sebuah rumah di tepi sungai Ahan.
Rumah itu juga berada di tepi jalan Kandangan ke Loksado. Dulu orang-orang yang dari
Kandangan, apabila sampai dihulu kampung Datar Tandui, mereka menyeberang
sungai Kali Amandit yang dangkal dekat
muara ahan, mereka berjalan meliwati halaman rumah Ahmad I’ing dan
Hambali, tetapi bila air sungai dalam dan arusnya deras mereka menyeberang lewat jembatan
penghubung antara Lumpangi dengan muara Ahan. Dan mereka juga meliwati halaman
rumah Ahmad I’ing bin H.Mastur dan Hambali bin H.Mastur ini.
Sejak kedua kakak beradik
inilah pindah rumah, maka kampung Balai Ulin menjadi mati tak dihuni lagi oleh
penduduk setempat, dan pusara / makam Habaib mulai tidak terawat lagi dengan
baik. Dikampung Muara Ahan tahun 1974an sudah ada tempat pendidikan masyarakat
yang dikenal “SR” yaitu Sekolah Rakyat. Bangunan SR dibangun dengan swadaya
masyarakat dan honor Gurunya atas swadaya masyarakat. Pasar lumpangi dulu berada dihulu masjid,
sebagian para Pedagang berjualan
dihalaman rumah kami.
Konon keberadaan pasar ini cukup lama seiring
keberadaan dibangunnya masjid. Kemudian ada bantuan Pemerintah tahun 1974
untuk membangun pasar, untuk pembuatan tempat khusus jualan maka pasar pindah
ke pantai dihalaman rumah Uus (Pa.Mawan) dan.dekat dengan Jembatan gantung.
Jembatan gantung sedarhana dengan tali kawat baja yang diikatkan pada kaki batu
langara, dan diseberangnya di beri dua tiang ulin dan ujun kawat baja diikatkan
pada kayu ulin yang dibenam di dasar tanah pantai. Ujung tali itu ditutupi batu
kali sebesar kepala setinggi 1 meter lebih. Lantai paring batangan, banyaknya
antara 5-7 batang yang diikat dengan
tali haduk,paikat tali atau tali sumawi tempo dulu.
Dahulu sebelum terjadi
pemekaran desa dan kecamatan bahwa Desa Lumpangi menjadi wilayah Kecamatan
Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Untuk sampai ke desa Lumpangi
seseorang harus jalan kaki dari Taxian mobil Pagat Batu (Batu Bini). Waktu itu
jenis mobi taxi yang sampai ke Batu Bini
ini adalah mobil jenis Jep dan mobil Puar. Kedua jenis mobil inilah yang taxi
pulang-pergi (PP) Kandangan – Pagat. Batu.
Nah dari Pagat Batu inilah jalan
kaki menuju desa Lumpangi kurang lebih 6 jam memakan waktu lama kalau berjalan
normal melewati tepi sungai Kali Amandit.
Ada beberapa desa yang
dilewati (sebagai terminal pejalan kaki untuk istirahat minum
dan makan di warung pada desa-desa tersebut) antara lain desa-desa yang
dilalui desa Batu Bini atau Batu Tambun terus desa Bulanang, desa Muara Hariang (Periangan), desa Halunuk,
desa Basawar, desa Muara Bayumbung, desa Harantan (Panggungan) desa Marikit dan
kampung Datar Tandui terus sampai Desa
Lumpangi. Tetapi sekitar tahun 1991-1995 jalan tembus Kandangan ke Batulicin
baru dibuat, dengan adanya akses jalan
tersebut maka sepeda motor dan mobil bisa masuk dengan mudah ke desa Lumpangi..
Jalan tembus ini sangat berpengaruh banyak terhadap perekonomian masyarakat
desa Lumpangi khususnya. Kemudian terjalilah pemekaran desa dan kecamatan, maka
Desa Lumpangi menjadi Kecamatan Loksado